• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu, sumberdaya alam dan lingkungan merupakan suatu ekosistem yang kompleks untuk memenuhi kebutuhan hidup selama kondisi yang ada tetap stabil dan baik. Kebutuhan hidup tersebut tidak akan bisa dipenuhi apabila keadaan sumberdaya alam dan lingkungan rusak dan tidak dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pemanfaatan dan pengelolaan SDA dan lingkungan yang tidak arif karena kurangnya kesadaran terhadap lingkungan, kebutuhan akan barang yang meningkat (konsumtif), dan supremasi hukum yang kurang kuat dalam menjaga keberlanjutan SDA dan lingkungan.

Konsep pembangunan berkelanjutan diterapkan di berbagai negara yang bertujuan untuk mengintegrasikan pembangunan sosial-budaya dan pembangunan lingkungan hidup ke dalam arus utama pembangunan nasional agar kedua aspek tersebut mendapat perhatian yang sama bobotnya dengan aspek ekonomi (Keraf, 2002). Indonesia sebagai negara berkembang banyak merasakan ketimpangan antara kebutuhan ekonomi dengan kebutuhan sosial-budaya dan lingkungan yang menyebabkan negara dan masyarakat membayar mahal bukan hanya dalam hitungan nilai finansial melainkan juga dalam bentuk kehancuran kekayaan sosial-budaya dan kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Dampak yang timbul dari kehancuran tersebut adalah: a) terjadinya kemiskinan yang semakin mendalam; b) timbulnya berbagai penyakit yang terkait langsung dengan penurunan mutu kehidupan dampak dari berbagai pencemaran lingkungan hidup; c) kehancuran sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang membawa pengaruh langsung bagi kehancuran budaya masyarakat di sekitarnya.

(2)

Salah satu usaha yang bisa dicapai untuk mengatasi kehancuran kekayaan sosial-budaya dan kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah dengan mengembangkan pola hidup atau konsep kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving). Konsep ini merupakan suatu konsep yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan kita yang teridentifikasi dengan kegiatan pengurangan limbah (3R concepts), hemat energi, menggunakan bahan ramah lingkungan, mendaur ulang material, memperhatikan ruang terbuka hijau (RTH) dengan didukung peran serta masyarakat Dari beberapa aspek tersebut dalam penelitian ini hanya melihat tiga aspek pendukung yaitu penerapan 3R, ketersediaan RTH, dan partisipasi masyarakat. Seperti halnya persampahan yang pengolahannya masih terlalu tergantung pada teknologi yang canggih padahal teknologi saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah sampah. Pengelolaan sampah ini sangat berhubungan erat dengan gaya hidup konsumtif masyarakat. Masyarakat harus dapat mengelola sampah dengan baik agar terciptanya lingkungan yang bersih di samping tugas pemerintah tetap dalam koridornya.

Partisipasi masyarakat sangatlah dibutuhkan untuk memilah sampah rumah tangga sebelum dibawa ke penampungan atau TPA/Landfill. Sampah yang ada setidaknya dapat diproses ulang (daur ulang) agar semua limbah yang dibuang dapat menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat dan alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya alam.

Jumlah sampah tergantung dari jumlah penduduk dan tingkat timbulan sampah (waste generation). Tingkat timbulan sampah juga akan meningkat sebanyak lima kali lipat sebagian akibat dari berubahnya pola konsumsi karena meningkatnya kesejahteraan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, ada tiga asumsi dalam pengelolaan sampah yaitu a) meminimisasi sampah yang harus dijadikan perioritas utama, b) sampah yang dibuang harus dipilah, sehingga tiap bagian dapat dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, dan c) industri-industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut.

(3)

Berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan maka strategi pengelolaan sampah harus dimulai dari sumber sampah sampai tempat pembuangan akhir. Terdapat empat komponen yang menentukan keberhasilan pengelolaan sampah. Pertama, minimasi limbah, yaitu upaya mengurangi jumlah sampah baik dari proses produksi industri maupun rumah tangga. Kedua, daur ulang dan pembuatan kompos, yaitu pemanfaatan sampah baik organik maupun anorganik yang masih bernilai untuk didaur ulang atau dijadikan kompos. Ketiga, peningkatan pelayanan umum. Tidak seluruh sampah dapat didaur ulang atau dijadikan kompos, selalu saja ada sebagian sampah yang tetap harus dibuang. Karena itu, pelayanan umum diperlukan untuk mengelola sampah yang sudah tidak bisa dimanfaatkan. Keempat, meningkatkan pengolahan dan pembuangan sampah yang akrab lingkungan, yaitu usaha pengelolaan tempat pembuangan akhir secara benar tanpa mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan.

Kegiatan pencegahan sampah dari sumber dimulai dengan kegiatan pemisahan sampah. Meskipun kegiatan ini tidak secara langsung mengurangi timbulan sampah, namun dapat membantu proses pengurangan sampah pada hierarki pengelolaan berikutnya. Pemisahan sampah merupakan bagian penting dalam hierarki pengelolaan sampah karena dapat menentukan keberhasilan hierarki pengelolaan sampah berikutnya, misalnya pemisahan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik selanjutnya akan dimanfaatkan untuk menjadi kompos dan sampah anorganik dapat dimanfaatkan/didaur ulang atau diolah lebih lanjut.

Usaha yang dapat dilakukan dalam mengatasi sampah yang ada dapat dilakukan dengan tehnik/konsep 3R (reduce, reuse, recycle) oleh sumber sampah. Reduce adalah meminimalkan jumlah sampah yang timbul, misalnya dengan tidak menggunakan barang sekali pakai atau mengurangi semaksimal mungkin kegiatan yang akan menghasilkan banyak sampah, seperti mengurangi konsumsi barang yang dikemas secara berlebihan. Kegiatan mereduksi sampah tidak mungkin bisa menghilangkan sampah secara keseluruhan, tetapi secara teoritis aktivitas ini akan mampu mengurangi, sampah dalam jumlah yang nyata. Reuse adalah menggunakan barang yang sifatnya tidak sekali pakai atau Disamping mengurangi sampah,

(4)

kegiatan ini merupakan penghematan. Barang atau bahan yang telah digunakan dan masih bisa digunakan tidak dibuang menjadi sampah tetapi digunakan kembali, untuk itu biasanya dilakukan pemilihan penggunaan barang atau bahan yang dapat digunakan secara berulang-ulang dengan tanpa proses yang rumit. Seperti penggunaan botol kaca sebagai pengganti botol plastik, menggunakan gelas dan piring kaca atau keramik sebagai pengganti gelas dan piring styrofoam, menggunakan produk isi ulang (refill). Recycle adalah mendaur ulang sampah menjadi bahan baku dalam pembuatan kompos dan produk daur ulang atau daur ulang merupakan kegiatan pemanfaatan kembali suatu barang/produk namun masih perlu kegiatan/proses tambahan. Misalnya pemanfaatan kertas daur ulang yang berasal dari kertas-kertas bekas. Kertas-kertas bekas tersebut hares diproses terlebih dahulu menjadi bubur kertas sebelum akhirnya menghasilkan kertas daur ulang. Kegiatan daur ulang pun dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan memisahkan barang-barang bekas yang masih bias dimanfaatkan kembali seperti kaleng, botol, koran bekas, dsb.

Melalui 3R maka jumlah sampah yang harus dibuang ke lokasi pembuangan akhir akan menyusut karena hanya serupa sampah sisa. Usaha recycle hanya bisa berjalan bila sumber sampah bersedia untuk melakukan pemilihan pada sampah, yaitu memisahkan antara sampah yang berupa bahan organik dan anorganik. Sampah organik dapat dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik dapat dijadikan bahan baku produk daur ulang. Suatu bentuk partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk dapat mengolah sistem tersebut karena setiap mahluk hidup adalah produsen sampah makanya harus diciptakan keseimbangan antara socio engineering yang lebih top down dengan pemberdayaan masyarakat.

Seiring dengan pengolahan sampah dengan konsep 3R perlu juga diperhatikan ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup guna terciptanya ecoliving seperti terdapatnya Tanaman Obat Keluarga (TOGA) atau taman atau kebun sayuran. Ruang terbuka hijau adalah ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau permakaman, kawasan hijau pertanian, kawasan hijau jalur

(5)

hijau, dan kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman. Ruang terbuka hijau adalah suatu ruang yang digunakan untuk lahan bervegetasi meliputi lahan pertanian dan lahan yang bervegetasi lainnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air di dalam tanah. RTH mempunyai beberapa manfaat yaitu a) mengurangi emisi karbon dioksida, b) menghasilkan oksigen, c) menjernihkan udara, d) mengatur iklim mikro, e) mengurangi kebisingan, f) menjaga kesuburan tanah, g) menjaga ketersedian air, h) mempertahankan keragaman biologi, i) mempunyai nilai lebih secara rekreasi, budaya dan sosial. RTH dapat meningkatkan lingkungan perumahan lebih baik, meningkatnya kesehatan, dan kulitas kehidupan lingkungan sekitar

Terkait dengan kajian konsep ecoliving yang memanfaatkan sumberdaya alam untuk pelestarian lingkungan ini ada beberapa pertanyaan yang ingin dijawab. Pertama, apakah partisipasi masyarakat telah berjalan dengan baik dan mendukung pengelolaan lingkungan yang baik? Kedua, bagaimana pengelolaan limbah padat tersebut dalam keseharian dan apakah konsep 3R (reuse, recycle, reduce) telah diimplementasikan dalam pengelolaan limbah padat tersebut sehingga meningkatkan kualitas RTH? Ketiga, bagaimana dengan ketersediaan RTH yang ada di sekitar pemukiman? Keempat, apakah ada hubungan antara pengelolaan limbah padat rumah tangga dengan faktor sosial, ekonomi dan ekologi?

1.2. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan. 2. Menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (Reuse,

Recycle, Reduce) di masyarakat.

3. Menganalisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau pada skala rumah dan komunitas.

4. Mengetahui tingkat kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan.

(6)

1.3. Kerangka Pemikiran

Permasalahan lingkungan sangat kompleks akhir-akhir ini yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara hebat. Seperti lemahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pengelolaan SDA yang tidak bijak, penggunaan barang yang tidak ramah lingkungan, pola produksi dan konsimtif yang berlebihan,serta lemahnya hukum dan kebijakkan mengenai lingkungan merupakan beberapa permasalah lingkungan. Hal ini menyebabkan beberapa kerusakan lingkungan seperti kenaikan tingkat polusi, limbah industri maupun domestik, menurunnya sanitasi dan kualitas lingkungan, serta menurunnya tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu cara yang dapat memperbaiki kerusakan lingkungan tersebut dengan mengelola lingkungan dengan arif dan bijaksana. Salah satu cara adalah menggunakan konsep kehidupan ramah lingkungan yang dapat menjadikan lingkungan lebih baik seperti terciptanya rumah yang sehat, lingkungan nyaman, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi polusi, meningkatkan kesehatan, meningkatnya kualitas lingkungan, kualitas SDA.

Oleh sebab itu diperlukan suatu pengolahan limbah yang dapat mengurangi permasalahan pencemaran tersebut. Pengolahan limbah dapat dilakukan secara recyle, reuse, reduce atau yang sering dikenal dengan konsep 3R yang mempunyai tujuan untuk mencapai kestabilan dalam pola konsumsi dan produksi dengan aspek pendukung seperti akses informasi, pasar dan jaringan, kebijakkan dan strategi dalam pembangunan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 (EPA USA, 2001). Apabila ini dilaksanakan oleh masyarakat maka akan membentuk suatu pemukiman atau lingkungan menjadi lebih baik seperti terciptanya rumah yang sehat, lingkungan nyaman, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi polusi, meningkatkan kesehatan, meningkatnya kualitas lingkungan, kualitas SDA. Konsep ini juga harus diikuti dengan pengadaan barang/produk, penggunaan, disain produk yang semuanya bersifat ramah lingkungan sesuai dengan ISO 14001.

(7)

3R

Keberlanjutan Keberlanjutan

dalam berproduksi dalam

berkonsumsi

Akses Pengembangan dalam Informasi kebijakkan dan strategi

Kerjasama regional Komitmen dalam

pembangunan

Jaringan Penerapan

dan kreasi pasar Implementasi

Gambar 1 Konsep 3R

Pengolahan limbah atau sampah sangat berhubungan dengan gaya hidup yang konsumtif ini dikarenakan konsumen yang menggunakan produk yang dihasilkan dari suatu industri akan menyebabkan beragamnya hasil limbah. Dalam pengelolaannya diperlukan pengetahuan yang cukup agar limbah atau sampah tersebut dapat diolah dengan baik, dapat bernilai ekonomi yang kembali ke masyarakat atau ke alam, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam. Untuk mencapai hal tersebut maka pengolahan limbah dapat dilakukan pemilahan sampah, dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal agar limbah tersebut tidak tercampur.

Apabila limbah tercampur maka sampah yang masih dapat digunakan akan rusak, bahan-bahan organik dapat mencemari bahan-bahan yang mungkin masih bisa didaur-ulang dan racun dapat menghancurkan kegunaan dari keduanya. Peningkatan alur limbah (material balance) yang berasal dari produk sintetis dan produk-produk yang tidak dirancang untuk mudah didaur-ulang akan menyulitkan proses pengolahan limbah tersebut. Selain pengolahan limbah tersebut juga perlu didukung oleh kemampuan pemerintah dalam menentukkan kebijakkan pengelolaan sampah.

(8)

Dalam hal ini terdapat lima aspek yang dapat ditinjau yaitu menyangkut perangkat undang-undang, kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek teknologi, dan aspek peranserta masyarakat baik dari sisi ekonomi, sosial, dan ekologi. Apabila konsep 3R dan penerapan kelima aspek tersebut dilaksanakan maka diharapkan dapat tercipta kehidupan yang ramah lingkungan secara berkelanjutan

Pencemaran terjadi dimana-mana baik skala industri maupun rumah tangga. Pemikiran tentang kehidupan yang lebih baik, sehat jasmani dan rohani, dan terciptanya lingkungan yang baik merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks karena konsep ini sangatlah tidak mudah.

Masalah pencemaran yang ada merupakan suatu faktor yang akan terus ada apabila tidak terjadi perubahan pola pikir dan kehidupan menuju ke yang lebih baik dan ramah lingkungan. Kegiatan rumah tangga atau pemukiman merupakan salah satu awal pengendalian lingkungan dan merupakan faktor penentu baik atau tidaknya lingkungan. Penerapan pemukiman yang ramah lingkungan dapat dilihat dari konsep masyarakat dalam menciptakan suatu ruang kehidupan yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan atau dapat disebut sebagai disain pemukiman yang berwawasan lingkungan (Soemarwoto, 2004).

Dalam suatu disain pemukiman yang berwawasan lingkungan diperlukan sumber daya manusia yang menggerakkan dan memanfaatkannya secara optimal. Karakter (perilaku, sikap dan tindakan) setiap orang untuk menciptakan kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) sangatlah berbeda dan tergantung pada kondisi sosial dan budaya yang ada.

Tanpa disadari penggunaan barang-barang yang dikonsumsi dan diproduksi akan menguras sumber daya alam yang ada dan merusak lingkungan. Konsep kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving) ini dapat diterapkan sehari-hari baik dalam penggunaan bahan/material ramah lingkungan, penggunaan kembali barang-barang yang masih dapat reuse, reduce, dan recycle. (Seo, 2001). Untuk mengetahui pengolahan limbah dalam penerapan konsep ramah lingkungan (ecoliving) di masyarakat maka digunakan pendekatan komunitas (community based management) dengan melihat kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

(9)

Walaupun pendekatan ini bersifat subyektif, artinya keputusan subjektif dari individu

atau kelompok, tetapi hal ini cukup berarti sebagai evaluasi terhadap kemampuan masyarakat untuk berkembang dan secara aktif diharapkan dapat merencanakan dan meneruskan keberlanjutan untuk mencapai hasil yang optimal (Gambar 2).

Gambar 2 Kerangka Pemikiran 1.4. Perumusan Masalah

Kerusakan lingkungan seperti kenaikan tingkat polusi, limbah industri maupun domestik, menurunnya sanitasi dan kualitas lingkungan, serta menurunnya tingkat ketersediaan ruang terbuka hijau yang terjadi dapat diatasi dengan

Sanitasi Kualitas RTH KERUSAKAN LINGKUNGAN 1. Lemahnya kesadaran lingkungan

2. Pengelolaan SDA yang tidak bijak

3. Penggunaan barang tidak ramah lingkungan 4. Pola produksi dan

konsumsi yang eksesif 5. Hukum yang kurang kuat

Persoalan yang dihadapi

Pencemaran Lingkungan Polusi

Penilaian

1. Mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan. 2. Menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (Reuse,

Recycle, Reduce) di masyarakat.

3. Menganalisis ketersediaan Ruang Terbuka Hijau pada skala rumah dan komunitas.

4. Mengetahui tingkat kehidupan ramah lingkungan (ecoliving) dengan melihat keterkaitan ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengan konsep 3R, dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan.

Pengelolaan Lingkungan berbasis Ecoliving

Limbah Domestik

(10)

pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pengelolaan ini lebih memperhatikan generasi masa depan tanpa merusak dan mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia serta tanpa menggunakan bahan-bahan yang tidak membahayakan bagi kehidupan. Penelitian ini akan membahas salah satu dari konsep ramah lingkungan yaitu dengan menganalisis ketersediaan ruang terbuka hijau di sekitar perumahan, menganalisis sistem pengolahan sampah dengan penerapan 3R (reuse, recycle, reduce) di masyarakat, mengevaluasi partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan lingkungan, mengetahui keterkaitan antara ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH), pengelolaan sampah dengagn konsep 3R, partisipasi masyarakat.

Produksi limbah padat naik secara signifikan selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2000, Surabaya saja menghasilkan 8.700m3 atau 2.435 ton sampah per hari, yang diperkirakan akan berlipat ganda hingga tahun 2010. Hanya sekitar 50 persen dari limbah padat yang dikumpulkan untuk dibuang ke tempat pembuangan. Daerah-daerah miskin di perkotaan secara umum dilayani secara setengah-setengah atau justru tidak dilayani sama sekali. Di Indonesia, sekitar 15-20 persen dari limbah dibuang secara baik dan tepat; sisanya dibuang di sungai dan kali, menciptakan masalah banjir. Diperkirakan 85 persen dari kota-kota kecil dan lebih dari 50 persen kota berukuran menengah secara resmi membuang limbah mereka di tempat-tempat terbuka. Sekitar 75 persen dari limbah perkotaan dapat terurai dan dapat digunakan sebagai kompos atau biogas. Namun, kurangnya pengetahuan dan pelatihan menghambat pengembangan lebih jauh dari pengelolaan limbah yang produktif semacam itu. Walaupun adanya pasar yang relatif besar untuk produk-produk daur ulang, hanya sebagian kecil dari limbah tersebut yang didaur ulang.

Pemikiran tentang kehidupan yang lebih baik, sehat jasmani dan rohani, dan terciptanya lingkungan yang baik merupakan suatu fenomena yang sangat kompleks karena konsep ini sangatlah tidak mudah. Kurangnya pendidikan tentang lingkungan, pemukiman tidak terencana sehingga menjadi pemukiman yang kumuh dan berdesakan, fasilitas umum untuk lingkungan tidak tersedia menjadikan diperlukannya suatu konsep yang menuju kehidupan yang ramah lingkungan

(11)

(ecoliving) dengan memperhatikan aspek lingkungan secara holistik dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan konsep ini masih menjadi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari karena masyarakat Desa Jambangan mempunyai beberapa tingkat kehidupan, masih rendahnya informasi mengenai kehidupan ramah lingkungan, dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam menerapkan kehidupan ramah lingkungan. Penggunaan barang-barang yang rusak dianggap rongsokan (junk). Tanpa disadari penggunaan barang-barang tersebut akan menguras sumber daya alam yang ada dan lingkungan akan rusak. Kehidupan yang ramah lingkungan (ecoliving) ini dapat digunakan sehari-hari baik dalam penggunaan bahan/material ramah lingkungan, penggunaan kembali barang-barang yang masih dapat dipakai (reuse), barang daur ulang (recycle) yang masih baik digunakan, pengurangan (reduce) pemakaian yang konsumtif, dan penggunaan taman sebagai ruang terbuka hijau (RTH) atau tanaman obat keluarga (TOGA).

Sebagian besar masyarakat Desa Jambangan telah melakukan konsep ramah lingkungan (ecoliving) dengan baik hanya saja masih terdapat kekurangan terutama dukungan pemerintah hal sarana dan prasarana seperti 1) tempat sampah yang mampu menampung limbah rumah tangga ke dalam empat kategori (organik, plastik, kertas, anorganik), 2) alat pengangkut sampah dari rumah-rumah ke penampungan, 3) alat pengolah sampah sederhana, 4) operator yang memadai.

Untuk mengetahui penerapan konsep ramah lingkungan (ecoliving) yang ada di masyarakat maka digunakan pendekatan komunitas (community based management) dengan melihat kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini merupakan suatu alat yang bersifat subyektif, artinya bahwa dalam menjawab pertanyaan yang ada baik individu atau kelompok memberikan keputusan terbaik, tetapi pada beberapa materi hanya berupa perkiraan, seperti tentang apa yang benar untuk masyarakat mereka. Namun demikian hal ini cukup berarti sebagai evaluasi terhadap kemampuan masyarakat untuk berkembang dan diharapkan masyarakat tersebut secara aktif merencanakan dan meneruskan keberlanjutan untuk mencapai hasil yang optimal.

(12)

Penelitian ini juga merupakan metode pembangunan yang bertumpu pada komunitas yang digunakan untuk menentukan pembangunan yang seperti apa yang dapat diterima dan diterapkan untuk menggunakan konsep ramah lingkungan (ecoliving) itu dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam hal ini komunitas akan terlibat dalam proses pengelolaan perkembangan, operasi dan perawatan pemukimannya.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan rekomendasi terhadap pengembang pemukiman bahwa pemanfaatan konsep ecoliving dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang mengarah ke kehidupan yang lebih baik dan sehat.

2. Dapat sebagai model pengelolaan lingkungan di pemukiman-pemukiman sekitarnya dan dapat diterapkan untuk menunjang pemukiman berkelanjutan.

1.6. Hipotesis

1. Adanya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan lingkungan.

2. Adanya pengelolaan sampah dengan menggunakan konsep 3R.

3. Tersedianya RTH yang cukup dalam menciptakan lingkungan yang sehat. 4. Terdapat keterkaitan yang kuat antara RTH, pengelolaan sampah dan

partisipasi masyarakat untuk menciptakan pemukiman yang berwawasan lingkungan.

Gambar

Gambar 1  Konsep 3R
Gambar 2  Kerangka Pemikiran  1.4. Perumusan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini akan difokuskan pada aplikasi pembelajaran dibidang kedokteran, Dengan menggunakan Mobile Learning Engine (MLE) yang merupakan aplikasi multimediabased untuk

Sebab mutu sendiri memilik pengertian yang berbeda-beda, di antaranya mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan atau keinginan (Deming dalam Rubaman, Maman. Mei, 2008), Ace

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Sehati Gas dalam hal pengarsipan dan pencatatan penjualan dan produksi tabung.Sistem pengarsipan dan pencatatan sebelumnya menggunakan sistem manual sehingga

kot ke pelaku pasar (Identifikasi Persoalan) Pembentukan lembaga khusus Penataan Terpadu Kawasan Arjuna sbd perwakilan stakeholder Persiapan Penilaian (Tahap Perencanaan)

L : Ya Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib, hanya oleh karena kasihMu kepada orang berdosa ini. P : Ajarilah kami selalu mengingat Tuhan yang mati di kayu

Ringkasnya, meskipun struktur kristal serbuk ferit hasil sintesis telah sama dengan produk komersial, namun sifat-sifat magnetik magnet yang dihasilkan masih belum dapat

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).