BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
I.A.
I.A. Latar Latar belakangbelakang
Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum Masehi. Pada Papyrus Ebers Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum Masehi. Pada Papyrus Ebers di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda di Mesir kurang lebih 1500 SM, digambarkan adanya penyakit dengan tanda-tanda banyak
banyak kencing. kencing. Kemudian Kemudian Celcus Celcus atau atau Paracelcus Paracelcus ± ± 30 30 tahun tahun SM SM juga juga menemukanmenemukan penyakit
penyakit itu, itu, tetapi tetapi baru baru 200 200 tahun tahun kemudian, kemudian, Aretaeus Aretaeus menyebutnya menyebutnya sebagai sebagai penyakitpenyakit aneh dan menamai penyakit itu diabetes dari kata
aneh dan menamai penyakit itu diabetes dari kata diaberediabere yang berarti siphon atau tabungyang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Dia menggambarkan penyakit untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Dia menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan tungkai ke dalam urin. Cendekiawan India dan China itu sebagai melelehnya daging dan tungkai ke dalam urin. Cendekiawan India dan China pada
pada abad abad 3 3 sampai sampai dengan dengan 6 6 Masehi Masehi juga juga menemukan menemukan penyakit penyakit ini, ini, malah malah dengandengan mengatakan bahwa urin pasien-pasien ini rasanya manis.
mengatakan bahwa urin pasien-pasien ini rasanya manis.
Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh karena itu sejak saat itu nama penyakit ini ditambah dengan kata
karena itu sejak saat itu nama penyakit ini ditambah dengan kata mellitusmellitus (mellitus =(mellitus = madu) yang pada makalah ini dieja menjadi melitus dengan satu huruf l, sesuai dengan madu) yang pada makalah ini dieja menjadi melitus dengan satu huruf l, sesuai dengan kaidah penerjemahan kata asing yang lazim. Ibnu Sina pertama kali melukiskan gangren kaidah penerjemahan kata asing yang lazim. Ibnu Sina pertama kali melukiskan gangren diabetik pada tahun 1000. Pada tahun 1889 Von Mehring dan Minowski mendapatkan diabetik pada tahun 1000. Pada tahun 1889 Von Mehring dan Minowski mendapatkan gejala diabetes pada anjing yang diambil pankreasnya. Kemudian akhirnya pada abad 20, gejala diabetes pada anjing yang diambil pankreasnya. Kemudian akhirnya pada abad 20, tepatnya tahun 1921 dunia dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli bedah tepatnya tahun 1921 dunia dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli bedah muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best asistennya yang masih muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best asistennya yang masih mahasiswa saat itu di Toronto. Untuk penemuan itu pada tahun 1923 hadiah Nobel mahasiswa saat itu di Toronto. Untuk penemuan itu pada tahun 1923 hadiah Nobel diserahkan pada mereka.
diserahkan pada mereka.
Pada masa kini, sekitar 200 juta orang di seluruh dunia dan 20 juta orang di Pada masa kini, sekitar 200 juta orang di seluruh dunia dan 20 juta orang di Amerika menderita diabetes melitus. Sedangkan jumlah penderita penyakit diabetes Amerika menderita diabetes melitus. Sedangkan jumlah penderita penyakit diabetes melitus dengan penyakit kardiovaskular pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 171 juta melitus dengan penyakit kardiovaskular pada tahun 2000 diperkirakan sebesar 171 juta (2,8 % populasi dunia) yang akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 366 juta (2,8 % populasi dunia) yang akan terus meningkat pada tahun 2030 menjadi 366 juta (6,5 %), 298 juta diantaranya tinggal di negara berkembang.
Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12 Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12 – – 20 % penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia 20 % penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia orang meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkan. Komplikasi diabetes melitus orang meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkan. Komplikasi diabetes melitus juga
juga sering sering dihubungkan dihubungkan dengan dengan vaskulopati vaskulopati yang yang merupakan merupakan kelainan kelainan vaskular vaskular yangyang terjadi pada penderita diabetes melitus, digolongkan menjadi dua yaitu mikrovaskular terjadi pada penderita diabetes melitus, digolongkan menjadi dua yaitu mikrovaskular dan makrovaskular.
dan makrovaskular.
Di antara berbagai komplikasi menahun diabetes, komplikasi pada kaki kiranya
Di antara berbagai komplikasi menahun diabetes, komplikasi pada kaki kiranya
yang paling mengesalkan. Kasusnya pun paling banyak, sekitar sepertiga kasus diabetes
yang paling mengesalkan. Kasusnya pun paling banyak, sekitar sepertiga kasus diabetes
mengalami masalah dengan kakinya. Di Amerika diperkirakan dilakukan amputasi
mengalami masalah dengan kakinya. Di Amerika diperkirakan dilakukan amputasi
sebanyak 30-40 ribu setiap tahunnya.
sebanyak 30-40 ribu setiap tahunnya.
Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), terdapat sekitar 40 juta orang Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), terdapat sekitar 40 juta orang dengan diabetes di India pada tahun 2007 dan jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi dengan diabetes di India pada tahun 2007 dan jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi hampir 70 juta orang pada tahun 2025. Di India hampir 40.000 kaki diamputasi setiap hampir 70 juta orang pada tahun 2025. Di India hampir 40.000 kaki diamputasi setiap tahunnya akibat diabetes sendirian.
tahunnya akibat diabetes sendirian.
Indonesia termasuk urutan tertinggi jumlah diabetesi di dunia.
Indonesia termasuk urutan tertinggi jumlah diabetesi di dunia. Angka kematianAngka kematian
akibat kaki diabetik (ulkus atau gangren diabetes) di Indonesia sekitar 17-32%, sedang
akibat kaki diabetik (ulkus atau gangren diabetes) di Indonesia sekitar 17-32%, sedang
angka laju amputasi berkisar 15-30%.
angka laju amputasi berkisar 15-30%. Cepatnya pertumbuhan diabetes melitus diCepatnya pertumbuhan diabetes melitus di
Indonesia, dapat dilihat pula dari peningkatan prevalensi pengidap diabetes melitus di
Indonesia, dapat dilihat pula dari peningkatan prevalensi pengidap diabetes melitus di
Desa Pekajangan, Kabupaten Pekalongan. Dari studi Fakultas Kedokteran Universitas
Desa Pekajangan, Kabupaten Pekalongan. Dari studi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro diketahui prevalensi pengidap diabetes melitus pada 1979 sebesar 2,3 persen.
Diponegoro diketahui prevalensi pengidap diabetes melitus pada 1979 sebesar 2,3 persen.
Sementara, pada 2003 prevalensi sudah mencapai 9,2 persen.
Sementara, pada 2003 prevalensi sudah mencapai 9,2 persen.
Dengan masih tingginya prevalensi diabetes melitus baik di negara maju
Dengan masih tingginya prevalensi diabetes melitus baik di negara maju
maupun negara berkembang, maka penting sekali untuk memperhatikan pengelolaan
maupun negara berkembang, maka penting sekali untuk memperhatikan pengelolaan
pasien
pasien diabetes diabetes yang yang mengalami mengalami ulkus ulkus diabetikum. diabetikum. Pengobatan Pengobatan terpadu terpadu diperlukandiperlukan
sehingga angka kesembuhan pasien dengan ulkus diabetikum dapat diperbesar.
Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12 Ancaman diabetes melitus terus membayangi kehidupan masyarakat. Sekitar 12 – – 20 % penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia 20 % penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini dan setiap 10 detik di dunia orang meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkan. Komplikasi diabetes melitus orang meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkan. Komplikasi diabetes melitus juga
juga sering sering dihubungkan dihubungkan dengan dengan vaskulopati vaskulopati yang yang merupakan merupakan kelainan kelainan vaskular vaskular yangyang terjadi pada penderita diabetes melitus, digolongkan menjadi dua yaitu mikrovaskular terjadi pada penderita diabetes melitus, digolongkan menjadi dua yaitu mikrovaskular dan makrovaskular.
dan makrovaskular.
Di antara berbagai komplikasi menahun diabetes, komplikasi pada kaki kiranya
Di antara berbagai komplikasi menahun diabetes, komplikasi pada kaki kiranya
yang paling mengesalkan. Kasusnya pun paling banyak, sekitar sepertiga kasus diabetes
yang paling mengesalkan. Kasusnya pun paling banyak, sekitar sepertiga kasus diabetes
mengalami masalah dengan kakinya. Di Amerika diperkirakan dilakukan amputasi
mengalami masalah dengan kakinya. Di Amerika diperkirakan dilakukan amputasi
sebanyak 30-40 ribu setiap tahunnya.
sebanyak 30-40 ribu setiap tahunnya.
Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), terdapat sekitar 40 juta orang Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), terdapat sekitar 40 juta orang dengan diabetes di India pada tahun 2007 dan jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi dengan diabetes di India pada tahun 2007 dan jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi hampir 70 juta orang pada tahun 2025. Di India hampir 40.000 kaki diamputasi setiap hampir 70 juta orang pada tahun 2025. Di India hampir 40.000 kaki diamputasi setiap tahunnya akibat diabetes sendirian.
tahunnya akibat diabetes sendirian.
Indonesia termasuk urutan tertinggi jumlah diabetesi di dunia.
Indonesia termasuk urutan tertinggi jumlah diabetesi di dunia. Angka kematianAngka kematian
akibat kaki diabetik (ulkus atau gangren diabetes) di Indonesia sekitar 17-32%, sedang
akibat kaki diabetik (ulkus atau gangren diabetes) di Indonesia sekitar 17-32%, sedang
angka laju amputasi berkisar 15-30%.
angka laju amputasi berkisar 15-30%. Cepatnya pertumbuhan diabetes melitus diCepatnya pertumbuhan diabetes melitus di
Indonesia, dapat dilihat pula dari peningkatan prevalensi pengidap diabetes melitus di
Indonesia, dapat dilihat pula dari peningkatan prevalensi pengidap diabetes melitus di
Desa Pekajangan, Kabupaten Pekalongan. Dari studi Fakultas Kedokteran Universitas
Desa Pekajangan, Kabupaten Pekalongan. Dari studi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro diketahui prevalensi pengidap diabetes melitus pada 1979 sebesar 2,3 persen.
Diponegoro diketahui prevalensi pengidap diabetes melitus pada 1979 sebesar 2,3 persen.
Sementara, pada 2003 prevalensi sudah mencapai 9,2 persen.
Sementara, pada 2003 prevalensi sudah mencapai 9,2 persen.
Dengan masih tingginya prevalensi diabetes melitus baik di negara maju
Dengan masih tingginya prevalensi diabetes melitus baik di negara maju
maupun negara berkembang, maka penting sekali untuk memperhatikan pengelolaan
maupun negara berkembang, maka penting sekali untuk memperhatikan pengelolaan
pasien
pasien diabetes diabetes yang yang mengalami mengalami ulkus ulkus diabetikum. diabetikum. Pengobatan Pengobatan terpadu terpadu diperlukandiperlukan
sehingga angka kesembuhan pasien dengan ulkus diabetikum dapat diperbesar.
I.B.
I.B. Diabetes Diabetes melitusmelitus
I.B.1. Definisi
I.B.1. Definisi
Penyakit diabetes melitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis
Penyakit diabetes melitus (DM) yang kita kenal sebagai penyakit kencing manis
adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya
peningkatan
peningkatan kadar kadar gula gula (glukosa) (glukosa) darah darah akibat akibat kekurangan kekurangan insulin insulin baik baik absolut absolut maupunmaupun
relatif. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis yang
relatif. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif dengan sifat kronis yang
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan
menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin.
gangguan fungsi insulin.
Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal.
Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal.
Kesulitan diagnosis timbul karena kadang-kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan
Kesulitan diagnosis timbul karena kadang-kadang dia datang tenang dan bila dibiarkan
akan menghanyutkan pasien ke dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu mengenal
akan menghanyutkan pasien ke dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu mengenal
tanda-tanda awal penyakit diabetes ini menjadi sangat penting.
tanda awal penyakit diabetes ini menjadi sangat penting.
I.B.2. Patofisiologi I.B.2. Patofisiologi
Pankreas, yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin
Pankreas, yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin
yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk
seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau
seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans Langerhans yang berisi sel betayang berisi sel beta
yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa
yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa
darah.
Gambar 1. Anatomi pankreas
Gambar 3. Pemecahan glukosa oleh insulin dalam darah
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bedanya adalah pada DM tipe 2 di samping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.
I.B.3. Faktor resiko
Faktor genetik merupakan penyebab utama timbulnya penyakit diabetes di samping penyebab lain seperti infeksi, kehamilan dan obat-obatan. Tetapi meskipun demikian, pada orang dengan riwayat keluarga diabetes belum menjamin timbulnya penyakit diabetes. Masih mungkin bibit ini tidak menampakkan diri secara nyata sampai
akhir hayatnya.
Faktor resiko diabetes melitus: o Usia di atas 45 tahun
o Kegemukan (IMT > 25 kg/m²) o Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg) o Riwayat keluarga DM
o Riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4000 gram o Riwayat DM pada kehamilan (DM gestasional)
o Kadar lipid (kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 200 mg/dl)
I.B.4. Klasifikasi
Klasifikasi atau jenis diabetes ada bermacam-macam, tetapi di Indonesia yang paling banyak ditemukan adalah DM tipe 2. Jenis diabetes yang lain ialah DM tipe 1,
diabetes kehamilan atau gestasional (DMG) dan diabetes tipe lain. Ada juga kelompok individu lain dengan toleransi glukosa abnormal tetapi kadar glukosanya belum memenuhi syarat masuk ke dalam kelompok diabetes melitus, disebut toleransi glukosa terganggu (TGT).
Klasifikasi diabetes melitus :
o Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut - Autoimun
- Idiopatik
o Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, pankreatektomi)
- Endokrinopati (akromegali, Cushing Syndrome, hipertiroidisme) - Obat atau zat kimia (glukokortikoid, hormon tiroid)
- Infeksi (cytomegalovirus, rubella kongenital)
- Sebab imunologi yang jarang (antibodi anti insulin)
- Sindroma genetik lain (Down’s Syndrome, Kleinefelter, Turner) o Diabetes melitus gestasional
I.B.5. Gejala dan tanda
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian adalah : 1. Keluhan klasik
a) Banyak kencing (poliuria)
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari. b) Banyak minum (polidipsi)
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya penyebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
c) Banyak makan (polifagia)
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seutuhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
d) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasikan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber
tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
2. Keluhan lain
a) Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
b) Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
c) Gatal atau bisul
Kelainan kulit berupa gatal. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
d) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
I.B.6. Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan menahun. I.B.6.1.Komplikasi akut
Komplikasi akut yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM adalah : 1. Ketoasidosis diabetikum
2. Hiperosmolar non ketotik 3. Hipoglikemia
I.B.6.2.Komplikasi menahun
Komplikasi menahun yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM adalah :
1. Makroangiopati (pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak)
2. Mikroangiopati (retinopati diabetikum, nefropati diabetikum) 3. Neuropati (neuropati perifer)
I.C. Ulkus diabetikum I.C.1. Definisi
Ulkus adalah hilangnya jaringan kulit epidermis dan sebagian dari dermis, Ulkus juga dapat didefinisikan sebagai luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
yang disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman. Adanya kuman tersebut menyebabkan ulkus berbau.
Gambar 4. Gambaran ulkus
Ulkus diabetikum merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus diabetikum adalah salah satu komplikasi diabetes melitus berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya di bagian ujung kaki.
Ulkus diabetikum termasuk luka kronik, yaitu luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktorial dari penderita. Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali.
Gambar 5. Ulkus diabetikum dorsum pedis
I.C.2. Patogenesis
Ulkus diabetikum dapat terjadi melalui 3 faktor, yaitu: 1. Sistem saraf
Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme intrinsik sel schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.
Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanis, kemis maupun termis. Keadaan ini memudahkan terjanya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, anhidrosis, pembentukan callus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.
2. Sistem vaskular
Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori kelainan vaskuler yaitu:
a. Makroangiopati
Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non
DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, metatarsalis serta arteri digitalis.
Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya trombosit.
Proses makroangiopathy menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedang secara akut emboli akan memberikan gejala klinik 5P, yaitu: Pain (nyeri), Paleness (kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi hilang), Paralisis (lumpuh), kadang ditambah P ke 6 yaitu Prostration (kelesuan). Dan bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine, yang pada referat ini akan dibahas di Bab II.
b. Mikroangiopati
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan non enzimatik glukosa ke dalam membrana basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.
3. Sistem imun
Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan (adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme intraseluler. Semua proses ini terutama penting untuk
membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis kemudian fagositosis, dan mulailah proses intraseluler untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen dan hidrogen peroksida.
I.C.3. Proses pembentukan ulkus
Ulkus diabetikum merupakan suatu ulkus yang dicetuskan oleh adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemi dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler, imunologis, protein jaringan, traums serta mikroorganisme saling berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.
Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemi yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan di bawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal
menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi di daerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.
I.C.4. Klasifikasi
Menurut berat ringannya lesi, ulkus diabetikum dibagi dalam enam derajat menurut Wagner, yaitu :
Derajat 0 : resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalus.
Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit, klinis tidak ada infeksi.
Derajat 2 : ulkus dalam, sering dengan selulitis, tidak ada abses atau infeksi tulang. Derajat 3 : ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses.
Derajat 4 : gangren lokal (ibu jari atau tumit). Derajat 5 : gangren seluruh kaki.
Gambar 6. perkembangan ulkus A. Pembentukan plak keratin keras sebagai kalus B. Kerusakan jaringan jauh di dalam kalus C. Ruptur permukaan kavitas, terbentuk kalus
D. Blokade ulkus oleh keratin, bakteri terperangkap, infeksi berkembang
Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan luasnya daerah iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner sebagai berikut :
Derajat 0 : Kaki berisiko, tanpa ulserasi Derajat 1 : Ulserasi superfisial, tanpa infeksi
Derajat 2 : Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon Derajat 3 : Ulserasi yang luas/abses
Penderita yang beresiko tinggi terkena ulkus DM adalah :
Penderita DM lama Kadar gula darah tinggi Umur
Perokok Hipertensi
Kegemukan
Hiperkolesterolemia Kurang gerak
I.C.5. Penilaian ulkus diabetikum
Melakukan penilaian ulkus diabetikum merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan keputusan dalam penatalaksanaan. Penilaian ulkus dimulai dengan
anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. I.C.5.1. Anamnesis
Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama, oleh karena itu perlu ditanyakan durasi menderita DM. Keluhan neuropati berupa kesemutan, rasa panas
di telapak kaki, kram dan seluruh tubuh sakit terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga mengakibatkan luka pada kaki. Selain itu juga ditanyakan aktivitas harian, sepatu yang digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, nyeri tungkai saat beraktivitas, penyakit komorbid, kebiasaan merokok dan minum alkohol, obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus atau amputasi sebelumnya.
I.C.5.2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada tidaknya deformitas.
Pada inspeksi akan tampak kesan kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena
trauma yang berulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari derajatnya saat kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. Pada derajat 3 tampak pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.
Dengan palpasi, kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus di sekeliling ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk harus dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.
Gambar 7. Kaki diabetes
Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila belum tampak adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat dicegah. Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian
nilon monofilamen 10 gauge. Tes positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok.
Gambar 8. Pemeriksaan sensorik
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan tes vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi arteri.
Pemeriksaan radiologis akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis.
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka leukosit yang meningkat bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam pp harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
I.C.6. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan ulkus diabetikum akan dibahas lebih dalam di Bab II. I.C.7. Pencegahan
Beberapa hal yang penting diperhatikan setiap pasien diabetes untuk mencegah komplikasi pada kaki antara lain :
Memeriksa kaki setiap hari barangkali terjadi luka, perdarahan di antara jari-jari,
Membersihkan kaki secara rutin, cuci dan keringkan kaki secara hati-hati,
terutama di antara jari.
Mengoleskan pelembab pada kulit yang kering.
Merawat kuku kaki secara teratur dan menggunting kuku secara lurus. Selalu memakai alas kaki dan memilih sepatu yang baik.
Segera mengobati luka kecil dan mewaspadai jika terdapat tanda-tanda radang. Segera ke dokter bila kaki terluka.
Jangan lupa membuka sepatu serta kaos kaki setiap ke dokter dan meminta dokter
memeriksa kaki si sakit.
Gunakan bedak antijamur. Jangan merokok.
Adapun tujuh larangan yang sebaiknya dipatuhi para pasien diabetes, yaitu: 1. Jangan merendam kaki.
2. Jangan mempergunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki. 3. Jangan sekali-kali berjalan tanpa alas kaki.
4. Jangan menggunakan sepatu dan kaos kaki yang sempit.
5. Jangan menggunakan obat di pasaran untuk mengatasi “mata ikan”, karena dapat menghambat penyembuhan luka.
6. Jangan menggunakan silet atau pisau dalam merawat kaki.
7. Jangan menganggap remeh luka pada kaki, sekecil apapun luka itu. I.C.8. Prognosis
Prognosis penderita ulkus diabetikum sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan d ari tenaga medis atau paramedis.
BAB II
PENATALAKSANAAN ULKUS DIABETIKUM
II.A. PenatalaksanaanPenanganan kaki diabetes merupakan permasalahan yang masih menjadi kendala dalam penanganan pasien diabetes melitus dengan hasil yang kurang memuaskan baik dari sudut dokter maupun dari pasien. Permasalahan semakin berat setelah timbul ulkus dengan berbagai macam komplikasinya dengan akhir suatu kecacatan dan kematian.
Pasien kronis DM dengan gula darah tidak terkontrol diikuti dengan faktor resiko yang lain seperti perokok, hipertensi dan dislipidemia akan menyebabkan lebih cepat timbul komplikasi ataupun permasalahan khususnya yang berhubungan dengan kaki diabetes yaitu vaskularisasi yang menurun, neuropati dengan deformitasnya dan ulkus yang sulit disembuhkan.
Sudah banyak penelitian mengenai kaki diabetes yang disimpulkan menjadi suatu konsensus yang didasari dari literatur research cockrane analysis, dokumen konsensus lainnya dan opini dari ahli yang intinya membagi menjadi tiga kelompok kerja untuk menyimpulkan mengenai:
o Diagnosis dan terapi infeksi pada kaki diabetes
o Penyembuhan luka dan terapi pasien ulkus diabetikum o Sistem klasifikasi ulkus diabetikum untuk penelitian
II.B. Non farmakologis
II.B.1. Kontrol nutrisi dan metabolik
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb di atas 12 gr/dl dan pertahankan albumin di atas 3,5
gr/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren perlu disesuaikan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal dengan komposisi energi :
60 – 70 % dari karbohidrat 10 – 15 % dari protein 20 – 25 % dari lemak
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh penderita diabetes :
1. Memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal sebesar 25 – 30 kal/kgBB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan, laktasi, adanya komplikasi dan berat badan. 2. Dengan pegangan kasar, yaitu :
Kurus : 2300 – 2500 kalori Normal : 1700 – 2100 kalori Gemuk : 1300 – 1500 kalori
Kebutuhan kalori dihitung dengan menggunakan perhitungan menurut Brocca, dimana BBI = 90 % x (TB dalam cm – 100) x 1 kg. Sedangkan untuk laki-laki dengan tinggi badan kurang dari 160 cm atau wanita dengan tinggi badan kurang dari 150 cm digunakan rumus BBI = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kal/kg BB untuk wanita), kemudian ditambah kalori berdasarkan presentasi kalori basal.
Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal Kerja berat, ditambah 40-100 % dari kalori basal
Pasien kurus, masa tumbuh-kembang, infeksi, kehamilan atau menyusui,
ditambah 20 – 30 % dari kalori basal
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori adalah jenis kelamin, umur, aktivitas fisik dan pekerjaan, kehamilan infeksi, adanya komplikasi dan berat badan.
II.B.2. Kontrol stres mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing ) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bed rest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu
khusus. Semua pasien yang istirahat di tempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi setiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang di tempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
II.C. Farmakologis
Sarana pengendalian secara farmakologis pada diabetes melitus dapat berupa : 1. Pemberian Insulin.
2. Pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO) :
Golongan Sulfonilurea Golongan Biguanid
Golongan Inhibitor alfa glukosidase Golongan Insulin sensitizing
II.D. Tindakan Bedah
Tahapan yang perlu diperhatikan dalam penerapan ulkus diabetikum ataupun pencegahan timbulnya ulkus adalah :
Debridemen dan pembersihan luka Mengistirahatkan
Pembalutan Kontrol infeksi Revaskularisasi Tindakan amputasi Flap dan rekonstruksi Terapi tambahan
Rehabilitasi dan edukasi
Sebelum tindakan bedah, kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin > 3,5 g/dl, total limfosit > 1500 sel/mm³. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.
II.D.1. Debridemen dan pembersihan luka
Debridemen adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan non vital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang.
Merupakan tahap yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hiperkeratosis dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan lakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui bahwa tidak ada obat topikal yang dapat
menggantikan debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang bersih.
Setelah luka dibersihkan dari jaringan nekrotik, eksudat dan waste metabolic diharapkan akan memperbaiki dan mempermudah proses penyembuhan luka. Timbunan jaringan nekrotik biasanya terjadi akibat buruknya suplai darah pada luka atau dari peningkatan tekanan interstitiel.
Gambar 9. Debridemen dan pembersihan luka pada ulkus diabetikum
Tujuan dasar debridemen adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Jika jaringan nekrotik tidak dihilangkan akan berakibat tidak hanya menghalangi penyembuhan luka, tetapi juga dapat terjadi
kehilangan protein, osteomielitis, infeksi sistemik dan kemungkinan terjadi sepsis, amputasi tungkai atau kematian. Setelah debridemen membuang jaringan nekrotik akan terjadi perbaikan sirkulasi dan terpenuhi pengangkutan oksigen yang adekuat ke luka.
Teknik debridemen dapat dibagi mulai dari yang kurang invasif sampai yang paling invasif dimana irigasi merupakan tindakan yang paling sedikit mencederai jaringan, sedangkan pembedahan merupakan prosedur yang paling ablative.18 Berikut
adalah beberapa teknik debridemen : Autolytic debridement
Enzymatic debridement Mechanical debridement
Surgical debridement
Autolytic debridement adalah suatu proses usaha tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan mati. Keadaan ini perlu dibantu dengan mempertahankan suasana
luka supaya tetap lembab. Produk yang dapat dipakai adalah hydrogels.
Enzymatic debridement merupakan suatu teknik debridemen menggunakan topikal ointment. Topikal ointment yang populer saat ini adalah kolagenase (Santyl) yang telah dilakukan studi dan telah dipakai secara luas. Enzim kolagenase adalah hasil fermentasi dari Clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan unik mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik, dapat membersihkan luka dari jaringan mati dan menjadikan bed luka siap untuk penyembuhan. Enzim kolagenase terutama efektif untuk luka ulkus kronis seperti diabetes ulcers, pressure ulcers, arterial ulcers, venous ulcers dan juga untuk luka bakar.
Mechanical debridement disebut juga gauze debridemen, prinsip kerjanya adalah wet to dry dressing . Luka ditutup dengan kasa yang telah dibasahi normal saline, setelah kering kasa akan melekat dengan jaringan mati. Saat mengganti balut jaringan mati ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2 sampai 6 kali per hari. Biasanya tindakan ini sebagai pelengkap surgical debridement. Prosedur ini membuat tidak nyaman penderita saat mengganti balutan dan potensial merusak epitel yang masih fragile.
Surgical debridement adalah tindakan menggunakan scapel, gunting, kuret an instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan nekrotik lain dari luka. Teknik ini merupakan cara debridement yang paling cepat dan efisien.
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang
ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang tumbuh.
II.D.2. Mengistirahatkan
Yang dimaksud adalah kita mencegah trauma pada daerah ulkus dan memindahkan tekanan ke tempat yang lain, jika perlu dengan mengistirahatkan penderita di tempat tidur. Perlu diingat bahwa latihan gerakan kaki sebagai perangsang pompa otot harus tetap dilakukan untuk mempertahankan aliran balik darah, jika perlu tungkai ditinggikan.
II.D.3. Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalut yang digunakan saat ini, tapi yang terpenting pembalut ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan Merangsang penyembuhan luka
Melindungi dari suhu luar
Melindungi dari trauma mekanis
Tidak memerlukan penggantian sering
Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik Bebas dari zat yang mengotori
Tidak melekat di luka
Mudah dibuka tanpa nyeri dan merusak luka Mempunyai daya serap terhadap eksudat Mudah untuk melakukan monitor luka Memudahkan pertukaran udara
Tidak tembus mikroorganisme Nyaman untuk pasien
Mudah penggunaannya Biaya yang terjangkau
Seperti kita ketahui bahwa penggunaan zat kimia baik hidrogen peroksida, hiperclorit, kalium permanganas atau lainnya pada prinsipnya mempunyai efek toksik dan mengganggu proses penyembuhan luka, zat-zat tersebut hanya dianjurkan pada luka yang banyak mengandung nanah dan koloni kuman. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan antibiotika topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal
dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu. II.D.4. Kontrol infeksi
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotika dan mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari usapan luar luka, sudah dibuktikan mempunyai korelasi yang buruk dengan kuman patogen yang sebenarnya.
Jenis antibiotika yang diberikan sebelum hasil kultur ada, berdasarkan keputusan klinis yang didasari data kultur dari kasus-kasus sebelumnya. Pada ulkus dangkal dapat diberikan antibiotika topikal atau oral pada pasien rawat jalan dan atau harus dievaluasi apakah ada perbaikan atau memberat yang memerlukan tindakan pembersihan luka atau mengubah antibiotika dan cara pemberiannya.
II.D.5. Perbaikan vaskularisasi
Pasien DM kronis harus dipikirkan adanya gangguan aliran darah ke tungkai sampai dibuktikan tidak ada kelainan. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan vaskuler non invasif menjadi dasar untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan jika diperlukan.
Fontaine membagi derajat penyakit pembuluh darah perifer ( Perifer Vascular Disease / PVD) menjadi:
Derajat 1 : PVD asimptomatik atau gejala tidak khas (kesemutan, geringgingan) Derajat 2 : Intermittent claudication (rasa sakit yang timbul baik siang atau
malam hari, biasanya pada telapak kaki setelah berjalan beberapa saat dan segera hilang bila istirahat disertai perasaan terbakar, kebas dan dingin), a > 200 m, dan b < 200 m
Derajat 3 : Ischemia rest pain (nyeri saat istirahat)
Derajat 4 : ulkus atau gangren akibat kerusakan jaringan karena anoksia
Akan tetapi pembagian menurut Fontaine ini sering tidak dapat diterapkan pada kaki diabetes karena gejala klinis yang sering tidak ada disebabkan oleh gangguan neuropati perifer.
Rutherford juga membagi derajat iskemi pada Critical Limb Ischemia (CLI) menjadi tiga kelompok:
Tungkai masih vital dan akan kembali walau tanpa terapi intervensi Tungkai dapat ditangani dan memerlukan revaskularisasi
Tungkai iskemi irreversibel
Yang menjadi permasalahan adalah kondisi bagaimana yang memerlukan tindakan perbaikan vaskularisasi. Disepakati bahwa revaskularisasi hanya dikerjakan pada pasien yang mempunyai keluhan baik berupa intermittent claudicatio, ischemic rest pain maupun ulkus. Jadi hanya derajat 1 pada kriteria Fontaine yang tidak memerlukan
revaskularisasi. Rekomendasi yang disepakati adalah setiap pasien dengan keluhan harus dilakukan pemeriksaan mulai klinis sampai arteriografi yang memperlihatkan pembuluh darah di kaki (perdarahan arterial).
II.D.6. Amputasi
Banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan melakukan amputasi. Pada dasarnya amputasi dibagi menjadi amputasi minor, yaitu amputasi sendi midtarsal atau di bawahnya dan amputasi mayor, yaitu amputasi di atas midtarsal.
Indikasi untuk dilakukan amputasi :
Febris terus menerus
Regulasi diabetes melitus sulit dicapai (kadar glukosa darah lebih dari 300 mg %) Osteomyelitis pada gambaran radiologi
Selulitis cenderung ke atas
Infeksi pada gangren yang menyebabkan keadaan umum semakin memburuk Faal ginjal semakin menurun.
Hal-hal yang diperhatikan selain dari sudut sosioekonomi adalah fungsi ujung amputasi untuk mempergunakan protesa atau alat bantu, sehingga pasien tetap dapat berjalan. Perlu diperhatikan apakah perfusi di daerah amputasi sudah baik, kontrol gula darah dan nutrisi baik, kontrol infeksi sehingga kemungkinan reamputasi (amputasi di atasnya karena luka tidak sembuh) menjadi berkurang.
Pasien yang sudah dilakukan amputasi kemungkinan untuk dilakukan amputasi baru pada tungkai yang sama ataupun pada tungkai sebelahnya lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak dilakukan amputasi. Hal ini disebabkan kemungkinan timbulnya ulkus pada pasien pasca amputasi lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa amputasi.
Pada prinsipnya amputasi dilakukan pada ulkus kaki diabetes yang iskemik dan tidak dapat dilakukan tindakan rekonstruksi vaskuler, atau pada infeksi yang membahayakan nyawa penderita. Banyak tingkat amputasi dengan target ujung amputasi yang baik mulai dari jari sampai disartikulasi sendi panggul.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut:
Jari nekrotik : disartikulasi (tanpa pembiusan) Mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)
Osteomioplasti : memotong bagian tulang di luar sendi Amputasi miodesis (dengan otot jari atau kaki)
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah:
Membuang jaringan nekrotik Menghilangkan nyeri
Drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder Merangsang vaskularisasi baru
II.D.7. Flap dan rekonstruksi
Flap adalah pemindahan kulit dan atau jaringan di bawahnya untuk menutup defek dengan menyertakan pedikel untuk vaskularisasi. Free flap adalah pemindahan flap dengan teknik bedah mikro.
Sebelum melakukan tindakan flap ataupun rekonstruksi harus dipastikan bahwa perfusi ke arah tungkainya baik. Tindakan flap atau flap bebas lebih ditekankan untuk
menutup defek yang luas dan terutama di daerah yang tertekan sehingga memerlukan bantalan yang cukup tebal.
Sedangkan tindakan rekonstruksi diharapkan untuk mencegah terbentuknya ulkus pada tungkai yang sudah mengalami perubahan bentuk seperti pada kaki charcott
ataupun melakukan artrodesis sendi yang tidak stabil atau terinfeksi. Tindakan yang sering dilakukan seperti:
Arthroplasti
Sesamoid reduksi atau ektomi Kondilektomi
Metatarsal osteotomi
Reseksi sendi metatarsofalangeal atau Fusi sendi interfalangeal
Pada prinsipnya tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki dan menstabilkan sendi sehingga beban tubuh dapat diterima oleh bagian yang luas pada telapak kaki.
II.D.8. Terapi tambahan
Yang dimaksud dengan terapi tambahan dalam hal ini adalah modalitas yang ada di luar terapi di atas. Dalam hal ini termasuk pemberian obat-obatan (Cilostazol), growth factor (EGF, KGF, PDGF), terapi gen, terapi stem cell , terapi ozon atau terapi oksigen
II.D.8.1. Terapi ozon
Penggunaan terapi ozon telah diawali sejak beberapa dekade yang lalu. Ditemukan pada abad 19 dan digunakan pertama kali oleh A. Wolff di Jerman pada tahun 1915, selama Perang Dunia I, sebagai antiseptik.
Sebagai molekul yang memiliki energi yang sangat besar, ozon dapat menginaktivasi bakteri, virus, jamur dan beberapa jenis protozoa sehingga dapat digunakan sebagai pilihan terapi dalam pengobatan beberapa penyakit dan sebagai terapi tambahan pada penyakit lain.
Di Indonesia, terapi ozon sebenarnya sudah lama digunakan, yaitu sejak tahun 1992 sebagai terapi komplementer atau alternatif dan suportif. Pada tanggal 6 April 2003, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Jakarta bekerja sama dengan Russian Association of Ozone Therapy mengadakan diskusi dan evaluasi ilmiah terbatas dengan topik “Apakah Teknologi Terapi Ozon Rusia Dapat Dimanfaatkan di Indonesia?” di hotel Shangri-La Jakarta, dan dari hasil diskusi ini dikeluarkan rekomendasi untuk ijin pengoperasian terapi ozon dalam lingkungan wilayah DKI Jakarta dengan surat IDI
Wilayah Jakarta no. 465/K/IV/03.
Terapi ozon dalam bidang medis antara lain digunakan untuk mengatasi diabetes melitus, karena ozon dianggap berpotensi menghambat dan mengatasi gejala-gejala diabetes dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dan meningkatkan suplai oksigen ke dalam jaringan.
Untuk menurunkan kadar glukosa, ozon berperan dalam dua cara. Pertama, dengan menstimulasi terjadinya proses enzimatik dalam tubuh, yakni siklus pentosa fosfat dan glikolisis aerob, dimana kedua proses ini tidak terjadi pada penderita diabetes. Kedua, dengan memicu glutation, yang berfungsi membentuk glikogen dan lemak dari glukosa. Sementara itu proses pembentukan glukosa dari protein dan pemecahan glikogen sendiri dihambat, sehingga seluruh proses ini menurunkan kadar glukosa darah.
Selain perannya dalam pengaturan kadar gula darah, ozon di berbagai literatur dinyatakan memiliki efek potensial dalam mengobati ulkus-gangren diabetikum. Hal ini dihubungkan dengan sifat ozon sebagai bakterisida, dapat membersihkan luka dan imunoaktifasi sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka.
Manfaat ozon terhadap diabetes melitus ini ditemukan pada hasil penelitian yang banyak dilakukan terutama di Jerman, Itali dan Rusia. Berikut beberapa penelitian
tentang efek terapi ozon pada diabetes melitus:
Pavlovskaya dkk. dari Rusia melakukan penelitian mengenai manfaat terapi ozon
pada pasien DM. Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM tipe 1, 18 pasien tipe 2 dan tanpa kontrol. Terapi ozon diberikan dalam bentuk larutan fisiologis terozonisasi IV. Dinyatakan bahwa terapi ozon memberikan efek positif berupa penurunan glukosa darah, hilangnya rasa sering haus, perbaikan poliuria, hilangnya gatal-gatal pada kulit dan badan lemas, serta dapat menurunkan penggunaan obat antidiabetik hingga 25%.
Telah diketahui bahwa pasien DM mengalami stres oksidatif. Dalien dkk.
melakukan penelitian mengenai efek terapi ozon pada stres oksidatif yang berhubungan dengan DM. Penelitian ini melibatkan 20 pasien DM dengan ulkus pada ekstremitas bawah, yang dibagi secara acak dalam 2 grup terapi: (1) grup kontrol, yang diterapi
dengan antibiotika sistemik dan lokal dengan metode konvensional (2) grup ozon, yang diterapi dengan ozon setiap hari, sebanyak 20 sesi dengan insuflasi rektal dan aplikasi lokal. Untuk aplikasi lokal, dilakukan dengan menggunakan kantung plastik yang dipasang pada tungkai dengan lesi, dibuat kedap udara dan kemudian diisi dengan ozon konsentrasi 80 mg/l selama 1 jam. Setelah itu, lesi dioles dengan minyak bunga matahari yang telah diozonisasi. Pada akhir terapi dinyatakan terjadi peningkatan aktifitas katalase dan penurunan lipid peroksidase yang bermakna.
Kulikov dkk. melakukan penelitian mengenai efikasi berbagai metode terapi ozon
pada komplikasi vaskular pada DM. Penelitian ini melibatkan 21 pasien DM tipe 1 dan 97 pasien DM tipe 2 yang memiliki komplikasi angiopati ekstrimitas bawah dan retinopati diabetikum. Mereka menerima obat penurun gula serta terapi ozon-oksigen. Terapi ozon-oksigen diberikan dalam 3 teknik, metode eksternal, sistemik dan kombinasi keduanya. Metode eksternal dan kombinasi dinyatakan memberi hasil yang lebih baik pada kelainan trofik pada regio distal ekstrimitas bawah. Sedangkan metode sistemik dan
kombinasi dinyatakan memberi hasil yang lebih baik untuk komplikasi lain diabetes seperti angiopati, retinopati serta parameter fungsional serta biokimia.
Namun demikian, walaupun ozon telah digunakan sebagai desinfektan yang poten selama hampir satu abad, dan telah digunakan sebagai terapi alternatif selama 4 dekade,
kegunaannya dalam dunia kedokteran masih kontroversial. Pihak yang pro meyakini bahwa terapi ozon merupakan pengobatan yang sangat baik sedangkan pihak yang kontra
menyatakan bahwa ozon bersifat toksik dan tidak boleh digunakan dalam dunia kedokteran.
Belum ditemukan penelitian berupa uji klinis mengenai keamanan penggunaan ozon dalam pengobatan berbagai penyakit dan kondisi yang diklaim dapat diterapi dengan ozon. Pembahasan toksisitas pada umumnya membahas tentang toksisitas ozon terhadap paru-paru.
Kontraindikasi untuk terapi ozon meliputi intoksikasi akut alkohol, infark miokard akut, perdarahan dari berbagai organ, kehamilan, hipertiroid, trombositopenia, alergi ozon serta pasien yang menjalani heparinisasi.
II.D.9. Rehabilitasi
Pada dasarnya penderita kaki diabetes harus dapat merawat sendiri dan dapat mencegah timbulnya ulkus dengan cara yang baik. Dengan pengetahuan yang baik angka timbulnya ulkus dapat ditekan sampai setengahnya. Hal ini akan menekan biaya pengobatan yang cukup besar, di samping fungsi sosial pasien juga menjadi baik.
Diperlukan kerjasama multidisipliner dan waktu konsultasi yang cukup untuk mendapatkan hasil yang baik dari segi pengetahuan pasien dalam perawatan kaki.
BAB III
KESIMPULAN
Di antara berbagai komplikasi menahun diabetes melitus, komplikasi pada kaki kiranya yang paling mengesalkan. Kasusnya pun paling banyak, sekitar sepertiga kasus diabetes mengalami masalah dengan kakinya. Indonesia termasuk urutan tertinggi jumlah diabetesi di dunia. Angka kematian akibat kaki diabetik (ulkus atau gangren diabetes) di Indonesia sekitar 17-32%, sedang angka laju amputasi berkisar 15-30%.
Dengan masih tingginya prevalensi diabetes melitus baik di negara maju maupun negara berkembang, maka penting sekali untuk memperhatikan pengelolaan pasien diabetes yang mengalami ulkus diabetikum. Pengobatan terpadu diperlukan sehingga angka kesembuhan pasien dengan ulkus diabetikum dapat diperbesar.
Penanganan kaki diabetes merupakan permasalahan yang masih menjadi kendala dalam penanganan pasien diabetes melitus dengan hasil yang kurang memuaskan baik dari sudut dokter maupun dari pasien. Permasalahan semakin berat setelah timbul ulkus dengan berbagai macam komplikasinya dengan akhir suatu kecacatan dan kematian.
Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menangani pasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh, menilai ada tidaknya infeksi, melakukan identifikasi penyebab terjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka. Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan multidisipliner.
Manajemen kaki diabetes dilakukan secara tim, yang melibatkan banyak keahlian, seperti: penyakit dalam (endokrinologi, nefrologi, kardiologi, infeksi), bedah (vaskular, podiatrik, plastik, orthopedi), ahli gizi, fisioterapi, perawat, ahli sepatu dan sebagainya. Berdasarkan pengalaman di lapangan penanganan kaki diabetik masih bersifat terfragmentasi, belum dilakukan secara multidisipliner.
Tanpa pendekatan secara tim, dokter spesialis tertentu cenderung melakukan terapi yang berfokus pada spesialisasinya sendiri. Contohnya, dokter bedah tulang lebih memfokuskan debridemen atau amputasi saja dan kurang memikirkan pengendalian metabolik, kebutuhan nutrisi, perawatan luka, pencegahan terjadinya ulkus berulang, bentuk sepatu sesuai dengan kebutuhan pasien. Oleh karena itu manajemen ulkus
diabetikum perlu dilakukan secara multidisipliner dan komprehensif melalui upaya, seperti mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (off loading ), perawatan luka dan menjaga luka agar selalu lembab (moist ), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, edisi kedua, cetakan ketujuh, tahun 2009.
2. Pascal KE, Albert G.B, Jean-Claude M. Cardiovascular complications of diabetes mellitus in Sub-Saharan Africa. Circulation 2005; 112:3592-3601
3. Sidartawan S. Diabetes, the silent killer. Medicastore 2007. Available from: URL: http//www.medicastore.com/med/index.php
4. Sidartawan S. Kiat Merawat Kaki Penderita Diabetes. Tabloid Senior no. 33, 18
Februari 2000. Available from: URL:
http://groups.yahoo.com/group/pelita/messages
5. Ashok J. Diabetes di India. Available from: URL: http://www.indianidiots.com/f203/foot-care-important-diabetics
6. Sidartawan S. Diabetesi di Indonesia. Available from: URL: http://www.wawasandigital.com/index.php
7. NN. Ulkus Diabetikum. Available from: URL:
http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/ulkus-diabetikum.html
8. Sidartawan S. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB.PERKENI).
9. NN. Diabetes Care, volume 32. On: The Reports of The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes. American Diabetes Association, 2009. Available from: URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/3.0/ 10. Mirzanie H, Slamet AW, Leksana, Kartika D, Widasari DI. Diabetes Melitus.
Dalam: Buku Saku Internoid, edisi re-package, tahun 2005. editor: Leksana, Mirzanie H. Tosca Enterprise.
11. Prasetyo Y. Ulkus Kaki Diabetes. Available from: URL: http://dokteryudabedah.com/ulkus-kaki-diabetes
12. Moreau D, ed, 2003. Wound Care Made Incredible Easy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin, pp. 71, 126.