• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kazanas, 2003). Sumber daya manusia merupakan kunci utama dalam. pengambilan kebijakan sekaligus pelaksana kebijakan organisasi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kazanas, 2003). Sumber daya manusia merupakan kunci utama dalam. pengambilan kebijakan sekaligus pelaksana kebijakan organisasi."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Salah satu elemen organisasi yang dapat menciptakan nilai kompetitif adalah sumber daya manusia yang menjalankan organisasi tersebut (Rothwell & Kazanas, 2003). Sumber daya manusia merupakan kunci utama dalam pengambilan kebijakan sekaligus pelaksana kebijakan organisasi. Pada perkembangannya, dinamika kerja organisasi-organisasi di seluruh dunia telah bergeser dari bekerja secara individual menjadi bekerja secara tim (work teams). Keuntungan menggunakan tim disebutkan antara lain dalam tim mungkin untuk mencapai sinergi maksimal melebihi kapasitas kerja sendiri, anggota tim sering mengevaluasi pemikiran satu sama lain, sehingga tim ini dapat menghindari kesalahan besar, saling mendukung dalam membuat keputusan tim, tim dapat melakukan kontribusi dan perbaikan terus-menerus dan menciptakan lingkungan kerja yang memotivasi dan memberdayakan (Hackman, 1999; Manz & Sims dalam Elloy, 2008). Selain itu, pencapaian prestasi tim berdasarkan rasa aman berarti akan mengurangi tekanan dalam bekerja dan meningkatkan kepuasaan anggota. Pembentukan tim yang lengkap berarti menempatkan masing-masing orang sesuai dengan peran yang ada dalam manajemen (Davis, 1997).

Irving dan Longbotham (2007) mendefinisikan efektivitas tim sebagai pencapaian tujuan atau sasaran bersama dengan cara kegiatan terkoordinasi dari anggota tim. Hackman (1999) mendefinisikan efektivitas tim sebagai tingkat dari setiap hasil kelompok yang memenuhi kinerja dari sisi kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa efektivitas tim mengacu kepada pencapaian tujuan tim dan kinerja dari tim sebagai unit kegiatan yang terkoordinasi antar anggota tim.

Tim merupakan satu set interaksi interpersonal yang terstruktur untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan; tim terdiri dari dua orang atau lebih

(2)

individu yang menyadari adanya interdependensi positif dalam mencapai sasaran bersama, saling berinteraksi dan memiliki peran spesifik dalam menampilkan kinerja (Johnson, Johnson & Stanne, 2000; Cumming & Worley, 2005). Tujuan tim tidak dapat tercapai apabila interaksi interpersonal yang interdependen tidak berjalan di dalam tim. Interaksi interpersonal di dalam setiap tim berbeda-beda. Tipe tim memiliki taraf interdependensi antar anggota tim yang tinggi, karena setiap anggota tim memiliki luas keahlian sendiri (Vijfeijken, 2004), sehingga para anggota tim harus segra mengintegrasikan pengetahuannya dan memberikan masukan dari berbagai sumber ke dalam sebuah hasil yang kohesif (Skilton & Dooley, 2010). Kondisi relasi interpersonal yang tinggi dalam tim perlu diperhatikan dengan seksama supaya tujuan tim dapat tercapai. Pada gilirannya, efektivitas tim dapat tercapai.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas tim. Faktor yang mempengaruhi efektivitas tim antara lain dapat diamati pada proses penyatuan individu ke dalam tim juga (Flemming, 2006). Salah satu faktor yang ikut berpengaruh adalah persepsi keberagaman. Penelitian Pelled, Eisenhardt dan Xin (1999) menunjukkan bahwa persepsi keberagaman dapat menyumbang peningkatan masukan pengetahuan, ketrampilan dan perspektif dalam sebuah tim. Meski demikian persepsi keberagaman juga dapat menimbulkan persaingan dan kecemburuan seiring dengan munculnya stereotip yang kuat sehingga membatasi kerja sama tim yang efektif (Mickan & Rodger, 2000).

Larkey (1996) mendefinisikan persepsi keberagaman sebagai cara pandang individu terhadap perbedaan identitas, budaya serta berbagai identitas yang dimiliki antar yang dapat memunculkan potensi perbedaan perilaku antar anggota dalam suatu kelompok. Asumsi ini muncul karena suatu kelompok atau tim akan membagi

(3)

serangkaian simbol, nilai-nilai dan norma-norma masing-masing anggota. Sumber persepsi keberagaman diantaranya adalah ras, jenis kelamin atau usia; dan keragaman yang kurang mudah terdeteksi atribut (keragaman tak terlihat) seperti agama, pendidikan dan posisi dalam organisasi (Cummings, Zhou & Oldham, 1993; Jackson, May, Whitney, 1995). Menurut pandangan positif, persepsi keberagaman akan memunculkan rasa kepemilikan bersama antar anggota terhadap kelompok tersebut namun dalam pandangan negatif, persepsi keberagaman dapat menjadi sumber perpecahan dalam suatu tim (Barak, Cherin & Berkma, 2000).

Penelitian ini akan menggunakan definisi persepsi keberagaman yang dikemukakan oleh Barak, Cherin dan Berkma (1998). Menurut Barak, Cherin dan Berkma (1998) persepsi terhadap keberagaman mengacu pada keberagaman cara melihat dunia, memahami masalah di dalamnya dan membuat pemecahan untuk masalah tersebut. Persepsi terhadap keberagaman terjadi karena adanya fakta bahwa setiap manusia dilengkapi dengan serangkaian kognitif yang berbeda-beda sehingga informasi yang mereka peroleh dari perusahaan mengenai peraturan, praktek dan penghargaan pada karyawan terkait keberagaman di antara mereka akan diproses secara berbeda pula oleh masing-masing individu (Barack, Cherin & Berkma, 2000, Hicks-Clarke, 2000; Selome, 2000).

Hal lain yang dianggap ikut mempengaruhi efektifitas tim adalah kolektivisme. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa kolektivisme yang berhubungan dengan efektifitas tim (Hammer & Hartley, 2000). Kolektivisme dapat mempengaruhi ikatan yang muncul di antara karyawan (Durkheim, 1933). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kolektivisme menjadi salah satu hal yang menyebabkan anggota tim dan bekerjasama dan memiliki keterikatan. Kolektivisme

(4)

dapat dilihat dari bagaimana hubungan interpersonal antar anggota tim dijalankan (Hammer & Hartley, 2000; Triandis, 1995).

Kolektivisme sendiri memiliki pemahaman berbeda dibandingkan dengan komitmen, kohesivitas, dan konformitas karena kolektivisme dipandang dari identitas, persepsi dan nilai yang dimiliki seorang individu terhadap tim serta hubungan yang terbangun lebih bersifat stabil (Wagner, 1995). Oleh karena itu, kolektivisme dianggap mampu memberikan hubungan yang lebih menjamin stabilitas ikatan antar anggota tim. Berbeda dengan individualisme, yang dalam meraih tujuan cenderung mandiri, lebih menyukai bekerja secara individu membangun kepercayaan karena adanya proses kognitif, tanggung jawab pekerjaan lebih melihat ke sisi individual dan dalam menerima penghargaan melihatnya dari sisi kewajaran atau keadilan (Adler, 2009; McAtaver & Nikolovska, 2010). Menurut Hofstede (1991), Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai nilai kolektivisme tinggi dimana kepentingan kelompok berada di atas kepentingan individu, sehingga dapat dikatakan sistem tim berkembang dengan baik di Indonesia.

Pengertian dari kolektivisme sendiri adalah sejauh mana individu melandaskan atau mendasarkan identitas dirinya pada keanggotaan kelompok (Hofstede, 1984). Kolektivisme didefinisikan sebagai nilai yang dianut dimana individu memiliki perhatian terhadap kegiatan individu yang lainnya, saling berbagi keuntungan material maupun non-material, memiliki kecenderungan dan kesediaan untuk menerima pendapat atau pandangan orang lain, memiliki perhatian kepada yang lainnya, serta cenderung berpartisipasi dan memberikan kontribusi terhadap kehidupan orang lain (Hui, Cheng & Gan, 2003). Dalam kerja tim, kolektivisme bertujuan meraih tujuan yang mengarah pada kepentingan bersama, membangun

(5)

kepercayaan melalui proses afeksi, tanggung jawab terhadap pekerjaan lebih melihat sisi kelopk dan dalam menerima penghargaan melihatnya dari sisi persamaan. Elemen paling mendasar pada kolektivisme adalah ikatan bersama dalam kelompok dan satu sama lain yang memiliki kewajiban yang sama (Oyserman, 2002). Berdasarkan berbagai pernyataan di atas maka dapat disimpulkan pengertian kolektivisme dikaitkan dengan penelitian ini adalah nilai yang berhubungan dengan ketergantungan emosional seseorang pada suatu kelompok dimana orang tersebut merupakan bagian dari kelompok tersebut dan mengidentifikasi kelompok tersebut. Melalui pengertian ini, maka secara spesifik kolektivisme yang diangkat dalam penelitian ini menyangkut kelompok berupa tim bukan dalam kelompok masyarakat. Di sisi lain, hasil penelitian John J. Sosik dan Dong I. Jung (dalam Audickas, 2006) menunjukkan bahwa pemahaman kolektivisme yang menekankan nilai-nilai bersama dan kesamaan memberikan hubungan terbalik dengan heterogenitas. Selain itu, kolektivisme akan memberikan hubungan terbalik dengan persepsi keberagaman.

Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa faktor komitmen organisasi dapat mempengaruhi efektifitas tim (Antoni,1991; Cappelli, Bassi, Katz, Knoke, Ostermann, & Useem, 1997; Guzzo & Dickson, 1996). Hal ini di dasarkan bahwa tim membutuhkan komitmen dari para anggotanya untuk dapat menyelesaikan pekerjaan secara bersama, memecahkan masalah, membentuk persetujuan/konsensus tentang apa yang seharusnya dilakukan, dan menerapkan tindakan yang penting (Bartol dan Haghman, 1992). Pentingnya hubungan antara komitmen dan efektifitas tim perlu diteliti lebih lanjut karena riset tentang hubungan antara subsitem organisasi, seperti tim dan komitmen organisasi masih dirasa minimal (Kushman dalam Park, 2005).

(6)

Komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh kolektivisme. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kolektivisme berhubungan dengan komitmen organisasi (Liou, 2007; Liou, 2012; Williamson, 2009). Hubungan tersebut muncul karena kolektivisme membangun rasa kepemililikan antara anggota tim terhadap pemenuhan tujuan organisasi yang menimbulkan komitmen organisasi. Kolektivisme membangkitkan keinginan untuk mengorbankan kepentingan pribadi untuk menjunjung nilai kelompok yang merupakan bagian dari komitmen (Triandis,1995).

Hasil penelitian lain juga menunjukkan adanya hubungan antara persepsi keberagaman terhadap komitmen organisasi (Olson,2007). Hubungan yang muncul antara keberagaman terhadap komitmen organisasi cenderung beragam dimana ada penelitian yang menunjukkan hasil yang positif tetapi adapula yang menunjukkan hasil yang negatif. Meski demikian persepsi keberagaman dapat menimbulkan terciptanya komitmen organisasi yang tinggi di sisi lain dapat juga menghambat terciptanya komitmen organisasi bagi karyawan (Bantel & Jackson, 1989; Horwitz & Horwitz, 2007; Jehn, Northcraft, & Neale, 1999; Van der Vegt, 2003)

Mahis dan Jackson (dalam Sopiah, 2008) komitmen organisasi adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Menurut Lincoln (1994), komitmen organisasi mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada organisasi. Blau dan Boal (1987) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah suatu ikatan

(7)

psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi, kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi, dan keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi.

Peneliti akan melakukan kajian penelitian di PT. XYZ yang menjalankan proses bisnis utama (core business process) dengan memberikan jasa operasi dengan alat-alat berat dalam bidang pertambangan batu bara dan pemindahan tanah. PT. XYZ menawarkan pelayanan penuh atas proses operasional bisnis pertambangan bagi para pelanggan berupa perusahaan dengan cakupan bisnis besar (>100 juta ton produksi batu bara).

Berdasarkan preeliminary research yang dilakuan oleh peneliti, operasionalisasi pekerjaan yang dilaksanakan pada site PT. XYZ adalah tim yang masing-masing memiliki peran, level dan ukuran. Sistem operasional ini memungkinkan masing-masing tim tanggung jawab secara individu dan bersama, memiliki visi dan tujuan tim yang spesifik, adanya pemberian umpan balik. Meski demikian adanya keberagaman latar belakang karyawan yang dapat menimbulkan konflik dalam pelaksanaan tim. Peneliti akan mengambil data di salah satu distrik PT. XYZ yaitu distrik KCMB. Data karyawan di distrik KCMB adalah sebagai berikut: Tabel 1.

Sebaran Karyawan di Distrik KCMB – PT. XYZ (Sumber: Departemen OD)

No. Departemen Jumlah Karyawan

h1 Engineering (ENG) 17

2 Finance and Administration (FA) 3 3 Human Capital and General

Services (HCGS)

13

4 Production (PRO) 128

5 Plant (PLANT) 122

6 Safety, Health and Environment (SHE)

4

7 Supply Management (SM) 6

(8)

Peneliti akan menggunakan tim mekanik pada departemen Plant dan tim operation pada departemen Production. Pemilihan departemen ini didasarkan pada keterangan penelitian awal bahwa tim kerja pada departemen tersebut merupakan tim yang diperbolehkan untuk dilibatkan dalam penelitian. Selain itu tim ini memiliki potensi keberagaman dilihat dari jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, serta usia. Demikian pula dengan kebutuhan terhadap efektifitas tim yang cukup tinggi karena tanggung jawab tim pada departemen Plant dan Operation cukup krusial dalam menentukan keberhasilan operasional PT. XYZ.

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1 Komitmen organisasi merupakan mediator pengaruh persepsi keberagaman dan kolektivisme terhadap efektifitas tim.

Gambar 1. Model Penelitian Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis apakah komitmen organisasi merupakan mediator pengaruh persepsi keberagaman dan kolektivisme terhadap efektifitas tim.

Kolektivisme Komitmen Organisasi Efektifitas Tim Persepsi Keberagaman

Gambar

Gambar 1. Model Penelitian  Tujuan

Referensi

Dokumen terkait

Dari peta kendali tersebut, terlihat bahwa tidak ada pengamatan yang berada di luar batas kendali sehingga dapat dikatakan bahwa jenis cacat crack telah terkendali.. Gambar 7

menghasilkan kerugian terbesar ialah difuser yang terletak di bagian hilir (downstream) dari test section. Kontribusi kerugian tekanan pada difuser ini lebih dari 30 persen dari

Berdasarkan definisi-definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan faktor penting dalam kegiatan organisasi atau perusahaan

Berdasarkan penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa lakon Bisma Gugur berkaitan dengan lakon lain seperti lakon Palasara Krama, Pandhawa Kumpul,

Penelitian Bank Indonesia Padang dengan Lembaga Penelitian Universitas Andalas tahun 2001 menyimpulkan bahwa 91% respoden mempunyai keinginan menabung pada bank

Intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mengatasi nyeri adalah observasi keadaan umum dan observasi tanda-tanda vital klien dengan rasional pemeriksaan

Apabila teologi gereja Roma Katolik mengi- kuti pandangan kaum Skolastik bahwa di dalam iman sendiri terdapat beberapa kebaikan yang nyata dan bahkan jasa dalam

Karya (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengawasan pimpinan sangat penting dilakukan, untuk menghindari terjadinya kesalahan dan penyimpangan, baik