• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan andalan untuk meningkatkan kesejahteraan sebagian masyarakat Indonesia karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di desa dan bekerja di sektor pertanian. Di lihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian secara makro terjadi penurunan, di mana kontribusi sektor pertanian terhadap PDB pada tahun 2010 15,3 %, kemudian turun menjadi 14,7 % . Di tinjau dari luas panen padi tahun 2010 sebesar 13.253.450 ha, kemudian turun menjadi 13.203.643 ha pada 2011. Sedangkan dari produksi padi pada tahun 2010 sebesar 66.469.394 ton, kemudian turun menjadi 65.756.904 ton padi tahun 2011. Dan dari tingkat produktifitas padi pada tahun 2010 sebesar 50,15 (ku/ha), kemudian turun menjadi 49,80 (ku/ha) pada tahun 2011. Fenomena ekonomi ini memberikan isyarat terjadinya transformasi ekonomi pada perekonomian Indonesia secara makro baik secara vertikal maupun horisontal.

Dengan menurunnya tingkat produktifitas, luas area lahan pertanian yang secara tidak langsung menurunkan tingkat produksi pertanian khususnya pada produksi padi.

Dengan latar belakang tersebut penulis mengkaji sektor pertanian secara umum

dengan menitikberatkan pada permasalahan, kebijakan dan strategi dalam produksi

pangan khususnya produksi padi. Kita ketahui sektor pertanian ditopang oleh

subsektor lainnya, yakni sektor perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan

serta tanaman pangan, di mana sektor tanaman pangan yang menjadi prioritas karena

termasuk dalam kategori kebutuhan primer, maka tidak heran bila setiap negara

khususnya negara Indonesia yang merupakan negara agraris setiap tahun berupaya

untuk memaksimalkan sektor ini. Namun, kita sedikit bersedih karena sektor tersebut

bukan sektor utama yang menyumbang dalam laju pertumbuhan PDB. Hal ini

menandakan adanya transformasi dari sektor pertanian menuju sektor modern yang

berarti lahan pertanian semakin sempit karena pesatnya peertumbuhan dan

pembangunan gedung-gedung. Keadaan tersebut harus disikapi dengan segera

mungkin dari pusat hingga daerah, dari pejabat hingga rakyat agar tidak bertambah

(2)

masyarakat yang melarat dikarenakan pemerintah yang sibuk dengan rapat tanpa ada tindak perbuat.

II. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sektor pertanian ? dan apa saja subsektornya ?

2. Bagaimana perkembangan dan peranan sektor pertanian terhadap perekonomian ? 3. Apa problema sektor pertanian ? dan upaya untuk mengatasinya ?

4. Bagaimana kontribusi kebijakan dan strategi dalam pengembangan sektor pertanian ?

III. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dan ruang lingkup sektor pertanian beserta kontribusinya dalam perekonomian.

2. Mempelajari perkembangan dan peranan sektor pertanian terhadap perekonomian.

3. Mampu menganalisis permasalahan dalam sektor pertanian dan mampu mencari solusinya.

4. Mampu menilai, menimbang seberapa besar pengaruh kebijakan dan strategi pada

sektor pertanian.

(3)

BAB II PEMBAHASAN I. Pengertian dan Lingkup Sektor Pertanian

Sektor pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas yang meliputi lima subsektor yaitu :

1) Subsektor Tanaman Pangan

Subsektor tanaman pangan sering disebut subsektor pertanian rakyat karena tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat.

2) Subsektor Perkebunan

Subsektor perkebunan dibedakkan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Yang dimaksud dengan perkebunan rakyat ialah : Perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat atau masyarakat biasanya dalam skala kecil- kecilan dan dengan teknologi yang sederhana. Perkebunan besar ialah semua kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan berbadan hukum.

3) Subsektor Kehutanan

Subsektor kehutanan terdiri atas 3 macam kegiatan yaitu : Penebangan kayu, Pengambilan hasil hutan lain, dan perburuan.

4) Subsektor Peternakan

Subsektor peternakan mencakup kegiatan beternak itu sendiri dan pengusahaan hasil-hasilnya yang meliputi produksi ternak-ternak besar dan kecil dan hasil pemotongan hewan.

5) Subsektor Perikanan

Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan

umum, dan pengolahan sederhana atas produk-produk perikanan (

pengeringan dan pengasinan )

(4)

II. Perkembangan dan Peranan Sektor Pertanian Dalam Perekonomian

Sektor pertanian hingga kini masih menjadi sumber mata pencaharian utama sebagian besar penduduk Indonesia, pola perkembangan sektor pertanian Indonesia ditempuh melalui 3 kemungkinan pola atau jalur :

1. Jalur kapitalistik , yakni melalui pengembangan usaha tani- usaha tani berskala besar dan melibatkan satuan-satuan yang berskala kecil.

2. Jalur sosialistik, yakni melalui pembentukan usaha tani kolektif berskala besar yang diprakarsai oleh negara.

3. Jalur koperasi semi kapitalistik yakni melalui pembinaan usaha tani- usaha tani kecil padat modal yang digalang dalam suatu koperasi nasional dibawah pengelolaan negara.

Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (Persen), 2007- 2010

Sektor - Subsektor 2007 2008 2009* 2010**

Sektor Pertanian 3,47 4,83 3,98 2,86

- Tanaman Pangan 3,35 6,06 4,97 1,81

- Perkebunan 4,55 3,67 1,84 2,51

- Peternakan 2,36 3,52 3,45 4,06

- Kehutanan -0,83 -0,03 1,82 2,07

- Perikanan 5,39 5,07 4,16 5,87

Ket : * Angka Sementara

** Angka Sangat Sementara

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat laju tumbuh sektor pertanian dalam membentuk PDB pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 0,36 persen sedangkan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 1,53 persen dan 1,12 persen pada tahun 2010 menurut perhitungan sementara.

Salah satu teori yang menjelaskan peranan sektor pertanian dalam perekonomian

adalah teori petumbuhan ekonomi model lewis tentang proses tranformasi

pembangunan ekonomi di negara berkembang. Teori petumbuhan ekonomi lewis

diasumsikan bahwa terdapat kelebihan jumlah tenaa kerja dan perekonomian terdiri

(5)

dari sektor industri (kapitalis) dan sektor pertanian atau disebut dengan sektor subsisten. Sektor ekonomi pertanian dicirikan dengan sektor yang memberikan tingkat produktifitas ( marginal physical produck ) relatif lebih rendah daripada sektor industri karena jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian lebih banyak dengan tingkat keterampilan lebih rendah dibandingkan yang bekerja di sektor industri. Adapun menurut Kuznet sektor pertanian mampu menghasilkan surplus atau neraca pembayaran karena sumbangannya terhadap ekspor maupun pengembangan produk substitusi impor dan ekspansi sektor non pertanian melalui penyediaan pangan dan bahan baku bagi industry pengolahan.

Peranan penting pertanian antara lain adalah :

1. Menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan.

2. Menyediakan bahan baku industri.

3. Sebagai pasar potensial bagi produk-produk yang dihasilkan industri.

4. Sumber tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi pembangunan sektor lain

5. Sumber perolehan devisa (Kuznets, 1964)

6. Mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan 7. Menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan.

III. Problematika Sektor Pertanian

Sebagian besar petani di Indonesia dikategorikan sebagai petani gurem, dengan penguasaan asset produksi minimal dan jauh dari memadai untuk suatu usaha yang layak bagi pemenuhan pendapatan keluarga . Dari keadaan ini tercermin bahwa peningkatan kesejahteraan petani tidak akan tercapai apabila hanya mengandalkan pada hasil pertaniannya. Upaya-upaya peningkatan pendapatan petani dari usaha tani yang diusahakan perlu di tambahkan dengan pendapatan yang diperoleh dari usaha atau bekerja di luar usaha tani atau di luar sektor pertanian.

Fenomena ekspansi sektor indutri mendorong terjadinya proses transformasi ekonomi

dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Proses transformasi ini akan berhenti

manakala tingkat upah di sektor pertanian mendekati tingkat upah di sektor industri.

(6)

Fenomena ini menyebabkan luas lahan pertanian produktif relatif semakin sempit karena terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian untuk kebutuhan pemukiman industry infrakstruktur jalan dll. Ledakan jumlah penduduk menyebabkan krisis terhadap tersedianya lahan pertanian karna terjadinya alih fungsi lahan yang kecendrungan semakin meningkat dari waktu ke waktu dan menimbulkan persoalan pengangguran tersembunyi atau pengangguran tak kentara suatu keadaan yang ditimbulkan karena petani semakin kehilangan lahan pertanian serta dalam jangka panjang kkrisis sektor pertanian akan menyebabkan terjadinya kemiskinan di pedesaan.

Namun yang perlu di kritisi adalah bahwa peningkatan produksi pertanian lebih banyak karena upaya intensifikasi pertanian melalui panen 2 atau 3 kali setahun dan ekstentifikasi pertanian dengan memperluas lahan pertanian sementara relatif masih sedikit yang berkaitan dengan upaya aplikasi teknologi. Hal ini cukup merisaukan karena tekanan kebutuhan lahan yang cukup tinggi menyebabkan lahan pertanian semakin termarginalkan dan bergeser ke daerah yang tingkat produktifitasnya lebih rendah. Implikasi yang ditimbulkan dari fenomena ini adalah terjadinya penurunan dan perlambatan produksi pertanian khususnya produksi padi.

Adapun kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil

1,

antara lain:

1. Lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan.

Salah satu faktor produksi penting dalam usaha tani adalah modal. Besar-kecilnya

kala usaha tani yang dilakukan tergantung dari pemilikan modal. Secara umum

pemilikan modal petani masih relatif kecil, karena modal ini biasanya bersumber

dari penyisihan pendapatan usaha tani sebelumnya. Untuk memodali usaha tani

selanjutnya petani terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada

orang lain yang lebih mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani

diambil dulu dari toko dengan perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi

seperti inilah yang menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang

secara ekonomi merugikan pihak petani.

(7)

2. Ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah.

Kesuburan tanah sebagai faktor produksi utama dalam pertanian.

Permasalahannya bukan saja menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan perilaku petani dalam berusaha tani.

3. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi.

Sarana produksi sangat diperlukan dalam proses produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi itu bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah jenis dan kualitasnya.

4. Terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi.

Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu.

Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan.

5. Lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani.

Organisasi merupakan wadah yang sangat penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan panyaluran inspirasi (bottom up) para anggotanya.

6. Kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis.

Petani merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani itu sendiri.

IV. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sektor Pertanian

Masa depresi ekonomi tahun 1930-an merupakan awal kebijakan pengendalian

langsung harga beras oleh pemerintah penjajahan belanda. Awal tahun 1933

pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan impor beras melalui cara lesensi dan

(8)

pengawasan harga secara langsung. Sekitar tahun 1939 dibentuk badan pemerintah yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap produksi dan pemasaran beras yaitu stichting het voedingsmidlendsfonts (VMF) pada masa orde lama kebijakan pangan dilakukan pemerintah dalam bentuk pemberian gaji sebagian berupa beras dengan tujuan mempertahankan pendapatan riil masyarakat. Pada tahun 1952 dikeluarkan program kesejahteraan kasimo untuk mencapai tujuan swasembada pangan. Pada tahun 1959 digulirkan program padi sentral untuk mewujudkan sasaran swasembada pangan namun program ini gagal. Pada tahun 1963 diselenggarakan program penyuluhan pertanian yaitu BIMAS melalui panca usaha tani yaitu penggunaan dan pengendalian air yang baik, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk dan pestisida yang rasional, cara bercocok tanam yang tepat dan lembaga koperasi yang kuat.

Pada tahun 1966 pemerintah menggulirkan program KOLOGNAS ( Komando Logistik Nasional ) yaitu suatu badan yang bertugas untuk menangani masalah distribusi bahan kebutuhan pokok dan diberi wewenang tambahan yaitu menyalurkan dana kredit pertanian kepada peserta BIMAS melalui gubernur dan bupati. Pada tahun 1967 terjadi krisis beras sehingga melahirkan program usaha intensifikasi masalah (INMAS) yang berhasil mendorong peningkatan produksi beras namun tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan petani karena harga gabah lebih rendah dibanding harga saprodi sehingga mengurangi intensif petani untuk menanam lahan pertanian.

Hal ini mendorong munculnya Rumus Tani yaitu kebijakan pengendalian harga beras harus kurang lebih sama dengan harga pupuk agar petani dapat terus berproduksi dan meningkatkan taraf kesejahteraannya. Pada 14 Mei 1967 lahirlah Badan Urusan Logistik (Bulog), yang berfungsi sebagai agen pembeli beras tunggal. Berdirinya Bulog sejak awal diproyeksikan untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia melalui dua mekanisme yakni stabilisasi harga beras dan pengadaan bulanan untuk PNS dan militer. Pada Repelita 1 dan 2 (1969-1979), Bulog mendapat tambahan tugas sebagai manajemen stok penyangga pangan nasional dan penggunaan neraca pangan nasional sebagai standar ketahanan pangan. Pada 1971, Bulog juga mempunyai tugas sebagai pengimpor gula dan gandum. Pada 1973, lahirlah Serikat Petani Indonesia (SPI).

Untuk mencapai swasembada beras pada 1974, dikeluarkanlah Revolusi Hijau oleh

Soeharto. Namun Revolusi Hijau telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi

dan sosial pedesaan. Sebab, ternyata Revolusi Hijau hanyalah menguntungkan petani

(9)

yang memiliki tanah lebih dari setengah hektare, dan petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan.

Pada 1977, Bulog mendapat tugas tambahan kembali, yakni sebagai kontrol impor kedelai. Hingga 1978 ditetapkanlah harga dasar jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Pada Repelita 3 dan 4 Orde Baru, kebijakan pangan dari swasembada beras beralih ke swasembada pangan. pada 1984 Indonesia mencapai level swasembada pangan dan mendapat medali dari Food and Agriculture Organization (FAO). Indonesia dinyatakan mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan beras atau mencapai swasembada pangan. Pada Repelita 5, 6, dan 7 rezim pemerintahan Soeharto, kebijakan pangan kembali ke swasembada beras. Tahun 1995, para pegawai Bulog dianugrahi penghargaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada 1997, fungsi Bulog ditetapkan hanya untuk mengontrol harga beras dan gula pasir.

Penyempitan peran Bulog kembali terjadi pada 1998, yakni hanya berfungsi sebagai pengontrol beras. Masa reformasi pada rezim pemerintahaan Habibie tahun 1998/1999, keadaan ekonomi Indonesia memburuk, krisis moneter terjadi. Utang negara menggelembung, rakyat miskin membengkak jumlahnya mencapai lebih dari 30 juta orang. Penjualan pesawat IPTN (dahulu Industri Pesawat Terbang Nurtanio) dilakukan untuk ditukar dengan beras ketan Thailand. Kebijakan swasembada beras masih berlangsung hingga era pemerintahan Gus Dur. Pada 2000, tugas Bulog ditekankan untuk mengatur logistik beras, mulai dari penyediaan, distribusi, hingga kontrol harga.

Setelah masa transisi usai, bergantilah ke pemerintahaan Megawati tahun 2000-2004.

Selama empat tahun kepemimpinan Megawati, penjiplakkan kebijakan swasembada pangan terus dilakukan. Statement Megawati yang terkenal adalah ''tidak ada pilihan lain kecuali swasembada''. Fakta menunjukan bahwa produksi pangan Indonesia tahun 2004 mampu memberikan hasil yang menggembirakan, hampir menyamai era 1984.

Perbedaannya, keberhasilan swasembada beras tahun 1984 itu dicapai melalui kerja

keras bertahun-tahun dengan aneka upaya pembangunan seperti irigasi, penyuluhan,

atau bimbingan masyarakat, pembangunan pabrik pupuk, pemberdayaan petani

melalui KUT, KUD, dan lain sebagainya. Lain halnya dengan keberhasilan

swasembada beras di tahun 2004 yang lebih banyak dipicu oleh membaiknya harga

beras di pasar internasional yang melonjak amat drastis, dari 165 dolar AS/ton tahun

(10)

1998 menjadi 270 dolar AS/ton tahun 2005. Pada pemerintahan Megawati juga melarang impor beras dengan dikeluarkannya Inpres No 9/2002 yang berlaku sejak Januari 2003 hingga setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Efek positifnya, produksi beras mengalami peningkatan.

Saat ini, pemerintahan SBY menetapkan kebijakan Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan Juni 2005. Dalam kebijakan itu menetapkan target swasembada gula tercapai tahun 2008, swasembada daging 2010 dan swasembada kedelai 2015.

Revitalisasi pertanian adalah sebuah komitmen untuk meningkatkan pendapatan pertanian, pembangunan agribisnis yang mampu menyerap tenaga kerja dan swasembada beras, jagung, serta palawija.Namun sehubungan dengan melonjaknya harga kebutuhan pokok pada awal 2008, maka pemerintah akhirnya mengumumkan paket kebijakan pangan untuk komoditi beras, minyak goreng, kedelai dan terigu dalam rangka menstabilkan gejolak harga ke tingkat wajar. Pemerintah juga memberikan subsidi pangan sebesar Rp 3,6 triliun. Yakni untuk penambahan anggaran raskin Rp 2,6 triliun dengan volume raskin 5 kg per rumah tangga, melanjutkan operasi pasar minyak goreng Rp 0,5 triliun, serta penyusunan program bantuan langsung kepada perajin tempe tahu sebesar Rp 0,5 triliun

2

. Selanjutnya pelaksanaan dari Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2010-2014 yang telah dibuat pemerintah harus dilakukan secara mengikat. bila KUKP tidak diterapkan secara mengikat maka tidak akan terjadi sebuah perubahan yang signifikan dalam mengatasi persoalan kerawanan pangan.

Endnotes :

1. http://agribisnis.blogspot.com/2010_11_01_archive.html

2. http://www.suaramerdeka.com/harian/0802/04/nas04.htm

(11)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Untuk mewujudkan sektor pertanian yang maju, modern, berdaya saing, dan mampu memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya diperlukan upaya-upaya yang terstruktur dan terukur. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi pangan antara lain :

1. Penyusunan Roadmap Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) menuju surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014.

2. Audit lahan sawah di pulau Jawa.

3. Peningkatan produktifitas melalui peningkatan mutu benih.

4. Gerakan peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi ( GP3K ).

5. Penelitian dan pelepasan varietas unggul.

6. Introduksi teknologi pupuk berimbang.

7. Perluasan areal tanam.

8. Penyuluhan dan pendampingan.

Dalam rangka menentukan strategi dan kebijakan pertanian dan pangan pada masa depan kiranya perlu mempertimbangkan beberapa aspek berikut :

1. Strategi pengembangn pertanian di sektor hulu lebih di orientasikan pada pengembangan yang berbasis pasar dan agribisnis modern sehingga terkait dengan bidang lainnya seperti penyediaan bibit unggul yang memadai, perluasan subsidi pupuk, pelaksanaan dan pemantauan kredit pertanian yang murah, teknik dan manajemen pertanian yang profesional.

2. Mekanisme penunjukkan rekanan impor beras harus dilakukan secara transparan agar tercapai tingkat harga yang rasional di tingkat konsumen tanpa merugikan petani.

3. Kebijakan diversifikasi produk pangan melalui sosialisasi dengan pendekatan

ekonomi sehingga dapat mendorong motivasi petani menanam jenis tanaman

alternatif selain beras.

(12)

4. Pembangunan sektor pertanian harus dilakukan secara terintegrasi dengan

pembangunan di daerah perdesaan dalam kerangka pembangunan kesejahteraaan

masyarakat petani di desa.

(13)

Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik

Dumairy, 1996, Perekonomian Indonesia, Erlangga, Jakarta

Imammudin Yuliadi, 2009, Perekonomian Indonesia : Masalah dan Implementasi Kebijakan, UPFE, Yogyakarta

Kementerian Pertanian

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara aspek-aspek dalam motivasi belajar yang meliputi knowledge, accomplishment, stimulation, integrated regulation,

Berdasar pada latar belakang di atas, yaitu tentang perilaku yang mempengaruhi ibu dalam melakukan pencarian pertolongan kesehatan, maka rumusan permasalahan dalam penelitian

Pada penelitian ini, digunakan 2 buah cermin datar sebagai reflektor yang dipasang di sisi kanan dan kiri dari modul surya dengan tujuan agar memaksimalkan intensitas

Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode difusi sumur dengan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis (bakteri gram positif)

Pemanfaatan TI dalam pengelolaan pengetahuan dapat dilakukan dengan membangun sebuah Knowledge Management System (KMS).Bagian sistem dan jaringan STIKOM Bali merupakan

PEMERINTAH KABUPATEN BIAK NUMFOR BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK.. Jln.Majapahit Biak Telp

Teknik LAMP menyediakan uji yang lebih cepat dengan hasil akhir visualisasi warna yang dapat dilihat dengan mata telanjang tanpa bantuan alat lain sehingga potensial

Beberapa hal yang didapatkan ialah bahwa di Pasar Bantul tidak banyak penjual sayuran dan jajanan yang berada di pinggir jalan.. Selain itu, proses tawar menawar juga terjadi