• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI

BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI

GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF

SKRIPSI CHAIRUL

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(2)

RINGKASAN

CHAIRUL. D14201032. 2006. Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari

Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif.

Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Dra. Masniari Poeloengan, MS

Penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan menyebabkan munculnya mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah yang sangat pe nting sehingga perlu dicari alternatif bahan pengganti antibiotik yang aman untuk digunakan dan efektif dalam membunuh mikroorganisme. Putih telur diketahui memiliki daya antimikroba (bakterisidal) terhadap mikroorganisme tertentu karena terkandung substansi antimikroba di dalamnya yaitu lisozim, avidin, conalbumin dan apoprotein sehingga dapat digunakan sebagai alternatif cara untuk menggantikan antibiotik dalam pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri patogen.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor dari bulan Juni-Agustus 2005. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 5 dengan tiga kali ulangan. Perlakuan pertama yaitu putih telur yang berasal dari jenis unggas berbeda yaitu telur ayam ras, ayam buras, puyuh, itik; dan perlakuan kedua adalah konsentrasi telur yang berbeda yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA / Analysis of Variance) dan apabila interaks i antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Least Squares Means (LSM). Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode difusi sumur dengan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis (bakteri gram positif) serta bakteri Escherichia coli , Salmonella typhimuriu m (bakteri gram negatif) sebagai bakteri uji serta putih telur dari beberapa jenis unggas (ayam ras, ayam buras, itik, dan puyuh) sebagai bahan uji.

Perbedaan dinding sel dari bakteri Gram positif dan Gram negatif menyebabkan respon yang berbeda terhadap daya penghambatan dari zat antimikroba yang terdapat di dalam putih telur. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus memiliki sensitivitas yang paling besar terhadap putih telur dari telur ayam ras pada konsentrasi 100 % ditunjukkan dengan zona hambat yang berbeda sangat nyata (p<0,01), sedangkan bakteri Staphylococcus epidermidis memiliki sensitivitas yang paling besar terhadap putih telur dari telur itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 100 % ditunjukkan dengan zona hambat yang berbeda sangat nyata (p<0,01). Bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Salmonella typhimurium) tidak menunjukkan sensitivitas terhadap putih telur dari keempat bangsa unggas. Semakin besar konsentrasi putih telur yang digunakan, maka semakin besar zona hambat terhadap bakteri uji yang didapatkan.

(3)

ABSTRACT

Antimicrobial Activity of Albumen from Different Poultry Breeds on Gram-Positive and Gram-Negative Bacteria

Chairul, R. R. A. Maheswari, and M. Poeloengan

The aim of this research was to evaluate antimicrobial activity of albumen from breed chicken, non breed chicken, duck and quail on Gram-positive bacteria (Staphylococcus aureus , Staphylococcus epidermidis) and Gram-negative bacteria (Escherichia coli, Salmonella typhimurium). Albumen had antimicrobial effect to bacteria because it had antimicrobial substances such as lysozyme, conalbumin, avidin, and apoprotein. The concentrations of albumen that used in this research were 60, 70, 80, 90, and 100 %. Results that obtained from the well assay susceptibility test showed that albumen inhibited growth of testing bacteria especially Gram-positive bacteria. Gram-negative bacteria had no showed any antimicrobial effects at the tested concentration. The differences of cell wall between Gram-positive and Gram-negative bacteria may caused different inhibition. The test bacteria showed different degrees of susceptibility to the albumen concentrations such as 100 % for Staphylococcus aureus and 60, 70, 80, 90, and 100 % for Staphylococcus epidermidis. Staphylococcus aureus had the biggest sensitivity to breed chicken’s albumen by showing significant different (p<0,01) in transparent zone around well on 100 % concentration. Meanwhile, Staphylococcus epidermidis had the biggest sensitivity to duck, quail and breed chicken’s albumen by showing significant different (p<0,01) in transparent zone around well on 100 % concentration. The bigger inhibition zone diameter, the more sensitive the testing bacteria were.

(4)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI

BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI

GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Chairul D14201032

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(5)

Judul : AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF

Nama : Chairul NRP : D 14201032

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA) (Dra. Masniari Poeloengan, MS) NIP 131 671 595 NIP 080 047 856

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP 131 624 188

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1983 di Sungailiat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Kamaludin Sitompul dan Yulinda Sari Siregar. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Tama n Kanak-Kanak Harapan Sungailiat (1988-1989), Sekolah Dasar Harapan Sungailiat (1989-1995), Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sungailiat (1995-1998) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Sungailiat (1998-2001). Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2001 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi ma hasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif dalam berbagai perhimpunan mahasiswa seperti Himaproter (Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak) periode 2003-2004, ISBA (Ikatan Mahasiswa Bangka) Bogor periode 2002-2005, IAAS (International Association of Students in Agriculture and Related Sciences) Local Committee IPB periode 2003-2005. Penulis pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak (2003), Dasar Teknologi Hasil Ternak (2003) dan Mikrobiologi Hasil Ternak (2004). Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari (PPA) Peningkatan Prestasi Akademik (2002-2004), Indocement (2004-2005), PT Timah Tbk (2005).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian selama dua bulan dengan judul “Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis

Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif” , di bawah bimbingan

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ”Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif”.

Skripsi ini disusun untuk da pat memberikan informasi mengenai kemampuan antimikroba pada putih telur ayam ras, ayam buras, itik dan puyuh secara in vitro terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium). Penelitian ini sangat menarik Penulis untuk diwujudkan mengingat semakin banyak perhatian diberikan pada food safety yang banyak memberikan persyaratan yang intinya menjamin pada keselamatan konsumen. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga Penulis tetap membuka diri untuk segala masukan yang menunjang hasil penelitian ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat kepada Penulis sendiri dan bagi pihak yang memerlukan.

Kepada semua pihak, khususnya pembimbing skripsi yang telah menyumbangkan ide -idenya dalam penyusunan skripsi ini Penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, Februari 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belaka ng ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Telur ... 3 Putih Telur ... 3 Bakte ri Patogen... 5 Staphylococcus aureus ... 5 Staphylococcus epidermidis ... 6 Escherichia coli... 7 Salmonella typhimurium... 8 Dinding Sel ... 9 Antimikroba ... 11 METODE ... 13

Lokasi dan Waktu ... 13

Materi... 13

Bahan ... 13

Alat... 13

Rancangan... 13

Prosedur ... 14

Pembuatan Larutan Pengencer... 14

Pembuatan Media Mueller Hinton Agar ... 14

Persiapan Suspensi Bakteri Uji ... 15

Pengujian Kemampuan Antagonistik Putih Telur ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Uji... 18

(9)

Staphylococcus epidermidis ... 20

Escherichia coli... 21

Salmonella typhimurium ... 22

Mekanisme Penghambatan Antimikroba Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

Kesimpulan... 26

Saran... 26

UCAPAN TERIMA KASIH ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak pada Telur dari Beberapa

Jenis Unggas ... 4 2. Jenis, Jumlah dan Karakteristik Protein dalam Putih Telur ... 5 3. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri

Staphylococcus aureus terhadap Putih Telur pada Berbagai

Konsentrasi... 18 4. Rataan Dia meter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri

Staphylococcus epidermidis terhadap Putih Telur pada Berbagai

Konsentrasi... 20 5. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia

coli terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi... 21 6. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bakteri Staphylococcus aureus ... 6

2. Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 7

3. Bakteri Escherichia coli... 8

4. Bakteri Salmonella typhimurium ... 8

5. Dinding Sel Bakteri (a) Gram Positif dan (b) Gram Negatif serta Struktur Membran Plasma ... 10

6. Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram Negatif ... 10

7. Cara Pengukuran Aktivitas Antimikroba ... 16

8. Kemampuan Antagonistik (a) Putih Telur Puyuh dan (b) Putih Telur Itik terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 17

9. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telu r yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus ... 19

10. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus epidermidis ... 21

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa

Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap Bakteri

Staphylococcus aureus ... 31 2. Hasil Uji Least Squares Means Interaksi antara Putih Telur dari

Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap

Bakteri Staphylococcus aureus ... 31 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa

Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda-beda terhadap Bakteri

Staphylococcus epidermidis ... 32 4. Hasil Uji Least Squares Means Interaksi a ntara Putih Telur dari Beberapa

Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda-beda terhadap Bakteri

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Foodborne diseases atau lebih dikenal sebagai keracunan makanan dapat disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri, dan protozoa. Meskipun di Indonesia kasus-kasus penyakit asal pangan belum te rcatat dengan lengkap datanya, namun kasus keracunan pangan bisa disebut sebagai fenomena gunung es karena pangan dikonsumsi setidaknya tiga kali sehari. Mengingat di negara maju yang bersanitasi tinggi masih melaporkan mikroorganisme patogen sebagai penyebab utama kasus penyakit asal pangan, bisa diasumsikan bahwa kemungkinan besar di Indonesia pun banyak penyakit yang didominasi mikroorganisme patogen asal pangan (foodborne pathogen).

Salah satu cara yang ditetapkan untuk mengobati penyakit asal bakteri patogen adalah penggunaan antibiotik yaitu suatu produk metabolik yang dihasilkan oleh organisme tertentu yang dalam jumlah sangat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain (Hadioetomo et al., 1988). Penggunaan antibiotik dengan jenis yang sama secara terus menerus dapat menimbulkan implikasi menurunkan daya kerja obat serta dapat menimbulkan resistensi. Adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik banyak menimbulkan masalah dan kerugian baik dari segi medis maupun ekonomis. Alternatif pengobatan terhadap berbagai penyakit tanpa menggunakan antibiotik yang mudah didapat, murah serta mudah diaplikasikan dan tidak menyebabkan resiko pada konsumen perlu dicari dan dipelajari. Salah satunya adalah pemanfaatan antimikroba alami seperti yang terdapat dalam putih telur yang mengandung sejumlah komponen antimikroba. Ayres et al. (1980) menyatakan, bahwa antimikroba dalam putih telur terdiri atas lysozyme, conalbumin, avidin dan apoprotein.

Telur unggas mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Jenis telur unggas yang banyak tersedia di pasaran adalah telur ayam ras, ayam buras, itik, dan puyuh karena jenis unggas tersebut banyak dipelihara oleh peternak baik secara ekstensif maupun intensif.

Beberapa kasus keracunan pangan yang akhir-akhir ini merebak di Indonesia, mendapatkan beberapa bakteri patogen yang bertanggung jawab sebagai penyebabnya, dengan yang paling sering diisolasi adalah Staphylococcus sp.,

(14)

Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan mikroba flora normal yang terdapat pada permukaan tubuh, seperti pada permukaan kulit, rambut, hidung, mulut dan tenggorokan. Kebanyakan galur Staphylococcus aureus bersifat patogen serta banyak mencemari pangan karena tindakan yang tidak higiene dalam penanganan pangan. Escherichia coli dan Salmonella typhimurium merupakan mikroba patogen yang banyak menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, keduanya menyebabkan penyakit dengan gejala gastroenteritis. Hal inilah yang mendasari pentingnya penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan informasi (a) kemampuan antimikroba dari putih telur berbagai bangsa unggas, serta (b) sensitivitas bakteri uji terhadap putih telur.

Perumusan Masalah

Penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan dalam berbagai keperluan menyebabkan munculnya mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah yang sangat penting sehingga perlu dicari alternatif bahan pengganti antibiotik yang aman untuk digunakan dan efektif dalam membunuh mikroorganisme. Putih telur diketahui memiliki daya antimikroba yang bersifat bakterisidal terhadap mikroorganisme tertentu karena terkandung substansi antimikroba alami di dalamnya. Penggunaan putih telur sebagai antimikroba menjadi alternatif cara untuk (a) menggantikan antibiotik dalam pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri patogen, serta (b) dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan, khususnya pada produk asal ternak, dengan tujuan mencegah kontaminasi atau kerusakan pangan oleh bakteri patogen sehingga dapat mempertahankan keamanan pangan produk. Tersedianya telur dari berbagai jenis unggas di pasaran menarik untuk dipelajari tentang kemampuan dari putih telur yang dikandungnya dalam menghambat bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif.

Tujuan

Mempelajari kemampuan antimikroba pada putih telur ayam ras, ayam buras, itik dan puyuh secara in vitro terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium).

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Telur

Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur juga sebagai sumber protein kualitas tinggi dengan kalori rendah serta mengandung beberapa nutrisi penting lainnya termasuk asam folat, kolin, besi, selenium dan vitamin A, B, D, E, dan K. Selain itu juga telur sangat bagus sebagai sumber antioksidan (karotenoid, lutein, zeaxantin) (Davis dan Reeves, 2002).

Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan, bahwa struktur fisik telur dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dengan persentase kurang lebih secara berturut-turut dari bagian yang paling luar ya itu kerabang telur sebesar 12,3%, putih telur 55,8% dan kuning telur 31,9% . Komponen kimia telur terbesar adalah air (72,8-75,6%) diikuti oleh protein (12,8-13,4%) dan lemak (10,5-11,8%). Komposisi tersebut menunjukkan bahwa telur memiliki gizi yang tinggi (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Menurut Winarno dan Koswara (2002), telur dari beberapa jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu menyediakan kebutuhan hidup makhluk baru. Oleh sebab itu komposisi telur-telur unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi kimia antar spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya, yang umumnya dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungannya.

Putih Telur

Putih telur terdapat di antara kulit telur dan kuning telur. Putih telur sering disebut albumin, berasal dari kata albus yang artinya putih. Sebanyak kurang lebih 40% dari putih telur segar terdiri atas cairan kental, sisanya berupa bahan setengah padat. Putih telur terdiri atas empat bagian, berturut-turut dari bagian luar sampai bagian dalam adalah lapisan putih telur encer, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur yang encer bagian dalam dan lapisan kalaza (Sarwono, 1994).

Menurut Roma noff dan Romanoff (1963), putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian yang terbesar dari telur utuh yaitu sekitar 60% .

(16)

Perbedaan susunan protein dan lemak pada telur dari beberapa jenis unggas dapat dilihat pada Tabel 1. Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari serabut ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur.

Tabel 1. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak pada Telur dari Beberapa Jenis Unggas Jenis Unggas Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Ayam ras 12,7 11,3 0,9 1,0 Ayam buras 13,4 10,3 0,9 1,0 Itik 13,3 14,5 0,7 1,1 Angsa 13,9 13,3 1,5 1,1 Merpati 13,8 12,0 0,8 0,9 Kalkun 13,1 11,8 1,7 0,8 Puyuh 13,1 11,1 1,0 1,1

Sumber: Listiyowati dan Roospitasari (1992)

Komponen utama dari putih telur adalah air dan protein . Protein putih telur dalam keadaan tidak berikatan dengan lemak, terdiri atas protein serabut yaitu ovomucin dan protein globular yaitu ovalbumin , conalbumin, ovomucoid, lysozyme, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor dan avidin (Powrie, 1984). Jenis, jumlah dan karakteristik protein dalam putih telur dapat dilihat pada Tabel 2.

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), selama bertahun-tahun telah diketahui bahwa bakteri yang tumbuh pada putih telur akan mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi karena dala m putih telur terkandung substansi tertentu yang memiliki aktivitas antimikroba. Faktor antimikroba dalam putih telur terdiri atas lysozyme, conalbumin, avidin dan apoprotein (Ayres et al., 1980). Keberadaan antimikroba dalam putih telur sangat diperlukan karena akan berfungsi sebagai pelindung bagi embrio terhadap gangguan, khususnya yang berasal dari mikroorganisme patogen.

(17)

Tabel 2. Jenis, Jumlah dan Karakteristik Protein dalam Putih Telur

Protein

Jumlah relatif dalam putih telur

-(%) - Titik isoelektrik Berat molekul Karakteristik Ovalbumin 54 4,6 45.000 Pospoglikoprotein

Conalbumin 13 6,6 80.000 Mengikat logam khususnya besi

Ovomucoid 11 3,9-4,3 28.000 Menghambat tripsin

Lysozyme 3,5 10,7 14.600 Menghancurkan beberapa

bakteri G2 globulin 4 5,5 30.000-45.000 - G3 globulin 4 5,8 - - Ovomucin 1,5 - - Sialoprotein

Flavoprotein 0,8 4,1 35.000 Mengikat riboflavin

Ovoglycoprotein 0,5 3,9 24.000 Sialoprotein

Ovomacroglobulin 0,5 4,5-4,7 760.000-900.000

-

Ovoinhibitor 0,1 5,2 44.000 Menghambat beberapa protease

Avidin 0,05 9,5 53.000 Mengikat biotin

Sumber: Stadelman dan Cotterill (1977)

Bakteri Patogen

Penyakit yang berasal dari makanan atau dikenal food borne diseases dapat disebabkan oleh bakteri dan dipindahsebarkan melalui makanan menurut salah satu dari dua mekanisme yaitu: (1) bakteri yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan; (2) bakteri mengeluarkan eksotoksin dalam makanan dan menyebabkan mabuk makanan atau keracunan makanan bagi yang memakannya (Hadioetomo, 1982). Cara penularan penyakit oleh bakteri pada manusia dibedakan menjadi (1) intoksikasi yaitu makanan mengandung toksin yang dihasilkan bakteri yang tumbuh di dalam makanan tersebut, dan (2) infeksi yaitu penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan adanya reaksi dari tubuh terhadap keberadaan atau metabolit-metabolit yang dihasilkan bakteri selama tumbuh di dalam tubuh (Frazier dan Westhoff, 1988).

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0,7-0,9 ì m dan termasuk famili Micrococcaceae (Gambar 1). Bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif, tidak berkapsul, tidak motil dan tidak membentuk spora. Kumpulan sel-selnya menyerupai buah anggur. Bakteri ini masih

(18)

dapat tumbuh pada aw 0,86 dan mempunyai aw optimum pada 0,990-0,995. Suhu

optimum pertumbuhannya adalah 35-38oC (Fardiaz, 1983).

Gambar 1. Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah organisme yang biasanya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Bakteri ini mempunyai sifat mudah mengkontaminasi makanan (Pelczar dan Chan, 1988). Staphylococcus aureus memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan. Ada enam macam enterotoksin yang diproduksi dalam makanan yaitu enterotoksin A, B, C1, C2, D, dan E. Enterotoksin A paling banyak ditemui sebagai

penyebab keracunan makanan dengan akibat terjadinya inflamasi pada kelenjar usus atau gastroenteritis (Fardiaz, 1983).

Keracunan pangan stapilokokal disebabkan oleh Staphylococci (khususnya Staphylococcus aureus) yang tumbuh di dalam bahan pangan dan membentuk enterotoksin sebagai produk metabolitnya. Gejala -gejala keracunan yang ditimbulkan adalah mual, muntah, kram perut, dan diare. Gejala keracunan ini terjadi antara 1-8 jam (biasanya 2-4 jam) setelah mengkonsumsi bahan pangan yang telah terkontaminasi (Parker, 2000).

Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,6 ìm, sering berbentuk tunggal, pasangan, dan kelompok yang tidak beraturan (Gambar 2). Koloni pada media padat berbentuk bundar, konveks, dengan permukaan licin atau bergranula sedikit dan tepinya tidak beraturan

(19)

sedikit atau seluruhnya. Biasanya, koloni me nghasilkan pigmen putih atau kuning, kadang-kadang oranye, tapi sangat jarang berwarna ungu (Holt et al., 1994).

Gambar 2. Bakteri Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis memiliki sifat fakultatif anaerobik dengan suhu pertumbuhan optimum 30-37oC, tetapi bakteri ini masih dapat tumbuh pada suhu 45oC dan sering terdeteksi pada suhu 10oC. Staphylococcus epidermidis biasanya terdapat di alam, tetapi lebih sering ditemukan di kulit dan membran mukosa manusia dan hewan. Beberapa strain dapat bersifat patogen utama, tapi beberapa menunjukkan hubungan komensalisme (Mitsuoka, 1990).

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae, berdiameter 1,1-1,5 ìm x 2,0-6,0 ì m, batang lurus, motil dengan flagelum peritrikus atau non motil (Gambar 3) , tumbuh dengan mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan, 1988). Escherichia coli disebut koliform fekal karena ditemukan di dalam saluran usus hewan dan manusia, sehingga sering terdapat di dalam feses. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator konta-minasi kotoran (Fardiaz, 1992).

Berdasarkan gejala dan karakteristik penyakit yang ditimbulkan, Escherichia coli dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu enteroaggregatif Escherichia coli (EaggEC), enterohemoragik Escherichia coli (EHEC), enteroinvasif Escherichia coli (EIEC), enteropatogenik Escherichia coli (EPEC), dan enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) (Jay, 1997). Beberapa jenis Escherichia coli dapat bersifat patogen, yaitu serotipe -serotipe yang masuk dalam golongan Escherichia coli

(20)

enteropatogenik, Escherichia coli enteroinvasif, Escherichia coli enterotoksigenik, dan Escherichia coli enterohemoragik (Dewanti, 2003).

Gambar 3. Bakteri Escherichia coli

Salmonella typhimurium

Salmonella typhimurium merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan diameter 1,0-1,5 ìm, berbentuk tunggal, motil dengan flagelum peritrikus (Gambar 4). Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5-47oC dengan suhu

optimum 35-37oC. Nilai pH optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara 6,5-7,5 sedangkan aw optimum untuk pertumbuhannya adalah 0,945-0,999 (Fardiaz,

1983). Bakteri ini menghasilkan asam hasil fermentasi dari glukosa, maltosa, manitol dan sorbitol, serta menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, tidak dapat memfermentasi salisin, sukrosa dan laktosa. Salmonella typhimurium merupakan salah satu spesies Salmonella sp yang cukup resisten terhadap asam (Jay, 1978).

(21)

Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonelosis. Gejala salmonelosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella typhimurium. Salmonella tidak selalu menimbulkan perubahan dalam warna, bau, maupun rasa pada makanan yang terkontaminasinya. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan semakin besar kemungkinan timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella (Jay, 1978).

Dinding Sel Bakteri

Lay da n Hastowo (1992) menyatakan, bahwa dinding sel bakteri Gram negatif merupakan struktur berlapis yaitu berupa lipoprotein, lipopolisakarida dan peptidoglikan. Bakteri Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida (Branen dan Davidson, 1993). Dinding sel bakteri Gram positif hanya memiliki satu la pis yang tebal yaitu peptidoglikan. Struktur lain dari dinding sel bakteri Gram positif yaitu asam teikoat yang merupakan polisakarida bersifat asam dan mengandung ulangan rantai gliserol atau ribitol. Meskipun struktur dari bakteri Gram positif dan Gram negatif berbeda, tetapi susunan kimia dari dinding sel bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Perbedaan dalam struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif dapat dilihat pada Gambar 5.

(22)

(b) Dinding sel bakteri Gram negatif

Gambar 5. Dinding Sel Bakteri (a) Gram positif dan (b) Gram negatif serta Struktur Membran Plasma

Menurut Lay dan Hastowo (1992), lapisan membran luar yang meliputi peptidoglikan menyebabkan dinding sel bakteri Gram negatif kaya akan lipida (11-22%). Lipida yang terdapat dalam lapisan membran luar terdiri atas polisakarida dan protein. Lipida dan polisakarida ini saling berikatan erat satu dengan lainnya dan membentuk struktur khas yang disebut lipopolisakarida atau LPS (Gambar 6). Fungsi dari lipopolisakarida (LPS) adalah (1) penahan pertama, jika terdapat bahan yang akan masuk ke dalam sel karena bahan tersebut harus melalui lapisan ini,(2) pada ruangan periplasma memiliki protein pengikat yang bukan merupakan enzim akan tetapi memiliki sifat mengikat ke suatu zat tertentu, (3) penahan yang bersifat impermeabel terhadap enzim yang berperan dalam pertumbuhan dinding sel, serta (4) LPS bersifat toksin (endotoksin) yang merupakan bagian dari sel dan hanya dilepaskan sewaktu lisis (Lay dan Hastowo, 1992).

(23)

Antimikroba

Antimikroba adalah suatu senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh organisme hidup termasuk struktur analoginya yang dibuat secara sintetik yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelczar dan Reid ,1979).

Berdasarkan perbedaan sensitivitas terhadap mikroba, antimikroba dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu antimikroba berspektrum luas, artinya antimikroba tersebut mampu menghambat sejumlah besar bakteri Gram positif, Gram negatif dan mikoplasma. Ke lompok kedua yaitu antimikroba berspektrum se mpit, artinya antimikroba tersebut hanya mampu menghambat terhadap mikroba tertentu saja (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Menurut Setiabudy dan Gan (1995), mekanisme kerja antimikroba terhadap mikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu:

a) antimikroba yang mengganggu metabolisme sel mikroba, yaitu dengan menghambat pembentukan asam folat yang merupakan zat yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Contohnya adalah trimetoprim dan golongan sulfonamid;

b) antimikroba yang menghambat sintesa dinding sel mikroba, yaitu dengan menghambat pembentukan polipeptidoglikan yang merupakan komponen penting dari dinding sel mikroba. Contohnya adalah penisilin dan sefalosporin;

c) antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba, yaitu dengan merusak permeabilitas selektif dari membran sel tersebut. Contohnya adalah polimiksin dan golongan polien;

d) antimikroba yang menghambat sintesa protein sel mikroba yang berlangsung di ribosom. Contohnya adalah golongan tetrasiklin, kloramfenikol dan eritromisin; dan

e) antimikroba yang menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba, yaitu dengan menghambat DNA girase yang berfungsi dalam penataan kromosom sel mikroba. Contohnya adalah enrofloksasin.

(24)

Menurut Fardiaz (1992), zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Komponen suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, umur, konsentrasi dan keadaan mikroba ), dan sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis senyawa di dalamnya (Frazier dan Westhoff, 1988).

Zat-zat yang digunakan sebagai antimikroba harus memiliki beberapa kriteria ideal antara lain tidak bersifat racun bagi bahan pangan, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan aktifitas karena adanya komponen tertentu dalam bahan pangan, tidak menyebabkan timbulnya galur yang resisten dan sebaiknya membunuh daripada hanya menghambat pe rtumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988).

(25)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Agustus 2005.

Materi Bahan

Bahan yang digunakan yaitu telur dari beberapa jenis unggas umur 1-2 hari (telur ayam ras berasal dari peternakan Bapak Haji Ujang di Cibeureum Bogor, telur puyuh berasal dari peternakan BESTARI di Dramaga Bogor, telur ayam buras dan telur itik berasal dari Balai Penelitian Ternak di Ciawi Bogor) yang diambil putih telurnya sebagai sumber antimikroba, bakteri uji (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Salmonella typhimurium dan Escherichia coli) kultur umur 24 jam yang merupakan koleksi dari Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, Mueller Hinton Agar, alk ohol, akuadestilata , larutan Buffer Pepton Water.

Alat

Alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, cawan Petri, Bunsen, sengkelit (Ose), tabung reaksi berulir , vortex, inkubator, autoklaf, mikropipet, alat pelubang (cork borer), rak tabung, gelas piala, Erlenmeyer, kapas, tissue, aluminium foil, jangka sorong, dan alat fotografi.

Rancangan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 5 dengan tiga kali ulangan. Perlakuan pertama adalah putih telur yang berasal dari jenis unggas berbeda yaitu telur ayam ras, ayam buras, puyuh, itik; dan perlakuan kedua adalah konsentrasi telur yang berbeda yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Peubah yang diamati berupa diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis , Escherichia coli dan Salmonella typhimurium.

Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA / Analysis of Variance) untuk mempelajari pengaruh interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap diameter zona hambat yang terbentuk pada masing-masing bakteri uji.

(26)

Apabila analisa sidik ragam menunjukkan interaksi yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Least Squares Means (LSM) dan apabila interaksi tidak berbeda sedangkan masing-masing faktor menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata , maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan. Menurut Steel dan Torrie (1995), model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = ì+ ái + âj + (áâ)ij + åijk

Keterangan:

Yijk = Respon yang didapat dari pengaruh perlakuan pertama ke -i, perlakuan

kedua ke-j dan ulangan ke-k ì = Nilai rataan umum

ái = Pengaruh perlakuan pertama ke-i

âj = Pengaruh perlakuan kedua ke-j

(áâ)ij = Pengaruh interaksi dari pengaruh perlakuan pertama ke-i, perlakuan

kedua ke-j

åijk = Gallat percobaan dari pengaruh perlakuan pertama ke-i, perlakuan kedua

ke-j dan ulangan ke-k

i = Putih telur ayam ras, ayam buras, puyuh dan itik j = 60, 70, 80, 90 dan 100%

k = 1, 2 dan 3

Prosedur Pembuatan Larutan Pengencer (Oxoid, 1998)

Larutan pengencer yang digunakan adalah Buffer Pepton Water. Larutan ini dibuat dengan melarutkan 20 gram Buffer Pepton Water dalam satu liter akuadestilata sambil diaduk sampai merata. Larutan yang terbentuk dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi berulir dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 115oC selama 20 menit.

Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (Oxoid, 1998)

Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan 38 gram Mueller Hinton Agar dalam satu liter akuadestilata, kemudian dia duk sambil dipanaskan di

(27)

atas kompor hingga mendidih. Media agar disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC. Nilai pH akhir media adalah 7,3 ± 0,2.

Persiapan Suspensi Bakteri Uji (Oxoid, 1998)

Bakteri uji dibiakkan pada media agar nutrie n miring selama 24 jam pada suhu 37oC, kemudian diambil dengan sengkelit (ose) dan disuspensikan dengan cara dimasukkan ke dalam tabung berisi lima ml larutan Buffer Pepton Water steril. Suspensi yang terbentuk disetarakan kekeruhannya (turbidity) dengan standar Mc. Farland no. 2, yang memiliki kesetaraan dengan jumlah populasi bakteri sebesar 8x108 sel bakteri/ml. Suspensi bakteri yang terbentuk kemudian diencerkan dengan Buffer Pepton Water steril sampai diperoleh konsentrasi 8x106 sel bakteri/ml.

Pe ngujian Kemampuan Ant agonistik Putih Telur (Wolf dan Gibbons, 1996)

Sebanyak satu ml bakteri uji yang telah diencerkan dipipet ke dalam cawan Petri dan ditambahkan agar Mueller-Hinton sebanyak 20 ml. Cawan petri beserta isi digerakkan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan campuran anta ra media dan bakteri uji. Bila media agar tersebut telah mengeras, lalu dibuat sumur di dalam cawan Petri tersebut dengan menggunakan cork borer steril. Bagian dasar sumur dilapisi dengan media agar sehingga tertutup. Putih telur sebagai bahan uji dengan konsentrasi yang berbeda ditambahkan ke dalam masing-masing sumur dengan volume 50 µl. Konsentrasi putih telur ditentukan dengan cara menambahkan akuadestilata steril sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki (Contoh: konsentrasi 60% b/v berarti putih telur ditimbang sebanyak 60 gram lalu ditambahkan akuadestilata steril hingga volume keseluruhan mencapai 100 ml). Konsentrasi dari masing-masing bahan uji yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100%. Seluruh cawan yang berisi bakte ri uji dan bahan uji diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur diamati dan diukur diameternya. Diameter dari masing-masing daerah zona bening diukur sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda -beda dan hasilnya dirata-ratakan. Cara pengukuran diameter zona bening dapat dilihat pada Gambar 7.

(28)

Gambar 7. Cara Pengukuran Aktivitas Antimikroba

Pertumbuhan Bakteri Uji

Diameter Zona Hambat (mm) (3 kali pengukuran)

Diameter Sumur (6 mm)

Zona Bening Tanpa Pertumbuhan Bakteri Uji

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Putih telur mengandung substansi tertentu yang bersifat sebagai antimikroba. Zat-zat aktif bersifat antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain lysozyme , conalbumin, avidin dan apoprotein. Aktivitas antimikroba pada putih telur ditunjukkan dengan tidak tumbuhnya bakteri yang diuji di sekitar sumur yang diisi dengan putih telur sehingga terbentuk zona hambat. Hasil konfrontasi putih telur dengan bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 8.

(a) Telur Puyuh

(b) Telur Itik

Gambar 8. Kemampuan Antagonistik (a) Putih Telur Puyuh dan (b) Putih Telur Itik terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis

(30)

Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bak teri Uji

Staphylococcus aureus

Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda -beda sangat berpengaruh (P<0,01) terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Lampiran 1). Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang terbentuk pada konsentrasi putih telur 100% secara berurutan mulai dari yang terendah hingga tertinggi dihasilkan oleh telur itik (6 mm), puyuh (9,09 mm), ayam buras (9,87 mm), dan ayam ras (10,39 mm).

Tabel 3. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas 60 70 80 90 100 ---(mm)--- Ayam buras 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 9,87±0,26b Itik 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d Puyuh 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 9,09±0,02c Ayam ras 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 10,39±0,06a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk kan berbeda sangat nyata

(P<0,01)

Diameter sumur yaitu 6 mm

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam ras memiliki kemampuan paling baik dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan Listiyowati dan Roospitasari (1992) urutan kandungan protein beberapa jenis unggas dari yang terbesar secara berturut-turut yaitu ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras dengan besaran masing-masing 13,4; 13,3; 13,1; dan 12,7%. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan, bahwa komposisi antimikroba dalam putih telur yaitu lysozyme , conalbumin , avidin dan apoprotein masing-masing sebesar 3,5; 13; 0,05; dan 0,8% atau total sebesar 17,35% terhadap jumlah relatif dalam putih telur. Bila dihitung berdasarkan ketentuan tersebut maka akan didapatkan komponen antimikroba dalam

(31)

putih telur ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras masing-masing sebesar 1,29; 1,28; 1,26; dan 1,22%. Hasil tersebut menunjukkan seharusnya ayam buras yang memiliki kemampuan menghambat lebih besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini tidak dijumpai pada penelitian ini disebabkan oleh (1) Listiyowati dan Roospitasari tidak menjelaskan bahwa jenis unggas yang diuji mendapatkan perlakuan yang sama dalam budidaya khususnya pemberian pakan, sehingga pemberian pakan yang berbeda berpengaruh terhadap persentase protein yang dihasilkan dalam putih telur, (2) kemampuan metabolisme suatu jenis unggas dipengaruhi oleh genetik. Telur itik tidak menunjukkan kemampuan menghambat bakteri Staphylococcus aureus, karena tidak didapatkan zona penghambatan di sekitar sumur. Hal ini bukan berarti bahwa putih telur itik tidak mengandung antimikroba, tetapi dapat dinyatakan bahwa konsentrasi antimikroba dalam putih telur itik belum mencapai konsentrasi minimum (Minimum Inhibitory Concentration) untuk menghambat bakteri Staphylococcus aureus.

Gambar 9. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus

Interaks i antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap diameter zona hambat bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 9. Konsentrasi putih telur sebesar 60, 70, 80 dan 90% tidak menunjukkan zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Zona hambat dari putih telur masing-masing jenis unggas terhadap bakteri Staphylococcus aureus terlihat pada konsentrasi 100%. Hal ini berarti penghambatan

5 6 7 8 9 10 11 12 13 60 70 80 90 100

Konsentrasi Putih Telur (%)

Diameter Zona Hambat (mm)

(32)

dari putih telur beberapa jenis unggas terhadap bakteri Staphylococcus aureus efektif pada konsentrasi 100%. Putih telur dari ayam ras memiliki diameter zona hambat yang paling tinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus diikuti oleh putih telur ayam buras dan puyuh, sedangkan putih telur itik tidak menunjukkan penghambatan.

Staphylococcus epidermidis

Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda-beda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis berbeda sangat nyata (P<0,01) (Lampiran 2). Bakteri Staphylococcus epidermidis mampu dihambat oleh putih telur dari ayam buras, itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 60, 70, 80, 90, dan 100%. Telur itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 100% memiliki daya hambat yang paling baik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis ditunjukkan oleh zona hambat yang nyata lebih besar dibandingkan dari telur ayam buras.

Tabel 4. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas

60 70 80 90 100

---(mm)---

Ayam buras 9,42±0 ,59efg 9,83±0,24def 10,00±0,00de 10,17±0,23cde 10,20±0,36cde

Itik 7,65±0,49i 8,65±0,49g h 8,80±0,28g h 8,50±0,00h 11,98±0,08a

Puyuh 10,00±0,00de 10,58±0,82bcd 10,92±0,83bcd 11,25±0,35b 12,00±0,10a

Ayam ras 9,00±0,00g h 9,17±0,23f g h 9,17±0,23f g h 9,17±0,23fgh 12,02±0,16a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk kan berbeda sangat nyata

(P<0,01)

Diameter sumur yaitu 6 mm

Interaksi antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada Gambar 10. Putih telur baik dari ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh mampu menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis pada berbagai konsentrasi putih telur yang diuji yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Semakin besar konsentrasi putih telur

(33)

ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh yang digunakan maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Telur puyuh menunjukkan zona hambat yang terbaik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis diikuti ole h putih telur ayam buras, kemudian putih telur ayam ras dan puyuh.

Gambar 10. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus epidermidis

Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif tidak mampu dihambat oleh putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun konsentrasi yang digunakan sudah mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas 60 70 80 90 100 ---(mm)--- Ayam buras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Itik 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Puyuh 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Ayam r as 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : Diameter sumur yaitu 6 mm

5 6 7 8 9 10 11 12 13 60 70 80 90 100

Konsentrasi Putih Telur (%)

Diameter Zona Hambat (mm)

(34)

Salmonella typhimurium

Bakteri Salmonella typhimurium yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif, seperti halnya bakteri Escherichia coli tidak mampu dihambat oleh putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun konsentrasi yang digunakan sudah mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhimurium terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas 60 70 80 90 100 ---(mm)--- Ayam buras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Itik 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Puyuh 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Ayam r as 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : Diameter sumur 6 mm

Mekanisme Penghambatan Antimikroba Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif memiliki sensitivitas terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekitar sumur. Penghambatan yang terbentuk disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikroba untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sebaliknya, bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhimurium yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif menunjukkan resistensi sensitivitas terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur.

Bakteri Staphylococcus epidermidis menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur dibandingkan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan bakteri Staphylococcus aureus memiliki

(35)

protein-A pada dinding selnya. Menurut Suarsana (2005), protein -A merupakan protein permukaan yang berikatan secara kovalen dengan struktur peptidoglikan yang terdapat pada dinding sel sejumlah strain bakteri Staphylococcus koagulase positif. Protein-A sebagai protein permukaan secara khusus bersifat patogenik pada bakteri Staphylococcus .

Antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain lysozyme , conalbumin , avidin, dan apoprotein. Lysozyme dari telur ayam merupakan suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel dari kelompok tertentu bakteri Gram positif. Penemuan-penemuan sampai saat ini menunjukkan bahwa strain patogen dari kelompok bakteri Gram negatif resisten terhadap lysozyme (Slominski, 2004). Bakteri Gram negatif kurang peka terhadap aksi bakteriolitik dari lysozyme disebabkan struktur pembungkus yang komplek dari bakteri Gram negatif seperti pada bakteri Escherichia coli atau Salmonella typhimurium. Adanya struktur membran luar menyebabkan berkurangnya aktifitas lysozyme untuk masuk ke dalam bagian bakteri tersebut (Davis dan Reeves, 2002). Selain memiliki sifat sebagai bakterisidal, lysozyme juga dapat berfungsi sebagai antifungi. Menurut Samaranayake et al. (2001), sifat antifungi dari Lysozyme yaitu melalui hidrolisis enzimatis dari ikatan N-glikosidik di dinding sel mikroba dan merusak membran sitoplasma yang diikuti pengikatan kation-protein secara langsung. Lysozyme juga dapat mendegradasi peptidoglikan, yaitu suatu multimole-kuler yang merupakan bagian penyusun dinding sel bakteri. Sesuai dengan namanya, N-acetylglucosamyl N-acetylmuramidase , lysozyme mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan 1,4 â-glikosidik antara N-acetylmuramic acid (NAM) dengan N-acetylglucosamine (NAG) pada peptidoglikan dinding sel bakteri (Cottagnoud dan Tomasz, 1993). Apabila ikatan 1.4 â-glikosidik putus maka lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel akan putus pula, sehingga dinding sel mengalami kerusakan.

Mekanisme kerja conalbumin (ovotransferrin) sebagai zat antimikroba yaitu dengan cara mengikat unsur-unsur logam. Fungsi beberapa unsur logam bagi bakteri adalah sebagai kofaktor beberapa enzim. Apabila unsur-unsur logam diikat oleh conalbumin dari putih telur maka mekanisme kerja enzim akan terganggu sehingga proses metabolisme mikroba akan terganggu pula. Unsur -unsur logam yang diikat oleh conalbumin terutama unsur logam besi, tembaga dan seng. Unsur logam besi

(36)

merupakan kofaktor enzim katalase, sitokrom-sitokrom dan peroksidase. Enzim katalase merupakan enzim yang bertindak sebagai katalisator pada proses pemecahan hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan zat yang bersifat

racun bagi bakteri, zat ini harus segera dirombak oleh enzim katalase agar menjadi oksigen dan air sehingga tidak beracun bagi bakteri. Apabila unsur logam besi diikat conalbumin putih telur maka kerja enzim katalase akan terganggu sehingga hidrogen peroksida (H2O2) tidak dapat dirombak oleh bakteri dan akan meracuni bakteri,

akibatnya bakteri mengalami kematian. Ayres et al. (1980) menyatakan, bila dalam biakan mikroba terkandung conalbumin maka penggunaan glukosa dan produksi enzim katalase pada bakteri Staphylococcus aureus akan berkurang.

Selain mengandung conalbumin , putih telur juga mengandung zat aktif antimikroba lainnya yaitu apoprotein (flavoprotein). Menurut Davis dan Reeves (2002), apoprotein dapat menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu dengan cara mengikat vitamin B2 (riboflavin) . Fungsi vitamin B2 (riboflavin) adalah sebagai

koenzim FMN dan FAD bagi enzim-enzim oksidase D dan L asam amino, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase dan asil-KoA dehidrogenase. Beberapa enzim tersebut sangat berperan dalam proses metabolisme bakteri, yaitu pada proses glikolisis dan siklus asam sitrat (TCA). Apabila vitamin B2 (riboflavin) sebagai koenzimnya diikat oleh apoprotein dari putih telur maka proses metabolisme bakteri seperti glikolisis dan siklus asam sitrat (TCA) akan terhambat. Hal ini akan berakibat bakteri tidak mendapat energi yang cukup untuk kehidupannya sehingga bakteri dapat mengalami kematian. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Minor dan Marth (1976) yang menyatakan, bahwa bakteri Staphylococcus aureus mendapat energi melalui proses glikolisis, siklus asam sitrat (TCA) dan heksosa monophosphat shunt (HMS). Proses metabolisme tersebut harus tetap berlangsung selama bakteri hidup.

Mekanisme kerja dari avidin adalah dengan jalan mengikat vitamin B7

(biotin). Fungsi vitamin B7 (biotin) adalah sebagai koenzim biotinillisin (biositin)

untuk enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetil-KoA. Kedua enzim tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam proses fiksasi CO2, biosintesa

asam lemak dan glukoneogenesis. Apabila vitamin B7 (biotin) sebagai koenzim diikat

oleh avidin dari putih telur, maka aktivitas enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetil-KoA menjadi tidak berfungsi, sehingga menyebabkan proses

(37)

fiksasi CO2, biosintesa asam lemak dan glukoneogenesis terganggu dan akibatnya

bakteri akan mengalami kematian. Thenawijaya (1988) menyatakan, bahwa adanya avidin akan menyebabkan enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetil-KoA menjadi tidak aktif. Hal ini terjadi karena avidin akan berikatan melalui ikatan amida dengan vitamin B7 (biotin) secara kovalen.

Konsumsi putih telur segar sebagai pangan pada manusia dapat menimbulkan resiko karena keberadaan komponen antimikroba di dalamnya antara lain conalbumin dan avidin sebagai antinutrisi. Keberadaan antinutrisi dalam tubuh akan menyebabkan terganggunya proses penyerapan zat-zat makanan yang terdapat di dalam perut, misalnya terganggunya proses penyerapan Fe ke dalam tubuh akibat adanya conalbumin yang mampu mengikat Fe. Oleh karena itu, sangat disarankan konsumsi putih telur segar harus dihindarkan. Konsumsi putih telur dapat dilakukan apabila putih telur telah mengalami pengolahan yaitu perlakuan pemanasan atau yang mampu menginaktifkan komponen-komponen antinutrisi tersebut.

Kandungan antimikroba yang terdapat dalam putih telur sangat cocok jika digunakan sebagai obat untuk luka yang terjadi pada kulit atau pengobatan kulit luar. Hal ini didasarkan bahwa bakteri-bakteri yang sering dijumpai pada luka yang terdapat pada kulit adalah bakteri Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus yang dalam penelitian ini dapat dibuktikan mampu dihambat oleh antimikroba yang terdapat dalam putih telur. Aplikasi lain yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan putih telur sebagai bahan pengawet dalam bahan-bahan makanan yang belum mengalami proses pengolahan.

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Putih telur dari berbagai bangsa unggas menunjukkan kemampuan menghambat bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100% dan Staphylococcus epidermidis dimulai pada konsentrasi 60 %. Bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium) yang dibedakan oleh susunan dinding selnya memiliki respon yang berbeda terhadap daya penghambatan dari zat antimikroba yang terdapat di dalam putih telur.

Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis memiliki sensitivitas yang paling besar terhadap putih telur dari telur ayam ras pada konsentrasi 100%. Semakin besar konsentrasi putih telur yang digunakan, maka semakin besar zona hambat pertumbuhan bakteri uji yang didapatkan. Bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Salmonella typhimurium) menunjukkan resistensi sensitivitas terhadap putih telur dari telur ayam ras, ayam buras, itik, dan puyuh.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penentuan kadar zat antimikroba serta konsentrasi daya hambat minimum (Minimum Inhibitory Concentration) pa da masing-masing zat antimikroba yang terdapat pada putih telur dari bangsa unggas yang berbeda terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.

(39)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan karunia dan rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan hanya dengan pertolongan-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang banyak membantu baik materi, doa, motivasi, kasih sayang, serta semangat yang tiada henti diberikannya. Kepada kakak dan adek tercinta yang selalu memberikan keceriaan, memberikan doa, semangat serta warna indah dalam hidup Penulis. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan khusus kepada Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA dan Dra. Masniari Poeloengan, MS yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Saran-saran, nasehat dan ilmu yang telah terbagi merupakan pengalaman yang berharga bagi penulis.

Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada drh. Pallawarukka, MSc., Phd atas bimbingan akademik kepada penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Kepada seluruh staff Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor yang telah memberikan kesempatan dan membantu Penulis melaksanakan penelitian. Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada CHK yang telah banyak membantu mengolah data, diskusi, kebersamaan dan motivasinya. Tak lupa pula teman-teman ISBA Bogor, IAAS LC IPB, teman-teman sepenelitian di Balitvet, dan teman-teman THT angkatan 38, you guys make my life colourfull.

Terakhir Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Januari 2006

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ayres, J. C., J. O Mundt, W. E. Sandine. 1980. Microbiology of Foods. W. H. Freeman and Company. San Francisco.

Branen, A. L. dan P. M. Davidson. 1993. Antimicrobial in Food. New York: Marcel Dekker.

Bridson, E. Y. 1998. The Oxoid Manual. 8th Edition. Oxoid Limited, Hampshire. Cottagnoud, P. dan A. Tomasz. 1993. Triggering of pneumococcal autolysis by

lysozyme. J. Infect. Dis. 167: 684-690.

Davis, C. dan R. Reeves. 2002. High Value Opportunities from The Chicken Egg. http://www.rirdc.gov.au/reports/EGGS/02-094.pdf [7 Januari 2006].

Dewanti, R. H. 2002. Keracunan Pangan Tak Hanya Sebabkan Diare. http://www. kompas.com/kompas-cetak/0212/15/iptek/kera22.htm. [21 Agustus 2005]. Dewanti, R. H. 2003. Bakteri Indikator Keamanan Air Minum. http://www.

kompas.co.id/kompas-cetak/030629/iptek/395680.htm. [21 Agustus 2005]. Fardiaz, S. 1983. Keamanan Pangan. Jilid I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama Bekerja Sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Giz i Institut Pertanian Bogor, Jakarta.

Frazier, W. H. dan D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. Mc Grawthel Publishing Company Ltd, New Delhi.

Hadioetomo, R. S. 1982. Dasar-dasar Mikrobiologi. Bagian Mikrobiologi Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Hadioetomo, R. S., T. Imas, S. S. Tjitrosomo dan S. L. Angka. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI Press, Jakarta.

Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley dan S. T. Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th Edition. Williams and Wilkins, Baltimore.

Jay, J. M. 1978. Modern Food Microbiology. AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut.

Jay, S. J. 1997. Modern Food Microbiology. 5th Edition. Chapman and Hall, New York.

Lay, B. W. dan S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta.

Listiyowati, E. dan K. Roospitasari. 1992. Puyuh: Tata Laksana Budidaya Secara Komersial. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Minor, T. E. dan E. H. Marth. 1976. Staphylococci and Their Significance in Foods. Elsevier Scientific Publishing Company Oxford, New York.

(41)

Parker, T. C. B. 2000. Staphylococcus aureus. Dalam : B. M. Lund., T. C. B. Parker., G. W. Gould (Editor). The Microbial Safety and Quality of Food. Vol 11:1317-1335. Maryland, Aspen.

Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Terjemahan R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo dan S. L. Angka. UI Press, Jakarta. Pelczar, M. J. dan R. D. Reid. 1979. Microbiology. Tata Mc Graw Hill Publ. Co. Ltd,

New York.

Romanoff, A. L. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Willey and Sons, Inc , New York.

Samaranayake,Y. H., L. P. Samaranayake, E. H. N. Pow, V. T. Beena dan K. W. S. Yeung. 2001. Antifungal effects of lysozyme and lactoferrin against genetically similar, sequential Candida albicans isolates from a human immunodeficiency virus-infected. J. Clin. Microbiol. 39(9):3296-3302. Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta. Setiabudy, R dan V. H. S. Ganiswara. 1995. Pengantar Antimikroba. Dalam : S. G.

Ganiswara , R. Setiabudy, F. D. Suyatna , Purwantyastuti dan Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4. FKUI, Jakarta.

Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Siswandono dan B. Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press. Surabaya.

Slominski, B. A. 2004. Modified Lysozyme As A Potential Alternative To Antibiotics In Animal Nutrition. Agri-Food Research and Development Initiative. http://www.gov.mb.ca/agriculture/research/ardi/projects/00-12.html [7 Januari 2006].

Stadelman, M. J., dan O. J. Cotterill. 1977. Egg Science and Technology. The AVI Publishing, Inc. Westport, Connecticut.

Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suarsana, I. N. 2005. Protein -A: Peranannya dalam Mekanisme Infeksi. J. Veteriner FKH Universitas Udayana. http://www.jvetunud.com/?p=31 [25 Juli 2005]. Thenawijaya, M. 1988. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-BRIO Press, Bogor.

Wolf, C. E. dan W. R. Gibbons. 1996. Improved method for qualification of the bacteriosin nisin. J. Applied Bacteriol. 80: 453-457.

(42)
(43)

Least Squares Means

UNGGAS KONSTR SA Std Err Pr > |T| LSMEAN LSMEAN LSMEAN H0:LSMEAN=0 Number Buras 60 6.0000000 0.0541603 0.0001 1 Buras 70 6.0000000 0.0541603 0.0001 2 Buras 80 6.0000000 0.0541603 0.0001 3 Buras 90 6.0000000 0.0541603 0.0001 4 Buras 100 9.8866667 0.0442217 0.0001 5 Itik 60 6.0000000 0.0541603 0.0001 6 Itik 70 6.0000000 0.0541603 0.0001 7 Itik 80 6.0000000 0.0541603 0.0001 8 Itik 90 6.0000000 0.0541603 0.0001 9 Itik 100 6.0000000 0.0442217 0.0001 10 Puyuh 60 6.0000000 0.0541603 0.0001 11 Puyuh 70 6.0000000 0.0541603 0.0001 12 Puyuh 80 6.0000000 0.0541603 0.0001 13 Puyuh 90 6.0000000 0.0541603 0.0001 14 Puyuh 100 9.0866667 0.0442217 0.0001 15 Ras 60 6.0000000 0.0541603 0.0001 16 Ras 70 6.0000000 0.0541603 0.0001 17 Ras 80 6.0000000 0.0541603 0.0001 18 Ras 90 6.0000000 0.0541603 0.0001 19 Ras 100 10.3966667 0.0442217 0.0001 20 i/j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 . 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 2 1.0000 . 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 3 1.0000 1.0000 . 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 4 1.0000 1.0000 1.0000 . 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 5 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 . 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 6 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 . 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 7 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 . 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 8 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 . 1.0000 1.0000 1.0000 9 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 . 1.0000 1.0000 10 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 . 1.0000 11 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 . 12 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 13 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 14 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 0.0001 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000 1.0000

Lampiran 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

Sumber Keragaman db JK KT F Hit Pr>F

Unggas 3 4,99077500 1,66359167 283,57 0,0001 Konsentrasi 4 70,51467273 17,62866818 3004,89 0,0001 Unggas*Konsentrasi 12 25,40758182 2,11729848 360,90 0,0001

Galat 24 0,14080000 0,00586667 Total 43 105,59089773

Lampiran 2. Hasil Uji Least Squares Means Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

Gambar

Gambar 1.  Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2.  Bakteri Staphylococcus epidermidis
Gambar 4.  Bakteri Salmonella typhimurium
Gambar 5. Dinding Sel Bakteri (a) Gram positif dan (b) Gram negatif serta  Struktur Membran Plasma
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengalaman 7 orang ibu bersalin tersebut, 5 (62,5%) orang mengatakan bahwa selama kontraksi ibu memperoleh tindakan pijat di punggung dan pinggang yang

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa faktor predisposisi, yang terdiri dari pengetahuan dan sikap pasien, berpengaruh terhadap kejadian TB MDR dengan

Berdasarkan hasil analisa SWOT pada tabel 1 di atas dan strategi bisnis yang akan dicapai, maka peneliti memfokuskan penelitian ini untuk meng- ukur kondisi saat ini

Pengungkapan risiko utang Pemerintah dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai perkembangan risiko dalam kurun waktu lima tahun dan proyeksi risiko utang pada

Hasil pengamatan singkat yang penulis lakukan di beberapa Sekolah Dasar di Kecamatan Klirong mengenai peran guru penjasorkes melalui usaha kesehatan sekolah dikatakan belum

MRP memberikan peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik, karena ada keterpaduan dalam kegiatan

Dari hasil rekaman, gambar dianalisis dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes dan dilakukan simulasi untuk dapat menduga pola aliran yang terjadi di dalam saluran.Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1 Kepala Madrasah Aliyah Miftahul Falah Capang memiliki sikap tanggung jawab, disiplin dan memiliki perilaku dan kepribadian baik dalam memimpin,