Mengapa Rakyat (DIPAKSA) Menyubsidi
Koruptor?
Rimawan Pradiptyo Timotius Hendrik Partohap
Pramashavira Abraham Wirotomo
Laboratorium Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada
Korupsi dan Dampaknya Korupsi Struktural di Indonesia Evaluasi UU Tipikor Database Korupsi Subsidi kepada Koruptor
Definisi Korupsi
• Corruption: illegal, immoral or dishonest
behaviour, especially by people in positions of power (Cambridge Advanced Learner’s
Dictionary, 2003)
• The abuse of public power and influence for private ends (Waterbury,1973)
• An act “in which the power of public office is used for personal gain in a manner that contravenes the rules of the game” (Jain, 2001)
• Cakupan Korupsi Bowles (2000): – Embezzlement (penggelapan) – Bribery (penyuapan)
– Extortion (pungli)
3
• Definisi korupsi banyak mengalami
pergeseran:
– Di awal tahun 1970-an korupsi masih terbatas pada public sector
– UN CAC 2003 telah mengakui bahwa korupsi mungkin terjadi di sektor publik maupun swasta
• Di Indonesia, UU Anti Korupsi
diratifikasi 1999 dan disempurnakan
2001. Definisi korupsi masih terbatas
pada sektor publik saja.
– Kalaupun ada pihak swasta terlibat dalam korupsi, hal tersebut disebabkan keterlibatan sektor swasta dalam hal pengadaan barang dan jasa sektor publik.
Dampak Korupsi
• Kofi A. Anann (UN, 2004):
“Korupsi ibarat penyakit menular yang menjalar pelan namun
mematikan, menciptakan kerusakan yang sangat luas di
masyarakat. Korupsi merusak demokrasi dan supremasi hukum,
mendorong pelanggaran terhadap hak azasi manusia, mendistorsi
perekonomian,
menurunkan
kualitas
kehidupan
dan
memungkinkan organisasi criminal, terorisme dan berbagai
ancaman terhadap keamanan untuk berkembang’
Bahaya Laten Korupsi
5Korupsi
Demokrasi Tata Kelola Kesejahteraan Adverse Selection Reputasi Bangsa Kelembagaan• Korupsi menghancurkan
sendi-sendi bernegara dan
berbangsa
• Keberlangsungan NKRI
terancam oleh maraknya
korupsi di Indonesia
• Tidak ada negara maju
Korupsi, Demokrasi dan Perlindungan Rakyat
Sumber: Mohtadi & Roe, 2003)
• Kerusakan yang ditimbulkan memperlemah peran negara dalam memberi perlindungan kepada rakyat.
• Korupsi tidak hanya membebani generasi sekarang namun juga generasi ke depan.
• Wirotomo (2013) menggunakan data
161 negara 1995-2011 menunjukkan di
tingkat demokrasi yang rendah, korupsi
cenderung tinggi. Awal demokratisasi
korupsi bisa meningkat namun akan
menurun ketika demokrasi telah tercapai
(Mohtadi dan Roe, 2003 dan Wirotomo,
2013)
0 2 4 6 8 10 0 2 4 6 8 10 Institutionalized Democracy cpi Fitted valuesCPI (Corruption) dan Tatakelola (Governance)
7 0 20 00 0 40 00 0 60 00 0 80 00 0 10 00 00 0 5 10 15 Functioning of GovernmentReal GDP per Capita (2005) Fitted values
0 20 00 0 40 00 0 60 00 0 80 00 0 10 00 00 0 2 4 6 8 10 Basic Administration
Real GDP per Capita (2005) Fitted values
0 20 00 0 40 00 0 60 00 0 80 00 0 10 00 00 0 .2 .4 .6 .8 1
ICRG Indicator of Quality of Government Real GDP per Capita (2005) Fitted values
0 50 00 0 10 00 00 -3 -2 -1 0 1 2
Government Effectiveness - Estimate
Real GDP per Capita (2005) Fitted values
BA FoG
CPI dan Kesejahteraan Umum
Negara dengan tingkat korupsi rendah (biru) cenderung memiliki PDB per kapita yang lebih tinggi. Korupsi menurunkan PDB (Mauro, 1995, 1998; Wei, 2000; Habib dan Zurawicki, 2000; Treisman, 2000)
Negara dengan tingkat korupsi tinggi (merah) cenderung
memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi.
Korupsi menghambat
pembukaan lapangan kerja (Cuervo-Cazurra, 2006)
CPI dan Aspek Kelembagaan
0 2 4 6 8 10 -3 -2 -1 0 1 2Government Effectiveness - Estimate
Fitted values Corruption Perceptions Index
0 2 4 6 8 10 0 .2 .4 .6 .8 1
ICRG Indicator of Quality of Government
Fitted values Corruption Perceptions Index
Negara dengan tingkat korupsi yang rendah cenderung
memiliki kualitas pemerintahan yang baik
Negara dengan tingkat korupsi yang rendah cenderung
memiliki pemerintahan yang effektif dalam melaksanakan perannya
Korupsi Menciptakan Adverse Selection
(Keblondrog)
• Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, cenderung akan mendorong keluar
(drive-out) investor yang mengandalkan kompetisi kualitas dan inovasi teknologi
(good investor) (Cuelvo-Cazzura, 2006)
• Disaat bersamaan, negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, akan menarik
investor yang mengandalkan penyogokan sebagai salah satu praktik usaha (bad
investor).
High Corruption Countries Low Corruption Countries Good Investor Bad Investor International Financial MarketDampak Korupsi
Public Money •Economic multiplier tend to be high • Economic multiplier occurs domestically • It may reduce disparity in income distribution • Economic multiplier tend to be small• It may increase the disparity of income •
Misallocation of
resources
Society Individual Corruption No CorruptionDampak Pencucian Uang
Hot Money
• It will not affect to the
exchange rate of domestic currency • Economic multiplier tend to occur domestically • Creating pressure on domestic currency exchange rate • Increasing loanable fund abroad • Economic multiplier tends to occur abroad Domestic market/bankyak
Cash Outflow Money Laundering No Money Laundering Demand for Foreign Currency Increase
Pertanyaan Mendasar
• Mengapa ada negara yang tahan berdiri ratusan hingga ribuan tahun,
namun banyak negara yang terpecah setelah hanya belasan atau
puluhan tahun berdiri?
• Mengapa banyak negara terpecah setelah referendum?
– Eritrea (1993) - Slovenia (1990)
– Timor Timur (1999)
• Namun banyak pula negara yang tidak dapat dipecah meski melewati
referendum?
– Irlandia Utara (1973), Scotlandia (2014)
– Quebec (1980, 1995)
• Mungkinkan Indonesia bertahan 1000 tahun (NKRI 3015) jika
korupsi masih merajalela di Indonesia?
Korupsi dan Dampaknya Korupsi Struktural di Indonesia Evaluasi UU Tipikor Database Korupsi Subsidi kepada Koruptor 15
Korupsi Struktural
• Korupsi struktural adalah korupsi
yang terjadi akibat sistem yang
berlaku di suatu negara cenderung
mendorong individu yang tinggal di
negara tersebut untuk melakukan
korupsi.
• Dalam korupsi struktural, sistem
yang berlaku memberikan insentif
lebih tinggi untuk melakukan korupsi
daripada insentif untuk mematuhi
hukum.
• Meski korupsi marak, namun
kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah ternyata tetap tinggi
(anomali)
Korupsi oleh anggota
masyarakat • Pra Pengadilan
Korupsi oleh Polisi • Pra pengadilan
Makelar Kasus
Korupsi oleh
Jaksa dan Hakim • Pengadilan
Korupsi di LP •Pasca Pengadilan
Kecanggihan Teknik Korupsi di Indonesia
Teori Korupsi di
Ekonomika
Kriminalitas
Teknologi Baru
dalam Korupsi
Makelar Kasus dan Joki Napi
hanya ada di Indonesia
Kompleksitas Korupsi di Indonesia (Indriati, 2014)
Agent
Client
Principal
Agent
Client
Principal
Middlemen
Rose-Ackerman, 1978; Klitgaard, 1988 Indriati, 2014Penjara Bintang 5
Peran Negara Menurut Teori Ekonomi
• Dalam konsep teori ekonomi klasik dan neo-klasik sekalipun (madzab liberal), peran negara sangat besar untuk mendukung mekanisme pasar. Peran negara diperlukan di:
– Sektor-sektor yang tidak dapat disediakan oleh mekanisme pasar: pengadaan barang publik (legislatif, eksekutif dan yudikatif)
– Ketika terjadi eksternalitas negatif sebagai ekses
pembangunan/aktivitas ekonomi (polusi udara, polusi air, dll)
– Ketika terjadi distorsi pasar akibat adanya asymmetric information, praktik bisnis anti kompetisi, biaya tinggi akibat korupsi, dll.
– Mengatur pemanfaatan sumberdaya umum (common resources) yang berpengaruh besar terhadap kesejahteraan umum, misalnya: pengelolaan hutan dan hasilnya,
pengelolaan air, pengelolaan barang tambang, dll 20
Mekanisme Pasar
Mekanisme Non Pasar dan Institusi
Evaluasi Peran Negara di Indonesia
Indonesia
Negara Maju Kapitalis
Negara Maju Sosialis
Alokasi tanah cenderung diserahkan kepada pasar
Alokasi tanah dilakukan oleh negara secara ketat
Alokasi tanah dilakukan oleh negara secara ketat
Perencanaan pembangunan berjangka ultra pendek
Perencanaan pembangunan jangka panjang
Perencanaan pembangunan jangka panjang
Pengelolaan sumberdaya umum diserahkan kepada pasar
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Pengelolaan sumberdaya umum diatur ketat oleh pemerintah
Berbagai aspek kehidupan dibebaskan/tidak diatur
Berbagai aspek kehidupan diatur ketat oleh pemerintah
Berbagai aspek kehidupan diatur ketat oleh pemerintah
Supply barang strategis
diserahkan mekanisme pasar
Kestabilan supply barang-barang strategis dilakukan oleh pemerintah
Kestabilan supply barang-barang strategis dilakukan oleh
Evaluasi Peran Negara (lanjutan)
Indonesia Negara Maju Kapitalis Negara Maju Sosialis
Sistem yang ada mendorong orang melakukan korupsi (korupsi struktural)
Sistem yang ada
meminimalisasi potensi korupsi Sistem yang ada meminimalisasipotensi korupsi
Sistem disusun tanpa mengindahkan aspek rasionalitas dan tidak manusiawi
Sistem dibangun dengan
menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Sistem dibangun dengan
menjunjung aspek rasionalitas dan manusiawi
Tidak memiliki Single Identity
Number (SIN) Memiliki Single Identity Number Memiliki Single identity Number
Sebagian besar sektor kesehatan diserahkan ke mekanisme pasar
Sektor kesehatan diatur ketat oleh pemerintah dan
penggunaan asuransi intensif
Sektor kesehatan diatur dan dikelola penuh oleh pemerintah
Aspek Institusi dan Pasar di Indonesia
• Pembangunan di Indonesia dari sejak merdeka
hingga saat ini menafikkan pembangunan
kelembagaan
• Fokus kebijakan hanya pada necessary conditions
(mekanisme pasar), namun melupakan sufficient
conditions (faktor institusi yang diperlukan oleh
pasar)
• Terdapat kesalahan mendasar dalam strategi
pembangunan dimana terjadi pembiaran di bidang
institusi, sementara mekamisne pasar justru lebih
ditekankan tanpa memperhitungkan kebutuhan
institusi yang diperlukan.
• Upaya pencegahan dan penindakan korupsi adalah
salah satu bagian dari pembangunan institusi di
Indonesia.
23Pasar
Formal
Pasar
Informal
Aspek Institusi
Korupsi dan Dampaknya Korupsi Struktural di Indonesia Evaluasi UU Tipikor Database Korupsi Subsidi kepada Koruptor
Program Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi
Program
Anti
Korupsi
UU Anti Korupsi 1999 & 2001 Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) 2004 UU Anti Pencucian Uang PPATK 2005 & UU 8/2010 PPATK (2005) Reformasi Birokrasi (2003) 2526
Pasal 2 (Break of Law)
- secara melawan hukum;
- memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;
Setiap
Orang
atau
Korpo-rasi
Yang dapat
merugikan
keuangan negara
atau perekonomian
negara
Pasal 3 (Abuse of Power)
- dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
- menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan;
Sumber: Dr Haryono Umar (2009) disampaikan pada Seminar ‘Korupsi dan Money Laundering: Tantangan, Prospek dan
Korupsi Sesuai UU Tipikor
• Korupsi tidak saja dilihat dari perilaku,
namun juga menguntungkan siapa dan
dampaknya
• Korupsi (D) = A + B + C
– Definisi korupsi terlalu restriktif hanya di sektor publik
• Dampak merugikan bias ke keuangan
negara tapi menafikkan kerugian
perekonomian
• Terorisme dan genosida, yang
sama-sama extra ordinary crime, didefinisikan
terbatas pada tindakan dan tidak
mengikutsertakan dampak atau siapa
yang diuntungkan.
27 A. Tindakan Kejahatan C Keuangan Negara Rugi/Perekonomian Rugi B. Menguntungkan diri atau pihak lainD = A+B+C
Potensi Kriminalisasi
• Suatu tindakan disebut korupsi jika memenuhi A+B+C = D.
• Implikasi:
– Korupsi hanya dikenal di sektor publik – Korupsi di sektor swasta tidak dikenal – Korupsi oleh lembaga asing tidak dikenal • Lebih sempit daripada cakupan korupsi di
UNCAC
• Potensi kriminalisasi tinggi jika
hanya aspek B, C atau B dan C
yang digunakan sebagai dasar
penuntutan
A. Tindakan Kejahatan C Keuangan Negara Rugi/Perekonomian Rugi B. Menguntungkan diri atau pihak lainD = A+B+C
Apa amanah UU Anti Korupsi?
Pasal Nilai Korupsi Jenis Korupsi Denda Maksimal Penjara Maksimal Pasal 5 Rp 5 jt - ∞ Penyogokan PNS/penyelenggara negara Rp 50-250 juta 1-5 th
Pasal 6 Rp 5 jt - ∞ Penyogokan Hakim, aparat hukum & saksi ahli
Rp 150-750 juta
3-15th
Pasal 8 Rp 5 jt - ∞ Penggelapan uang oleh PNS Rp 150 – 750 juta
3-15th Pasal 12 Rp 5 jt - ∞ Korupsi oleh PNS Rp 200 jt – Rp
1 M
4-20th
Catatan: Jaksa dan hakim belum tentu menuntut/menjatuhkan hukuman pembayaran
uang pengganti sebesar jumlah uang yang dikorupsi
• Umumnya berpendidikan rendah
dan berasal dari keluarga kurang
mampu
• Sebagian besar kejahatan akibat
dorongan memenuhi kebutuhan
hidup
• Korban bullying bertendensi
sebagai penjahat ketika
dewasa(Bowles & Pradiptyo, 2005)
• Perilaku kejahatan sensitif terhadap
umur (Bowles and Pradiptyo, 2005)
• Cenderung mudah terdeteksi
• Umumnya berpendidikan tinggi
dan memiliki jabatan
• Tindak korupsi cenderung
kurang sensitif terhadap umur
• Menggunakan metoda yang
canggih dan tidak mudah
dibuktikan
• Menggunaan jabatan untuk
menghalangi penyidikan
• Pendeteksian cenderung rendah
Kompleksitas Korupsi di Indonesia
Diatur di UU Tipikor
Belum Diatur di UU Tipikor
Korupsi
Eksekutif Legislatif Yudikatif Lembaga Internasional di Indonesia Swasta Nasional Swasta Internasional di Indonesia Non-Profit Organisation 31• Penyogokan kepada PNS,
pegawai negeri asing dan di
sektor swasta
• Penggelapan di sektor publik dan
swasta
• Memperjualbelikan
pengaruh/kekuasaan
• Penyalahgunaan kekuasaan
• Ellicit enrichment
• Pencucian hasil korupsi
• Penyembunyian hasil korupsi
• Mempengaruhi proses
pengadilan
• Penyogokan kepada PNS dan
staff pengadilan
• Penggelapan di sektor publik
• Memperjualbelikan
pengaruh/kekuasaan
• Penyalahgunaan kekuasaan
UU Tipikor
UNCAC (Konvensi PBB)
32UU Tipikor Ketinggalan Jaman
33 Cakupan The Bribery Act, UK Cakupan UU TipikorThe Bribery Act (UK)
UNCAC
Korupsi dan Dampaknya Korupsi Struktural di Indonesia Evaluasi UU Tipikor Database Korupsi Subsidi kepada Koruptor
Perkembangan Database Korupsi
35 • 549 kasus • 831 terdakwa V1 2001-2009 • 1289 kasus • 1831 terdakwa V2 2001-2012 • 1518 Kasus • 2142 Terdakwa V3 2001-2013 • 2321 • 3109 Terdakwa V4 2001-2015Distribusi Kasus Korupsi
36 9 17 36 61 185 178 194 254 395 398 372 254 409 299 48 7 12 26 34 121 140 102 186 326 372 301 219 381 288 48 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015Distribusi Terdakwa & Terpidana
Gurem (<Rp 10 juta)
Kecil (Rp10 juta - Rp99.9 juta)
Sedang (Rp100 juta - Rp999.9 juta)
Besar (Rp1 miliar - Rp24.9 miliar)
Distribusi Terdakwa dan Koruptor Menurut Gender
2361, 92% 202, 8% Gender Terpidana Laki-Laki Perempuan 546, 18% 2563, 82% TerdakwaDistribusi Wilayah Terpidana
• Keberadaan terpidana korupsi
masih didominasi di Jawa dan
Sumatera
• Terdapat hubungan yang erat antara
pusat pemerintahan dan aktivitas
ekonomi dengan jumlah terpidana
korupsi.
• Nilai total korupsi masih didominasi
oleh Jabodetabek dan Sumatera
yaitu
Rp121,3 T (harga berlaku),
94,08% dari total korupsi, atau
senilai Rp195,14 T di tahun 2015
424 735 578 225 360 136 111 JABODETABEK JAWA LAIN SUMATERA KALIMANTAN SULAWESI BALI & NT MALUKU DAN PAPUAKerugian Negara Menurut Wilayah
39
Wilayah
Kerugian Negara
Harga Berlaku
(Rp Miliar)
Proporsi
Harga Konstan
(Rp Miliar)
Proporsi
Jabodetabek
88,207.4
68.39%
129,258.0
63.03%
Jawa Lain
4,012.1
3.11%
5,110.5
2.49%
Sumatera
33,137.0
25.69%
65,881.4
32.12%
Kalimantan
1,640.8
1.27%
2,562.5
1.25%
Sulawesi
1,580.2
1.23%
1,779.6
0.87%
Bali & NT
123.5
0.10%
147.1
0.07%
Maluku dan Papua
275.2
0.21%
341.8
0.17%
Distribusi Pekerjaan Terpidana
1115 149 62 559 670PNS BUMN/D LEMBAGA POLITISI
SWASTA/LAIN-Pekerjaan Terpidana
• Korupsi oleh
politisi
(legislator dan kepala
daerah) dan
swasta (1420 terpidana)
ternyata mengalahkan jumlah pelaku
korupsi PNS (1115 terpidana)
• Total nilai korupsi oleh politisi dan swasta
mencapai
Rp 50,1 T (harga berlaku)
atau
39,09%
(setara dengan
Rp86,4 T dengan
harga tahun 2015)
• Perlu reorientasi strategi
penanggulangan korupsi untuk fokus
ke korupsi oleh politisi dan swasta
• Perlu reformasi sistem pendanaan
Kerugian Negara Menurut Pekerjaan (lanjutan)
41 Jenis Pekerjaan Perpidan a Korupsi % Kerugian Negara (harga berlaku) % Kerugian Negara (harga konstan 2015) % PNS 1115 43.71% 21.3 16.59% 26.9 13.22% BUMN/D 149 5.84% 4.5 3.48% 8.7 4.27% Lembaga Independen 62 2.43% 52.4 40.84% 81.8 40.14% Legislatif 480 18.82% 1.6 1.27% 2.0 0.97% Kepala Daerah 75 2.94% 1.4 1.08% 1.8 0.88% Swasta/Lainnya 670 26.26% 47.1 36.74% 82.6 40.53% Total 2551 100.00% 128.2 100.00% 203.9 100.00%142 19 224 20 44 14 5 0 50 100 150 200 250 30% 4% 48% 4% 10% 3%1% Pengadaan Barang/Jasa Perijinan Penyuapan Pungutan Penyalahgunaan Anggaran TPPU Merintangi Proses KPK
JENIS KORUPSI YANG DITANGANI KPK (KPK, 2015)
167 23 4 7 123 13 128 53 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 32% 4% 1% 1% 24% 3% 25% 10% Politisi Kepala Lembaga/Kementerian Duta Besar Komisioner Eselon I / II / III Hakim Swasta Lainnya
Kerugian Negara Menurut Pekerjaan
17% 3% 41% 1% 1% 37%Proporsi Kerugian Negara
PNS BUMN/D Lembaga Independen Legislatif Kepala Daerah Swasta/Lainnya 44% 6% 2% 19% 3% 26%
Distribusi Pekerjaan Terpidana Korupsi PNS BUMN/D Lembaga Independen Legislatif Kepala Daerah Swasta/Lainnya
Hukuman Finansial Menurut Pekerjaan
45 Kerugian Negara (A) (Rp Miliar) Tuntutan Jaksa (B) (Rp Miliar) % (B/A) Putusan Pengadilan ( C) (Rp Miliar) % (C/A) PNS 21,271 1,044 4.9% 844 4.0% BUMN/D 4,462 2,435 54.6% 2,109 47.3% Lembaga Independen 52,368 17,052 32.6% 302 0.6% Legislatif 1,634 537 32.8% 402 24.6% Kepala Daerah 1,391 881 63.3% 770 55.3% Swasta/Lainnya 47,110 7,786 16.5% 9,126 19.4%Hukuman Finansial Menurut Pekerjaan
(lanjutan)
• Secara umum hukuman finansial kepada para terpidana
korupsi cenderung suboptimal (lebih rendah dari
kerugian negara yang diakibatkan)
• Hukuman finansial kepada para kepala daerah
cenderung lebih proporsional terhadap nilai kerugian
negara, dibandingkan pekerjaan lain
• Hukuman finansial kepada para legislator dan swasta
cenderung lebih rendah daripada kerugian negara yang
diakibatkan
Hukuman Finansial Menurut Skala Korupsi
47
Skala Korupsi
Terpi dan
a Avg. KerugianNegara (A) Avg TuntutanJaksa (B) B/A (%)
Avg Putusan Pengadilan (C) C/A (%) Gurem 62 119,934 2,037,049 1698.5% 4,111,515 3428.1% Kecil 512 10,198,507 21,405,450 209.9% 101,505,468 995.3% Sedang 1062 154,962,172 170,303,109 109.9% 664,341,936 428.7% Besar 779 1,417,735,018 699,716,427 49.4% 516,807,423 36.5% Kakap 148 48,453,559,408 10,710,261,681 22.1% 4,021,250,522 8.3%
Hukuman Denda
• Intensitas Hukuman (Ideal)
– Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem
• Probabilitas Menerima Hukuman (ideal)
– Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem
• Intensitas Hukuman (Praktik di Lapangan)
– Kakap atau Besar >
Sedang = Gurem
> Kecil
• Probabilitas Menerima Hukuman (di lapangan)
Hukuman Uang Pengganti
• Intensitas Hukuman (ideal)
– Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem
• Probabilitas Menerima Hukuman (ideal)
– Kakap > Besar > Sedang > Kecil > Gurem
• Intensitas Hukuman (di lapangan)
–
Besar = Sedang = Kecil = Gurem
> Kakap
• Probabilitas Menerima Hukuman (di lapangan)
Korupsi dan Dampaknya Korupsi Struktural di Indonesia Evaluasi UU Tipikor Database Korupsi Subsidi kepada Koruptor
Apakah Hukuman Menjerakan?
51 128.2 29.7 13.6 203.9 65.5 21.3KERUGIAN NEGARA TUNTUTAN HUKUMAN FINANSIAL
HUKUMAN FINANSIAL (PUTUSAN PENGADILAN)
Total Kerugian Negara vs Hukuman Finansial (Triliun)
Harga Berlaku Harga Konstan (2015)
• Hukuman finansial adalah gabungan nilai
hukuman Denda, Hukuman Pengganti dan
Perampasan Barang Bukti (aset)
• Aset non moneter tidak dimasukkan
karena tidak ada nilai taksiran dari aset
tersebut di putusan pengadilan
• Penggunaan harga konstan (2015) adalah
upaya untuk penyetaraan nilai korupsi dan
hukuman finansial dalam konteks kekinian.
Hal ini perlu dilakukan mengingat inflasi di
Indonesia cenderung tinggi
Hukuman Finansial Menurut Skala
Korupsi (lanjutan)
• Hukuman finansial kepada terpidana korupsi cenderung ‘tajam ke
bawah tapi tumpul ke atas’
• Koruptor kelas gurem (nilai korupsi < Rp10 juta) dihukum rata-rata
3.428% lebih tinggi dari kerugian negara yang diciptakan
• Koruptor kelas kakap (nilai korupsi Rp25 M ke atas) hanya dihukum
rata-rata 8,3% dari nilai kerugian negara yang diciptakan
• Perlu revisi UU Tipikor agar hukuman yang diberikan kepada
para terpidana korupsi menjadi proporsional dengan biaya
sosial korupsi yang ditimbulkannya.
• Pertanyaan: mengapa DPR sibuk mengajukan RUU Revisi KPK
tapi tidak mengajukan RUU Revisi TIPIKOR agar hukuman
Subsidi Koruptor, Beban Siapa??
Nilai kerugian negara (biaya sosial eksplisit) Rp203,9 T, namun total hukuman
finansial hanya Rp21,26 T (10,42%)
Belum menghitung BIAYA SOSIAL KORUPSI!!!
Lalu siapa yang menanggung kerugian sebesar Rp73,07T - Rp5,32 T =
Rp182,64 Triliun tersebut? Tentu saja para pembayar pajak yang budiman:
Ibu-ibu pembeli susu formula untuk bayi mereka
Mahasiswa dan pelajar yang membeli buku teks mereka
Orang sakit yang membeli obat-obatan di apotek dan toko obat
Generasi di masa datang yang mungkin saat ini belum lahir
Sepertinya hanya di Indonesia para koruptor
disubsidi oleh rakyat dan generasi muda di masa
datang!!
Estimasi Biaya Sosial Korupsi (KPK, 2013)
• Subsidi kepada koruptor di
atas belum sepenuhnya
mencerminkan biaya sosial
korupsi
• Nilai biaya sosial korupsi di
4 kasus ternyata jauh lebih
besar daripada besarnya
kerugian negara di 4 kasus
tersebut (KPK, 2012)
Kerugian Negara vs Kerugian Ekonomi
(KPK, 2013)
55
Kasus di
Sektor
Negara (A)
Kerugian
Biaya Sosial
Korupsi
Tercatat (B)
Hukuman
Finansial
(C )
B/A (%)
C/A
(%)
C/B
(%)
Kehutanan Rp10,2 Miliar Rp 923,2 Miliar Rp 1,7 Miliar 9.040,22% 16.65% 0,18%
Perdagangan Rp5,2 Miliar Rp218,2 Miliar Rp4,6 M 4.165,76% 86.94% 2,09%
Kesehatan Rp26,7 Miliar Rp 75,6 Miliar Rp19,3 Miliar 283,33% 72.21% 25,48%
Biaya Sosial Korupsi (KPK, 2012)
Biaya Eksplisit
Korupsi
Biaya
Antisipasi
Korupsi
Biaya Reaksi
Korupsi
Biaya Implisit Korupsi
• Biaya Eksplisit Korupsi
– Nilai uang yang dikorupsi, baik itu dinikmati sendiri maupun bukan (kerugian negara secara eksplisit)
• Biaya Implisit Korupsi
– Opportunity costs akibat korupsi, termasuk beban cicilan bunga di masa datang yang timbul akibat korupsi di masa lalu
– Perbedaan multiplier ekonomi antara kondisi tanpa adanya korupsi dengan kondisi jika terdapat korupsi
• Biaya Antisipasi Tindak Korupsi
– Biaya sosialisasi korupsi sebagai bahaya laten
– Reformasi birokrasi untuk menurunkan hasrat korupsi (memisahkan orang korupsi karena terpaksa atau karena keserakahan)
• Biaya Akibat Reaksi Terhadap Korupsi
– Biaya peradilan (jaksa, hakim, dll) – Biaya penyidikan (KPK, PPATK, dll)
– Policing costs (biaya operasional KPK, PPATK dll) – Biaya proses perampasan aset di luar dan di dalam negeri
Biaya dampak sosial dan lingkungan Biaya dampak kepercayaan masyarakat
Dana yang dikorupsi (Kerugian Eksplisit)
Biaya eksekusi hukuman Biaya Investigasi, Penuntutan dan Pengadilan
4
5
1
3 2
Kerugian Negara vs Biaya Sosial Korupsi
• Dampak korupsi akan jauh lebih
besar jika dihitung berdasarkan
biaya sosial korupsi daripada
kerugian negara saja
• Estimasi biaya sosial korupsi
dilakukan dengan mengalikan
kerugian negara (harga berlaku)
dengan angka pengali 2,5x lipat
yang diperoleh dari hasil analisis
untuk kasus transportasi (minimum
irreducible approach)
• Biaya sosial korupsi akan jauh lebih
tinggi jika kasus korupsi tsb
merusak lingkungan
128.2 203.9 509.75 114.6 182.6 456.5 KERUGIAN NEGARA (HARGA BERLAKU) KERUGIAN NEGARA (HARGA 2015)BIAYA SOSIAL KORUPSI