• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN KHITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL PADA KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI LIMBAH KULIT SINGKONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN KHITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL PADA KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI LIMBAH KULIT SINGKONG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN KHITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL

PADA KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE

DARI PATI LIMBAH KULIT SINGKONG

I Gede Sanjaya M.H (2305100060) dan Tyas Puspita (2305100088)

Pembimbing: Ir. Nuniek Hendrianie, M.T dan Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng. .

Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Kata kunci: Biodegradable Plastik, pati kulit singkong, khitosan, dan gliserol

Abstrak

Biodegradable plastik adalah plastik yang akan terurai di alam dengan bantuan mikroorganisme. Biodegradasi dari plastik dapat dicapai dengan mengaktifkan mikroorganisme di lingkungan untuk memetabolisme struktur molekul film plastik. Biodegradable plastik biasanya diproduksi dalam dua bentuk yaitu padat/ bentuk 3D dan film. Penggunaan pati sebagai bahan utama pembuatan plastik memiliki potensi yang besar karena di Indonesia terdapat berbagai tanaman penghasil pati. Untuk memperoleh bioplastik, pati ditambahkan khitosan dan plasticizer gliserol, sehingga diperoleh plastik yang lebih fleksible dan elastis. Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan pati kulit singkong dan khitosan sebagai bahan dasar pembuatan biodegradable plastik. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penambahan khitosan dan gliserol pada proses pembuatan plastik biodegradable dari limbah kulit singkong. Dalam penelitian ini dilakukan studi mengenai pembuatan bioplastik campuran pati dan khitosan, serta gliserol sebagai plasticizer dengan melakukan variasi terhadap khitosan dan gliserol. Hasil yang diperoleh berupa lembaran tipis plastik (film plastik) yang telah diuji sifat mekaniknya sehingga didapatkan variabel data optimum yaitu komposisi khitosan 2% dan penambahan gliserol 3 ml dengan nilai Modulus Young 494925.675 (psi), Elongation 1.27 (%), dan Tensile Strenght 6269.059 (psi). Uji ketahanan air / swelling sebesar 66 %, serta uji biodegradasi oleh mikroba (EM4) selama 10 hari.

.

1. Pendahuluan

Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, diantaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai sektor lainnya. karena memiliki banyak keunggulan antara lain: fleksibel, ekonomis, transparan, kuat, tidak mudah pecah, bentuk laminasi yang dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain dan sebagian ada yang tahan panas dan stabil (Nurminah, 2002).

Disamping memiliki berbagai kelebihan tersebut plastik juga mempunyai kelemahan diantaranya adalah bahan baku utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui (Alvin dan Gil, 2004). Selain itu plastik tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba penghancur di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup (Cereda, 200).

Kelemahan plastik lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia adalah migrasi residu monomer vinil klorida sebagai unit penyusun polivinilklorida(PVC) yang bersifat karsinogenik (Siswono, 2008). Monomer-monomer tersebut

akan masuk ke dalam makanan dan selanjutnya akan masuk ke dalam tubuh orang yang mengkonsumsinya. Penumpukan bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak dapat larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar bersama urin maupun feses. Penumpukan bahan-bahan inilah yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi pemakainya dan bisa mengakibatkan kanker (Siswono, 2008).

Untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya plastik, saat ini telah dikembangkan plastik biodegradable, artinya plastik yang dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Biasanya plastik konvensional berbahan dasar petroleum, gas alam, atau batu bara. Sementara plastik biodegradable terbuat dari material yang dapat diperbaharui, yaitu dari senyawa-senyawa yang terdapat dalam tanaman misalnya selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang terdapat dalam hewan.

Biodegradable plastik dewasa ini berkembang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju (Jerman, Prancis, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Inggris dan Swiss) ditujukan untuk menggali berbagai potensi bahan baku biopolimer. Di Jerman

(2)

pengembangan untuk mendapatkan polimer biodegradable pada polyhydroxybutirat (PHB), Jepang (chitin dari Crustaceae, zein dari jagung, pullulan). Aktivitas penelitian lain yang dilakukan adalah bagaimana mendapatkan kemasan termoplastik degradable yang mempunyai masa pakai (lifetimes) yang relatif lebih lama dengan harga yang lebih murah.

Di Indonesia penelitian dan pengembangan teknologi kemasan plastik biodegradable masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena selain kemampuan sumber daya manusia dalam penguasaan ilmu dan teknologi bahan, juga dukungan dana penelitian yang terbatas. Dipahami bahwa penelitian dalam bidang ilmu dasar memerlukan waktu lama dan dana yang besar (Yuli Darni, 2008).

Jenis plastik biodegradable antara lain polyhidroksialkanoat (PHA) dan poli-asam amino yang berasal dari sel bakteri,

polylaktida (PLA) yang merupakan modifikasi

asam laktat hasil perubahan zat tepung kentang atau jagung oleh mikroorganisme, dan poliaspartat sintesis yang dapat terdegradasi. Bahan dasar plastik berasal dari selulosa, khitin, khitosan, atau tepung yang terkandung dalam tumbuhan, serta beberapa material plastik atau polimer lain yang terdapat

di sel tumbuhan dan hewan

(www.wordpress.com).

Teknologi kemasan plastik biodegradable adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk keluar dari permasalahan penggunaan kemasan plastik yang non degradable (plastik konvensional), karena semakin berkurangnya cadangan minyak bumi, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan serta resiko kesehatan. Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam (hasil pertanian), potensial menghasilkan berbagai bahan biopolimer, sehingga teknologi kemasan plastik biodegradable mempunyai prospek yang baik (Yuli Darni,2008).

Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada, maka pati merupakan polisakarida paling melimpah kedua. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa ( 10-20%) dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin ( 80-90% ) (Fessenden, 1994). Fungsi pati dalam tumbuhan sebagai cadangan makanan, juga sebagai substrat untuk produksi enzim amilase. Pati terdapat dalam gandum, beras, jagung, kentang, jenis umbi-umbian (Yuli Darni,2008).

Plastik berbahan dasar tepung aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi secara alamiah, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil

degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik

biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah (www.wordpress.com).

2. Metodologi

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam pembuatan bioplastik adalah teknik inversi fasa dengan penguapan pelarut setelah proses pencetakan yang dilakukan pada plat kaca. Metode ini didasarkan pada prinsip termodinamika larutan dimana keadaan awal larutan stabil kemudian mengalami ketidakstabilan pada proses perubahan fasa (demixing), dari cair menjadi padat. Proses pemadatannya (solidifikasi) diawali dari transisi fasa cair satu ke fasa dua cairan (liquid-liquid demixing) sehingga pada tahap tertentu fasa (polimer kosentrasi tinggi) akan membentuk padatan.

Pembuatan bioplastik dilakukan dengan dua cara, melarutkan khitosan terlebih dahulu ke dalam asam asetat 1 %. Khitosan dapat larut sempurna dalam asetat 1 % dengan pengadukan selama kurang lebih 30 menit dengan menggunakan stirrer. Larutan yang diperoleh berwarna putih bening dan terdapat gelembung-gelembung udara yang terbentuk akibat pengadukan. Setelah khitosan larut ditambahkan pati kulit singkong yang telah dilarutkan dengan menggunakan asam asetat pada suhu 60oC – 65oC. Hal ini dikarenakan pati kulit singkong dapat tergelatinisasi pada suhui 52oC – 64oC. Campuran pati dan khitosan tersebut kemudian ditambahkan dengan gliserol (plasticizer). Setelah semua bahan tercampur, dilakukan pengadukan selama 1 jam supaya diperoleh larutan yang homogen.

Sebelum campuran bioplastik ini dicetak di atas plat kaca, larutan tersebut harus didiamkan selama 24 jam agar gelembung-gelembung udara yang terdapat didalamnya dapat hilang. Jika gelembung-gelembung udara tersebut tidak dihilangkan maka lapisan yang terbentuk akan mudah terdeformasi (rusak) karena terdapat pinhole di dalam lapisan. Proses pencetakan larutan bioplastik dilakukan dengan cara menuang larutan bioplastik diatas plat kaca yang kedua sisinya dibersihkan dengan menggunakan alkohol 96 % dan kedua sisinya diberi selotip. Larutan bioplastik kemudian didorong dengan silinder stainless steel. Setelah itu larutan bioplastik di biarkan kering selama 2 hari dengan udara bebas, sebelum masuk kedalam oven. Untuk melepaskan larutan bioplastik dari pelat kaca dilakukan dengan cara memasukkannya ke dalam bak koagulan yang berisi larutan NaOH 4% sampai larutan bioplastik terlepas dari pelat kaca. Berdasarkan hasil penelitian larutan bioplastik dapat terlepas dari pelat kaca selama 30 menit. Larutan NaOH dalam hal ini berfungsi sebagai

(3)

larutan non pelarut yang dapat berdifusi kebawah lapisan bioplastik sehingga bioplastik terangkat ke atas dan mudah untuk dilepas (Santoso,2006).Skema pengelupasan bioplastik akibat difusi larutan NaOH dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema Pengelupasan Bioplastik Bioplastik ditarik secara serempak pada kedua ujungnya. Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan udara bebas. Pada proses pembuatan bioplastik dilakukan variasi komposisi bahan pembuatan bioplastik yang dimulai dengan memvariasi gliserol (3 ml ; 5 ml ; 7 ml) dan larutan khitosan (0,5 ; 0,75 ; 1 : 2) (%w/v).

3. Hasil dan Pembahasan

Uji tarik dilakukan di Laboratorium Dasar Bersama Universitas Airlangga Surabaya dengan menggunakan alat Authograph AG-10TE Shimadzu. Pengukuran dengan autograph ini meliputi stress(tensile strenght), %elongation, dan modulus young.

Pada penelitian ini, pengukuran uji tarik dilakukan terhadap variasi komposisi khitosan dan

gliserol. Tabel 3.1 merupakan tabel data sifat mekanik bioplastik yang meliputi tensile strenght (σ), modulus young (E), dan % elongation terhadap variasi komposisi bioplastik. Dan hubungan antara konsentrasi khitosan dan gliserol dengan ketiga sifat mekanik bioplastik bisa dilihat pada grafik 3.1.1, 3.1.2, 3.1.3.

3.1. Sifat Mekanik Bioplastik

Gambar 3.1.1. Pengaruh Prosentase Khitosan terhadap Nilai Modulus Young

Dari grafik 3.1.1 dapat dilihat bahwa prosentase khitosan terhadap nilai modulus young berbanding lurus. Dimana semakin besar prosentase khitosan, maka nilai Modulus Young nya juga akan semakin besar. Hal ini berbanding terbalik dengan adanya penambahan komposisi gliserol, dimana nilai Modulus Young akan semakin kecil seiring bertambahnya konsentrasi gliserol.

Gambar 3.1.2 Pengaruh Prosentase Khitosan terhadap Nilai Tensile Strenght

gliserol (ml) khitosan (%) E (psi) psi Elongation (%) 3 0.5 118431.123 2427.838 2.05 0.75 257381.241 4289.687 1.67 1 431131.980 6107.703 1.42 2 494925.675 6269.059 1.27 5 0.5 85838.608 2145.965 2.50 0.75 174362.605 4184.703 2.40 1 256121.015 5720.036 2.23 2 293425.846 5868.517 2.00 7 0.5 67587.534 1757.276 2.60 0.75 155369.575 3754.765 2.42 1 234098.378 5462.295 2.33 2 251142.973 5567.003 2.22 Difusi Terkelupas Bioplastik Plat kaca selotip p

(4)

Dari grafik 3.1.2 dapat dilihat bahwa prosentase khitosan terhadap nilai Tensile Strenght berbanding lurus. Dimana semakin besar prosentase khitosan, maka nilai Tensile Strengthnya juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin besar konsentrasi khitosan maka semakin banyak ikatan hidrogen yang terdapat dalam bioplastik sehingga ikatan kimianya akan semakin kuat dan sulit untuk

diputus karena memerlukan energi yang besar untuk memutuskan ikatan tersebut (Utari,dkk. 2008). Dan nilai Tensile Strength berbanding terbalik dengan adanya penambahan komposisi gliserol, dimana nilai Tensile Strength akan semakin menurun seiring bertambahnya konsentrasi gliserol.

Gambar 3.1.3. Pengaruh Prosentase Khitosan Dari grafik 3.1.3 dapat dilihat bahwa semakin besar komposisi gliserol maka prosentase elongation juga semakin besar. Yang berati bahwa semakin banyak gliserol yang ditambahkan, maka sifat bioplastik akan semakin elastis. Sedangkan prosentase elongation berbanding terbalik terhadap konsentrasi khitosan. Dimana semakin besar konsentrasi khitosan, maka prosentase elongation semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya jarak ikatan intermolekulernya (Salleh dalam Aris Rachman, 2009).

Dari ketiga grafik di atas terlihat bahwa komposisi optimum terdapat pada gliserol 3 ml dan khitosan 2% didapatkan nilai tensile strenght 6269.059 psi, modulus young 494925.675 psi, dan elongasi sebesar 1.27%.

3.3. Uji Biodegradasi

3.2. Analisa Morfologi

Analisa morfologi dilakukan di Laboratorium Gedung Robotika ITS Surabaya dengan menggunakan alat SEM ZEISS. Analisa ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana morfologi dari bioplastik yang terbentuk. Berdasarkan hasil uji SEM dengan komposisi variabel gliserol-khitosan

(3 : 0,75) pada gambar 3.2.1 terlihat bahwa permukaan bioplastik memiliki banyak rongga, dan masih terlihat adanya sedikit kerutan pada permukaan film, dikarenakan pada sampel film yang diuji terdapat kerutan. Sedangkan pada sampel komposisi variabel gliserol-khitosan ( 3 : 2 ) pada.

gambar 3.2.2 terlihat bahwa permukaan bioplastik memiliki sedikit rongga, dan banyak sekali kerutan pada permukaan film dikarenakan pada sampel film yang diuji terdapat banyak sekali kerutan.

Bioplastik dari pati kulit singkong-khitosan diuji sifat biodegradabelnya dengan menggunakan bakteri EM4 (Effective Microorganism). EM4 adalah kultur campuran mikro yang terdiri dari bakteri

Lactobacillus, Actinomyces, Streptomyces, ragi jamur

dan bakteri fotosentik yang bekerja saling menunjang dalam dekomposisi bahan organik (Heddy,2000 dalam Sitio,dkk. 2007). Proses dekomposisi bahan organik dengan dengan molekul EM4 berlangsung secara fementasi baik dalam keadaan aerob maupun anaerob . Bakteri-bakteri ini akan mendegradasi bioplastik yang mengandung pati dengan cara memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya melaui enzim yang dihasilkan dari

bakteri tersebut. Proses ini akan menghasilkan senyawa-senyawa organik berupa asam amino, asam laktat, gula, alkohol, vitamin, protein dan senyawa organik lainnya yang aman terhadap lingkungan (Higga dan Wididana, 1996 dalam Jefri Sitio, 2007). Hasil Uji biodegradasi dari bioplastik pati kulit singkong-khitosan ditunjukkan pada gambar 3.3.2

Analisa biodegradasi bioplastik dilakukan melalui pengamatan film secara visual. Dari gambar 3.3.2 dapat dilihat bahwa bioplastik yang diuji dengan EM4, mengalami degradasi dalam waktu 10 hari yang ditunjukkan dengan terkoyaknya permukaan film bioplastik. Dari hasil inilah, bioplastik dari pati kulit singkong–khitosan dapat dikatakan sebagai plastik yang ramah lingkungan.

Gambar 3.2.1 khitosan 0,75 % gliserol 3ml

Gambar 3.2.2 khitosan 2 % gliserol 3ml

(5)

3.4. Ketahanan Bioplastik Terhadap Air

Uji ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui prosentase penambahan berat polimer setelah mengalami penggembungan. Proses terdifusinya molekul pelarut kedalam polimer akan menghasilkan gel yang menggembung.

Sifat ketahanan bioplastik terhadap air ditentukan dengan uji swelling, yaitu prosentase penggembungan film oleh adanya air. Nilai prosentase swelling pada masing-masing bioplastik dapat dilihat pada tabel 3.4. dan hubungan antara konsentrasi khitosan dan gliserol dengan % swelling dari masing-masing film bisa dilihat pada grafik 3.4.

Grafik 3.4. Hasil Uji Swelling

Dari data 3.4, terlihat bahwa kitosan 2 % dengan gliserol 3 ml memiliki ketahanan terhadap air paling bagus dibandingkan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena sifat khitosan yang hidrofobik, dan tak larut dalam air. Jadi, semakin besar konsentrasi khitosan, maka % swellingnya semakin kecil yang berarti bahwa proses penyerapan air paling kecil dibanding variable khitosan lainnya.

Tabel 3.4. Hasil Uji Swelling Bioplastik dari Pati Kulit Singkong-Khitosan

4. Kesimpulan

Hasil penelitian mengenai pembuatan

bioplastik mengenai pati kulit singkong-khitosan

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.

Komposisi pati kulit singkong-khitosan dan gliserol (plasticizer) memberikan pengaruh terhadap sifat mekanik bioplastik. Sifat mekanik bioplastik terbaik terdapat pada komposisi khitosan 2%, gliserol 3 ml dengan nilai tensile strenght sebesar 6269.059 psi, modulus young sebesar 494925.675 psi dan elongasi sebesar 1.27%.

2. Semakin banyak khitosan yang digunakan maka sifat mekanik dan ketahanan terhadap air semakin baik.

3.

Bioplastik dari pati kulit singkong khitosan dapat terdegradasi dengan bantuan EM 4 selama 10 hari, sehingga bioplastik pati kulit singkong khitosan adalah plastik yang ramah lingkungan.

Daftar Pustaka

Adinly M,Tutas M.2000, Water Adsorption and

Water Vapor Permeability properties of

Polysaccharide (Locust Bean Gum) based edible films.

Bayu,Tri,Harsunu, FT UI.2008. Edible film dari Khitosan dengan Plasticizer Gliserol Billmeyer, Fred W.1984. Textbook of Polymer

Science . Troy, New York

Careda, M.P,et.,al. 2007. Characterization of Edible

Films of Cassava Strach by Electron

variable Wo W1 Swelling (%) Gliserol (ml) Khitosan (%) (gram) (gram) 3 0.5 0.08 0.31 74 0.75 0.08 0.3 73 1 0.16 0.54 70 2 0.17 0.5 66 5 0.5 0.14 0.58 76 0.75 0.13 0.53 75 1 0.08 0.29 72 2 0.16 0.5 68 7 0.5 0.23 0.98 77 0.75 0.17 0.7 76 1 0.23 0.85 73 2 0.16 0.52 69 Gambar 3.3.1 Bioplastik sebelum di beri EM4

Gambar 3.3.2 Bioplastik setelah diberi EM4

(6)

Microscopy. Braz, Journal Food Technology page: 91-95.

Deswita,Aloma K.K, Sudirman dan Indra Gunawan.Modifikasi Polietilen Sebagai Polimer Komposit Biodegradable untuk Bahan Kemasan.Jurnal Sains Materi Indonesia, Tangerang.

Fesenden, R J.Fessenden, Js.1995. Kimia Organik II,Terjemahan oleh A.H Pudjoatmaka, edisi ketiga, penerbit Erlangga, Jakarta.125-127

Heddy, S. 2000. Pengaruh dosis EM4 dan pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassica juncea L.). J.Agritek 8(4): 505-510

Higa, T dan GN. Wigiana. 1994. Mikroorganisme Sakti dari Jepang. Indonesia Kyusei Nature Farming Societys, Jakarta.

Lando, J.B., Maron, SH. 1974. Fundamental of

Physical Chemistry. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.

Mc Hugh, T.H;and krochta, J.M.1994.Sorbitol vs

Glycerol_plasticized whey protein edible films: Integrated.oxygen permeability and tensile property evaluation,J.Agric.Food

chem..42:841_5.

Muzzarelli, R. A. A .1986. Chitin Faculty of

Medicine University of Ancona Italy. Pergamon Press: 81-82

Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan Kertas serta Pengaruhnya terhadap Bahan yang Dikemas. Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian USU.

No HK, Meyers SP, 1995, Preparation and

characteristic of chitin and chitosan, Journal of Aquatic Food Product Technology.4 (2):27-52

Pranamuda, Hardaning. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradable Berbahan Baku Pati

Tropis. Badan Pengkajian dan penerapan Teknologi, Jakarta.

Seal, K.J. 1994. Test methods and standards for

biodegradable plastic. In: . Chemistry and technology of biodegradable polymer:

Griffin, G.J.L. Blackie Academic and Proffesional, Chapman and Hall.

Siswono. 2008. Jaringan Informasi pangan dan Gizi, volume XIV. Ditjen Bina Gizi Masyarakat. Jakarta.

Suryanti.2005.Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting (Scylta serrata) untuk Pembuatan Membran.Skripsi, Universitas Airlangga,Surabaya.

Whistler R.L, Be Miller JN.1973.Industrial gums,

Polysaccharides and their derivatives.2nded.New York:Academic Press.

Yuli Darni, Chici A, Sri Ismiyati D.2008.Sintesa Bioplastik dari Pati Pisang dan Gelatin dengan Plasticizer Gliserol.Universitas Lampung, Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II http://boedeker.com http://diglib.unimus.ac.id/files/disk1/115/jtptunimus-gdl-dianamalia-5728-3-babii.pdf http://onlinebuku.com/limbah-cangkang-udang-menjadi-kitosan/21Desember 2008 http://www.ebookpangan.com/,kitin,kitosan,produksi

dan pemanfaatannya.3 Januari 2010 http://www.std.ryu.titech.ac.jp/~indonesia/zoa/Makal ah_Dr_Hardaning Pranamuda.htm http://id.shvoong.com/exact-sciences/1946046-http-id-wikipedia-org-wiki http://blogkuw.wordpress.com/2007/07/20/plastik-biodegradable.

Gambar

Gambar 2.1 Skema Pengelupasan Bioplastik  Bioplastik ditarik secara serempak pada kedua  ujungnya
Gambar 3.1.3. Pengaruh Prosentase Khitosan Dari grafik 3.1.3 dapat dilihat bahwa semakin  besar  komposisi  gliserol  maka  prosentase  elongation  juga  semakin  besar
Grafik 3.4. Hasil Uji Swelling

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, pengaruh tidak langsung dari nilai tukar riil (RER) bersama-sama dengan harga beras dunia (PBW) dan harga dasar gabah (HDG) akan mempengaruhi harga beras

Air limbah yang dihasilkan dari industri kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk pemupukan pada tanah perkebunan karena air limbah tersebut pada kondisi tertentu masih

Bagaimana cara memulai meningkatkan partisipasi orangtua dan anggota masyarakat di kelas Anda, agar mereka belajar untuk diri sendiri tentang manfaat LIRP dan dapat membantu

Berdasarkan hasil analisis dampak penyebaran, jasa pariwisata dan sektor pendukungnya mempunyai kemampuan yang kuat untuk menarik dan mendorong terhadap pertumbuhan output

Melawan hukum artinya meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan (melawan hukum formil) namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena

Agama Islam menempatkan aktivitas ekonomi pada posisi strategis dalam kehidupan manusia agar mereka dapat meraih “ kehidupan yang lebih sejahtera dan lebih bernilai , tidak miskin,

Objek penelitian yang akan diteliti adalah Ancaman Kepentingan Pribadi, Ancaman Telaah Pribadi, Ancaman Kedekatan, Ancaman Advokasi Dan Ancaman Intimidasi

RKA - SKPD 2.2.1 Rincian Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah.. RKA - SKPD 3.1 Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah