• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan AML

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendahuluan AML"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKEMIA MYELOID AKUT (LMA)

OLEH :

NI KADEK DIYANTINI (1102105023) PSIK A 2011

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Leukemia mieloid akut atau acute myeloid leukaemia (AML) merupakan keganasan pada sumsum tulang yang berkembang secara cepat pada jalur perkembangan sel myeloid (Safitri, 2005).

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006).

(2)

Acute Myeloid Leukemia merupakan suatu bentuk kelainan sel hematopoetik yang dikarakteristikkan dengan adanya proliferasi berlebihan dari sel myeloid yang dikenal dengan myeloblas (Rogers, 2010).

2. Epidemiologi

LMA adalah bentuk leukemia akut yang paling sering terjadi pada dewasa seiring dengan pertambahan usia dan jarang terjadi pada anak-anak (Safitri, 2005; Handayani dan Haribowo, 2008). Di Negara bagian barat, 25 dari total insiden leukemia pada dewasa merupakan LMA (Deschler and Lubbert, 2006, dalam Rogers, 2010). Insiden LMA di Amerika berkisar antara 2,4 sampai dengan 2,7 per 100.000 dan meningkat secara progresif berdasarkan usia yang puncaknya 12,6 per 100.000 dewasa ≥65 tahun (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999; Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006).

3. Etiologi

Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor prediposisi dari LMA pada populasi tertentu (Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006).

a. Obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone, chloroquine dan methoxypsoralen dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sumsum tulang yang kemudian beresiko terhadap terjadinya LMA.

b. Senyawa kimia seperti yang terkandung pada rokok, pestisida, herbisida, dan benzene diketahui berpotensi merangsang perkembangan LMA.

c. Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA, seperti pada orang-orang yang selamat dari bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman.

d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan kromosom, seperti pada sindrom Down (trisomi kromosom 21), sindrom Bloom, anemia

(3)

Fanconi dan klinefelter, diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA.

e. Terapi radiasi dengan menggunakan golongan alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor diketahui dapat meningkatkan resiko terjadinya LMA. Golongan alkylating agent seperti cychlophospamide, melphalan, dan nitrogen mustard sering dihubungkan dengan kejadian abnormalitas pada kromosom 5 dan/atau 7. Terpapar golongan topoisomerase II inhibitor seperti etoposide dan teniposide sering menyebabkan abnormalitas pada kromosom 11 dan/atau 27.

4. Patofisiologi

Patogenesis utama LMA adalah adanya gangguan pematangan yang menyebabkan proses diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan terjadinya gangguan hematopoesis normal yang akhirnya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome) yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat akan sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, serta adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga dapat bermigrasi keluar sumsum tulang atau berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak dan sistem saraf pusat dan merusak organ-organ tersebut.

Pada hematopoiesis normal, myeloblast merupakan sel myeloid yang belum matang yang normal dan secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah putih dewasa. Namun, pada AML myeloblast mengalami perubahan genetik atau mutasi sel yang mencegah adanya diferensiasi sel dan mempertahankan keadaan sel yang imatur, selain itu mutasi sel juga menyebabkan terjadinya pertumbuhan tidak terkendali sehingga terjadi peningkatan jumlah sel blast (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006).

(4)

5. Klasifikasi

French-American-British (FAB) sejak tahun 1976 telah mengklasifikasikan LMA menjadi 8 subtipe, berdasarkan pada hasil pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006; Wakui, et al, 2008).

Klasifikasi FAB (Wakui, 2008:164): No Subtipe Penjelasan

1 M0 LMA berdiferensiasi minimal

2 M1 LMA tanpa maturasi

3 M2 LMA dengan berbagai derajat maturasi 4 M3 Leukemia promielositik hipergranular

5 M4 Leukemia mielomonositik

6 M5 Leukemia monoblastik

7 M6 Eritroleukemia

8 M7 Leukemia megakarioblastik

6. Gejala Klinis

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan menjadi 3 tipe (Safitri, 2005), yaitu:

a. Gejala kegagalan sumsum tulang

Gejala kegagalan sumsum merupakan keluhan umum yang paling sering. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang sehingga menyebabkan kombinasi dari anemia, leukopenia dan trombositopenia. Gejala yang khas adalah lelah dan sesak nafas (akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leukopenia) dan perdarahan (akibat trombositopenia atau terkadang akibat koagulasi intravaskuler diseminata/DIC). Pada pemeriksaan fisik juga sering ditemukan kulit pucat, memar dan perdarahan serta demam sebagai tanda infeksi. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. b. Gejala sistemik

Gejala sistemik yang ditemukan dapat berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat dan penurunan nafsu makan, serta kelainan metabolik seperti hiperkalsemia (sangat jarang).

(5)

Gejala lokal yang terkadang ditemukan berupa tanda infiltrasi leukemia/sel blast di kulit, gusi atau sistem saraf pusat. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit. Infiltrasi sel-sel blast di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Infiltrasi sel-sel blast ke dalam gusi akan menyebabkan pembekakan pada gusi. Selain itu dapat terjadi hepatomegali dan splenomegali akibat infiltrasi sel-sel blast di hati dan limpa. Meskipun jarang, pada LMA juga dapat dijumpai infiltrasi sel-sel blast ke daerah meningen.

7. Pemeriksaan Fisik

Pada kasus LMA, hasil pemeriksaan fisik sering menunjukkan gejala akibat anemia seperti kelelahan dan takipnea, akibat trombositopenia seperti petekie dan ekimosis (peradarahan dalam kulit), serta adanya tanda-tanda infeksi seperti demam, menggigil dan takikardi akibat menurunnya leukosit (leukopenia). Selain itu adanya infiltrasi sel blast terutama pada jaringan tulang dapat menyebabkan terjadinya nyeri tulang (Price and Wilson, 2005; Safitri, 2005).

8. Pemeriksaan Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada penyakit leukemia akut (Safitri, 2005), meliputi:

a. Pemeriksaan darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui perubahan pada jumlah dari masing-masing komponen darah yang ada. Dari pemeriksaan ini akan didapatkan gambaran adanya anemia, trombositopenia, leukopenia, leukositosis ataupun kadar leukosit yang normal.

b. Biopsi sumsum tulang, dilakukan ketika ditemukan adanya kelainan pada hasil pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pada jumlah sel blast.

(6)

c. Lumbal pungsi, bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya penyebaran penyakit ke cairan serebrospinal (sistem saraf pusat).

d. Pemeriksaan radiologi, seperti Ultrasound, X-ray, CT scan, dan MRI, bertujuan untuk membantu penegakan diagnosis dan mengetahui ada tidaknya infiltrasi ke organ lain.

9. Kriteria Diagnosis

Diagnosis LMA dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan morfologi sel dan pengecatan sitokimia (Sutoyo dan Setiyohadi, 2006). Ketika ditemukan ≥30% sel blast pada aspirasi sumsum tulang belakang (berdasarkan pada kriteria French-American-British (FAB) Cooperative Group) atau minimal 20% (berdasarkan kriteria WHO), maka dapat ditegakkan leukemia akut (Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006). Kemudian akan dilakukan pemeriksaan pengecatan sitokimia dengan menggunakan Suddan Black B atau myeloperoxidase untuk mengetahui jenis leukemia yang terjadi. Jika hasil pengecatan sitokimia positif maka dapat ditegakkan diagnosis LMA.

10. Penatalaksanaan

Terapi standar untuk LMA dibagi menjadi 2 yaitu induksi remisi dan terapi postremisi.

a. Terapi induksi remisi

Remisi dicapai ketika dalam sumsum tulang ataupun darah tepi ditemukan kurang dari 5% sel blast (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999). Terapi induksi remisi menggunakan kombinasi dari anthracycline (seperti idarubicin, daunorubicin) dan cytaribine. Golongan anthracycline biasanya diberikan 40-60 mg/m2 secara rutin selama 3 hari sedangkan cytaribine diberikan 100-200 mg/m2 secara rutin selama 7 hari (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999; Jabbour, Estey, and Kantarjian, 2006). Penggunaan kombinasi golongan anthracycline dan cytaribine secara rutin menghasilkan persentase CR (complete remission) 70-80% pada usia ≤60 tahun dan 50% pada usia lebih tua (Lowenberg, Downing, and Burnett, 1999).

(7)

b. Terapi postremisi

Terapi postremisi bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Terdapat 2 pilihan terapi postremisi, yaitu transplantasi sumsum tulang (autolog atau alogenik) dan kemoterapi. Transplantasi yang bersifat autolog dilakukan dengan cara mengambil sel sumsum tulang sebelum pasien mendapatkan terapi induksi untuk kemudian diinfusikan kembali ke paien, sedangkan transplantasi yang bersifat alogenik dilakukan dengan mengambil sel sumsum tulang dari donor yang memiliki kecocokan HLA atau dari saudara kandung (Safitri, 2005).

Selain terapi standar untuk mengatasi LMA, terdapat beberapa penanganan terhadap tanda gejala yang muncul atau tindakan resusitasi untuk memperbaiki kondisi umum pasien (Safitri, 2005; Sutoyo dan Setiyohadi, 2006), yaitu dengan pemberian antibiotic dosis tinggi untuk mengatasi infeksi, serta pemberian transfusi darah dengan PCR (Packed red cell) atau darah lengkap untuk mengatasi anemi dan transfusi konsetrat trombosit untuk mengatasi trombositopenia yang terjadi. 11. Prognosis

Dengan terapi agresif, 40 -50 % penderita yang mencapai remisi akan hidup lama (30-40 % angka kesembuhan keseluruhan), namun jika tidak diobati, LMA dapat berdampak fatal dalam 3-6 bulan (Price and Wilson, 2005; Sutoyo dan Setiyohadi, 2006). Prognosis juga semakin buruk seiring dengan pertambahan usia, serta apabila terdapat kelainan sel leukemia secara genetic (Safitri, 2005).

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, A. W., dan Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Ed. 4. Jakarta: FKUI.

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Vol. 1, Ed. 6. Jakarta: EGC.

Safitri, A. (Ed). (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga. (Online), diakses pada tanggal 5 Juli 2015, melalui https://books.google.co.id/books? id=wzIGJflmD4gC&pg=PA314&dq=leukemia+myeloid+akut&hl=en&sa=

X&ei=T-6XVfGXEeermAXqxIigCA&redir_esc=y#v=onepage&q=leukemia %20myeloid%20akut&f=false.

Handayani, W. dan Haribowo, A. S. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika. (Online), diakses pada tanggal 5 Juli 2015, melalui

https://books.google.co.id/books?

id=PwLdwyMH9K4C&pg=PT101&dq=leukemia+myeloid+akut&hl=en&sa

=X&ei=T-6XVfGXEeermAXqxIigCA&redir_esc=y#v=onepage&q=leukemia %20myeloid%20akut&f=false.

(9)

Lowenberg, B., Downing, J. R., and Burnett, A. (1999). Acute Myeloid Leukemia. N Engl J Med, (341):1051-1062. DOI: 10.1056/NEJM199909303411407. McCloskey, J.C. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth

Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Nanda International. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2015-2017, Tenth Edition. Oxford: Wiley Blackwell.

Aquilino, M.L., et al. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourt Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

Jabbour, E. J., Estey, E., and Kantarjian, H. M. (2006). Adult Acute Myeloid Leukemia. Mayo Clinic Proceedings, 81(2): 247-260. (Online), diakses pada

tanggal 5 Juli 2015, melalui

http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/984554411/...3D.

Wakui, et al. (2008). Diagnosis of acute myeloid leukemia according to the WHO classification in the Japan Adult Leukemia Study Group AML-97 protocol. Int J Hematol, 87:144–151. DOI 10.1007/s12185-008-0025-3. (Online), diakses pada tanggal 5 Juli 2015, melalui

http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/1896243621/...3D. Rogers, B. B. (2010). Advances in the Management of Acute Myeloid

Leukemia in Older Adult Patients. Oncology Nursing Forum, 37(3): 168-179. (Online), diakses pada tanggal 5 Juli 2015, melalui

(10)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Pengkajian secara umum yang dapat dilakukan pada pasien adalah meliputi:

1) Identitas, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, serta diagnosa medis.

2) Keluhan utama:

Biasanya keluhan utama klien adalah adanya tanda-tanda perdarahan pada kulit seperti petekie, tanda-tanda infeksi seperti demam, menggigil, serta tanda anemia seperti kelelahan dan pucat.

3) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya klien tampak lemah dan pucat, mengeluh lelah, dan sesak. Selain itu disertai juga dengan demam dan menggigil, penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.

4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit dengan gangguan pada kromosom atau pernah mengalami kemoterapi atau terapi radiasi.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya keluarga yang pernah menderita leukemia atau penyakit keganasan lain sebelumnya .

6) Hasil pemeriksaan fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik, bisa didapatkan:  Inspeksi

(11)

Kelemahan, tampak pucat, tanda-tanda perdarahan seperti petekie, ekimosis, perdarahan pada gusi, serta adanya luka yang menandakan kelemahan imun tubuh (sariawan/ stomatitis).

 Palpasi

Dapat terjadi leukemia kutis akibat infiltrasi sel blast pada kulit yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, pembekakan pada gusi, hepatomegali dan splenomegali.

 Auskultasi

Ditemukan adanya perubahan pada suara dan frekuensi nafas karena sesak akibat anemia.

7) Hasil pemeriksaan penunjang

 Dari hasil pemeriksaan darah akan didapatkan adanya penurunan jumlah eritrosit sampai dengan ≤7,5 g/dl (anemia berat), penurunan trombosit <100.000 g/ml (trombositopenia) dan penurunan leukosit (leukositopenia).

 Dari hasil biopsi sumsum tulang belakang akan didapatkan gambaran adanya peningkatan jumlah sel blast (myeloblas) ≥20%.

 Dari hasil pemeriksaan pengecatan sitokimia dengan menggunakan Suddan Black B atau myeloperoxidase akan didapatkan hasil yang positif.

2. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul

Pada kasus LMA, terdapat beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul (pathway terlampir), yaitu:

a. PK anemia

b. Resiko Infeksi b/d leukopenia, penurunan Hb

c. Resiko Cedera b/d kelainan profil darah (anemia, trombositopenia) d. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit b/d mekanisme regulasi

e. Ansietas b/d perubahan status kesehatan, ancaman kematian t/d kontak mata kurang, susah tidur, khawatir

f. Defisiensi Pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi t/d kurangnya pengetahuan terkait penyakit

g. Gangguan Rasa Nyaman b/d regimen pengobatan (kemoterapi) t/d muntah, nyeri

(12)
(13)

3. Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa

Keperawatan

Rencana Tujuan dan Kriteria Hasil

Rencana Intervensi Rasional

PK anemia Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam, diharapkan anemia px dapat teratasi, dengan:

NOC Label: Blood Loss Severity

1. Kadar Hb px >10mg/dl 2. TD px dalam batas

normal (120/80 mmHg) 3. Pucat px berkurang

NOC Label: Blood Transfution Reaction

1. Gatal tidak ada

2. Frekuensi nafas normal (12-20 x/menit)

3. Kedalaman nafas normal

4. Suhu tubuh normal

NIC Label: Blood Product Administration

1. Pastikan kebutuhan px akan darah (golongan darah, jumlah darah)

2. Berikan produk darah dengan teknik yang steril dan benar

3. Monitor tanda-tanda adanya reaksi transfuse (gatal, pusing, perubahan frekuensi nafas, nyeri dada), serta ajarkan dan jelaskan pada keluarga px

4. Monitor status cairan dan TTV sebelum, selama dan setelah transfuse

5. Hentikan transfuse jika

1. Memastikan darah yang akan diterima sesuai dengan kebutuhan, serta mencegah adanya komplikasi.

2. Mencegah resiko infeksi

3. Memonitor ada tidaknya reaksi transfuse serta untuk memutuskan transfuse dilanjutkan atau tidak

4. Memonitor ada tidaknya perubahan status kesehatan yang berhubungan dengantransfusi yang diberikan

(14)

(36,5-37,5 0C)

5. Kemerahan pada kulit tidak ada

6. Nyeri dada normal

terdapat tanda reaksi transfuse

6. Berikan NaCl setelah transfusi dihentikan

6. Mengembalikan aliran darah seperti sebelum diberikan transfusi

Resiko Infeksi b/d leukopenia, penurunan Hb

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam, diharapkan px tidak mengalami tanda-tanda infeksi, dengan:

NOC Label: Risk Control

Dengan criteria hasil: 1. Px dan keluarga mampu

memonitor factor resiko (4)

2. Px dan keluarga mampu memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko (4)

3. Px dan keluarga mampu menggunakan

pelayanan kesehatan

NIC Label: Infection Protection

1. Monitor tanda-tanda infeksi pada klien secara rutin 2. Ajarkan pada klien dan

keluarga untuk mencuci tangan dengan air sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah merawat klien 3. Ajarkan pada klien dan

kleuarga untuk menjaga kebersihan lingkungan 4. Ajarkan pada klien dan

keluarga untuk mengenali tanda-tanda infeksi dan

kapan seharusnya

1. Mencegah tanda-tanda infeksi lebih lanjut

2. Tangan merupakan sarang kuman yang besar, sarung tangan dapat mengahndari klien dari paparan kuman

3. Lingkungan yang bersih mempersempit tempat hidup mikroorganisme

4. Mengetahui perkembangan klien lebih awal

(15)

yang sesuai dengan kebutuhan (4)

4. Px dan keluarga mampu mengenali perubahan dalam status kesehatan (4)

melaporkan pada tenaga medis bila klien mengalami hal tersebut

5. Ajarkan pada klien dan keluarga tingakah laku yang dapat memicu infeksi seperti: menggaruk kulit 6. Ajarkan pada keluarga untuk

menggunakan sarung tangan jika melakukan tindakan yang kontak dengan kulit klien

5. Menggaruk dapat memperparah keaadaan kulit

6. Menghindari penyebaran penyakit yang lebih luas Resiko Cedera b/d kelainan profil darah (anemia, trombositopenia)

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam, diharapkan cedera tidak terjadi, dengan:

NOC Label: Blood Coagulation

1. Kadar hematocrit dalam batas normal

2. Kadar trombosit dalam

NIC Label: Bleeding Precaution

1. Monitor tanda-tanda perdarahan

2. Monitor hasil pemeriksaan kogulasi darah

3. Berikan produk darah berupa platelet dan plasma,

1. Memonitor ada tidaknya tanda perdarahan agar dapat diberikan penanganan

2. Memonitor ada tidaknya resiko perdarahan

3. Meningkatkan jumlah darah (trombosit dan plasma) yang hilang

(16)

batas normal

3. Tanda-tanda perdarahan tidak ada (petekie, ekimosis, dll)

jika terjadi trombositopenia 4. Instruksikan px dan

keluarga untuk

menggunakan sikat gigi yang lembut

5. Instruksikan px dan keluarga untuk menghindari tindakan yang invasive, jika tidak perlu

6. Instruksikan px dan keluarga untuk menghindari tindakan yang beresiko menimbulkan cedera, seperti mengangkat benda berat

NIC Label: Environmental Management: Safety

1. Modifikasi lingkungan sekitar px (pasang side rails, pastikan lantai tidak licin)

4. Mengurangi resiko terjadinya perdarahan pada gusi

5. Mengurangi resiko cedera akibat tindakan invasive

6. Mengurangi resiko cedera

1. Mengurangi atau mencegah resiko bahaya dari lingkungan

(17)

Referensi

Dokumen terkait

Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan gejala-gejala

Dari hasil pemeriksaan darah lengkap, sebagian besar penderita leukemia mengalami anemia, trombositopenia, leukositosis dan pada hitung jenis leukosit paling banyak

Masalah ITP ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium darah perifer yaitu adanya trombositopenia dan hasil BMP tahun 2005 yang menyatakan sesuai

6 Anemia aplastik : etiologi karena radiasi,infeksi,imunosupresi dll,herediter 7 Pemeriksaan fisik Kunjunctiva anemis Purpura Gusi berdarah Pemeriksaan labor Pemeriksaan darah

Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau. keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma

Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-

Pemeriksaan fisik penderita perdarahan saluran makan bagian atas yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum, kesadaran, nadi, tekanan darah, tanda-tanda anemia dan

Dalam menentukan diagnosis dan penatalaksanaan kasus obstetri yang harus dilakukan terhadap pasien adalah anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada kasus