• Tidak ada hasil yang ditemukan

THE LINKAGE MODEL OF SOCIAL ECONOMIC PROBLEMS AND EDUCATION ON POVERTY. Erni Febrina Harahap Faculty of Economic, Bung Hatta University

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THE LINKAGE MODEL OF SOCIAL ECONOMIC PROBLEMS AND EDUCATION ON POVERTY. Erni Febrina Harahap Faculty of Economic, Bung Hatta University"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

THE LINKAGE MODEL OF SOCIAL ECONOMIC PROBLEMS AND EDUCATION ON POVERTY

Erni Febrina Harahap

Faculty of Economic, Bung Hatta University

Abstract

This study examines the linkage model of social economic problems and education on poverty by using secondary data from 2008-2013 with the pooling of data that consisting of 19 city districts with total 114. Tests carried out using eviews 6.0. The results showed that socioeconomic variables consists of total population, unemployment and income that positive and significant impact on poverty. While education variables give negative effect on poverty with a significance level of only 62 percent.

Keywords : poverty, social economy, education, un-employment

Pendahuluan

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan sumber daya manusia. Hal ini karena Indonesia termasuk kategori lima negara dengan total jumlah penduduk terbanyak di dunia. Namun, besarnya potensi sumber daya manusia ini mendorong timbulnya masalah sosial salah satunya kemiskinan, dikarenakan jumlah tenaga produktif dan potensial tidak diikuti dengan ketersediaan lapangan kerja yangmemadai, dan akhirnya akan meningkatkan angka pengangguran, kriminalitas juga kesenjangan sosial yang tinggi dalam kehidupan masyarakat di Sumatera Barat.

Kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2015). Nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan adalah 2100 kilokalori perkapita perhari, yang diwakili 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, lemak, dll). Sedangkan kebutuhan bukan makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan,yang diwakilioleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat sangat menyadari bahwa kemiskinan sangat erat kaitannya dengan kebodohan, oleh sebab itu pemerintah mencanangkan pendidikan wajib 9 tahun untuk seluruh masyarakat. Bahkan untuk wilayah Sumatera Barat telah dicanangkan wajib belajar 12 tahun.Boediono (2004) dan diungkapkan kembali oleh Armida (2014) berpendapat bahwa pendidikan merupakan tingkatan strata kompetensi yang

(2)

dimiliki seorang individu menurut jenjang pendidikan yang dilalui. Meningkatnya tingkatan pendidikan seorang individu tentu memberikan peluang bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, keadaan tersebut tentu dapat mengurangi angka kemiskinan.

Meningkatnya angka kemiskinan tentu dapat terjadi akibat tidak adanya pendapatan yang diperoleh seorang individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup menunjukkan individu tersebut telah berada pada jalur kemiskinan.Angka kemisikinan ini dapat diamati dengan tingkat pertumbuhan pendapatan wilayah di suatu daerah yang diwakilkan oleh PDRB.Semakin tinggi pertumbuhan pendapatan (PDRB) maka semakin rendah tingkat kemiskinan (Todaro, 2010).Begitu juga halnya dengan pengangguran yang sangat mempengaruhi signifikan positif terhadap kemisikinan.Dimana semakin tinggi angka pengangguran maka semakin banyak masyarakat yang berada pada kemisikinan (Hollis B Chenery 2008 dan Gustav Papanek ang Oldrich Kyn 2006).

Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh jumlah pengangguran (Gary S Field, 2004; Herlina Yacoub, 2012), pengangguran, pendapatan dan inflasi (Trianto Atmojo, 2013; Todaro, 2010; Kuncoro 2010; Baer and Maloney, 2007), pendapatan dan pendidikan (Sebayang, 2013; Harniati, 2010; Sri Mariati 2010; Oktaviani 2001; Todaro; 2010; Kuncoro 2011; Hollis B Chenery, 2008; Gustav Papanek and Oldrich Kyn 2006); jumlah penduduk, pengangguran dan pendidikan (Armida, 2012; Psacharopoulos, 2004).

Masalah social ekonomi dalam kajian ini akan melihat keterkaitan masalah jumlah penduduk, pengangguran dan pendapatan serta tingkat pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana keterkaitan masalah social ekonomi (jumlah penduduk, pengangguran, dan pendapatan) terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat

2. Sejauh mana keterkaitan tingkat pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat.

(3)

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis secara empiris keterkaitan factor social ekonomi (jumlah penduduk, pengangguran, dan pendapatan) terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat.

2. Mengkaji secara mendalam keterkaitan tingkat pendidikan terhadap tingkat kemiskinan di Sumatera Barat.

Kajian Pustaka Kemiskinan

Dimensi kemiskinan bersifat kompleks, oleh karena itu para ahli mengklasifikasikannya dalam tiga jenis kemiskinan (Kuncoro, 2010), yaitu:

Pertama, Kemiskinan alamiah, merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh

kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang rendah. Kondisi alam dan sumber daya yang rendah membuat peluang produksi juga rendah.Untuk sektor pertanian, kemiskinan yang terjadi lebih diakibatkan kualitas lahan dan iklim yang tidak mendukung aktivitas pertanian.Tidak semua wilayah di Indonesia memiliki lahan subur, hal ini membuat petani hanya dapat menanami lahan subur, sedangkan untuk lahan tidak subur hanya dapat dimanfaatkan saat musim hujan, keadaan ini menyebabkan hasil produksi tidak memadai.Begitu juga dengan pendidikan.Adanya pandangan bahwa pendidikan hanya untuk laki-laki dari kalangan yang berkecukupan di perkotaan mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan, yang mengakibatkan rendahnya kompetensi untuk berkompetisi mendapatkan pekerjaan yang layak, yang akhirnya meningkatkan kemiskinan.Kedua, Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang terkait dengan sikap seseorang atau kelompok dalam masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya, sekalipun ada usaha untuk memperbaiki dari pihak lain yang membantunya. Adanya rasa malas dan pasrah mengakibatkan tingginya angka pengangguran. Dan Ketiga, Kemiskinan Struktural, kemiskinan yang secara langsung maupun tidak disebabkan oleh tatanan kelembagaan atau struktur sosial dalam masyarakat. Tatanan kelembagaan atau struktur sosial disini dapat diartikan sebagai tatanan organisasi maupun aturan permainan yang

(4)

diterapkan. Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah seringkali menyebabkan sebagian kelompok dalam masyarakat mengalami kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi lebih disebabkan keterbatasan bahkan tidak dimilikinya akses kelompok miskin kepada sumber daya-sumber daya pembangunan yang ada. (Indra,kompas online, 2007). Kemiskinan yang disebabkan oleh struktur sosial yang berlaku ini telah menyebabkan terkurungnya kelompok masyarakat tertentu dalam suasana kemiskinan, yang bahkan telah berlangsung secara turun temurun.

Sosial Ekonomi Penduduk

Penduduk adalah setiap orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di suatu wilayah dalam kurun waktu yang cukup lama, biasanya lahir secara turun temurun dan tumbuh di suatu negara tertentu. Namun bisa juga yang berasal dari negara lain yang telah bertempat tinggal dan menetap di Indonesia karena adanya urusan tertentu atau menikah dengan orang Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya KTP yang harus dimiliki seseorang saat mulai menginjak usia 17 tahun.

Jumlah penduduk sangat dipengaruhi oleh fertilitas, mortalitas, dan migrasi.Peninjauan ketiga faktor ini secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat adanya densitas (kepadatan) dan distribusi penduduk yang tidak merata, yang disebabkan adanya faktor pendorong dan penarik bagi orang-orang untuk melakukan migrasi ke wilayah tertentu.

Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Hal ini menimbulkan kemiskinan dan kekurangan pangan. Fenomena ini menggelisahkan para ahli, dan berusaha mencari faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut.

Umumnya para ahli dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok

Pertama, aliran Malthusian yang dipelopori Thomas Robert Maltus, seorang

pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul: “Essai on Principle of Populations as it

Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Specculations of Mr. Godwin, M.Condorcet, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk

(5)

berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia.

Untuk dapat keluar dari masalah kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu Preventive Checks, dan Positive Checks.

Preventive Checks adalah pengurangan penduduk melalui kelahiran. Positive Checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu

wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan.

Kedua, pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus

mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusianism. Menurut kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich), pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. dunia baru sudah tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Paul Ehrlich dalam bukunya “The

Population Bomb” pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan

yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang tercemar, rusak dan miskin.

Ketiga, aliran Marxist yang dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels.

Tatkala Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun. Keduanya lahir di Jerman kemudianhijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di

(6)

suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut.

Pengangguran

Pengangguran merupakan orang yang berada di usia kerja, berusaha mencari pekerjaan namun belum memperoleh pekerjaan. Ada beberapa factor yang menimbulkan pengangguran, yaitu kekurangan pengeluaran/permintaan agregat, ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik, adanya pengusaha yang menggunakan peralatan produksi modern dan mengurangi penggunaan tenaga kerja, serta karena ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki pekerja dengan keterampilan yang diperlukan di dunia kerja.

Dampak buruk dari pengangguran dapat dilihat dari sisi ekonomi dan social politik. Dari sisi ekonomi, ketiadaan pendapatan dari si penganggur akan mengurangi pendapatan masyarakat dan mengurangi pengeluaran konsumsinya yang akhirnya mengurangi kesejahteraan atau kemakmuran yang ingin dicapai dan akibatnya menimbulkan kemiskinan. Sedangkan dari sisi social politik, dapat dilihat apabila pengangguran sudah sangat buruk akan mengakibatkan efek psikologis yang buruk pada diri si penganggur dan keluarganya, kekacauan kehidupan social politik, efek buruk terhadap kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi jangka panjang.

Pendapatan

Dalam perekonomian suatu negara terdapat indikator yang digunakan untuk menilai apakah perekonomian berlangsung dengan baik atau buruk. Indikator dalam menilai perekonomian tersebut harus dapat digunakan untuk mengetahui total pendapatan yang diperoleh semua orang dalam perekonomian. Indikator yang pas dan sesuai dalam melakukan pengukuran tersebut adalahProduct

(7)

pendapatan yang diperoleh warga negara baik yang berada didalam negeri maupun diluar negeri, yang juga menunjukkan kemampuan sebuah negara untuk menciptakan distribusi pendapatan yang merata disetiap bidang kehidupan. Hal ini juga memperlihatkan total pendapatan yang diperoleh dari nilai produk yang dihasilkan oleh seluruh warga negara untuk dibandingkan dengan total jumlah penduduk yang disebut dengan PDRB perkapita (Sukirno, 2010).Semakin besar PDRB mengartikan terjadinya peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional atau terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat, selain itu peningkatan PDRB juga menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang diperoleh oleh seluruh warga negara.Sebaliknya bila PDRB tidak mengalami peningkatan atau stagnan atau bahkan penurunan, maka ini mengartikan bahwa kesejehteraan masyarakat tidak terpenuhi yang mengidentifikasikan terjadinya kemerosotan ekonomi dan kemiskinan.

Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Pendidikan umumnya dibagi beberapa tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah, dan pendidikan tinggi.Namun ada juga pendidikan yang tidak perlu hadir di lembaga sekolah seperti home-schooling, e-learning, dll.

Tingkat pendidikan yang tinggi sangat dibutuhkan negara untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.Analisis empiris cenderung mendukung prediksi teoritis bahwa negara-negara miskin harus tumbuh lebih cepat dari negara kaya karena dapat mengadopsi teknologi yang sudah dicoba dan diuji. Namun transfer teknologi memerlukan manager berpengetahuan dan insinyur yang mampu mengoperasikan mesin-mesin baru atau praktek produksi yang dipinjam dari pemimpin dalam rangka menutup kesenjangan melalui peniruan (Hanushek, 2005). Oleh karena itu, kemampuan suatu negara untuk belajar dari pemimpin adalah fungsi dari efek human capital.Jadi penentu pertumbuhan ekonomi agregat

(8)

adalah pentingnya lembaga ekonomi fundamental dan peran keterampilan dan pendidikan.

Metodologi Penelitian

Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Kemiskinan merupakan seluruh jumlah penduduk miskin di seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat.

Penduduk adalah total jumlah penduduk tahunan yang diekspos oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada sepanjang periode observasi dan wilayah pengamatan.

Pengangguran merupakan jumlah pengangguran kentara yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Data yang digunakan adalah data Badan Pusat Statistik (BPS) pada masing masing kota atau kabupaten di Sumatera Barat. Pendapatan atau PDRB merupakan total seluruh komponen pengeluaran akhir yang didasarkan pada satuan harga pasar. Dalam mengukur PDRB satuan yang digunakan adalah Rupiah.

Pendidikan diukur berdasarkan lamanya seorang individu menyelesaikan jenjang pendidikan, sehingga satuan yang digunakan adalah tahun.

Jenis, Sumber Data dan Analisis

Data yang digunakan adalah data sekunder dari BPS yang dipublikasikan di masing-masing wilayah observasi di Sumatera Barat pada tahun 2008-2013, selama 6 tahun yang merupakan time series dengan 19 wilayah cross-section yang akhirnya membentuk data panel sejumlah 114. Analisis kuantitatif ini menggunakan alat bantu program Eviews 6.0. Dengan model sebagai berikut :

Y= a+β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4i + e

Dimana:

Y = Kemiskinan α = Konstanta

β = Koefisien Regresi X1.it= Jumlah penduduk

X2it = Tingkat Pengangguran

(9)

X4it = Tingkat pendidikan

e = Error Term

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas, sebelum dilakukannya pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas, yaitu dengan bantuan Uji Jurgue-Bera Test. 2. Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang

tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linier berganda. Jika ada korelasi yang tinggi diantara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Pada penelitian ini pengujian multikolinearitas dilakukan dengan

statistic correlations Menurut Winarno (2009) terdeteksi atau tidaknya

multikolinearitas dapat diketahui dari koefisien korelasi masing-masing variabel bebas. Jika koefisien masing-masing korelasi diantara masing-masing variabel bebas lebih besar dari 0,8, maka terjadi multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas, bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Pada penelitian ini pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White. Gejala heteroskedastisitas tidak akan terjadi bila nilai probability α≥ 0,05. Setelah seluruh variabel terbebas dari gejala heteroskedastisitas maka tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilaksanakan.

Analisis Hasil Pembahasan Pengujian Normalitas

Berdasarkan hasil pengujan normalitas di tabel 1 terlihat bahwa masing masing variabel penelitian yang terdiri dari jumlah penduduk, pengangguran, PDRB, tingkat pendidikan, dan kemiskinan telah memiliki nilai probability diatas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel penelitian yang

(10)

digunakan telah berdistribusi normal, sehingga tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat dilaksanakan.

Tabel 1. Hasil Pengujian Normalitas

Variabel Penelitian Probability Alpha Kesimpulan

Kemiskinan Jumlah Penduduk 0.211389 0.091354 > 0,05 > 0,05 Normal Normal Pengangguran 0.060163 > 0,05 Normal Pendapatan (PDRB) 0.076541 > 0,05 Normal

Tingkat Pendidikan 0.065822 > 0,05 Normal

Sumber: Data Hasil Olahan

Pengujian Asumsi Klasik Pengujian Multikolinearitas

Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas teridentifikasi bahwa seluruh variabel independen yang digunakan telah terbebas dari gejala multikolinearitas karena masing masing variabel independen yang akan dibentuk kedalam model regresi telah diperoleh nilai koefisien korelasi dibawah 0,80 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen terbebas dari gejala multikolinearitas sehingga tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilakukan.

Tabel 2. Hasil Pengujian Multikolinearitas

Variabel Penelitian Koefisien Korelasi Cut Off Kesimpulan JPP PDRB -0.070546 0,80 Tidak Terjadi JPP TPDD 0.146394 0,80 Tidak Terjadi JPP TPGG -0.025847 0,80 Tidak Terjadi PDRB TPDD -0.010796 0,80 Tidak Terjadi PDRB TPGG 0.464681 0,80 Tidak Terjadi TPDD TPGG -0.305975 0,80 Tidak Terjadi

(11)

Pengujian Heteroskedastisitas

Terlihat bahwa nilai probability observasi r-square sebesar 0,0533. Nilai probability r-square telah berada diatas atau sama dengan 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen yang akan dibentuk dalam model regresi berganda telah terbebas dari gejala heteroskedastisitas. Oleh sebab itu tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilaksanakan.

Tabel 3. Pengujian Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 4.380011 Prob. F(4,109) 0.0525

Obs*R-squared 15.78631 Prob. Chi-Square(4) 0.0533 Scaled explained SS 17.29931 Prob. Chi-Square(4) 0.0517 Sumber: Data Hasil Olahan

Berdasarkan hasil pengujian statistik yang telah dilakukan diperoleh ringkasan hasil pada Tabel.4 dibawah ini:

Tabel 4. Hasil Uji Data Pool

Variabel Penelitian Koefisien Regresi Std Error t-hit (Konstanta) 0.599 1.066 0.527 ln Jumlah Penduduk 0.073 0.017 4.270 ln Pengangguran 1.092 0.086 12.723 ln Pendapatan (PDRB) 0.110 0.035 3.108 ln Pendidikan -0.114 -0.130 0.874

Sumber: Data Hasil Olahan

Maka model persamaan menjadi:

Kemiskinan=0,599+0,073JP+1,092Pengangguran+0,110PDRB+0,114Pd+e

Pada persamaan terlihat bahwa nilai konstanta sebesar 0,599 hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa jika diasumsikan variabel jumlah penduduk, pengangguran, PDRB, dan tingkat pendidikan tidak mengalami perubahan atau bernilai konstan atau nol, maka perubahan jumlah kemiskinan

(12)

memiliki koefisien regresi bertanda positif sebesar 0.073yang menunjukan bahwa ketika jumlah penduduk mengalami penambahan 1 orang akan mendorong meningkatnnya angka kemiskinan sebesar 0.073 dengan asumsi factor lain selain jumlah penduduk dianggap tetap atau konstan. Selanjutnya untuk variabel pengangguran 1.092 menyatakan bahwa semakin tinggi angka pengangguran yang diasumsikan naik 1% akan mendorong meningkatnya angka kemiskinan sebesar 1.092. PDRB bertanda positif sebesar 0.110 hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa ketika PDRB mengalami peningkatan sebesar Rp 1 akan mendorong meningkatnya angka kemiskinan sebesar 0.110% dengan asumsi factor lain selain PDRB dianggap tetap atau konstan. Demikian juga untuk variabel tingkat pendidikan diperoleh nilai koefisien regresi bertanda negatif sebesar 0.114, yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin berkurangangka kemiskinan dengan asumsi faktor lain tetap atau konstan.

Pengujian Statistik

Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi terlihat bahwa nilainya sebesar 0,877, yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk, pengangguran, PDRB, dan pendidikan memberikan kontribusi untuk mempengaruhi kemiskinan sebesar 87,70% sedangkan sisanya sebesar 12,30% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan didalam penelitian ini seperti jumlah lapangan kerja, tingkat inflasi dan sebagainya.

Sedangkan bila dilihat hasil pengujian F-statistik dengan nilai signifikan sebesar 0,000.Maka tingkat kesalahannya sebesar 0,05, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk, pengangguran, PDRB, dan tingkat pendidikan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Sumatera Barat.

Bila dilihat dari uji t-statistik yang menguji secara parsial, maka seluruh variable independen berpengaruh positif dan signifikan, kecuali tingkat pendidikan yang berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada alpha yang biasa digunakan (5 persen), karena tingkat signifikannya berada di 62 persen. Namun tanda negatif mengindikasikan bahwa dengan meningkatnya pendidikan masyarakat di Kabupaten dan Kota Sumatera Barat akan menurunkan tingkat kemiskinan.

(13)

Kesimpulan

1. Hasil pengujian empiris model keterkaitan factor social ekonomi dan pendidikan terhadap kemiskinan di Sumatera Barat, menunjukkan bahwa jumlah penduduk, tingkat pengangguran, dan pendapatan berpengaruh positif dan signifikan, yang berarti bila jumlah penduduk, pengangguran dan pendapatan bertambah maka kemiskinan juga meningkat. Dari sini terlihat bahwa pendapatan tidak sesuai dengan teori, dimana seharusnya saat pendapatan meningkat, maka kemiskinan menurun. Hal ini terjadi karena dimungkinkan data PDRB yang digunakan tidak menggambarkan kondisi pendapatan yang sesungguhnya.

2. Tingkat pendidikan memperlihatkan hasil yang negatif dan tidak signifikan pada alpha yang biasa yaitu 5 persen, namun signifikan pada tingkat kepercayaan 62 persen, yang berarti tingkat pendidikan yang tinggi mampu menurunkan angka kemiskinan walaupun masih kecil kontribusiya mengingat jumlah masyarakat yang berpendidikan tinggi di Sumatera Barat masih rendah.

Saran

1. Pemerintah Daerah, untuk memperkecil atau menurunkan angka kemiskinan maka pemerintah harus mencari cara untuk memperluas kesempatan kerja, selain itu pemerintah juga harus giat membangkitkan jiwa kewirausahaan, yang akan membantu terbukanya lapangan kerja baru, pemerataan pendapatan hingga menurunkan angka kemiskinan.

2. Pemerintah Daerah khususnya Sumatera Barat benar-benar melaksanakan wajib belajar 12 tahun dengan bebas biaya, dan memberikan kesempatan kepada masyarakat kurang mampu yang cerdas untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi melalui beasiswa karena semakin banyak penduduk yang berpendidikan tinggi tentu akan mendorong menurunnya angka kemiskinan.

3. Peneliti berikutnya dimasa mendatang disarankan untuk mencoba menambah periode observasi data, kemudian menambahkan minimal satu variabel baru seperti inflasi yang juga secara teoritis mempengaruhi

(14)

kemiskinan, saran tersebut tentu sangat penting untuk meningkatkan ketepatan dan akurasi hasil penelitian yang diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA

Baer,Werner and William Maloney, Neoliberalism and Income Distribution in

Latin America, World Development, 2007; page 311-327.

Boediono. 2004. Tinjauan Bank Indonesia Tentang Perekonomian Indonesia 2004, Jakarta.

Cox Stevent. 2004. Basic of Managerial. McGraw-Hill, Irwin.

Gary S Fields, Poverty, Inequality and Development.Cambridge : Cambridge University Press 2004. Page 45-56.

Ghozali Imam. 2011. Analisis Multivariate dengan Menggunakan SPSS 19.0 Badan Penerbit Universitas Dipenegoro Semarang.

Gujarati Damodar. 2004. Dasar Dasar Ekonometrika. Edisi Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Gustav Papanek and Oldrich Kyn, 2006.Migration, Education and Urban Surplus

Labor. OECD Development Centre, Employment Series Monograph.

Hair JR, Joseph F, William C Black dan Barry J Babin. 2010. Multivariate Data

Analysis Seventh Edition. Pearson Prentice Hall.

Hanushek, Eric. A.2005. Economic Outcomes and School Quality International Institute for Educational Planning.ISBN 978-92-803-1279-9. 2011.

Harniati Husni. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia.Jurnal Ekonomi dan Bisnis Nomor 5 Volume 3. Universitas Gunadarma, Jakarta.

Hollis B. Chenery and T.N. Srinivasan, 2008.Handbook of Development

Economics, Vol 3.Amsterdam North-Holland. Page 478-542.

Indra Lesmana. 2007. Fenomena Kemiskinan di Indonesia. www.kompas.com Kasmir. 2010. Perekonomian Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.

Kausfman dan Hotckiss. 1999. Macro Economical. Edisi Indonesia. Salemba Empat, Jakarta.

Kuncoro, Mudradjat. 2010. Ekonomi Pembangunan. YKPN, Yogyakarta

Mariati Sri. 2010. Kemiskinan dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal

Ekonomi Pembagunan Nomor 1 Volume 2 Universitas Brawijaya, Malang.

Nachtowi bin Nachrowi. 2006. Analisis Multivariate dengan Menggunakan SPSS. Universitas Dipenegoro, Semarang.

Octaviani. 2001. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Surabaya.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 1 Nomor 2. Universitas Dipenegoro

Semarang.

Psacharopoulus, George, The Returns to Education : An International

Comparison. Amsterdam : Elsevier, 2004.

Peraturan Peresiden Nomor 7 Tahun 2005. www.press.document.com.

Samuelson et al., 2007. Economic Managerial. Edisi Indonesia. Diterjemahkan Oleh Ali Sadjikin. Salemba Empat, Jakarta.

Sartono Agus. 2010. Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 1 Nomor 4. Universitas Dipenegoro, Semarang.

(15)

Sekaran Uma. 2012. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Salemba Empat, Jakarta.

Sebayang Lesta Karolina dan Rusdarti. 2013. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomia Volume 9 Nomor 1

April 2013.

Soejadmoko. 2011. Perekonomian Indonesia. Andi, Surabaya. Sukirno Sadono. 2008. Economi Managerial. BPFE, Yogyakarta.

Tiarianti Atmojo. 2013. Pengaruh Pengangguran, PDB, dan Tingkat Inflasi Terhadap Kimiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Volume 1

Nomor 2. Universitas Brawijaya, Malang.

Todaro, M.P. 2010.Economic Development.Eleventh Edition. Pearson Education Limited.

Yacoub Harlina. 2012. Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Kabupaten atau Kota di Propinsi Kalimantan Barat. Jurnal

Eksos Volume 8 Nomor 3 Oktober 2012 hal 176 – 185

Widarjono Susanto. 2007. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi Volume 4 Nomor 3. Universitas Brawijaya, Malang.

Winarno Wing. 2009. Eviews Teori dan Aplikasi. BPFE, Yogyakarta. Zastrow Willy. 2000. Mortality of Human. Printice-Hall, Pearson.

Gambar

Tabel 2. Hasil Pengujian Multikolinearitas  Variabel Penelitian  Koefisien
Tabel 3. Pengujian Heteroskedastisitas  Heteroskedasticity Test: Glejser

Referensi

Dokumen terkait

Imposto sobre o Rendimento Colectável ( Para mais informações, sobre o cálculo deste valor consulte a Linha 165 das Instruções de Preenchimento da Declaração. de Rendimentos de

Islam Masuk ke Indonesia terjadi pada abad ke 7 M dan 13 M Oleh Para Pedagang dan para dai Yang datang dari Timur tengah1. -Perdagangan -Perkawinan -Pendidikan

bertujuan untuk mendeteksi kerusakkan Hardware pada komputer di Fakultas Teknologi Informasi menggunakan FMADM ( Fuzzy Multi Attribute Decision Making ) sehingga

Bintang Selatan Agung (BSA) adalah salah satu perusahaan di Palembang yang bergerak dalam bidang usaha peminjaman alat-alat berat dalam pelaksana kegiatan perusahaan,

dibutuhkan untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional dosen yang diusulkan. Angka kredit paling rendah 0,5 akan tetapi setiap Perguruan Tinggi dapat menentukan. syarat paling

Internalisai Nilai-Nilai Emotional Spiritual Quotient (ESQ) ...13.. Penelitian

Sawit, 1 Unit kebun yang mengelola teh dan 1 unit Kebun Plasma Kelapa. Sawit, yang berlokasi di 9 Kabupaten, yaitu Kabupaten Langkat,

Patofisiologisnya, manusia butuh energi yang berasal dari bahan makanan yang mengandung KH,Protein dan Lemak dan diolah (proses metabolisme). Untuk memasukkan glukosa