• Tidak ada hasil yang ditemukan

108 Tips Renungan Meditasi - Revised Edition

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "108 Tips Renungan Meditasi - Revised Edition"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

108 Tips Renungan Meditasi

[Revised Edition]

Buku ini didedikasikan kepada semua peminat dan penekun meditasi

dimanapun berada

Cetakan I – Desember 2002, PT. Pustaka Manikgeni Cetakan II – Juli 2009, Anatta~Gotama Foundation Cetakan III – Nopember 2009, Anatta~Gotama Foundation Cetakan IV – Desember 2009, Anatta~Gotama Foundation Cetakan V [Revised Edition]– Oktober 2013, Anatta~Gotama Foundation

Dipublikasikan untuk kalangan terbatas oleh:

Anatta~Gotama Foundation

Jalan Ceroring No. 38 Denpasar Bali – 80232.

(4)

Terimakasih yang sebesar-besarnya kami haturkan kepada Saudara-saudari sekalian yang dengan penuh dedikasi mendukung pewujudan buku ini.

Penyunting : Adji Mudhita dan Widnyani Suwita Penata Letak : Tim Kreatif AGF

Desain Sampul : Aksara Grafika – Cibitung, Jabar. Dicetak oleh : CV. Aksara Buana - Jakarta.

–––––––––––––––––––––––––––––––––––––– Isi diluar tanggung-jawab percetakan.

(5)

Sekilas Anatta~Gotama Foundation Pembaca yang budiman,

Nama dan gagasan Anatta~Gotama Foundation lahir sekitar medio 1998, dari rasa keprihatinan dan hasrat penggagasnya untuk berbuat sesuatu terkait keprihatinannya itu. Sejak kelahirannya, kiprahnya hanya menulis dan menulis, serta mengirimkan tulisan-tulisan ke beberapa majalah atau terbitan berkategori Hindu dan Buddha.

Pernah juga didirikan milis Anatta-gotama di Yahoo! Groups pada tanggal 17 Juli 1999. Namun karena alasan teknis, milis ini tak terkelola lagi. Semua itu merupakan ekspresi dari ‘hasrat untuk berbuat sesuatu’ itu, karena itulah yang paling mungkin dilakukan mengingat keterbatasan yang ada.

Atas prakarsa dan dorongan seorang teman, pada Desember tahun 2002, untuk pertama kalinya, diterbitkanlah buku 108 Tips Renungan Meditasi oleh penerbit PT. Pustaka Manikgeni - Denpasar. Pada tanggal 22 Nopember 2005, Anatta~Gotama mendirikan lagi sebuah milis di Yahoo! Groups yang dinamai BeCeKa - Berkas Cahaya Kesadaran, yang kemudian merupakan milis resmi dari Anatta~Gotama Foundation.

Dan, atas prakarsa seorang sahabat, pada bulan Juli tahun 2009, untuk pertama kalinya kami mencetak, menerbitkan dan mendistribusikan sendiri cetakan II dari buku 108 Tips Renungan Meditasi untuk kalangan terbatas. Selanjutnya, pada bulan Nopember dan Desember tahun yang sama disusul pencetakan, penerbitan dan

(6)

ii

Nah ... setelah sekitar empat tahun pencetakan sendiri buku 108 Tips Renungan Meditasi ini, buku di tangan Anda ini kami cetak lagi dalam “Revised Edition”. Substansi dari isinya tetap sama dengan edisi-edisi dan cetakan-cetakan sebelumnya; hanya sampul, penyajian dan hal-hal minor yang menyangkut redaksional dan pengetikan sajalah yang diperbaharui.

Edisi revisi —yang juga merupakan buku keenam yang kami cetak dan distribusikan langsung— ini, juga kami canangkan untuk disajikan sebagai persembahan kepada sidang pembaca, para peminat meditasi dan para simpatisan Anatta~Gotama Foundation dimanapun berada, pada hari Ulang-tahun ke-8 dari milis BeCeKa – Berkas Cahaya Kesadaran, yang kini sudah pula membuka sebuah page dan sebuah group di Facebook. Belakangan, kami juga telah membangun sebuah page di Facebook dengan nama: Anatta~Gotama Foundation Bali, di: www. facebook.com/Anatta.Gotama.Foundation.

Bagi simpatisan dan yang berminat membaca buku-buku terbitan kami, dalam kesempatan yang bersahaja ini, kami informasikan juga bahwasanya, edisi pdf dari kelima buku terbitan kami sudah bisa diunduh di group Berkas Cahaya Kesadaran di Facebook, lewat tautan ini: www. facebook.com/groups/119899151373174/files/

Demikianlah ‘Sekilas Anatta~Gotama Foundation’ khususnya dalam kaitannya dengan keberadaan dari buku di tangan Anda ini. Semoga ia benar-benar bermanfaat buat Anda.

Denpasar, Agustus 2013.

Tim Penyusun Anatta~Gotama Foundation.

f

(7)

Daftar Isi

Sekilas Anatta~Gotama Foundation ...………... i

Daftar Isi ………...…... iii

Pengantar [Revised Edition] …...………... vii

Sebetulnya tak perlu Bingung! ………... ix

1 - Meditasi adalah Mengamati dan Menikmati ‘Kekinian’ Anda ……...………... 1

2 - Meditasi adalah Hadir Disini dan Saat Ini …... 2

3 - Meditasi Bukan Upaya yang Menjadikan Kita Sedemikian Terkondisi ………... 3

4 - Tak Mudah Terpengaruh ………...……….... 5

5 - Mengenal Diri Anda secara Lebih Baik ………... 6

6 - Meditasi bukan Rileksasi….………...………... 7

7 - Meditasi Punya Kemiripan dengan Konsentrasi.. 8

8 - Bukan Mengatur Gerak-gerik Fisik maupun Mental ………...………... 10

9 - Mengutamakan Objektivitas dan Kejujuran .. 12

10 - Perhatikan dan Catat saja dalam Hati …... 13

11 - Meditasi Punya Tahapan ………...………... 14

12 - Ia juga Punya Pola dan Ritme ...………... 16

13 - Bukan saja Alamiah tapi juga Ilmiah ………… 17

14 - Ingat! Meditasi adalah Olah-Batin, bukan Olah-Raga ………...………... 18

15 - Persiapkan diri sebelum Bermeditasi ……….... 19

16 - Hobi yang Paling Murah .……….……….... 20

17 - Menggiurkan bagi yang Bernaluri Bisnis ... 21

18 - Dijadikan Komoditas Dagangan? …….………... 22

19 - Kondisi Meditatif, bukanlah Anugerah .…... 23

(8)

iv

24 - Menjadikan Kehidupan ini lebih Indah …... 29

25 - Mengusir Pemikiran-pemikiran Negatif …... 30

26 - Mengantarkan kita Kembali Pulang ……….... 31

27 - Meditasi Bukan Sekedar Teori ……….... 32

28 - Meditasi tetap dilakukan Sendiri ………... 34

29 - Memang Perlu Pelatihan …….………..….………... 35

30 - Desa, Kala, Patra senantiasa Penting .……….. 36

31 - Memberi Rambu untuk Membedakan antara Tujuan dan Bukan Tujuan .……….... 38

32 - Aliran Perhatian Alami .………..….………... 40

33 - Mengamati Fenomena Batin .………..….……... 41

34 - Ia Tak-terpikirkan dan Tak-terkatakan ... 44

35 - Berlatih Menjadi Saksi yang Baik …..….……... 46

36 - Mengembalikan Kepolosan ….………..….……….. 48

37 - Hidup Murni Tanpa Waktu ….………..….……….. 49

38 - Apa Meditasi bisa Mengenyangkan Perut yang Lapar? .……….………..….……….……..….……. 51

39 - Aliran Perhatian Penuh yang Menerus ……... 53

40 - Ketercerapan yang dalam ….……….……..….……. 54

41 - Bukan Pembangkitan Daya Psikhis ..….……... 55

42 - Sejernih dan Sebening Kristal …….……..….…... 56

43 - Taman Bunga Kebajikan Tanpa Pamerih .… 57 44 - Langit Biru Membentang ….……….……..….……... 58

45 - Bisa Sulit … Bisa Mudah ..….……….……..….……... 59

46 - Meditasi Pranava .………..….……….……..….……... 61

47 - Bak Menyuling Air Keruh ….……….……..….……... 62

48 - Perjalanan Kembali ke Diri-Jati .……..….…….... 63

49 - Mengamati dengan Seksama dan Penuh Perhatian .………..….……….……..….……...……... 65

50 - Bangkit dalam Kesadaran .……..….……...…….... 67

51 - Menuju Universalitas .….……….……..….……...…….. 68

52 - Pengembangan Intuisi .……….……..….……...…….. 69

53 - Mempertemukan Anda dengan-Nya ...…... 70

(9)

55 - Lebur dalam Kesatuan ….……..….……...………... 72

56 - Beberapa Ciri Kemajuan …..….……...………... 74

57 - Memahami Karakter Si Pikiran ….……...…….... 76

58 - Penyikapan yang Tepat Terhadap Si Pikiran 78

59 - Bukan bagi Para Pemalas dan Pengecut .… 80

60 - Masalah Berguru …….……..….……...……….…...….. 82

61 - Disiplin Moral yang Penuh Tanggung-jawab.. 83

62 - Menyaksikan dan Menanggalkan Belenggu

Kasat …….……..….……...……….…...…….….…...…... 85

63 - Pengendalian Menyeluruh …….…...…….….…... 87

64 - Tak’kan lari Gunung dikejar .…...…….….…... 89

65 - Menemukannya Kembali dalam Kesederhanaan 91

66 - Meditasi Universal ….……...……….…...…….….…...… 93

67 - Jadi Cahaya bagi Diri Sendiri ….…...…….….…... 98

68 - Melangkah dengan Ketetapan Hati ….….…... 100

69 - Rileksasi Bukan Meditasi ……….…...…….….…...… 101

70 - Tak Perlu Aturan .……...……….…...…….….…...…... 102

71 - Keberadaan itu Sendiri .……….…...…….….…...….. 103

72 - Ke Hulu Menentang Arus Deras ..…….….…... 104

73 - Berakhirnya Kerja Mengamati ...…….….…... 106

74 - Melepas Belenggu .……...……….…...…….….…...….. 108

75 - Mengkritisi Diri Sendiri ..……….…...…….….…...…. 110

76 - Menjatuhkan Semua Nafsu ….…...…….….…...… 113

77 - Jalan Penyucian Lahir-batin ….…...…….….…... 115

78 - Disiplin yang Berdaya Guna ….…...…….….…... 117

79 - Heneng dan Hening dalam Kedamaian ... 119

80 - Menggapai Kebijaksanaan-Nya dalam

Diam ...……...……….…...…….….…...…….….... 121

81 - Menyeberangi Kesadaran Ragawi …….….….... 123

82 - Mengentaskan Identifikasi-diri Keliru ….….….. 124

(10)

vi

87 - Berfondasikan Sikap-Mental Luhur .…...…….. 133

88 - Tujuan Anda adalah Tuhan .……….….…...….….. 134

89 - Hanya Agitasi Mental saja .…….….…...….….……. 136

90 - Sadar Selalu .……...……….…...…….….…...…….……… 137

91 - Berkembangnya Cinta-Kasih dan Rasa Keindahan 138

92 - Manakala Kebencian Menyingkir .…...…….…. 139

93 - Terbentuknya Saluran Penghubung Transenden 140

94 - Anda bukan lagi Si Aku ...…….….…...…….……… 142

95 - Pemikiran Menyeluruh ….…...…….….…...…….….. 143

96 - Yang Layak sebagai Saksi ...…….….…...…….….. 145

97 - Jalan Pintas yang juga Jalan Raya .…...…….… 147

98 - Ada apa saat Brahmamuhurta? ….…...…….…. 152

99 - Kesujatian dan Kebijaksanaan

Menampakkan diri-Nya ...…….….…...…….…... 154

100 - Di Kedalaman Batin ...…….….…...…….………... 155

101 - Bak Mendulang Emas Murni .…...…….………. 156

102 - Harmonis dengan Semesta .….…...…….………. 157

103 - Melampaui Batin Meditatif .….…...…….……... 159

104 - Yang ada dalam Diam ...…….….…...…….…….. 164

105 - Bertemu dalam Diam ...…….….…...…….………. 165

106 - Kedamaian dan Kebahagiaan Halus .…….. 167

107 - Cerahnya, “Oh… Ya…” ...…….….…...…….………. 168

108 - Akhir dari Meditasi .…...…….….…...…….…………. 169

Daftar Donatur & Pemesan Info Donasi & Pemesanan

(11)

PENGANTAR [Revised Edition]

Pembaca budiman...

Buku di tangan Anda ini adalah cetakan

kelima, dimana telah dilakukan beberapa

perbaikan dan penyuntingan dari

cetakan-cetakan sebelumnya, walau

secara substantif, isinya masih tetap sama.

Oleh karenanyalah buku ini ditandai

sebagai “Revised Edition”.

B u k u — y a n g u n t u k p e r t a m a

-k a l i n y a diceta-k dan dipubli-kasi-kan

oleh PT. Pustaka Manikgeni - Denpasar

ini pada bulan Desember 2002— ini

bukanlah buku petunjuk bagaimana

cara bermeditasi. Buku ini justru memberi

tips-tips yang bisa dijadikan bahan

renungan tentang apa dan bagaimana

sesungguhnya tingkah-laku, pola-pikir,

dan sikap-batin ketika kita bermeditasi;

serta apa yang mungkin diperoleh dari

bermeditasi. Jadi buku ini diharapkan bisa

menjadi pelengkap atau kelanjutan dari

(12)

viii

Buku ini cocok, baik untuk dijadikan

bahan renungan oleh yang sudah biasa

melakukan meditasi maupun baru belajar

bermeditasi. Dengan tips-tips yang mengisi

buku ini, diharap meditasi yang Anda

lakukan menjadi lebih sempurna dan lebih

jelas arahnya.

Semoga Anda menerima manfaat yang

sebesar-besarnya dari keberadaan buku

ini.

Semoga Cahaya Agung-Nya senantiasa

menerangi setiap gerak dan langkah kita

semua.

Bali, 4 Agustus 2013.

Tim Penyunting.

(13)

Sebetulnya tak perlu Bingung!

[Dari edisi sebelumnya]

K

etika seorang teman, yang juga pemeditasi, saya mintai pendapatnya setelah membaca buku ini, “Bingung ... saya bingung membacanya.”, begitu katanya.

“Kenapa bingung?”, tanya saya.

“Betapa tidak, paparannya tidak runut, loncat-loncat.”, jawabnya dengan ekspresi yang khas. Ya ... begitulah kalau Anda juga mengharapkan tips-tips renungan di dalam buku ini runut, dimana yang nomor 6 adalah kelanjutan dari yang nomor 5 dan nomor 7 merupakan kelanjutan dari nomor 6 misalnya. Sejak awal, mereka memang tidak disusun seperti itu. Masing-masing nomor sepantasnya dipandang sebagai satu tips renungan yang otonom, yang berdiri sendiri seperti apa ia adanya, walaupun mungkin ada beberapa nomor yang menunjukkan kerunutan. Pada dasarnya, ia disusun dan dinomeri secara acak.

Kebingungan teman saya itu sebetulnya bersumber pada anggapannya sendiri, yang terbentuk dari kebiasaan, bahwa semua buku pasti runut dari satu sub-bab ke sub-bab berikutnya sedemikian rupa. Umumnya memang begitu. Jadi, ketika ia mulai membaca buku itu, ia berbekal anggapan konvensional itu, dan secara tanpa sepenuhnya disengaja dan disadarinya, ia menuntut agar buku

(14)

x

Buku ini tidak dilengkapi Pengantar Penulis, seperti ini, yang bisa memberi pengingatan awal bagi pembacanya. Kalau ini kita pandang sebagai kelemahan, memang itulah kelemahan buku ini. Kelemahan lainnya akan ditemui juga kalau pembaca berharap akan membaca sejenis tuntunan praktis bagaimana bermeditasi. Seperti telah disampaikan di dalam Pengantar Penerbitnya, buku ini bukanlah buku serupa itu. Dan oleh karenanyalah dikatakan, kalau kita mengharapkan akan membaca sejenis tuntunan praktis bermeditasi, maka kita akan menemukan satu kelemahan lain dari buku ini. Pra-anggapan dan harapan pembaca yang tidak proporsional terhadap buku inilah, yang melemahkannya.

Sebaliknya, Anda mungkin saja justru menemukan kekuatannya, kalau Anda tidak berbekal pra-anggapan akan sebuah buku meditasi sebelumnya, dan mau bersikap terbuka untuk merenungkan apa yang dikatakannya sebagai suatu pernyataan-pernyataan yang otonom. Sekedar untuk dimaklumi, tips-tips yang disajikan di dalam buku ini tidak ditulis dalam satu kurun-waktu tertentu secara berlanjut. Ia merupakan himpunan dari renungan-renungan dan terjemahan yang terjadi secara sangat sporadik dalam rentang-waktu tak kurang dari lima tahun terakhir sebelum ia dirangkum menjadi sebuah buku seperti ini.

Teman lain yang sudah membacanya sebagian, ada juga yang mengomentari kurang lebih begini:

(15)

“Kalau dipahami secara ringan, buku ini seperti bacaan yang sangat ringan atau remeh. Tapi kalo dibaca oleh yang berpemahaman tinggi, isi buku ini sangat tinggi.”

Disini juga tampak kalau buku ini—apakah ia membingungkan atau mencerahi, apakah ia remeh atau mempunyai kandungan tinggi— tergantung sikap batin ketika membaca dan tingkat pemahaman dari si pembacanya.

Nah ... itulah yang perlu dimaklumi oleh pembaca buku ini, demi kemanfaatannya. Dan berbicara masalah kemanfaatan apapun bagi kita, sebetulnya tidak semata-mata tergantung pada nilai manfaat dari sesuatu itu sendiri, namun lebih pada yang memanfaatkannya.

Teknologi yang sedemikian majunya seperti sekarang ini, bisa menjadi sesuatu yang membahayakan peradaban manusia bilamana dimanfaatkan secara kurang bijak. Apa yang sebetulnya dituntut oleh hidup ini adalah: kearifan ... kearifan didalam memaknai, menjalani dan memanfaatkan hidup ini sendiri.

Kendati apa yang tersaji tidaklah runut, seperti buku lainnya, ia diharapkan bisa memberikan sedikit pandangan-pandangan tentang apa itu meditasi, apa itu batin meditatif dan bagaimana bila Anda memasuki batin meditatif ini. Dan secara

(16)

xii

Dalam kesempatan ini, tak lupa saya ucapkan banyak terimakasih kepada semua sahabat di mailing-list Hindu Dharma Net, yang berperan besar di dalam menyemangati penerbitan buku ini seperti apa ia adanya sekarang ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga saya haturkan kepada bapak Putu Setia, Pimpinan Redaksi majalah Hindu Raditya, sahabat saya, yang dengan sangat sabar dan tiada bosan-bosannya mendorong saya untuk menghimpun tips-tips renungan meditasi untuk bisa diterbitkan menjadi sebuah buku kecil, dari yang tadinya hanya butir-butir renungan meditasi yang di-posting-kan di mailing-list tersebut.

Sangat disadari kalau masih banyak kekurangan dan kelemahan —baik yang menyangkut penyajian maupun kandungan— dari buku perdana susunan saya ini.

Untuk itu, dengan senang hati dimohonkan kritik, saran maupun sekedar komentar dari pembaca bagi penyempurnaannya pada cetakan-cetakan ataupun edisi-edisi mendatang.

Akhirnya, besar harapan saya buku kecil ini memang ada manfaatnya bagi pembaca, peminat dan penekunan meditasi.

Penulis.

(17)

1

Meditasi adalah Mengamati dan Menikmati ‘Kekinian’ Anda

F

P

erenungan merupakan salahsatu bentuk meditasi yang paling dikenal. Saking lumrahnya, boleh jadi kita tak menyadari, bila saat merenung sebetulnya kita sedang bermeditasi secara ‘alamiah’. Merenung bukanlah melamun atau mengkhayal. Disini ada objek perenungan yang jelas, yang tetap dipegang, apakah itu bersifat sakala maupun niskala, bersifat lahiriah maupun batiniah.

Dengan mengamati suatu objek dengan cermat, seksama dan penuh perhatian, diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang objek tersebut. Objek yang dianjurkan dalam perenungan adalah objek dalam. Sayangnya, umumnya kita tidak bisa serta-merta melakukannya. Dalam mengawali latihan, penggunaan objek luar terasa jauh lebih mudah. Memanfaatkan keluar-masuknya nafas sebagai objek misalnya; disamping ia tidak sepenuhnya di luar, juga memberi efek ganda berupa

(18)

2

Meditasi adalah Hadir Disini dan Saat Ini

F

D

alam bermeditasi, Anda haruslah hadir sepenuhnya disini. Anda tak kan pernah bermeditasi kalau pikiran kelayapan kesana-kemari atau malah membumbung tinggi diterbangkan berbagai angan-angan.

Bukanlah meditasi yang Anda lakukan itu bilamana hanya jasad Anda saja yang hadir disini, sementara pikiran Anda tersita oleh kenangan atau ingatan di masa-lalu, atau terbetot dan diseret oleh berbagai angan-angan atau kekhawatiran ke masa-depan. Hadir secara fisik maupun mental, disini dan saat ini. Inilah meditasi. Makanya, ia juga bisa disebut “mengembalikan diri Anda pada Diri Anda Sendiri”.

(19)

3

Meditasi Bukan Upaya yang Menjadikan Kita Sedemikian Terkondisi

F

K

ita sudah lebih dari sekedar terkondisi. Kita telah terkondisi di tempat kerja, dalam perjalanan berangkat dan pulang kantor atau sekolah, sesampai di rumahpun masih dibebani oleh berbagai permasalahan. Agaknya kurang arif bilamana kini kita malah menghadirkan beraneka pengkondisi lain lagi, yang tidak benar-benar perlu dan bermanfaat. Umum beranggapan bahwa, bermeditasi mesti begini atau mesti begitu. Ini malah jadi serba menyulitkan, serba membebani, sejauh mereka sama-sekali di luar kebiasaan kita. Sikap-tubuh memang mempengaruhi kekhusukan dan ketahanan, serta berkaitan erat dengan keterpusatan pikiran. Akan tetapi, meditasi bukanlah sekedar “konsentrasi”. Ia merupakan

(20)

Meditasi justru merupakan “seni melepas beban”; seni melepas beban yang selama ini terasa begitu menghimpit dan menekan, berupa berbagai pengkondisi yang ada maupun yang kita adakan tanpa sengaja. Akan tetapi, jangan salah; ia bukanlah sebentuk “pelarian” dari tanggung-jawab. Ia lebih berupa “peletakan sejenak” segala beban phsikis pada jarak tertentu yang aman, sampai dengan Anda terpulihkan kembali, dan “lebih bertenaga” untuk menanganinya lagi dengan lebih baik. Semua ini tentu berlangsung di tataran mental.

(21)

4

Tak Mudah Terpengaruh

F

K

edalaman meditasi, menyebabkan meditator tak mudah terpengaruhi oleh stimulus atau rangsangan luar, yang dibawa masuk saat berlangsungnya berbagai kontak indriawi. Kebiasaan reaktif selama ini, ditransformasikan menjadi proaktif. Inilah yang menenteramkan; inilah yang bermanfaat langsung bagi Anda.

Rangsangan luar mulanya memang bisa terasa sangat mengganggu; akan tetapi semakin ke dalam mereka semakin tak terasakan. Kemantapan-fisik secara langsung akan mempengaruhi ketahanan-psikhis atau ketahanan-mental. Inilah nantinya akan terpancar kembali berupa ketahanan-fisik.

(22)

5

Mengenal Diri Anda secara Lebih Baik

F

A

dakah sesuatu yang lebih aneh di dunia ini dibandingkan dengan tidak mengenali diri sendiri? Mengenalinya bukan saja secara fisik namun juga secara metntal. Anda bisa saja mengenal dan mengerti dengan baik berbagai hal; namun apa artinya semua itu bila Anda “asing” akan diri sendiri?

Sederhana saja; apapun yang kita amati dengan seksama, tentu akan kita kenali dengan lebih baik. Bila yang kita amati itu adalah ‘diri’ kita, maka kitapun akan mengenalinya jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Nah … dari perspektif ini, meditasi ini juga bisa disebut sebagai “meditasi mengenal-diri”. Dengan lebih mengenalinya, kita jauh bisa lebih intim, lebih kompromistis, dan pada akhirnya lebih harmonis dengannya. Bila ditelusuri akan tampak bahwa konflik-batin disebabkan oleh “krisis Pengenalan-Diri” ini. Dalam batin yang harmonis, tak ada konflik.

(23)

6

Meditasi bukan Rileksasi

F

B

ukanlah sebuah latihan meditasi —seperti yang dimaksudkan disini— apabila ia tidak mendukung kemajuan batiniah Anda. Anda tak akan pernah merasa tenang, tenteram dan damai, bila salahsatu kaki Anda kesemutan bukan?

Jasmani yang dikekang, apalagi disiksa, akan bereaksi, akan mengadakan perlawanan sekuat pengekangan atau penyiksaan yang dilakukan terhadapnya. Makanya, walau rileksasi sangat bermanfaat, ia hanyalah pra-meditasi. Meditasi bukanlah untuk sekedar rileks. Meditasi bukan rileksasi. Badan ini bisa saja terasa rileks, namun bila pikiran bergejolak dan perasaan menggelora, apa gunanya?

Meditasi menenteramkan jiwa yang gundah-gulana, yang diganggu oleh berbagai agitasi dan agresi eksternal maupun internal.

(24)

7

Meditasi Punya Kemiripan dengan Konsentrasi

F

K

etika bermeditasi, pikiran Anda terpusat pada satu objek —disarankan objek dalam— jadi amat mirip dengan konsentrasi. Saking miripnya, bahkan ada sebuah ensiklopedia yang mempersamakan mereka. Perbedaan mendasarnya adalah, meditasi bersifat “diri sentris”. Keterpusatan ditujukan pada segala fenomena yang terjadi di dalam, yang berlangsung pada Sang Diri; baik yang bersifat lahiriah, yang bersifat kasat, maupun yang bersifat batiniah. Sedangkan konsentrasi, bisa mengambil objek amatan apa saja.

Sebagai contoh, saat ini, ketika Anda membaca tulisan ini. Anda memperhatikan deretan huruf-huruf yang tampak di atas kertas bukan? Huruf demi huruf, kata demi kata dan seterusnya sambil menangkap makna tulisan ini. Yang ini adalah konsentrasi.

(25)

Tetapi, bila yang Anda amati dan perhatikan dengan seksama itu adalah bagaimana mata Anda bekerja dalam membaca, atau sikap-duduk maupun sikap-badan Anda ketika membaca, atau perasaan atau bentuk-bentuk batin ketika membaca ini, ini berarti Anda sedang membangun kondisi meditatif.

Jadi keterpusatan bukan pada objek luar, akan tetapi pada fenomena fisikal maupun mental persis saat dan selama mengamati objek luar itu; tapi bukan untuk menilainya. Nah, dengan demikian Anda senantiasa sadar terhadap setiap gerak-gerik fisikal dan mental Anda, tanpa memberi penilaian terhadap yang sedang berlangsung, apalagi menghakiminya pun terhanyut di dalamnya. Rasanya lebih mudah melakukannya, daripada menjelaskannya lewat kata-kata. Memang demikian; meditasi adalah praktek langsung, bukan teori.

(26)

8

Bukan Mengatur Gerak-gerik Fisik maupun Mental

F

D

alam mengamati, kita tidak mengatur gerak-gerik fisik maupun mental. Hanya mengarahkan perhatian padanya guna mengamati dengan seksama semua gerak yang sedang berlangsung.

Awalnya, boleh jadi gerak Anda tampak lamban (mirip slow motion) di mata orang-orang. Ini umum. Kenapa?

Karena kita cenderung terjebak pada memikirkan gerak itu, dan bukannya sekedar mengamati atau memperhatikannya. Bagi yang sudah terlatih, tak perlu lamban ... biasa saja. Kita tidak mengatur gerak fisik ataupun mental, melainkan hanya memperhatikannya dengan seksama. Bagi pemula, tentu tidak bisa langsung meloncat. Butuh waktu, dan tentu saja kesabaran.

(27)

Masih pada fase awal; bila meditator sudah hampir melakukannya dengan pas, bisa jadi ia jadi bersikap acuh-tak-acuh, atau tampak tak perdulian. Ini, biasanya terjadi pada mereka yang punya kecenderungan selfish ataupun yang mengidap rasa rendah-diri. Tapi tidak kenapa, amati saja. Dengan disadari, itupun akan berangsur-angsur ‘normal’.

(28)

9

Mengutamakan Objektivitas dan Kejujuran

F

K

ita mengamati, hanya itu; tanpa menilai apa yang teramati. Bila ada interupsi berupa penilaian, ia tak lagi objektif. Kita terkadang merasa bosan, kesal, jengkel dan lain sebagainya; amat jujur bukan? Mengapa dan kepada siapa kita mesti berbohong? Apa perlu berbohong bila kita melihat dengan mata atau mendengar dengan telinga, misalnya?

Ketika si pikiran terusik objektivitasnya, iapun mulai berbohong, menipu. Tampaknya saja bermeditasi, padahal sedang melamun. Bukankah ini tidak jujur? Karenanyalah dikatakan bahwa meditasi mengutamakan objektivitas dan kejujuran. Kejujuran luar bermula pada kejujuran dalam.

(29)

10

Perhatikan dan Catat saja dalam Hati

F

D

alam mengamati dengan seksama kita sebenarnya hanya memperhatikan saja, tanpa penilaian, tanpa memuatinya dengan prasangka-prasangka, praduga-praduga, pretensi, harapan, sugesti dan sejenisnya. Bila mau, boleh dicatat fenomena batin yang terjadi di dalam hati. Bila tidak, tak apa-apa; bahkan lebih baik begitu.

Bila telah fasih, pemahaman-pun muncul dengan sendirinya. Pemahaman ini bersifat lebih objektif dan apa adanya. Terbiasa begini, cepat atau lambat, Anda dapat memahami apa itu “apa adanya” dengan amat jelas. Apa adanya adalah ‘the truth’ itu. Sederhana bukan? Cobalah!

(30)

11

Meditasi Punya Tahapan

F

S

eperti juga jasmani, rokhani pun punya tahap-tahap perkembangannya sendiri. Demikian juga dengan meditasi. Secara garis-besar ia dapat dikelompokkan dalam tahap pemula, tahap antara dan tahap lanjut.

Sementara penekun, malah ada yang harus mengawalinya dari tahap pra-meditasi, yaitu sejenis tahap penyeragaman, pengenalan atau orientasi. Pra-meditasi, mengarahkan seorang penekun pada penyiapan fisik dan mental. Yang sudah siap, tentu tak perlu lagi melalui tahap ini. Seperti pada kegiatan lainnya, orientasi senantiasa kita perlukan. Orientasi mengantarkan kita pada pengenalan bidang yang ditekuni secara lebih baik. Disini, kita juga dapat mengukur tingkat kesiapan kita untuk benar-benar memulainya. Bila ada yang perlu dipersiapkan, hendaklah dipersiapkan dengan baik dulu. Jangan sampai tersendat-sendat di tengah jalan, karena kehabisan bensin, padahal sejak tadi sudah melewati beberapa pompa bensin. Kan sayang…

Berikut adalah pendapat seorang penulis, dosen ilmu filsafat di beberapa universitas Asia dan Eropa, yang juga berguru selama dua puluh lima tahun pada Sakya Tirzin, pemimpin ordo Sakya dari Buddhisme Tibet.

(31)

The gradual development of the ability to see things ‘as they really are’ through the practice of meditation, has been linkened to the development of special instruments by mean of which we can now see subatomic reality and the like. In the same way, if we do not develop the potential of our minds through the cultivation of right effort, right mindfulness, and right concentration, our understanding of the real state of things will remain at best intellectual knowledge.*

Dari sini, kita dapat menangkap salahsatu esensi dari jalan meditasi ini. Untuk benar-benar dicatat adalah proses yang bertahap, dalam pentahapan tertentu yang jelas dan terarah. Merujuk pada buku-buku, atau kata-kata bijak dan tuntunan dari mereka yang dipercayai, memang memberi pengetahuan yang bermanfaat. Namun pengetahuan tersebut seringkali perlu ditransformasikan lagi ke dalam diri sendiri secara mandiri. Jangankan buku-buku yang Anda baca bisa mentransformasikan batin Anda, seorang Guru sekalipun ... hanya ‘membuka gerbang kesadaran’ Anda. Tak lebih dari itu.

Di alam spasio-temporal ini, pentahapan pasti ada; tidak “sim-salabim ... abra ka dabra ... jadi!”. Tidak ... tidak demikian prosesnya.

(32)

12

Ia juga Punya Pola dan Ritme

F

P

ola ini sebetulnya tergantung kita. Artinya, walau memang ada pola bakunya, adakalanya tetap perlu disesuaikan dengan pola masing-masing. Bila tidak, bagaimana kita akan menerapkannya bagi diri sendiri? Heterogenitas mendikte pola kita masing-masing. Secara alamiah, kita juga punya ritme-biologis yang spesifik. Para olahragawan, memulai dengan pemanasan, sebelum benar-benar berlatih. Jadi tidak langsung khusuk; bila bisa langsung khusuk, tentu baik sekali. Namun umumnya tidak seperti itu.

Ritme, justru menjadikannya tidak monoton, membosankan. Ia juga menyebabkan setiap fase jadi terasa baru. Menarik memang. Meditasi memang amat menarik bila ditekuni. Kita seakan jadi hidup kembali; jauh lebih hidup dibanding sebelumnya; hidup dalam “dunia meditatif” yang mengagumkan.

(33)

13

Bukan saja Alamiah, tapi juga Ilmiah

F

S

angat alami; duduk santai sambil memperhatikan keluar-masuknya nafas sendiri, misalnya; amat alami, bukan? Tidak dibuat-buat, diatur atau dikontrol, tidak harus begini atau begitu. Sikap-tubuhpun biasa-biasa saja; tak perlu jadi pemain akrobat. Bila kita memang seorang pemain akrobat, tak apa-apa; just go on …

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan dan menunjukkan ke-ilmiah-annya. Objektivitas memang merupakan dasar dari dunia keilmuan. Disinilah kita terjamin untuk tidak terperangkap dogmatisme. Disini pula kita memberdayakan nalar dengan lebih efektif. Secara tak langsung, pengembangan batin yang terjadi dari meditasi juga mengurangi dan mengikis pandangan yang terkondisi oleh takhyul.

(34)

14

Ingat! Meditasi adalah Olah-Batin, bukan Olah-Raga

F

K

esalahan dalam memandang meditasi, justru berawal disini. Memang meditasi berdampak-samping positif terhadap kesehatan secara menyeluruh; akan tetapi, itu bukanlah tujuan pokok dari bermeditasi.

Olah-batin disebut juga praktek atau laku-spiritual atau sadhana. Akan tetapi, kita bisa terperosok ke dalam upaya peraihan kanuragan, kesaktian atau sejenisnya. Bukan itu arah yang dituju dalam bermeditasi. Iming-iming kanuragan ataupun kesaktian memang amat menggiurkan bagi banyak orang, karena membuatnya merasa punya kelebihan. Akibatnya, banyak yang mandek sampai disini saja. Berhati-hatilah terhadap yang satu ini Sahabatku!

(35)

15

Persiapkan diri sebelum Bermeditasi

F

Y

ang ini terkait dengan tips 10 sebelumnya. Persiapan senantiasa perlu. Apa yang perlu dipersiapkan? Diri sendiri; itu pasti. Pemahaman yang baik atas bidang kerja, akan memberi kemudahan-kemudahan dalam mengerjakannya. Kita bisa memperoleh pengertian tentang sesuatu melalui bertanya. Apakah itu bertanya kepada pembimbing, buku-buku, mereka yang lebih berpengalaman atau yang lainnya.

Tips ini, juga pantas dipandang sebagai salahsatu dari bahan-baku bagi fase persiapan ini. Kiranya amat jelas bagi kita tentang pentingnya persiapan ini. Mengenai tempat, pakaian, waktu dan lamanya, sambil jalan kitapun akan memahami dan menemukan yang paling sesuai. Prinsipnya adalah, “yang sesuai dengan kondisi faktual-objektif kita, adalah yang terbaik bagi kita”. Oleh karenanya, kenalilah ‘diri’ Anda.

(36)

16

Hobi yang Paling Murah

F

B

etapa tidak, Anda tak perlu menyewa tempat, alat, ongkos atau membayar biaya administrasi untuk memperoleh kartu keanggotaan atau sejenisnya. Diri Andalah modal dasar Anda.

Ohya ... awalnya mungkin Anda perlu menyediakan “waktu khusus” untuk bermeditasi. Ini diperlukan demi pembiasaan dan pendisiplinan-diri. Tetapi setelah cukup lanjut, tidak perlu lagi.

Anda akan memahami dengan baik bahwa ia dapat dilakukan setiap saat dan dimana saja. Ada yang mengatakan, “Bila kamu sempat bernafas, maka kamu pasti sempat bermeditasi”. Sederhana dan sangat murah.

(37)

17

Menggiurkan bagi yang Bernaluri Bisnis

F

B

agi yang bernaluri bisnis, ini boleh juga digeluti untuk dijadikan komoditas dagangan. Rekan saya ada yang berhasil dalam usaha seperti ini. Bayarannya? Dolar lagi .... Menggiurkan bukan? Oleh karenanyalah, “bisnis” olah-batin tampak semakin marak belakangan ini. Nah … demikianlah manusia yang kuat naluri bisnisnya; apapun yang bisa dijual .... dijual, untuk dinikmati hasilnya bagi dirinya sendiri. Dan itu, memang masih (dianggap) wajar oleh mayarakat kita. Kehausan manusia modern akan spiritualitas, bagi para pebisnis, telah menghadirkan peluang bisnis yang tidak kalah menggiurkannya dibandingkan bidang bisnis lain.

(38)

18

Dijadikan Komoditas Dagangan?

F

M

asa sekedar membimbing memperhatikan nafas saja diperdagangkan sih? Saya malah agak heran mengamati fenomena ini. Mungkin karena tak punya naluri bisnis. Lebih heran lagi, semakin mahal, apalagi bilamana diselenggarakan di hotel-hotel mewah, ia malah semakin laris; kayak kacang-goreng. Mungkin karena jadi lebih bergengsi.

Yaaah ... begitulah kita-kita ini. Suka dan sangat mudah terkagum-kagum hanya pada kemasan luarnya. Apalagi bilamana produk itu dipromosikan dengan gencar di media-massa. Di dunia bisnis, ini memang bisa dimaklumi sebagai kewajaran. Sesuatu yang mudah, murah, apalagi gratisan, malah dicurigai macam-macam atau diremehkan.

(39)

19

Kondisi Meditatif, bukanlah Anugerah

F

D

emikianlah sebetulnya; kitalah yang mengusahakan anugerah itu. “Simsalabim ... Anda meditatif!”; bukan rumusnya. Meditasi bukan sulap, yang untuk didemonstrasikan guna merebut pangsa pasar dan meningkatkan nilai jual. Tak ada Guru manapun yang menganugerahkan itu pada Anda.

Metodenya, latihan awalnya, memang ada yang menginformasikan dan membimbing. Tapi, kondisi batin meditatif tetap merupakan hasil dari upaya mandiri. Ini amat penting untuk dipahami. Saya tak ingin Anda dikibuli atau dikadali oleh siapapun. Tetapi, bila Anda memang mau dan senang dikibuli, silahkan saja ...

(40)

20

For the better State of Mind

F

S

ebagai sebentuk seni, yakni seni olah-batin, disamping ia punya ciri keindahan juga mengkondisikan batin pada suasana yang lebih baik, dibanding sebelumnya. Dalam keadaan tenang misalnya, kita akan bisa memecahkan berbagai persoalan hidup dengan jauh lebih baik. Status batin meditatif, juga sangat kondusif dalam melahirkan inspirasi-inspirasi serta solusi-solusi jenial bagi berbagai persoalan hidup yang sedang dihadapi.

Nilai manfaatnya akan benar-benar Anda rasakan bilamana Anda telah sedemikian keluar-masuk status batin-meditatif; atau dengan kata lain, Anda telah benar-benar menjadikannya hobi dan sahabat Anda.

(41)

21

Menenteramkan Batin

F

K

ita tidak bisa membeli ketenteraman batin. Yang satu ini tak ada urusannya dengan uang atau harta-benda, pangkat, jabatan, pengaruh, kekuasaan maupun popularitas. Kepemilikan atas harta memang bukanlah sesuatu yang salah menurut ajaran manapun. Namun, terbelenggu kemilikan atas materi duniawi inilah yang berpotensi besar melahirkan konflik internal maupun eksternal. Pemenuhan demi pemenuhan hasrat kemilikan, tidak akan menyudahinya; bahkan sebaliknya, malah menumbuhkan dan memperkuat keserakahan.

Kita bisa saja punya harta melimpah-ruah, namun itu tidak mengurungkan untuk senantiasa dirongrong kekhawatiran kalau-kalau mereka tiba-tiba hilang ataupun menyusut. Jabatan, popularitas dan sejenisnya juga memiliki sifat yang sama; sama-sama mengundang kekhawatiran karena tidak ajeg. Tiada pernah ada ketenangan

(42)

Betapapun kita tahu bahwa tubuh ini menua setiap saat, namun secara naluriah ada kecenderungan untuk menolak hukum alam itu. Kita tak segan-segan mendandani tubuh, melatih tubuh guna mempertahankan jasmani ini dari laju proses penuaan. Sadarkah kita bahwa apa yang kita lakukan sebetulnya melawan hukum alam?

Bila diperhatikan dengan lebih seksama, akan dipahami bahwa ketenteraman bukanlah sebuah anugerah; ia hasil usaha atau merupakan pahala dari perbuatan kita sendiri. Ia tidak terkondisikan secara mutlak oleh iklim atau kondisi luar; iklim luar memang berpengaruh, sebatas kita mengadakan penolakan pun pengharapan terhadapnya.

Ketenteraman adalah kondisi batin yang stabil, dimana gejolak dan gelora di dalam teredam betapa mestinya. Bagi seorang meditator, ketenteraman batin diupayakannya secara mandiri; maksudnya, ia tidak mengharapkannya datang secara otomatis ataupun tenggelam begitu saja dalam kondisi batin meditatif dengan sendirinya, tanpa pengkondisian awal secara mandiri sama-sekali.

(43)

22

Sesuai bagi yang Sibuk

F

K

esibukan menguras banyak enerji fisik dan mental. Bagi yang kesibukannya lebih banyak berupa kegiatan pikiran, kelelahan mental malah bisa mengganggu kondisi fisiknya. Oleh karenanya, bukan saja meditasi sesuai bagi mereka yang sibuk, ia bahkan merupakan kebutuhan mentalnya.

Meditasi memberi pemulihan, bahkan me-recharging lagi dengan enerji fisikal dan mental baru. Ini harus dibuktikan sendiri! Andalah yang bermeditasi, Andalah yang membuktikannya, dan Anda pula yang akan menikmati langsung manfaatnya.

(44)

23

Bagi siapa saja

F

P

ernah dan mungkin masih ada yang menyangka bahwa meditasi hanya untuk orang-orang tertentu, yang menjalani kehidupan spiritual saja. Sangkaan ini jelas keliru. Ia bagi siapa saja; bebas SARA. Ia bahkan bagi semua umur —tentu ada jenjangnya— dan bagi semua jender.

Jadi, bila Anda sebelumnya pernah menyangka yang lain, mulai saat ini buanglah prasangka keliru itu jauh-jauh dan tolong jangan tularkan kepada siapapun.

(45)

24

Menjadikan Kehidupan ini lebih Indah

F

I

ni bukan iklan ... ini bisa dibuktikan langsung. Secara naluriah kita mencintai keindahan. Keindahan dapat Anda serap dan hadirkan lagi di hati Anda, hanya bila Anda siap untuk menikmatinya. Keindahan merupakan salahsatu sifat dari Sang Diri-Jati.

Sebentuk karya seni misalnya, adalah ekspresi rasa keindahan seorang seniman. Para seniman menangkap inspirasinya lewat “meditasi alami” — meditasi bagi yang tidak secara khusus menekuni meditasi.

Walau Anda bukan seniman, Andapun —hingga batas-batas tertentu— punya bakat untuk menyerap dan mengapresiasi seni. Contohnya, Anda akan senang menyaksikan lelaki tampan atau wanita cantik; atau merasa nyaman di daerah pegunungan atau di tepi pantai. Itulah berkah terlahir sebagai manusia. Penikmatan seni atau keindahan, akan lebih baik dan mendalam bila kita mendekatinya melalui kondisi batin meditatif. Hidup akan terasa jauh lebih indah, dalam kondisi batin seperti ini.

Bukankah Tuhan juga diposisikan sebagai Keindahan nan Agung Itu?

(46)

25

Mengusir Pemikiran-pemikiran Negatif

F

P

emikiran negatif, sering disebut-sebut sebagai biang-kerok berbagai penyakit fisik dan mental oleh para ahlinya. Bahkan, lebih dari delapan puluh persen gangguan fisik, konon bermula dari pemikiran negatif. Ia bisa ditakuti melebihi virus HIV. Pemikiran negatif juga disebut-sebut sebagai penyebab terjadinya penuaan dini. Jadi, secara tak langsung, meditasi juga bisa berfungsi sebagai obat ‘awet muda’. Namun untuk yang satu ini, saya harap Anda tidak mempercayainya begitu saja, kecuali setelah membuktikan langsung.

Disisi lain, meditasi bukan saja mengusir pemikiran negatif, ia bahkan bisa ‘mengenyahkan’ berbagai gejolak batin. Maharshi Patanjali menegaskan, “yoga citta vritti nirodhah” — “yoga menghentikan gejolak pikiran dan gelora perasaan”. Di dalam Ashtanga Yoga-nya, Dhyana atau meditasi merupakan “anga” ketujuh, segera sebelum tercapainya Samadhi.

(47)

26

Mengantarkan kita Kembali Pulang

F

K

ita mengenal pepatah: “Setinggi-tingginya bangau terbang, ia akan pulang kembali ke sarangnya.” Pulang ke rumah, merupakan aktivitas yang sangat menyenangkan, apalagi setelah berkelana sekian lama. Ini bukan saja bagi manusia, namun bagi binatang sekalipun.

Inilah salahsatu aspek spiritual dari meditasi, mengantarkan kita pulang kembali kepada Diri Sendiri.

Kebiasaan mengarahkan perhatian ke luar, dan terus-menerus ke luar, telah ‘menyesatkan’ kita di dunia objek-objek sensasi, di dunia materi, di dunia fenomena.

Ketika ‘kesesatan’ ini telah sedemikian parahnya hingga kita malah menyangka bahwa dan mengidentitaskan-diri sebagai materi itu sendiri, atau sebagai efek-efek emosional yang dimunculkannya. Semakin menjauh dari akar, dari pokok, kitapun semakin bingung, semakin tersesat. Sesat di alam materi dan alam fenomena, telah melahirkan prasangka bahwasanya memang disinilah asal kita, dan disini pulalah semuanya akan berakhir. Dari sinilah kita berangkat dan ke sini jualah kita akan pulang. Kita menyangka bahwa di alam inilah kita berbasis. Kita tak ingat lagi dari mana “asal” kita dan

(48)

27

Meditasi Bukan Sekedar Teori

F

M

engamati, mencermati secara seksama segala gerak-gerik batin sendiri dengan penuh perhatian, merupakan sesuatu yang amat bermanfaat di dalam mengembangkan kebijaksanaan. Saat memperhatikannya, kita tak perlu menilainya atau menduga-duga maupun berharap atau menolak. Cukup perhatikan saja yang sedang berlangsung. Bila telah Anda lakukan seperti itu sesering mungkin, ini akan menjadi kebiasaan Anda. Pikiran dan perhatian Anda seakan enggan untuk memperhatikan yang di luar sana lagi.

Namun sebelumnya, perlu dipahami sebaik-baiknya lagi bahwa meditasi adalah masalah ‘praktek langsung’ atau pengalaman empiris; ia bukan dalil teoritis. Bila kita telah mempraktekkannya secara langsung, maka kita pasti akan memahaminya sekaligus merasakan manfaatnya.

(49)

Bukanlah urusan saya untuk memahami betapa adanya batin Anda; itu sepenuhnya urusan Anda. Ini amat perlu ditekankan, agar jangan sampai kita bertitik-tolak pada sesuatu yang keliru. Bila Anda baca dengan seksama tulisan ini, bisa saja Anda berpraduga bahwa saya adalah seorang ahli meditasi. Itu keliru; saya sama seperti Anda. Tak ada yang bisa disebut seorang “ahli meditasi”. Apapun yang kita latih dengan tekun, memberi keterampilan yang bermanfaat bagi kita. Hanya itu. Dan saya juga bukan seorang Bikshu, Yogi, Sannyasin pun seorang Guru Meditasi. Sekali lagi, mohon jangan salah duga.

Kita memang cenderung suka menduga-duga begini atau begitu. Sebetulnya, prilaku pikiran serupa ini, seyogyanya enyah dari benak seorang meditator. Jangan polusi batin Anda sendiri dengan berbagai dugaan. Batin kita sama saja ‘nakal’-nya, oleh karenanyalah ia perlu dilatih melalui meditasi. Apa yang saya sampaikan disini, semata-mata dari pengalaman langsung yang tidak seberapa.

(50)

28

Meditasi tetap dilakukan Sendiri

F

M

editasi harus dilaksanakan sendiri. Ini sangat penting untuk dipahami. Mengembangkan batin, mensucikan pikiran, ucapan dan tindakan, harus dilangsungkan sendiri. Kita tak dapat bermeditasi bagi orang lain; sebaliknya, orang lainpun tidak dapat bermeditasi bagi kita, kendati ia adalah Guru kita.

Ketika masih bayi, kita memang tidak perlu berjalan ke dapur untuk mengambil makanan atau minuman; ibu kita akan selalu siap menyusui dan menyuapi kita. Akan tetapi kita tetap harus memakan atau meminumnya sendiri. Ibu atau orang-tua hanya menyediakan saja. Disini, baik orang-tua maupun Guru hanya bertindak sebagai pembantu, memfasilitasikan segala sesuatunya untuk Anda. Bagusnya adalah, kendati meditasi mesti dilakukan secara benar-benar mandiri, namun hasilnya, berkah daripadanya, dapat dibagi-bagikan, dapat ditularkan juga kepada orang lain sebagai Yajna, sebagai persembahan suci.

(51)

29

Memang Perlu Pelatihan

F

K

ita tak dapat langsung duduk di hadapan setir sebuah mobil dan ‘sim ... salabim ...’, Anda telah ngebut di tengah keramaian kota dengan kecepatan 60 km/jam. Tidak begitu kejadiannya bukan? Kendati Anda seorang pembalap formula-satu sekalipun, awalnya Anda masih butuh beberapa penyesuaian-diri dan mengakrabi kendaraan serta medan balap.

Kendati batin meditatif terjadi secara spontan pada waktunya, awalnya ia perlu persiapan dan pelatihan. Sebagai sebentuk keterampilan non-fisikal, iapun perlu pelatihan-pelatihan; tak jauh bedanya dengan nyetir, mengetik atau keterampilan lainnya. Ia butuh persiapan, pengkondisian awal dan pelatihan.

(52)

30

Desa, Kala, Patra senantiasa Penting

F

S

epintar apapun Anda bermain sepak-bola, Anda tetap tak dapat melakukannya dengan baik di dapur. Anda butuh ruang yang cukup untuk itu. Ada tempatnya untuk melakukan sesuatu. Andapun tak bisa mendatangi sebuah kantor atau unit pelayanan sosial setiap saat. Ada waktunya kapan Anda harus ke pasar, kapan mesti Anda mandi, kapan Anda makan, kapan Anda pergi ke tempat kerja, dan lain sebagainya. Jelas ada waktunya untuk melakukan kegiatan apapun.

Di Mayapada ini, pengkondisi desa-kala-patra — ruang, waktu dan kausasi— tetap berlaku. Ini juga berlaku dalam melangsungkan meditasi. Bilamana Anda telah cukup maju, ia memang bisa dilangsungkan dimana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Akan tetapi, pada tahap-tahap awal, penyesuaian-penyesuaian terhadap tempat (desa), waktu atau jadwal (kala) dan beberapa penyesuaian terhadap pengkondisi terkait lainnya (patra) tetap perlu diperhatikan.

(53)

Saat brahmamuhurta misalnya, yakni sekitar pukul 2.00 hingga 4.00 waktu setempat, dipercaya sebagai waktu yang ideal untuk bermeditasi. Pada bulan-mati (tilem) dan sehari sesudahnya (penanggal kaping pisan), hari ke-empat belas setelah bulan-mati (caturdasi) dan hari purnama, juga beberapa hari lain memang terbukti sangat kondusif bagi penyelengaraan laku-spiritual.

Tempat yang secara fisikal menyejukkan, terlindung dari teriknya matahari, hembusan angin kencang dan dingin, dengan posisi lebih tinggi dari lingkungan sekitar, bebas dari keramaian, dekat dengan tempat-tempat suci, merupakan tempat-tempat yang diminati karena juga terbukti banyak membantu kemajuan. Namun ini bukan berarti kita hanya berlatih di tempat atau pada waktu seperti itu. Latihan sedapat mungkin dilakukan setiap saat, dimana saja dan dalam kondisi apa saja. Seorang Guru pernah mengatakan: “Bilamana Anda punya waktu untuk bernafas, maka Andapun punya waktu untuk bermeditasi.”

(54)

31

Memberi Rambu untuk membedakan antara Tujuan dan Bukan Tujuan

F

K

etenangan dan keterpusatan merupakan hasil-sampingan, yang juga bertindak sebagai landasan dari meditasi. Mereka bukan tujuan. Padahal untuk bisa mencapai ketenangan dan keterpusatan mental saja, bukan sesuatu yang mudah. Itu sudah memberi berkah yang tidak kecil artinya.

Dalam makan misalnya, kita tak perlu munafik dengan mengatakan bahwa ‘saya makan bukan atas suatu tujuan, namun hanya demi makan itu sendiri’. Kita tak perlu bersikap munafik dengan mengatakan bahwa meditasi kita tak punya tujuan. Bukan saja itu bohong dan omong-kosong yang menggelikan, namun itu bisa sangat berbahaya.

Bahaya pertama; ia bisa dengan drastis meningkatkan keangkuhan kita. Bahaya kedua; melakukan sesuatu tanpa tujuan, tidak akan pernah mengarahkan kita pada sasaran. Jangan-jangan malah tersesat nantinya. Bahaya ketiga; dengan tanpa tujuan, kita akan cenderung bertindak sekehendak hati, tanpa suatu sikap-mental dan disiplin tertentu. Padahal meditasi juga berarti mendisiplinkan, berarti menertibkan mental.

(55)

Di dalam mental yang tertib, yang berdisiplin lebih mungkin ditemukan kejernihan, ketenteraman, ketenangan dan kedamaian, bukan sebaliknya. Kita mesti jeli dalam melihat persoalan kita sendiri disini. Jangan sampai kecerobohan kecil, keangkuhan halus yang laten, malah jadi membesar dan menguat. Anda mesti jeli dalam membedakan mana tujuan yang demi kepentingan pribadi yang berlandaskan ego, dan mana yang tanpa-ego atau kepentingan pribadi. Namun, hanya mengandalkan pikiran dan kecerdasan saja, memberi peluang bagi si ego untuk menyergap dengan mudah. Kesadaran dan kewaspadaan harus selalu ditegakkan. Itulah meditasi.

(56)

32

Aliran Perhatian Alami

F

K

etika Anda mulai memasuki batin meditatif, upaya pemusatan atau konsentrasi tanggal dengan sendirinya. Fenomenanya tak ubahnya ketika Anda membuka keran air. Ketika baru membukanya, terjadi upaya pengerahan atau pemusatan tenaga ke tangan. Namun setelah Anda berhasil membukanya, air akan mengalir dengan sendirinya, tanpa perlu pengerahan tenaga lagi. Anda cukup hanya menampung kucurannya saja. Nah ... inilah mengapa meditasi ada yang menyebut sebagai “bukan upaya, bukan pula metode”. Di alam meditatif —sebutlah demikian— memang segala sesuatu mengalir dengan sendirinya. Semuanya mengungkapkan dirinya sendiri, kemanapun si perhatian Anda arahkan.

Disinilah berbagai ide, gagasan, ilham, “pawisik”, wahyu —atau sejenisnya ... atau apapun sebutan yang Anda berikan untuk itu— bermunculan dengan sendirinya, mengalir secara alamiah. Anda sama-sekali tak perlu memeras otak; otak justru sedemikian henengnya, dimana kerja otak justru malah mengganggu. Di alam meditatif, otak tidak bekerja, ia non-aktif; sebaliknya yang hadir hanya kesadaran yang disertai perhatian dan kewaspadaan.

(57)

33

Mengamati Fenomena Batin

F

M

engamati kegiatan batin memang mengasyikkan, disamping unik. Mengamati fenomena batiniah orang-orang sekitar kita bisa saja, akan tetapi kurang bermanfaat langsung; bila hanya sebagai bahan perbandingan atau memperbanyak data untuk kemudian dirangkum guna dapat menarik kesimpulan yang lebih bersifat umum untuk digunakan dalam latihan, boleh jadi aktivitas itu bisa jadi bermanfaat.

Ada tips dari yang berpengalaman dalam mengamati batinnya sendiri. Beliau menyarankan untuk membuat sejenis buku harian yang di-break down (rinci) dalam jam demi jam bahkan puluhan menit. Dalam sehari bisa dibagi dalam dua fase, yakni fase aktif dan fase istirahat (tidur). Tentu kita tidak mungkin membuat catatan selama tidur, dan memang tidak diharapkan demikian, akan tetapi membuat catatan tentang

(58)

Dengan demikian dalam 24 jam sehari kita mempunyai catatan yang cukup rinci tentang aktivitas batin kita. Misal pukul 07.00: merasa badan segar dan tak ada beban; pukul 07.10: jengkel karena kaos kaki digigit anjing kesayangan, padahal sedang buru-buru berangkat kerja dan sarapannya pun itu-itu saja; pukul 07.20 - 07.30: kemacetan lalu-lintas menjengkelkan dan hampir saja nyenggol sebuah BMW, ... dan seterusnya dan seterusnya. Jadi ia berupa sejenis diary dengan penekanan pada fenomena batin yang dirasakan. Dari catatan itu, yang dibaca menjelang tidur, coba dijumlah berapa kali atau berapa lama dalam sehari kita jengkel, marah, bingung, mumet, gembira, tak sabaran, riang, sakit hati, tersinggung, puas, berprasangka, kecewa, sedih dan lain sebagainya. Tergantung kebutuhan dan tingkat ketelitian yang diharapkan, pencatatan bisa dalam kurun waktu beberapa hari, hingga kita merasa cukup untuk menyimpulkan bahwa rata-rata dalam sehari saya jengkel sekian jam, tersinggung sekian menit dan seterusnya. Tentu mencatatnya secara periodis agar tidak mengganggu kegiatan normal kita. Mencatat saat istirahat makan siang misalnya, atau saat tidak melayani klien misalnya.

Intinya kita punya catatan yang cukup rinci tentang aktivitas perasaan dan pikiran, ataupun persepsi kita. Tampaknya memang agak lucu dan rikuh bila sampai diketahui orang lain, bahwa kita sedang mencatat sesuatu yang tidak umum dilakukan orang; akan tetapi, itu tetap bisa kita atur jadwalnya sendiri agar terasa aman namun lengkap.

(59)

Seperti juga diary, catatan tak perlu panjang-panjang, toh kita mengerti. Jangan berpikir bahwa Anda membuat catatan untuk disetorkan pada orang lain. Ini semata-mata demi kebaikan Anda sendiri.

Ia akan amat membantu Anda nantinya. Ia membantu Anda dalam memahami bekerjanya batin dalam berbagai suasana spesifiknya. Tak perlu beranggapan bahwa kegiatan ini menyita waktu hingga mengurangi produktivitas kerja Anda; toh kita tak perlu setiap saat mencatat. Kita pasti punya waktu senggang untuk beristirahat sejenak disela-sela kesibukan kita; kita kan bukan robot ...

(60)

34

Ia Tak-terpikirkan dan Tak-terkatakan

F

A

nda tak akan pernah bisa mengatakan tentang sesuatu yang tak terpikirkan, kecuali Anda ngelindur, mabuk, kesurupan atau sejenisnya. Secara sadar, itu tidak dimungkinkan. Namun hebatnya, Anda dapat mengalami dan merasakannya. Anda dapat merasakan sesuatu yang tak bisa Anda katakan, pun tak terpikirkan. Anda bisa merasakan beda antara manisnya gula dibanding madu. Anda bisa merasakan beda antara harumnya melati dibanding cempaka. Anda dapat merasakan beda antara merdunya suara Pavaroti dan Rein Jamain. Namun tetap Anda tak dapat memaparkan seperti apa itu adanya. Kenapa? Karena ia tak terpikirkan; karena disana bukan pikiran kita yang bekerja.

Demikian juga ketika sang batin memasuki alam meditatif-nya. Tak ada kata-kata ‘disana’, tak ada bentuk-bentuk pemikiran ‘disana’; kecerdasanpun tak diperlukan ‘disana’. Anda hanya mengetahui merasakan; tepatnya ‘menyaksikan’.

(61)

Nah ... setelah ‘turun’ dari alam meditasi inilah pikiran mulai bekerja lagi. Dan ketika Anda mengingat kembali apa yang dirasakan dan dialami ‘disana’, Anda akan mengingatnya dengan sangat jernih. Setelah itulah Anda baru merumuskannya menggunakan kecerdasan dan pikiran Anda untuk kemudian Anda ungkapkan dengan kata-kata, sesuai gaya bahasa dan kebiasaan berbahasa Anda. Jadi bukan ‘disana’. Ungkapan verbal hanya dibutuhkan disini, bukan ‘disana’.

(62)

35

Berlatih menjadi Saksi yang Baik

F

D

ari perspektif ini, kita sesungguhnya juga bisa mengatakan bahwa meditasi adalah latihan untuk memfungsikan-diri hanya sebagai saksi. Umumnya, kita tidak becus untuk memfungsikan diri hanya sebagai saksi. Kita cenderung ditarik untuk terlibat, apakah secara pasif maupun aktif, apakah secara parsial maupun total. Kenapa?

Karena pikiran, perasaan, penalaran, ingatan-ingatan seringkali menginterupsi proses pengamatan kita. Mereka mengotori kejernihan visi kita. Mereka menghadirkan penilaian-penilaian, prasangka-prasangka, praduga-praduga. Semua ini hanya mengeruhkan batin kita. Kita tak dapat melihat dengan jernih, lengkap dan lebih menyeluruh karenanya.

(63)

Ketika Anda harus menyahuti pertanyaan atau teguran dari seseorang sementara Anda sedang menyaksikan sebuah film di televisi, misalnya; apa yang terjadi? Anda melewatkan beberapa kejadian di dalamnya, selama itu; sejak teguran atau pertanyaan itu Anda perhatikan sampai selesai meresponnya dan kembali lagi mengarahkan perhatian pada apa yang ditonton. Alhasil, Anda menyaksikan film itu secara kurang lengkap. Ada banyak kejadian —yang boleh jadi justru merupakan satu dialog atau adegan yang terpenting dalam film itu— lepas dari perhatian dan amatan Anda. Anda tak menyaksikan seutuhnya. Nah ... sekali lagi, meditasi sesungguhnya juga melatih kita untuk bisa memfungsikan diri kita sebagai saksi yang baik — saksi yang tanpa praduga, tanpa prasangka, tanpa penilaian, tanpa pembandingan apalagi penghakiman, tanpa pewarnaan, tanpa pretensi, tanpa keberpihakan.

(64)

36

Mengembalikan Kepolosan

F

S

aksi seperti yang disebutkan tadi adalah saksi yang polos, yang lugu. Ia layaknya anak-anak balita; bahkan mungkin selugu dan sepolos bayi. Disini juga ada kepasrahan total, kepasrahan yang sebenar–benarnya, Isvarapranidhana, yang tidak dibuat-buat karena kehabisan akal atau rasa ketidak-berdayaan dan keputus-asaan. Disini ada penerimaan yang benar-benar lapang (legawa) terhadap apa yang terjadi, apa yang dialami, apa yang disaksikan, apa yang ada.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kepolosan dan keluguan seperti ini jarang singgah di batin kita bukan? Batin kita penuh pretensi; kita melakukan sesuatu untuk sesuatu yang lainnya. Dalam batin seperti ini, tak pernah ada ketulusan, tak pernah ada kepolosan. Karena pretensi tak akan pernah akur dengan kepolosan. Dimana hadir pretensi, kepolosan malah akan menyembunyikan dirinya. Oleh karenanya, meditasi disini memainkan peran aktifnya dalam mengembalikan lagi kepolosan itu kepada kita. Kepolosan yang mungkin telah terlalu lama kita tinggalkan, kita abaikan begitu saja, di sebuah sudut sunyi hati yang terdalam.

(65)

37

Hidup Murni Tanpa Waktu

F

J

iddu Krishnamurti pernah mengatakan: “Bermeditasi adalah hidup murni tanpa waktu.” Apa kira-kira maksudnya? Untuk mengertinya, kita harus mengerti apa yang dimaksudkannya dengan ‘hidup murni’. Apa itu ‘hidup murni’? Itulah hidup sebagai saksi, hidup yang benar-benar polos, seperti yang kita bicarakan sebelumnya. Itulah hidup murni. Ia memang tanpa waktu. Kenapa?

Memang benar, di alam fenomenal ini, apapun yang terjadi, apapun yang kita lakukan butuh waktu. Ini tak terpungkiri. Apa yang kita sebut sebagai waktu disini adalah waktu fisikal, waktu mekanikal, dan bukan waktu psikologikal. Apa yang disebutkan sebagai waktu oleh Krishnamurti adalah waktu psikologikal ini.

Ketika Anda sedang menunggu dalam suatu antrian, atau menunggu kedatangan seseorang

(66)

Sebaliknya, bilamana di suatu pagi yang cerah Anda asyik mengerjakan suatu aktivitas terkait dengan hobi Anda misalnya, waktu terasa berjalan sangat cepat. Tiba-tiba saja sudah sore. Padahal sejam ... ya sejam. Nah ... waktu yang bekerja pada saat Anda menunggu maupun terbenam dalam keasyikan inilah yang dimaksudkan sebagai waktu psikologikal. Dan dia bisa sangat relatif, tergantung suasana-hati maupun kondisi-batin Anda pada kurun waktu tertentu. Dalam menunggu, ada harapan, ada harapan untuk cepat bertemu. Batin Anda tidak tenteram, tidak murni. Harapan untuk cepat bertemu mengganggu ketenteraman sehingga mengotori kemurniannya.

Dalam kemurnian, dimana tak ada pengharapan-pengharapan, tak ada keinginan-keinginan, waktu kehilangan kekuatannya. Anda tak lagi merasa dibatasi olehnya. Anda hanya mengalir bersamanya, dalam kekinian Anda. Tak ada cepat atau lambat, atau deskripsi kualitatif dualistis lainnya, yang dapat dikenakan terhadap batin yang murni. Ia hanya seperti apa adanya. Nah ... demikianlah kurang-lebih apa yang dimaksudkan oleh Krishnamurti itu.

(67)

38

Apa Meditasi bisa Mengenyangkan Perut yang Lapar?

F

A

da yang mengatakan bahwa hidup adalah rangkaian dari berbagai masalah, dengan berbagai tipe, yang tak pernah habis-habisnya. Sungguh sangat disayangkan bilamana hidup ini hanyalah disibukkan oleh masalah-masalah remeh saja, dengan tanpa memberi kita peluang untuk berkreasi, berapresiasi, mencipta atau menikmati. Pertanyaannya adalah, apakah meditasi bisa berbuat sesuatu terhadapnya?

Kritik yang paling tajam yang ditujukan kepada para meditator, terkait dengan persoalan-persoalan hidup seperti itu, adalah: “Apakah meditasi menjadikan perut saya yang lapar ini kenyang?”, atau “Apakah kemiskinan bisa dientaskan hanya dengan meditasi?”.

Sang Buddha kurang-lebih pernah bersabda yang menyiratkan bahwa, ‘menjawab pertanyaan salah, sama salahnya dengan melontarkannya’. Kritik bernada skeptis dan dungu seperti ini sebetulnya

(68)

Atau telah memahami meditasi secara keliru, namun tak pernah mencari tahu apa meditasi itu sesungguhnya karena tidak pernah benar-benar mempraktekkannya. Mereka akan terbelalak, melongo untuk kemudian meninggalkan saya, bilamana saya menjawab semua pertanyaan serupa dengan: “Bisa, bahkan dengan amat sangat mudah!”

Dalam kemurnian, kejernihan batin, apapun yang Anda lihat, apapun yang Anda saksikan akan menjadi jelas dengan sendirinya. Segala persoalan-persoalan akan memperlihatkan keterkaitannya, betapapun kompleksnya, sehingga Anda dapat menetapkan solusi-solusi serta penyikapan-penyikapan yang terbaik, yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Kegagalan kita dalam memecahkan suatu permasalahan umumnya tertumpu pada ketidak-mampuan kita dalam “melihat” persoalannya secara menyeluruh dan secara lengkap. Dalam ketidak-lengkapan dan tanpa memahami situasi dan kondisi konkrit yang ada, apapun yang kita lakukan hanya akan mempercepat tercapainya kegagalan. Bahkan, kita malah bisa memunculkan beberapa persoalan baru lainnya.

Nah, disinilah signifikansi dari meditasi dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari yang sarat dengan berbagai persoalan ini. Hanya batin yang benar-benar keruh, yang benar-benar gelaplah yang tidak dapat melihat manfaat meditasi dalam kehidupan sehari-hari.

(69)

39

Aliran Perhatian Penuh yang Menerus

F

B

atin meditatif tidak mungkin melihat secara parsial. Ia seksama dan menyeluruh. Ia juga cermat dan penuh kewaspadaan, sehingga menjadi peka dan tajam. Aliran menerus dari perhatian yang terpusat pada suatu objek tidak memungkinkan diperolehnya amatan parsial. Dimana ada keterpusatan, ada aliran perhatian yang menerus, ada kewaspadaan, keseksamaan, ketelitian, maka disana ada meditasi.

Kemenyeluruhan dalam meditasi inilah yang memberi Anda pengetahuan bahkan pemahaman yang lengkap dan terpercaya akan segala sesuatu. Jadi ia bukan sembarang perenungan; dan jelas bukan auto-sugesti yang hanya merupakan bentuk lain dari penipuan-diri. Dalam kepolosan, dalam apa adanya, tak ada kebohongan, pemunafikan apalagi penipuan.

(70)

40

Ketercerapan yang dalam

F

S

eorang pengamat seni, pencinta benda-benda seni mempunyai kepekaan yang sangat tajam akan benda seni yang diamatinya. Disini ia tidak saja mengamati, namun juga menikmati. Demikian juga dalam meditasi; Anda menikmati apa yang Anda meditasikan, Anda ada di dalamnya, di semua sisi-sisinya, di atasnya, di bawahnya. Anda adalah apa yang Anda meditasikan itu. Disini, yang bekerja bukan lagi pencerapan indriawi. Pencerapan menyeluruh tiada dimungkinkan lewat indria, kendati ia dibantu oleh pikiran dan kecerdasan. Dalam ketercerapan ini Anda —sebagai si pencerap— sepenuhnya lebur dan menyatu dengan apa yang dicerap.

Oleh karenanyalah ‘pengenalan’ Diri-Jati hanya dimungkinkan lewat meditasi. Bahkan, matangnya meditasi [samãdhi], Anda tidak lagi sekedar mengenali-Nya, namun sepenuhnya menjadi Dia.

(71)

41

Bukan Pembangkitan Daya Psikhis

F

T

elah disampaikan sebelumnya, konsentrasi [dharana] merupakan landasannya. Hingga dharana, sebetulnya batin telah cukup tenteram. Gejolak pikiran dan gelora perasaan tak ada lagi disini. Inilah yang sering menyebabkan banyak orang keliru. Batin yang terpusat hanya pada satu titik konsentrasi memang tajam dan berkekuatan. Ketajaman dan kekuatannya inilah yang bisa mengundang beraneka daya-daya psikhis, seperti gejala supranatural, paranormal maupun bentuk-bentuk daya metafisikal lainnya.

Ketika seseorang mendambakan yang serupa ini, ia bisa jadi juga melakoni laku spiritual, layaknya seorang meditator atau yogi. Dari luar dan hingga fase pra-meditasi, semuanya masih tampak serupa. Namun, mereka hanya akan terhenti sampai disitu saja.

Kendati gejala seperti itu bukanlah apa yang dimaksudkan oleh seorang meditator atau seorang yogi, namun beliau juga bisa memiliki daya-daya psikhis seperti itu, hanya untuk dimanfaatkan seperlunya.

(72)

42

Sejernih dan Sebening Kristal

F

K

etika kacamata yang kita kenakan kotor, berdebu dan bernoda, semuanya tampil buram di mata kita. Namun, bagaimana itu bisa disadari tanpa memeriksanya, menanggalkannya sejenak untuk dicermati? Demikian pula halnya dengan “kacamata” batin ini; ia kita tanggalkan, teliti sekaligus jernihkan lewat meditasi.

Batin meditatif adalah batin yang sepenuhnya sadar; sadar akan kekiniannya, sadar akan keberadaannya, sadar akan kesujatiannya. Ia sejernih dan sebening kristal.

(73)

43

Taman Bunga Kebajikan Tanpa Pamerih

F

B

atin meditatif ibarat taman subur, dimana bunga-bunga harum ‘inspirasi’ kebajikan yang beraneka warna tumbuh dan berkembang dengan maraknya. Dan seperti juga bunga-bunga itu, ia tak memilih apalagi menolak kumbang, lebah atau kupu-kupu manapun untuk mengisap sarinya; ia tak memilih hidung dan mata manapun untuk menghirup aroma maupun menikmati kecantikannya.

Dia sangat adil; ia hanya akan memberi dan memberi. Dialah sumber kebajikan luhur yang tanpa pamerih itu. Dia manifestasi kasih nan murni itu.

(74)

44

Langit Biru Membentang

F

K

etika langit biru membentang di hadapan Anda, di samping, di belakang, di atas juga di bawah Anda, apa yang Anda rasakan? Kelapangan dan keleluasaan yang tiada terlukiskan. Keheningan, kesendirian dan kesunyian tanpa noda kesepian.

Disana Anda benar-benar bebas menghirup, menikmati sepuas-puasnya “yang ada”, leluasa berkreasi, berimajinasi dan menikmati madu lila bak Sang Penguasa Kosmis. Pengalaman seperti ini tak akan terlupakan. Dan itu tak pernah akan kita nikmati tanpa meditasi.

(75)

45

Bisa Sulit … Bisa Mudah

F

S

esuatu boleh jadi sulit, namun juga bisa sederhana. Itu sepenuhnya tergantung kita sendiri. Salah seorang guru besar Teknik Sipil di University of New South-Wales, Australia, suatu ketika pernah mengatakan pada saya, “Kita dilengkapi akal-budi bukanlah untuk memperumit sesuatu, namun sebaliknya. Bila orang pintar menyederhanakan yang rumit, sebaliknya yang bodoh mempersulit yang sebetulnya sederhana.” Kendati itu sudah saya dengar belasan tahun lalu, hingga kini masih saya ingat. Ia sungguh mengesankan.

Demikian pula dengan meditasi. Anda bisa menjadikannya tampak sedemikian seram dan “njelimet ”-nya, ataupun menjadikannya mudah dan sedemikian sederhana. Memang ada orang yang cenderung tertarik pada yang ‘wah’, yang

(76)

Akan tetapi ingatlah, meditasi nyaris tak mungkin didekati tanpa kepolosan, tanpa kejujuran dan ketulusan. Ketika itu tidak hadir, ia malah akan mengarahkan kita menjauh atau menyimpang dari “tujuan semula”. Kecuali bila sejak semula Anda memang punya “tujuan lain”, Anda tentu tidak akan menyimpang dari tujuan semula bukan?

Referensi

Dokumen terkait