Laporan Hasil Pemantauan Konflik di Aceh
1 September
– 30 September 2005
Bank Dunia/DSF
Sebagai bagian dari program dukungan untuk proses damai, Program Konflik dan Pengembangan Masyarakat di Bank Dunia Jakarta menggunakan metodologi pemetaan konflik melalui surat kabar untuk merekam dan mengkategorisasikan semua insiden dari konflik di Aceh sesuai yang dilaporkan kedue surat kabar tingkat propinsi (Serambi and Aceh Kita). Program tersebut dengan bantuan dari Decentralization Support Facility (DSF) akan menerbitkan laporan bulanan dan analisa data serta kunjungan lapangan.
Seperti bulan Agustus, data di bulan September juga menunjukkan kemajuan yang positif. Ada dua insiden konflik yang terjadi antara GAM-RI telah dilaporkan, dua-duanya terjadi pada dua minggu awal bulan, yaitu tidak ada insiden yang dilaporkan sejak AMM mulai beroperasi pada 15 September. Kunjungan ke lapangan menunjukkan bahwa masyarakat mulai berpercaya kepada proses pedamaian, meskipun adanya jurang yang jelas dalam proses sosialisasi. Di sisi lainnya, insiden main hakim sendiri meningkat dan di beberapa daerah kelihatnya bawah tipe konflik ini mulai mengganti konflik GAM-RI. Lebih lanjut, cara pemerasan nampak berubah bentuk dan bukan berhenti.1
Insiden GAM-RI terus menurun di bulan September
Insiden konflik antara GAM-RI terus berkurang sejak puncak insiden terhitung 33 kali pada bulan Juni. Pengurangan ini terus berlanjut di bulan September dimana Serambi and Aceh Kita hanya melaporkan dua insiden. Kedua kejadian ini terjadi pada pertengahan awal September padahal pada pertengahan selanjutnya tidak dilaporkan lagi insiden antara GAM-RI (Grafik 2). Untuk kedua insiden tersebut GAM menyangkal bertanggungjawab sehingga menjadi lebih sulit untuk mengungkap fakta apakah insiden tersebut dinyatakan sebagai tindakan kriminal biasa.
Grafik 1: Insiden GAM-RI berdasarkan bulan Grafik 2: Insiden GAM-RI Pasca 15 Agustus berdasarkan minggu
1
Ada keterbatasan dalam menggunakan pemetaan lewat surat kabar: surat kabar biasanya menerbitkan insiden di tingkat provinsi, tidak mencakup semua insiden dan agak bias dalam melaporkan beberapa insiden. Secara umum, surat kabar bisa dipercaya untuk digunakan sebagai data insiden kekerasan dan keterlibatan para pelaku, tetapi surat kabar kurang bisa untuk digunakan dalam pemetaan pelaku pihak menengah dan insiden kecil berskala lokal yang sifatnya bukan kekerasan. Untuk informasi lebih lanjut pada kumpulan data dan analisisnya, lihat: Patrick Barron, Samuel Clark dan Muslahuddin Daud (2005). Conflict and Recovery in Aceh: An Assessment of Conflict and Options for Supporting the Peace Process. Jakarta: Bank Dunia. Untuk metodologinya, lihat: Patrick Barron dan Joanne Sharpe (2005). “Counting Conflict: Using Newspaper Reports to Understand Violence in Indonesia”’ Indonesia Social Development Paper No. 7 Jakarta: Bank Dunia. Kedua laporan diatas terus diperbaharui setiap bulannya dapat dilihat
di: www.conflictanddevelopment.org Data tersedia bagi siapa saja yang berminat, harap hubungi Samuel Clark di:
sclark@wboj.or.id
40434
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Insiden dan Dampak yang terjadi Pasca 15 Agustus di empat kabupaten
Sejak nota kesepahaman ditandatangani (MoU) antara GAM and Pemerintah Indonesia tercatat ada lima insiden seperti yang dilaporkan oleh surat kabar lokal. Pada bulan September terjadi di Aceh Barat dan Aceh Utara. Pasca 15 Agustus insiden lebih bersifat sporadic di berbagai tempat dan bukan sistematis
Tabel 1: Dampak Insiden GAM-RI Pasca 15 Agustus berdasarkan kabupaten
Kabupaten Insiden Tewas Terluka Gedung
Dirusak September Aceh Barat 1 0 0 0 Aceh Utara 1 2 0 0 Agustus Aceh Barat 1 1 1 0 Aceh Besar 1 0 0 0 Bireuen 1 0 1 0 TOTAL 5 3 2 0
Sumber: Dataset surat kabar
Aceh Utara, Kecamatan Baktiya, 10 September
Aceh Kita dan Serambi keduanya melaporkan bahwa dua anggota TNI non-organik ditembak ketika berjalan di jalur irigasi pada sore hari. Penduduk setempat ketika ditanyai Serambi tidak mampu mengidentikaskan siapa pelakunya, namun demikian TNI menuduh bahwa pelakunya adalah 20 anggota GAM. Komandannya tidak menganjurkan anak buahnya melakukan perlawanan terhadap GAM namun melaporkan insiden tersebut pada AMM. Aceh Kita melaporkan GAM sangat kecewa dengan tuduhan tersebut. Tim AMM/IMP setempat mengumpulkan bahan bukti dari tempat insiden dan akan melaporkan insiden tersebut ke kantor utama mereka.
Aceh Barat, Kecamatan Pante Ceremen, 11 September
Serambi melaporkan adanya kasus pemerasan dan penyanderaan yang berakhir dengan kepala desa Lawet dan keluarganya, serta seorang guru yang berasal dari dekat Desa Keutambang mengungsi ke Meulaboh. Rumah mereka diancam akan dibakar dalam waktu satu minggu setelah sekelompok bersenjata menuntut Rp. 50 juta dari guru tersebut. Kapolres setempat mengatakan bahwa pelakunya ada di bawah kepemimpinan komandan GAM setempat yang bernama Gambiet. Sebelumnya pada bulan Agustus, Gambiet dilaporkan bertanggungjawab atas pembunuhan Arifin (Lihat Kotak 1).
tanggapan mereka bahwa mereka menerima GAM belum tentu semudah itu. Perdamaian itu milik pemerintah, tetapi belum jelas apakah GAM dan TNI sudah berdamai didepan masyarakat.”
Aceh Barat Pada perkembangan terakhir,kami melaporkan adanya pembunuhan seorang anggota gerilyawan GAM di Pante Ceremen, Aceh Barat. Kunjungan lapangan memberikan banyak informasi atas insiden perseteruan antara GAM dengan salah satu pengikutnya (lihat Kotak 1). Insiden ini terkesan tertutup meskipun sangat jelas bahwa banyak kejadian kecil yang tidak tersentuh wartawan.
Kotak 1: Pembunuhan salah seorang gerilywan GAM di Pante Ceremen, Aceh Barat
Kasus pembunuhan Arifin, salah seorang gerilyawan GAM pada tanggal 21 Agustus telah dijelaskan kepada kami melalui seorang informan.lokal
“Petama, kamu harus mengerti bahwa Arifin adalah bekas anggota GAM. Sudah setahun dia meninggalkan GAM. GAM tidak punya masalah jika anggotanya ingin pergi tapi ada 2 syarat yang harus dipenuhi: Tinggalkan senjata kamu dan jangan memberi informasi kapada aparat dimana lokasi GAM. Arifin tidak mengindahkannya. Dia juga dianggap sebagai pembuat masalah ketika masih jadi anggota GAM. Dari beberapa peristiwa dia memaksa meminta uang masyarakat atas nama komandan GAM yang tidak pernah ada. Ia juga menikah 2 kali,padahal peraturan dianatara GAM tidak boleh menikah lebih dari sekali.”
“Pada 21 Agustus Arifin diundang oleh Gambiet [pemimpin GAM di Aceh Barat] untuk bertemu dan memecahkan masalah masa lalu. Lokasi pertemuan pada sebuah pertandingan bola. Gambiet mengikutsertakan 15 gerilyawan,ada 5 diantaranya pernah dilaporkan di suratkabar, dan ketika Arifin melihat mereka dia langsung melarikan diri. GAM mengejar sambil berteriak ‘jangan lari, jangan lari, tidak masalah jika kamu tidak lari.’ Dia terus ber berlari dan ketika dia menyebrangi sungai kecil Gambiet pun menembak Arifin. Kemudian GAM membawa tubuhnya kembali ke pertandingan bola dan meminta masyarakat untuk memberitahu keluarga Arifin bahwa yang menembaknya adalah GAM dan bukan aparat.”
Insiden main hakim sendiri meningkat
Jumlah insiden jenis main hakim sendiri meningkat di bulan September menjadi sembilan. Ini merupakan gabungan dari beberapa insiden setelah kejadian tsunami (Grafik 3). Insiden terjadi di Aceh Selatan, Aceh Timur, Pidie, Gayo Lues, Bireuen dan Lhokseumawe dan mengakibatkan satu orang tewas dan suta luka masing-masing di Bireuen dan Lhokseumawe. Jumlah insiden ini mengakibatkan pada orang tewas pasca 15 Agustus menjadi empat.
Pasca 15 Agustus ada tiga bentuk main hakim sendiri. Kategori pertama, terdiri dari dua insiden yaitu di Bireuen dan satunya lagi di Lhokseumawe dan Aceh utara, yang melibatkan penyerangan tanpa sebab dan akibat yang jelas, maupun tujuan tidak dilaporkan dan motifnya adalah pelaku yang tidak teridentifikasi. Semua kekerasan dari tindakan main hakim sendiri termasuk dalam kategori ini. Meskipun tidak dilaporkan, insiden ini bisa jadi adalah pembunuhan dengan alasan balas dendam yang menyebabkan masyarakat ketakutan.
Kategori kedua, yang termasuk insiden di Aceh Selatan, Aceh Timur, Pidie dan Gayo Lues yang melibatkan pemerasan oleh pihak yang dipanggil OTK (orang tak dikenal). Walaupun bisa jadi GAM, milisi atau hanya penjahat, surat kabar pun tidak ingin berspekulasi. Beberapa kasus diantaranya, pada laporan terpisah di Serambi melaporkan bahwa menurut Kapolres Pidie anggota GAM yang bertanggungjawab. Sebaliknya, perwakilan GAM kepada AMM, Teungku Marzuki, menyebutkan bahwa tidak ada laporan bahwa GAM yang melakukan pemerasan.2
Kategori yang ketiga dan kurang membahayakan adalah insiden dimana warga jarang mengambil keputusan di tangan mereka. Ini termasuk pada satu insiden di Aceh Barat dimana seorang penduduk menegur dan mendatangi seorang anggota DPRD untuk alasan pribadi dan satu insiden di Aceh Utara dimana penduduk menuduh pegawai PLN melakukan korupsi.
Tabel 2: Pasca 15 Agustus dampak main hakim sendiri berdasarkan kabupaten
Kabupaten Insiden Tewas Terluka Gedung
Dirusak
Kemungkinan balas dendam
Bireuen 2 3 0 0 Lhokseumawe 1 0 1 0 Aceh Utara 1 1 0 0 Terkait pemerasan Aceh Selatan 1 0 0 0 Aceh Timur 1 0 0 0 Pidie 1 0 0 0 Gayo Lues 1 0 0 0 Insiden kecil Aceh Barat 1 0 1 0 Aceh Utara 1 0 1 0 TOTAL 10 4 3 0
Sumber: Dataset surat kabar
Tingkat pemerasan dan bentuknya berubah
Insiden Konflik Lokal (non-GAM-RI) terus meningkat
Data surat kabar merangkum insiden konflik lokal yang non-GAM-RI. Kedua-duanya baik perseturuan faktor alam maupun akibat ulah manusia, perseturuan administratif, konflik politik dan insiden main hakim sendiri. Seperti pada Grafik 4, insiden tidak mengikuti trendnya menurun seperti yang terjadi antara konflik GAM-RI. Terlihat indikasi meningkat insiden tersebut dan untuk pertama kalinya pada masa setelah tsunami jenis konflik ini lebih tinggi dari konflik GAM-RI.
Pada tingkat tertentu, konflik lokal sudah mulai menggantikan konflik GAM-RI. Sembilan dari 15 insiden konflik lokal pada bulan September tergolong insiden main hakim sendiri yang mungkin sebelumya bisa digolongkan konflik vetikal GAM-RI (lihat diatas). Dengan alasan ini sangat dibutuhkan dilakukan pemantauan yang berkelanjutan pada berbagai tingkat dan bentuk dalam beberapa bulan ke depan khusunya di saat pasukan TNI dan Polri telah ditarik dan GAM telah menyerahkan senjatanya.
Grafik 4: Insiden GAM-RI and Konflik Lokal berdasarkan bulan