• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putih telur mengandung substansi tertentu yang bersifat sebagai antimikroba. Zat-zat aktif bersifat antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain lysozyme , conalbumin, avidin dan apoprotein. Aktivitas antimikroba pada putih telur ditunjukkan dengan tidak tumbuhnya bakteri yang diuji di sekitar sumur yang diisi dengan putih telur sehingga terbentuk zona hambat. Hasil konfrontasi putih telur dengan bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 8.

(a) Telur Puyuh

(b) Telur Itik

Gambar 8. Kemampuan Antagonistik (a) Putih Telur Puyuh dan (b) Putih Telur Itik terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis

Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bak teri Uji

Staphylococcus aureus

Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda -beda sangat berpengaruh (P<0,01) terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Lampiran 1). Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang terbentuk pada konsentrasi putih telur 100% secara berurutan mulai dari yang terendah hingga tertinggi dihasilkan oleh telur itik (6 mm), puyuh (9,09 mm), ayam buras (9,87 mm), dan ayam ras (10,39 mm).

Tabel 3. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas 60 70 80 90 100 ---(mm)--- Ayam buras 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 9,87±0,26b Itik 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d Puyuh 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 9,09±0,02c Ayam ras 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 6,00±0,00d 10,39±0,06a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk kan berbeda sangat nyata

(P<0,01)

Diameter sumur yaitu 6 mm

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam ras memiliki kemampuan paling baik dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan Listiyowati dan Roospitasari (1992) urutan kandungan protein beberapa jenis unggas dari yang terbesar secara berturut-turut yaitu ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras dengan besaran masing-masing 13,4; 13,3; 13,1; dan 12,7%. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan, bahwa komposisi antimikroba dalam putih telur yaitu lysozyme , conalbumin , avidin dan apoprotein masing-masing sebesar 3,5; 13; 0,05; dan 0,8% atau total sebesar 17,35% terhadap jumlah relatif dalam putih telur. Bila dihitung berdasarkan ketentuan tersebut maka akan didapatkan komponen antimikroba dalam

putih telur ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras masing-masing sebesar 1,29; 1,28; 1,26; dan 1,22%. Hasil tersebut menunjukkan seharusnya ayam buras yang memiliki kemampuan menghambat lebih besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini tidak dijumpai pada penelitian ini disebabkan oleh (1) Listiyowati dan Roospitasari tidak menjelaskan bahwa jenis unggas yang diuji mendapatkan perlakuan yang sama dalam budidaya khususnya pemberian pakan, sehingga pemberian pakan yang berbeda berpengaruh terhadap persentase protein yang dihasilkan dalam putih telur, (2) kemampuan metabolisme suatu jenis unggas dipengaruhi oleh genetik. Telur itik tidak menunjukkan kemampuan menghambat bakteri Staphylococcus aureus, karena tidak didapatkan zona penghambatan di sekitar sumur. Hal ini bukan berarti bahwa putih telur itik tidak mengandung antimikroba, tetapi dapat dinyatakan bahwa konsentrasi antimikroba dalam putih telur itik belum mencapai konsentrasi minimum (Minimum Inhibitory Concentration) untuk menghambat bakteri Staphylococcus aureus.

Gambar 9. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus

Interaks i antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap diameter zona hambat bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 9. Konsentrasi putih telur sebesar 60, 70, 80 dan 90% tidak menunjukkan zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Zona hambat dari putih telur masing-masing jenis unggas terhadap bakteri Staphylococcus aureus terlihat pada konsentrasi 100%. Hal ini berarti penghambatan

5 6 7 8 9 10 11 12 13 60 70 80 90 100

Konsentrasi Putih Telur (%)

Diameter Zona Hambat (mm)

dari putih telur beberapa jenis unggas terhadap bakteri Staphylococcus aureus efektif pada konsentrasi 100%. Putih telur dari ayam ras memiliki diameter zona hambat yang paling tinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus diikuti oleh putih telur ayam buras dan puyuh, sedangkan putih telur itik tidak menunjukkan penghambatan.

Staphylococcus epidermidis

Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda-beda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis berbeda sangat nyata (P<0,01) (Lampiran 2). Bakteri Staphylococcus epidermidis mampu dihambat oleh putih telur dari ayam buras, itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 60, 70, 80, 90, dan 100%. Telur itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 100% memiliki daya hambat yang paling baik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis ditunjukkan oleh zona hambat yang nyata lebih besar dibandingkan dari telur ayam buras.

Tabel 4. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas

60 70 80 90 100

---(mm)---

Ayam buras 9,42±0 ,59efg 9,83±0,24def 10,00±0,00de 10,17±0,23cde 10,20±0,36cde

Itik 7,65±0,49i 8,65±0,49g h 8,80±0,28g h 8,50±0,00h 11,98±0,08a

Puyuh 10,00±0,00de 10,58±0,82bcd 10,92±0,83bcd 11,25±0,35b 12,00±0,10a

Ayam ras 9,00±0,00g h 9,17±0,23f g h 9,17±0,23f g h 9,17±0,23fgh 12,02±0,16a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjuk kan berbeda sangat nyata

(P<0,01)

Diameter sumur yaitu 6 mm

Interaksi antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada Gambar 10. Putih telur baik dari ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh mampu menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis pada berbagai konsentrasi putih telur yang diuji yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Semakin besar konsentrasi putih telur

ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh yang digunakan maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Telur puyuh menunjukkan zona hambat yang terbaik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis diikuti ole h putih telur ayam buras, kemudian putih telur ayam ras dan puyuh.

Gambar 10. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus epidermidis

Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif tidak mampu dihambat oleh putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun konsentrasi yang digunakan sudah mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas 60 70 80 90 100 ---(mm)--- Ayam buras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Itik 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Puyuh 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Ayam r as 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : Diameter sumur yaitu 6 mm

5 6 7 8 9 10 11 12 13 60 70 80 90 100

Konsentrasi Putih Telur (%)

Diameter Zona Hambat (mm)

Salmonella typhimurium

Bakteri Salmonella typhimurium yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif, seperti halnya bakteri Escherichia coli tidak mampu dihambat oleh putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun konsentrasi yang digunakan sudah mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhimurium terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi

Konsentrasi (%) Jenis Unggas 60 70 80 90 100 ---(mm)--- Ayam buras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Itik 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Puyuh 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Ayam r as 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : Diameter sumur 6 mm

Mekanisme Penghambatan Antimikroba Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif memiliki sensitivitas terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekitar sumur. Penghambatan yang terbentuk disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikroba untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sebaliknya, bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhimurium yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif menunjukkan resistensi sensitivitas terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur.

Bakteri Staphylococcus epidermidis menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur dibandingkan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan bakteri Staphylococcus aureus memiliki

protein-A pada dinding selnya. Menurut Suarsana (2005), protein -A merupakan protein permukaan yang berikatan secara kovalen dengan struktur peptidoglikan yang terdapat pada dinding sel sejumlah strain bakteri Staphylococcus koagulase positif. Protein-A sebagai protein permukaan secara khusus bersifat patogenik pada bakteri Staphylococcus .

Antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain lysozyme , conalbumin , avidin, dan apoprotein. Lysozyme dari telur ayam merupakan suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel dari kelompok tertentu bakteri Gram positif. Penemuan-penemuan sampai saat ini menunjukkan bahwa strain patogen dari kelompok bakteri Gram negatif resisten terhadap lysozyme (Slominski, 2004). Bakteri Gram negatif kurang peka terhadap aksi bakteriolitik dari lysozyme disebabkan struktur pembungkus yang komplek dari bakteri Gram negatif seperti pada bakteri Escherichia coli atau Salmonella typhimurium. Adanya struktur membran luar menyebabkan berkurangnya aktifitas lysozyme untuk masuk ke dalam bagian bakteri tersebut (Davis dan Reeves, 2002). Selain memiliki sifat sebagai bakterisidal, lysozyme juga dapat berfungsi sebagai antifungi. Menurut Samaranayake et al. (2001), sifat antifungi dari Lysozyme yaitu melalui hidrolisis enzimatis dari ikatan N-glikosidik di dinding sel mikroba dan merusak membran sitoplasma yang diikuti pengikatan kation-protein secara langsung. Lysozyme juga dapat mendegradasi peptidoglikan, yaitu suatu multimole-kuler yang merupakan bagian penyusun dinding sel bakteri. Sesuai dengan namanya, N-acetylglucosamyl N-acetylmuramidase , lysozyme mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan 1,4 â-glikosidik antara N-acetylmuramic acid (NAM) dengan N-acetylglucosamine (NAG) pada peptidoglikan dinding sel bakteri (Cottagnoud dan Tomasz, 1993). Apabila ikatan 1.4 â-glikosidik putus maka lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel akan putus pula, sehingga dinding sel mengalami kerusakan.

Mekanisme kerja conalbumin (ovotransferrin) sebagai zat antimikroba yaitu dengan cara mengikat unsur-unsur logam. Fungsi beberapa unsur logam bagi bakteri adalah sebagai kofaktor beberapa enzim. Apabila unsur-unsur logam diikat oleh conalbumin dari putih telur maka mekanisme kerja enzim akan terganggu sehingga proses metabolisme mikroba akan terganggu pula. Unsur -unsur logam yang diikat oleh conalbumin terutama unsur logam besi, tembaga dan seng. Unsur logam besi

merupakan kofaktor enzim katalase, sitokrom-sitokrom dan peroksidase. Enzim katalase merupakan enzim yang bertindak sebagai katalisator pada proses pemecahan hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan zat yang bersifat racun bagi bakteri, zat ini harus segera dirombak oleh enzim katalase agar menjadi oksigen dan air sehingga tidak beracun bagi bakteri. Apabila unsur logam besi diikat conalbumin putih telur maka kerja enzim katalase akan terganggu sehingga hidrogen peroksida (H2O2) tidak dapat dirombak oleh bakteri dan akan meracuni bakteri, akibatnya bakteri mengalami kematian. Ayres et al. (1980) menyatakan, bila dalam biakan mikroba terkandung conalbumin maka penggunaan glukosa dan produksi enzim katalase pada bakteri Staphylococcus aureus akan berkurang.

Selain mengandung conalbumin , putih telur juga mengandung zat aktif antimikroba lainnya yaitu apoprotein (flavoprotein). Menurut Davis dan Reeves (2002), apoprotein dapat menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu dengan cara mengikat vitamin B2 (riboflavin) . Fungsi vitamin B2 (riboflavin) adalah sebagai koenzim FMN dan FAD bagi enzim-enzim oksidase D dan L asam amino, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase dan asil-KoA dehidrogenase. Beberapa enzim tersebut sangat berperan dalam proses metabolisme bakteri, yaitu pada proses glikolisis dan siklus asam sitrat (TCA). Apabila vitamin B2 (riboflavin) sebagai koenzimnya diikat oleh apoprotein dari putih telur maka proses metabolisme bakteri seperti glikolisis dan siklus asam sitrat (TCA) akan terhambat. Hal ini akan berakibat bakteri tidak mendapat energi yang cukup untuk kehidupannya sehingga bakteri dapat mengalami kematian. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Minor dan Marth (1976) yang menyatakan, bahwa bakteri Staphylococcus aureus mendapat energi melalui proses glikolisis, siklus asam sitrat (TCA) dan heksosa monophosphat shunt (HMS). Proses metabolisme tersebut harus tetap berlangsung selama bakteri hidup.

Mekanisme kerja dari avidin adalah dengan jalan mengikat vitamin B7

(biotin). Fungsi vitamin B7 (biotin) adalah sebagai koenzim biotinillisin (biositin) untuk enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetil-KoA. Kedua enzim tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam proses fiksasi CO2, biosintesa asam lemak dan glukoneogenesis. Apabila vitamin B7 (biotin) sebagai koenzim diikat oleh avidin dari putih telur, maka aktivitas enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetil-KoA menjadi tidak berfungsi, sehingga menyebabkan proses

fiksasi CO2, biosintesa asam lemak dan glukoneogenesis terganggu dan akibatnya bakteri akan mengalami kematian. Thenawijaya (1988) menyatakan, bahwa adanya avidin akan menyebabkan enzim karboksilase propionil-KoA dan karboksilase asetil-KoA menjadi tidak aktif. Hal ini terjadi karena avidin akan berikatan melalui ikatan amida dengan vitamin B7 (biotin) secara kovalen.

Konsumsi putih telur segar sebagai pangan pada manusia dapat menimbulkan resiko karena keberadaan komponen antimikroba di dalamnya antara lain conalbumin dan avidin sebagai antinutrisi. Keberadaan antinutrisi dalam tubuh akan menyebabkan terganggunya proses penyerapan zat-zat makanan yang terdapat di dalam perut, misalnya terganggunya proses penyerapan Fe ke dalam tubuh akibat adanya conalbumin yang mampu mengikat Fe. Oleh karena itu, sangat disarankan konsumsi putih telur segar harus dihindarkan. Konsumsi putih telur dapat dilakukan apabila putih telur telah mengalami pengolahan yaitu perlakuan pemanasan atau yang mampu menginaktifkan komponen-komponen antinutrisi tersebut.

Kandungan antimikroba yang terdapat dalam putih telur sangat cocok jika digunakan sebagai obat untuk luka yang terjadi pada kulit atau pengobatan kulit luar. Hal ini didasarkan bahwa bakteri-bakteri yang sering dijumpai pada luka yang terdapat pada kulit adalah bakteri Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus yang dalam penelitian ini dapat dibuktikan mampu dihambat oleh antimikroba yang terdapat dalam putih telur. Aplikasi lain yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan putih telur sebagai bahan pengawet dalam bahan-bahan makanan yang belum mengalami proses pengolahan.

Dokumen terkait