857 eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (3): 857-866
ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
UPAYA ASEAN DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN DAN PEREDARAN NARKOTIKA ILEGAL DI KAWASAN ASIA TENGGARA
(2009-2012)
ELVIRA FEBRIAN PALIMBONGAN1 NIM. 06.53972.08247.02
Abstract:
This research aim to know how the role of ASEAN in overcome drugs trafficking in Southeast Asia from 2009 until 2013. This research is descriptive research wherein give the common pictures and explain about the role of ASEAN to overcome drug trafficking in Southeast Asia. Presented data is secondary data which is collected from various books, magazines, article, journal, summary lectures, websites and newspapers related to problems. Data analyze technique used is content analysis.
The result is the role of ASEAN in handling the drug trafficking in Southeast Asia is encourage countries in Southeast Asia to actively participate in the prevention of drug trafficking. Trafficking in narcotics received significant attention from the foreign ministers of ASEAN through the passage of the Joint Declaration for a Drug-Free ASEAN 2020 AMM issued at the hearing to 31 July 1998 in Manila, Philippines. Subsequently all ministers agreed targets to realize the Drug Free acceleration which initially targeted 2020 to 2015. ASOD as the main pillars of ASEAN has four working groups, namely: prevention education, treatment and rehabilitation, law enforcement and research. These programs include the establishment of four priority areas related to the training center region.
Keyword: ASEAN, Drug Trafficking
Pendahuluan
Arus globalisasi dan dampak dari krisis dunia telah menyebabkan peningkatan aksi-aksi kejahatan yang melintas batas suatu negara (transnational crime). Kawasan Asia Tenggara telah menjadi salah satu kawasan yang berpotensi dijadikan kawasan jaringan kejahatan internasional. Dibukanya pasar bebas Asia Tenggara (AFTA) tahun 2003 merupakan salah satu celah yang telah di
11
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: [email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1 , Nomor 3 , 2013 : 857-866
858
manfaatkan oleh pelaku kejahatan transnasional untuk mengembangkan pengaruhnya. Selain itu, negara-negara dikawasan Asia Tenggara cenderung memiliki institusi dan lembaga pemerintahan yang lemah serta korup. Hal ini menjadi faktor pendorong peningkatan kejahatan transnasional. Salah satu dari kejahatan internasional adalah perdagangan narkotika ilegal.
Menurut WHO yang dimaksud dengan obat (drug) adalah setiap bahan (zat/substansi) yang jika masuk dalam organisme hidup akan memberikan perubahan pada satu atau lebih fungsi-fungsi organisme tersebut. Zat seperti opioda (morfin, heroin), kokain, ganja, sedative/hiprotika, dan alkohol merupakan zat yang mempunyai efek seperti itu, khususnya dalam fungsi berpikir, perasaan, dan perilaku orang yang memakainya. Penyalahgunaan zat dan substansi (drug
abuse) adalah penggunaan zat yang bersangkutan tidak digunakan untuk
keperluan pengobatan tetapi untuk menikmati efek yang ditimbulkan baik dalam dosis kecil maupun besar. Penyalahgunaan tersebut dapat menyebabkan ketergantungan (drug dependence). (Dadang Hawari,1991:15)
Kejahatan perdagangan narkotika memiliki ciri-ciri: terorganisir (organized
crime), berupa sindikat, terdapat suatu dukungan dana yang besar serta
peredarannya memanfaatkan teknologi canggih. Modus peredaran gelap narkotika internasional selalu melibatkan warga negara asing dan berdampak terhadap teritorial dua negara atau lebih serta selalu didahului persiapan atau perencanaan yang dilakukan diluar batas teritorial negara tertentu. Semakin canggih teknologi telah dimanfaatkan oleh pelaku perdagangan narkotika ilegal untuk menyelundupkan narkotika illegal dari suatu negara ke negara lain seperti penggunaan kapal selam dan pesawat terbang. Adapun modus lain dari pengedar narkotika adalah menggunakan wanita sebagai kurir. Penggunaan wanita sebagai kurir narkotika dianggap sebagai cara aman dan tidak dicurigai oleh pihak keamanan suatu negara. Berkaitan dengan perdagangan narkotika ilegal ada tiga elemen penting didalamnya yaitu daerah yang menjadi pemasok, orang atau organisasi yang mendistribusikan narkotika serta pengguna atau pemakai narkotika.
Dengan jumlah penduduk Asia Tenggara yang hampir 500 juta jiwa, menjadikan wilayah ini bukan saja sebagai produksi terbesar obat-obatan berbahaya, namun juga sebagai pasar yang cukup potensial bagi para produsen dan pengedar narkotika. Perdagangan narkotika ilegal tidak terlepas dari Asia Tenggara merupakan salah satu penghasil obat-obatan terlarang terbesar didunia setelah “Bulan Sabit Emas” (Afganistan, India, Pakistan) dan Colombia. Sebutan “Segitiga Emas” atau The Golden Triangle yang merupakan daerah perbatasan Thailand, Myanmar dan Laos merupakan penghasil 60 persen produksi Opium dan Heroin di dunia (www.deplu.go.id). Jaringan Golden Triangle yang beroperasi di Myanmar, Burma, Thailand, Amerika Selatan dengan pusatnya Bangkok, Thailand, memiliki keterlibatan dengan kelompok jaringan internasional
Golden Crescent yang beroperasi di Iran, Pakistan dan Afghanistan dengan
Upaya ASEAN dalam menanggulangi perdagangan dan peredaran narkotika ilegal di kawasan Asia Tenggara 2009-2012(Elvira .F)
860 859 peranan kelompok sindikat perdagangan narkotika internasional yang berperan sebagai drug dealer dalam menyelundupkan narkotika ke kawasan Asia Tenggara. Munculnya berbagai masalah dan hambatan yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dan perdagangan narkotika ilegal ini membuat keberadaan suatu organisasi yang dapat menanggulangi masalah tersebut dirasakan sangat perlu. Kerjasama antar negara dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika harus dikembangkan karena tidak mungkin suatu negara dapat memberantas peredaran gelap narkotika berdimensi internasional.
Perdagangan narkotika yang merupakan transnational crime juga di bahas dalam
Asean Senior Official on Drugs Matter (ASOD), selain itu juga ada Senior Official Meeting on Transnational Crime (SOMTC), ASEAN and China Cooperative Operation in Response to Dangerous Drugs (ACCORD), juga ASEAN-EU Sub-Committe on Narctics. ASEAN Drugs Free 2015 merupakan visi dari “Join Declaration for Drug-Free ASEAN 2020” yang di tandatangani pada pertemuan
tingkat menteri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting) pada bulan Juli 1998. Keseriusan ASEAN dalam memberantas perdagangan narkotika diwujudkan melalui Kongres Internasional yang diselenggarakan di Bangkok pada 11-13 oktober 2000. Kongres yang memiliki tema “In Pursuit of Drug Free ASEAN
2015”. Penelitian akan difokuskan pada bagaimana upaya ASEAN dalam
menanggulangi perdagangan dan peredaran narkotika ilegal di kawasan Asia Tenggara tahun 2009-2012?. Tujuannya untuk mengetahui kebijakan ASEAN dalam menanggulangi perdagangan dan peredaran narkotika dikawasan Asia Tenggara.
Kerangka Dasar Konsep 1. Teori Sekuritisasi
Menurut Barry Buzan, sekuritisasi melihat bahwa masalah keamanan merupakan hasil konstruksi. Artinya, suatu isu menjadi masalah keamanan karena adanya
discourse content yang setidaknya memberikan pengaruh, ditambah lagi terdapat
aktor-aktor yang mewacanakannya dengan mengatakan bahwa isu tersebut merupakan ancaman eksistensial bagi suatu entitasJadi masalah keamanan muncul karena pengaruh konstruksi diskursif antarsubyek: aktor dan audience. Aktor mewacanakan, audience menyetujui. Hal tersebut di sebut sebagai securitization (sekuritisasi). (Barry Buzan, 1998: 54)
Ada beberapa konsep yaitu: securitizing actor, speech act, existential threat,
referent object, functional actor dan audience. Securitizing actors (aktor-aktor
sekuritisasi) adalah aktor-aktor yang melakukan sekuritisasi. Speech act adalah tindakan sang aktor dalam rangka melakukan sekuritisasi. Existential threat adalah ancaman eksistensial yang diwacanakan oleh sang aktor akan muncul dari isu tersebut. Referent object adalah entitas yang akan terancam dengan adanya isu tersebut jika tidak ditangangi secara serius. Audience adalah pihak-pihak yang coba dipengaruhi oleh sang aktor agar mempercayai adanya existential threat.
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1 , Nomor 3 , 2013 : 857-866
858
Dalam sekuritisasi isu perdagangan ilegal narkotik di Asia Tenggara, yang bertindak sebagai actor securitizing adalah Negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Speech act adalah ASEAN sebagi pilar utama melalui badan-badan khusus dalam menanggulangi masalah perdagangan ilegal narkotik dengan melakukan aksi-aksi seperti pertemuan, pembahasan draft program kerja dan implementasi program kerja. Referent object adalah Negara-negara baik anggota maupun Negara-negara di luar keanggotaan yang merasa terancam oleh perdagangan narkotika tersebut (existential threat). Audience adalah seluruh masyarakat di Asia Tenggara khususnya. Sedangkan functional actor adalah pelaku perdagangan narkotika yang berada di wilayah Asia Tenggara dilihat dari variabel yang mendorongnya menjadi sebuah ancaman.
2. Transnational Organized Crime
Secara konsep Transnational crime merupakan tindak pidana atau kejahatan yang melintasi batas Negara. Konsep ini diperkenalkan secara internasional pada tahun 1990-an dalam The Eight United Nation Congress on the Prevention of Crime and
the Treatment of Offenders. PBB sendiri menyebut Organized crime sebagai “ the large-scale and complex criminal activity carried on by groups of person, however loosely or tightly organized, for the enrichment of those participating and at the expense of the community and its members.
Kejahatan transnasional merupakan ancaman terhadap Negara dan masyarakat yang dapat mengikis human security. Perdagangan narkotika ilegal merupakan salah satu bentuk dari kejahatan transnasional, yang menyebabkan terjadinya permasalahan yang besifat multifaceted, seperti peningkatan penularan HIV/AIDS melalui pengguna narkotika jarum suntik dan pencucian uang. Selain itu, kejahatan perdagangan manusia khusus kejahatan yang terkait dengan ekspoitasi seksual sering dihubungkan dengan kejahatan perdagangan narkotika illegal.
3. Kerjasama regional
Menurut K.J Holsti dan Hans J. Morgenthau, Region atau kawasan yang diartikan sebagai sekumpulan Negara yang memiliki kedekatan geografis karena berada di wilayah tertentu. (Craig A. snyder, 2008) Pada periode awal 1970-an dengan semakin berkembangnya aktor non negara maka fokus terhadap negara sebagai satu-satunya aktor dalam hubungan internasional pun akhirnya tidak lagi mendapatkan prioritas utama. Keadaan ini memunculkan kebutuhan untuk keamanan politik dan semakin menghargai arti penting dari perdamaian serta kerjasama dan interdependensi adalah ciri khusus yang jelas terlihat dalam regionalisme karena ketika interaksi antar negara sudah semakin intensif maka akan melahirkan kecenderungan saling ketergantungan. Kawasan di Asia Tenggara telah mengalami transformasi dari aktor-aktor Negara yang berdiri sendiri menjadi Negara-negara yang saling bergantung baik dalam kerjasama ekonomi, politik, kebudayaan maupun keamanan.
Upaya ASEAN dalam menanggulangi perdagangan dan peredaran narkotika ilegal di kawasan Asia Tenggara 2009-2012(Elvira .F)
860 859
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe deskriptif analitik, yaitu tipe penelitian yang mendeskripsikan satu atau lebih fenomena dengan beberapa pertimbangan, yang mana penulis memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai upaya ASEAN dalam menanggulangi perdagangan dan peredaran narkotika ilegal dikawasan Asia Tenggara. Data yang disajikan merupakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah pustaka, yakni dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dari literatur seperti buku, surat kabar, atau majalah dan situs-situs dari internet. Teknik analisa data yang digunakan adalah data kualitatif.
Hasil Penelitian
Kejahatan transnasional di Asia Tenggara merupakan masalah yang penting dan perlu untuk dibahas dalam konteks ASEAN dan keamanan regional. Kejahatan transnasional menimbulkan ancaman bagi negara, perekonomian negara dan masyarakat sipil. Aktor non negara dapat menggunakan kejahatan transnasional untuk mempromosikan tujuan politik mereka, kelompok ini mendapat kekuatan dari kemampuan mereka untuk menjalin hubungan lintas batas-batas negara. Organisasi kejahatan transnasional mengambil keuntungan dari pejabat dan politikus yang korup serta lemahnya lembaga penegak hukum untuk memperluas pengaruhnya eksistensinya. Perdagangan narkoba selalu terkait dengan pencucian uang yang merupakan salah satu kejahatan transnasional yang paling berbahaya. Kegiatan perdagangan narkotika merupakan tantangan terhadap kedaulatan nasional dan integritas negara serta mengancam kelangsungan pemerintahan yang sah. Selain itu, kejahatan pencucian uang hasil narkotika melemahkan kredibilitas lembaga keuangan dan mengganggu ketertiban sosial.
Pada dasarnya sekuritisasi dipahami sebagai proses politik untuk menjadikan suatu masalah/ isu yang tadinya bukan masalah/isu militer menjadi masalah keamanan, dengan melihat isu/masalah tersebut dari sisi security, sehingga kemudian menjadi isu/masalah tersebut dijadikan agenda nasional suatu negara. Konsep sekuritisasi sendiri merupakan konsep baru yang berkaitan dengan power
of idea, yang dipahami sebagai kemampuan untuk memproduksi ide dan
menghasilkan sebuah discourse untuk mempengaruhi pihak lain. Unsur political
process dalam tahapan sekuritisasi menunjukan besarnya peran negara. Isu
awalnya bukanlah prioritas negara kemudian beranjak menjadi masalah keamanan nasional, di mana negara berhak untuk sepenuhnya concern dalam isu tersebut. Kerjasama ASEAN dalam menangani masalah perdagangan narkotika tercakup dalam wadah ASEAN Senior Official on Drug Matters (ASOD). Kerjasama ini dimulai pada saat ASEAN Ministerial Meeting (AMM) di Manila 26 Juni 1976, dengan ditandatanganinya ASEAN Declaration of Principle to Combat the Abuse
of Narcotics Drugs. Pada tahun 1982 dibentuk ASEAN Drugs Experts, sebagai sub
komite dibawah Comimittee on Social Development (COSD) dan Narcotic Desk di Sekretariat ASEAN. Pada sidang tahunan yang ke 8 di Jakarta, ASEAN Drugs 861
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1 , Nomor 3 , 2013 : 857-866
858
Experts mengubah namanya menjadi ASEAN Senior Official on Drug Matters(ASOD) sebagai wadah bagi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama
dalam menangani masalah narkoba dan obat-obatan terlarang.
Pada pertemuan ke 17 ASOD pada bulan oktober 1994 dihasilkan rencana kegiatan ASEAN Plan of Action on Drug Abuse Control yang meliputi empat bidang prioritas diantaranya pendidikan untuk penyalahgunaan narkoba, perawatan dan rehabilitasi, pemberdayaan dan penelitian. ASEAN juga merumuskan kebijakan melawan kejahatan perdagangan narkotika, kbijakan tersebut meliputi ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC),
ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM), ASEAN Chiefs of National Police (ASEANOPOL), dan ASEAN Senior Officials on Drugs Matters (ASOD).
ASEAN juga menjalin kerjasama dengan China dan United Nation International
Drug Control Programme (UNDCP), salah satu organ PBB yang bergerak
dibidang penanggulangan masalah narkotika. Pada perkembangannya, baik China maupun UNDCP, tanggal 11-13 Oktober 2000 ikut berpartisipasi secara aktif. Kongres yang bertema “In Pursuit of a Drug Free ASEAN 2015. Sharing the
Vision, Leading the Change” tersebut menghasilkan dua hal penting, yaitu sebuah
deklarasi politik dan sebuah plan of action yang berjudul “ACCORD-ASEAN and
China Cooperative Operation in Response to Dangerous Drug”.
Pentingnya masalah pengawasan dan pencegahan penggunaan obat-obatan berbahaya telah mendorong ASEAN Drug Experts untuk menetapkan suatu pendekatan regional. Pada sidang yang ke 8 ASEAN Drugs Experts berhasil mengesahkan “ASEAN Regional Policy and Strategy in The Prevention and
Control of Drug Abuse and Illicit Trafficking”. Kebijakan dan strategi tersbut
membawa dimensi baru pada persepsi dan pendekatan untuk memberantas narkoba yaitu dengan memandang maslah ini tidak hanya sebagai masalah sosial dan kesehatan saja tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap masalah keamanan, stabilitas, kesejahteraan dan ketahanan nasional.
“ASEAN Regional Policy and Strategy in The Prevention and Control of Drug Abuse and Illicit Trafficking” pada dasarnya berisikan tiga komponen utama,
yakni:
a) Kebijakan (policy)
Komponen ini mendorong negara-negara ASEAN untuk dapat menyelaraskan pandangan, pendekatan, strategi dan koordinasi yang lebih efektif pada tingkat nasional, regional dan internasional, serta memberdayakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di dalam upaya untuk mengatasi masalah narkoba
b) Pendekatan (approach)
Komponen kedua ini dimaksudkan untuk mendorong negara-negara ASEAN untuk segera menerapkan pendekatan keamanan dan kesejahteraan secara seimbang (a balanced security and prosperity approach) di dalam mengatasi masalah narkoba yang selanjutnya harus tersermin didalam implementasi program-program dan kegiatan-kegiatannya
Upaya ASEAN dalam menanggulangi perdagangan dan peredaran narkotika ilegal di kawasan Asia Tenggara 2009-2012(Elvira .F)
860 859 c) Strategi (strategies)
Komponen ketiga ini merekomendasikan untuk menempuh berbagai langkah terpadu untuk mengurangi persediaan atau peredaran (supply) dan permintaan (demand) serta mempertegas sistem pengawasan legalnya.
Pada tahun 1985, ASEAN turut mensponsori resolusi PBB no 40/122 menegani perlunya untuk mengadakan suatu Konferensi Dunia pada tingkat menteri mengenai penyalahgunaan narkoba dan peredaran ilegalnya.International Conference on Drug Abuse and Illicit Trafficking (ICDAIT) yang pada akhirnya berhasil di adakan di Wina, pada tahun 1987 dan mengeluarkan dua kesepakatan penting yaitu Deklarasi dan Comprehensive Multidiciplinary Outline of Future Activities in Drug Abuse Control atau CMO. Kesepakatan tersebut menekankan pentingnya pendekatan yang berimbang antara faktor pencegahan, perawatan dan rehabilitasi para pecandu obat-obatan terlarang. Baik dalam pembuatan kebijakannya maupun tindakannya, dengan upaya mengurangi persediaan pasokan narkoba dan perdagangan ilegalnya.
Adapun resolusi yang diharmonisasikan ASOD dari hasil CMO tersebut adalah: 1. PBB melakukan konsultasi dengan pemerintah negara-negara melalui agensi
PBB serta NGO yang ada untuk merumuskan strategi global dalam hal demand reduction, tujuan, prioritas dan pertanggung jawaban, kemudian memberikan laporan ke CND (commission on narcotics drugs)
2. Pengembangan konsultasi dengan mengikutsertakan NGO untuk merancang strategi demand reduction yang diteruskan kepada ECOSOC (Economic Sosial Council) agar diadopsi majelis umum.
3. Penyusunan seperti rancangan deklarasi, untuk memperhitungkan, mempertimbangkan rekomendasi yang relevan yang terkandung dalam CMO dengan memperhatikan fleksibilitas dan efektifitas biaya.
4. Perhatian khusus terhadap evaluasi pengembangan metode inovatif pengumpulan data dan analisis, mengidentifikasi mengenai sifat, lingkup, dan konsekuensi dari penyalahgunaan narkoba dan melakukan revisi tahunan melalui laporan kuisioner.
5. Demand Reduction harus menjadi agenda permanen dalam setiap pertemuan 6. Mendorong pemerintah, organisasi regional dan badan-badan multilateral
lainnya untuk bekerja sama dalam penggunaan biaya ECOSOC untuk mengurangi supply and demand dari peredaran narkotika ini.
7. Mendorong pemerintah untuk mengadopsi strategi nasional yang komprehensif yang mencerminkan realitas dan perlunya keseimbangan antara upaya pengurangan persediaan dan permintaan, dengan hubungan operasional antar daerah, dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya dari masing-masing negara.
8. Mendorong Direktur Eksekutif Program agar terus memfalisitasi dan mempromosikan penyebarluasan informasi serta berbagi manfaat dari pengalaman yang diperoleh dalam pengembangan dan pelaksanaan strategi nasional yang seimbang
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1 , Nomor 3 , 2013 : 857-866
858
9. Menyertakan International Narcotics Control Board untuk terus melaporkan kemajuan dan hambatan ditingkat nasional, dengan terus memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap drugs trafficking
10. Melakukan kerjasama antar pemerintah dalam hal demand reduction ditingkat regional dan internasional melalui pertemuan, pertukaran informasi, pengalaman dan expertise.
11. Menekankan perlunya keterlibatan tenaga sukarela serta partisipasi masyarakat terkait penanggulangan drugs trafficking.
12. UNCDP bertugas untuk merumuskan pengertian istilah-istilah dan melakukan sosialisasi agar masyarakat memiliki pemahaman yang sama
13. Mendorong sekjen PBB untuk meneruskan resolusi ini kepada semua pemerintah negara untuk dipertimbangkan dan diimplementasi.
ASOD memiliki empat kelompok kerja, yaitu: pendidikan pencegahan, perawatan dan rehabilitasi, penegakan hukum dan penelitian. Program-program ini dilengkapi dengan dibentuknya empat pusat pelatihan terkait bidang prioritas dikawasan antara lain:
a. ASEAN Training Centre for Narcotics Law Enforcement di Bangkok
Bidang penegakan hukum ini dicetuskan setelah pertemuan ASEAN Drug Experts ke-4 pada tahun 1979 yang merekomendasikan bahwa negara-negara ASEAN membutuhkan pelatihan khusus untuk meningkatkan pengamanan nasional dan memperkuat jaringan kerja regional akan penegakan hukum dibidang narkoitka dan obat-obatan terlarang. Kegiatan utamanya yang diambil ditingkat pusat adalah: mengatur semua pelatihan penegakan hukum anti narkoba dan obat-obatan terlarang yang diikuti oleh semua negara anggota dengan bantuan dari pemerintah AS dan mempersiapkan proyek pelatihan tiga tahun untuk memenuhi kebutuhan ASEAN akan proyek jangka panjang dengan dukungan UNDP.
Pelatihan bagi pejabat menengah penegak hukum narkotika dan obat-obatan terlarang dan lokakarya bagi pejabat senior penegak hukum narkotika dan obat-obatan terlarang telah diadakan tiap tahunnya, dengan memfokuskan pada satu masalah utama yaitu, lokakarya dan pelatihan tentang investigasi keuangan dan penyitaan asset-aset, pengumpulan data intelejen, analisa dan penyebaran informasi, serta pengantaran yang diawasi juga telah dilaksanakan.
b. ASEAN Training Centre for Preventive Drug Education di Manila
Bidang ini dibentuk dengan tujuan spesifik yaitu untuk melindungi anak-anak dan generasi muda dari penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang melalui program pencegahan penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang yang sama dan terus menerus.
c. ASEAN Training Centre for Treatment and Rehabilitation
Training Centre for Treatment and Rehabilitation memiliki tugas dalam hal
pengembangan, pertukaran informasi tentang metode perawatan dan rehabilitasi bagi para pecandu narkoba.
Upaya ASEAN dalam menanggulangi perdagangan dan peredaran narkotika ilegal di kawasan Asia Tenggara 2009-2012(Elvira .F)
860 859 d. ASEAN Training Centre for the Detection of Drugs in Body fluids
Singapura merupakan negara yang dipercaya ASOD untuk memimpin working group ini serta menjadi pusat pelatihan dan penelitian narkotika cair. Pusat laboratorium di Singapura tidak hanya menjadi acuan di kawasan Asia Tenggara saja, tetapi juga menjadi rujukan bagi negara-negara mitra wicara ASEAN. Hal ini dikarenakan fasilitas yang dimiliki laboratorium narkotika di singapura sangat lengkap. Prospek yang ditunjukan singapura dalam hal pengembangan laboratorium ternyata mendorong ASEAN sendiri untuk meningkatkan proyek pengembangan klinik berbasis kimia untuk mengobati pasien dalam jangka waktu yang lebih cepat. Tentunya ini akan lebih efektif jika dibandingkan dengan metode perawatan dan rehabilitasi yang bertahap. (www.asean.org)
Kesimpulan
1. Kesimpulan
Peran ASEAN dalam menanggulangi masalah peredaran dan perdagangan narkotika ilegal di Asia Tenggara adalah sebagai fasilitator dengan mendorong negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk ikut aktif dalam menanggulangi kejahatan transnasional perdagangan narkoba dan menjalin kerjasama baik dalam lingkup ASEAN maupun dalam lingkup bilateral dan internasional. ASEAN telah membangun kerjasama dengan UNDCP, UNDP, dan Uni Eropa. Kerjasama tersebut memberi beberap keuntungan seperti adanya pertukaran informasi dan keahlian (expertise) dalam hal manajemen pengelolaan permasalahan perdagangan narkotika ilegal. ASEAN Regional Policy and Strategy in The
Prevention and Control of Drug Abuse and Illicit Trafficking membawa suatu
dimensi baru pada persepsi dan pendekatan untuk memberantas maslah narkoba yaitu memandang masalah narkoba tidak hanya sebagai masalah sosial dan kesehatan saja tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap masalah keamanan, stabilitas, kesejahteraan dan ketahanan nasional. Dengan adanya training centre di kawasan Asia Tenggara, maka kerjasama baik pertukaran informasi, pelatihan, penelitian dan rehabilitasi terjalin dengan baik bahkan kerjasama ini tidak hanya dalam lingkup ASEAN tetapi juga negara-negara non ASEAN
DAFTAR PUSTAKA Buku
Buzan, Barry, Ole Waever, dan Jaap de Wilde. 1998. Security: A New Framework
For Analysis. London: Lynne Rienner Publisher.
Dadang Hawari, 1991. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif. Jakarta: BPFKUL.
Direktorat IV/Narkoba dan K.T, 2009, Tindak Pidana Narkoba dalam Angka dan
Gambar, Jakarta:Kepolisian Republik Indonesia
Snyder, Craig A. 2008. Contemporary Security and Strategy. Macmillan: Palgrave.
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1 , Nomor 3 , 2013 : 857-866
858
Internet
ASEAN Selayang Pandang. Diakses dari http://www.deplu.go.id/pdf. Tanggal 27
Desember 2008
Polisi tangkap dua anggota sindikat narkotika terdapat pada http://www.tempo.co.id/hg/jakarta/2002/03/30/brk,20020330-10,id.html diakses pada 9 maret 2013 pukul 3:32 WITA
The ASEAN Special Ministerial Meeting on Drug Matters 30 August 2012, Bangkok, Thailand terdapat pada http://www.asean.org/news/asean- statement-communiques/item/the-asean-special-ministerial-meeting-on-drug-matters-30-august-2012-bangkok-thailand?category_id=26 diakses pada 20 Januari 2013 pukul 15.30 WITA
Coperation on Drugs and Narcotic overview terdapat pada
http://www.asean.org/communities/asean-political-security-community/item/cooperation-on-drugs-and-narcotics-overview diakses pada 23 juni 2013 pukul 09.00 WITA.