• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

www.parlemen.net

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua, lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan;

b. bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang-undangan, maka negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan;

c. bahwa selama ini ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan undangan terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan hukum ketatanegaraan Republik Indonesia, sehingga perlu diganti;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

Mengingat: Pasal 20, Pasal 20 A ayat (1), Pasal 21, dan Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.

(2)

www.parlemen.net

2. Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

3. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. 5. Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Presiden untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

6. Peraturan Presiden [Keputusan Presiden] adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden.

Alternatif 1 (Angka 7 s.d 9)

7. Peraturan lembaga negara nonpemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pimpinan lembaga negara nonpemerintah.

8. Peraturan Menteri adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Menteri. 9. Peraturan lembaga pemerintah nondepartemen adalah peraturan perundang-undangan

yang dibentuk oleh pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen.

Alternatif 2 (Angka 7 s. d 9 dihapus)

10. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

Alternatif 1 (Angka 11 s.d 13)

11. Peraturan Gubernur adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Gubernur. 12. Peraturan Bupati/Walikota adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh

Bupati/Walikota.

13. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Alternatif 2 (Angka 11 s.d 13 dihapus)

14. Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

15. Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

16. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

17. Penyebarluasan adalah pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai rancangan peraturan perundang-undangan yang sedang dibahas dan/atau yang telah disahkan. 18. Materi muatan peraturan perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam

peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan perundang-undangan.

Pasal 2

(3)

www.parlemen.net

Pasal 3 Alternatif 1

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan.

Alternatif 2

(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara.

(3) Penempatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara tidak merupakan dasar pemberlakuannya.

Penjelasan ayat (3)

Berdasarkan ketentuan ini maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berlaku sejak ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 4

Peraturan perundang-undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang ini meliputi undang-undang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya.

BAB II

ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 5

Dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang meliputi

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan meteri muatan; d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan;dan g. keterbukaan.

Pasal 6

(1) Materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas a. pengayoman;

b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika; g. keadilan;

(4)

www.parlemen.net

i. ketertiban dan kepastian hukum; dan atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

(2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peraturan perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 7 Alternatif 1

(1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden/peraturan lembaga negara nonpemerintah; e. Peraturan Menteri/peraturan lembaga pemerintah nondepartemen; f. Peraturan Daerah Provinsi;

g. Peraturan Gubernur;

h. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; i. Peraturan Bupati/Walikota; j. Peraturan Desa.

(2) Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Alternatif 2

(1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; c. Peraturan Pemerintah;

d. Keputusan Presiden; e. Peraturan Daerah.

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah

a. Peraturan daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur.

b. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kebupaten/kota bersama bupati/walikota.

c. Peraturan desa atau yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan rakyat atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan

(3) Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Alternatif 3

(1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; c. Peraturan Pemerintah;

(5)

www.parlemen.net

e. Peraturan Daerah.

(2) Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(3) Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Penjelasan ayat (2):

Jenis peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini, antara lain Peraturan atau keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri, Bank Indonesia, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah.

BAB III MATERI MUATAN

Pasal 8

Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang adalah hal-hal yang :

a. mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:

1. hak-hak asasi manusia; 2. hak dan kewajiban warga negara;

3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;

4. wilayah negara dan pembagian daerah; 5. kewarganegaraan dan kependudukan; 6. keuangan negara.

b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 9

Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sama dengan materi muatan undang-undang.

Pasal 10

Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.

Pasal 11

Materi muatan Peraturan Presiden [Keputusan Presiden] adalah materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah.

Alternatif 1 (Pasal 12 s.d. 14)

Pasal 12

Materi muatan Peraturan Menteri adalah materi yang diperintahkan Peraturan Pemerintah atau materi untuk melaksanakan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden.

(6)

www.parlemen.net

Pasal 13

Materi muatan peraturan lembaga negara nonpemerintah adalah materi yang diperintahkan oleh Peraturan Pemerintah atau materi untuk melaksanakan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden.

Pasal 14

Materi muatan peraturan lembaga pemerintah nondepartemen adalah materi yang diperintahkan oleh Peraturan Pemerintah atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.

Alternatif 2 (Pasal 12 s.d 14 dihapus)

Pasal 15

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Alternatif 2 (Pasal 16 s.d. 18)

Pasal 16

Materi muatan Peraturan Gubernur adalah materi untuk melaksanakan Peraturan Daerah Provinsi.

Pasal 17

Materi muatan Peraturan Bupati/Walikota adalah materi untuk melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 18

Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Alternatif 2 (Pasal 16 s.d. 18 dihapus).

Pasal 19

(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang. (2) Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah hanya dapat memuat ketentuan pidana

berdasarkan pelimpahan Undang-Undang.

BAB IV

PERENCANAAN PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG Pasal 20

(1) Perencanaan Penyusunan Undang-undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional

(2) Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah

(7)

www.parlemen.net

Pasal 21

(1) Penyusunan Program Legislasi Nasional antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui alat kelengkapan Dewan yang khusus menangani bidang legislasi.

(2) Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan yang khusus menangani bidang legislasi. (3) Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh

Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang peraturan perundang-undangan.

(4) Tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB V

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bagian Kesatu

Persiapan Pembentukan Undang-undang Pasal 22

(1) Rancangan Undang-undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional.

(2) Rancangan Undang-undang yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(3) Dalam keadaan tertentu Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-undang di luar Program Legislasi Nasional.

Pasal 23

(1) Rancangan Undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh Menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.

(2) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-undang yang berasal dari Presiden, dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.

Pasal 24

(1) Rancangan Undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Rancangan Undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Daerah diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengusulan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah.

(8)

www.parlemen.net

Pasal 25

(1) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dalam surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditegaskan antara lain (3) tentang Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan

rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Dewan Perwakilan Rakyat mulai membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Presiden diterima.

(5) Untuk keperluan pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah rancangan undang-undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.

Pasal 26

(1) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan surat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden.

(2) Presiden menugasi Menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima.

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.

Pasal 27

(1) Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.

Pasal 28

Apabila dalam satu masa sidang, Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden menyampaikan rancangan undang-undang mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan rancangan undang-undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Bagian Kedua

Persiapan Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan [Keputusan] Presiden

Pasal 29

Ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan [Keputusan] Presiden diatur lebih lanjut dengan Peraturan [Keputusan] Presiden.

Pasal 30

(1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(9)

www.parlemen.net

(2) Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang menjadi Undang-Undang. (3) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ditolak Dewan Perwakilan

Rakyat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut tidak berlaku. (4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ditolak Dewan Perwakilan

Rakyat, maka Presiden mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut.

Bagian Ketiga

Persiapan Pembentukan Peraturan Daerah Pasal 31

Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Gubernur, atau Bupati/Walikota, masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten, atau Kota.

Pasal 32

Ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 33

(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat disampaikan oleh Anggota, Komisi, Gabungan Komisi, atau alat kelengkapan khusus yang menangani bidang legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(2) Ketentuan mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 34

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota disampaikan dengan surat pengantar Gubernur atau Bupati/Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah oleh Gubernur atau Bupati/Walikota.

(2) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Gubernur atau Bupati/Walikota.

Pasal 35

(1) Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(2) Penyebarluasan rancangan peraturan daerah yang berasal dari Gubernur atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

Pasal 36

Apabila dalam satu masa sidang, Gubernur atau Bupati/Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah, mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh Dewan

(10)

www.parlemen.net

Perwakilan Rakyat Daerah, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

BAB VI

PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Bagian Kesatu

Pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 37

(1) Pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau Menteri yang ditugasi.

(2) Pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilakukan dengan mengikutkan Dewan Perwakilan Daerah.

(3) Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan yang khusus menangani bidang legislasi.

(4) Keikutsertaan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diwakili oleh Komisi yang membidangi materi muatan Rancangan Undang-Undang yang dibahas.

(5) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.

(6) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.

(7) Ketentuan mengenai tata cara pembahasan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 38

Dewan Perwakilan Rakyat memberitahukan Dewan Perwakilan Daerah akan dimulainya pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2).

Pasal 39

Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

Pasal 40

(1) Rancangan undang-undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(2) Rancangan undang-undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(11)

www.parlemen.net

(3) Ketentuan mengenai tata cara penarikan kembali rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 41

(1) Pembahasan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang-undang.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat hanya menerima sepenuhnya atau menolak peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

(3) Dalam hal rancangan undang-undang mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku.

(4) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ditolak Dewan Perwakilan Rakyat maka Presiden mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut.

Bagian Kedua Pengesahan

Pasal 42

(1) Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden, disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden untuk disahkan menjadi undang-undang.

(2) Penyampaian rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Pasal 43

(1) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(2) Dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

(3) Dalam hal sahnya rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi : "Undang-undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".

(4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir undang-undang sebelum pengundangan naskah undang-undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pasal 44

(12)

www.parlemen.net

(2) Setiap undang-undang wajib mencantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan undang-undang tersebut.

(3) Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara tidak atas permintaan secara tegas dari suatu undang-undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB VII

PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

Bagian Kesatu

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 45

(1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama Gubernur atau Bupati/Walikota.

(2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.

(3) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 46

(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur atau Bupati/Walikota.

(2) Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur atau Bupati/Walikota.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penarikan kembali rancangan peraturan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Bagian Kedua Penetapan

Pasal 47

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

(13)

www.parlemen.net

Pasal 48

(1) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Gubernur atau Bupati/Walikota.

(2) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan.

(3) Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi : "Peraturan Daerah ini dinyatakan sah".

(4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) baris dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah ke dalam Lembaran Daerah.

BAB VIII

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 49

(1) Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Perubahan terhadap teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan [Keputusan] Presiden.

BAB IX

PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN Bagian Kesatu Pengundangan

Pasal 50

Agar setiap orang mengetahuinya, peraturan perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam :

a. Lembaran Negara Republik Indonesia; b. Berita Negara Republik Indonesia; c. Lembaran Daerah; atau d. Berita Daerah.

(14)

www.parlemen.net

Pasal 51

(1) Peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi:

a. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; b. Peraturan Pemerintah;

c. Peraturan [Keputusan] Presiden mengenai:

1.) pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan

2.) pernyataan keadaan bahaya.

d. peraturan perundang-undangan lain yang menurut peraturan perundangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(2) Peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, meliputi:

a. Peraturan [Keputusan] Presiden selain yang dimaksud pada ayat (1) huruf c/peraturan lembaga negara nonpemerintah;

b. peraturan menteri./peraturan lembaga Pemerintah nondepartemen;

c. peraturan perundang-undangan lain yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 52

(1) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(2) Tambahan Berita Negara Republik Indonesia memuat penjelasan peraturan perundang-undangan yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 53

Pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dilaksanakan oleh Sekretaris Negara.

Pasal 54

(1) Peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah.

(2) Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/ Walikota atau peraturan lain di bawahnya dimuat dalam Berita Daerah.

(3) Pengundangan peraturan daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

Pasal 55

Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

(15)

www.parlemen.net

Bagian Kedua Penyebarluasan

Pasal 56

Pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 57

Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan peraturan daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

BAB X

PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 58

Masyarakat dapat memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan maupun pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan.

Catatan

Panja, 2-3-04, disepakati dibahas dalam Rapat Kerja (Raker)

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 59

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku efektif maka:

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan Oleh Pemerintah Pusat;

b. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 1), sepanjang yang telah diatur dalam Undang-Undang ini; dan

c. Peraturan perundang-undangan lain yang ketentuannya telah diatur dalam Undang-Undang ini, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yang pelaksanaannya secara efektif pada saat terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hasil Pemilihan Umum tahun 2004.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(16)

www.parlemen.net

Disahkan di Jakarta pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta pada tanggal

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAMBANG KESOWO

(17)

www.parlemen.net

RANCANGAN PENJELASAN

ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

I. UMUM

Dalam negara yang berdasar atas hukum Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Untuk mewujudkan negara hukum tersebut diperlukan tatanan yang tertib antara lain di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. Tertib pembentukan peraturan perundang-undangan harus dirintis sejak saat perencanaannya sampai dengan evaluasi pelaksanaannya. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan maupun pemberlakuannya.

Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan termasuk teknik penyusunan peraturan perundang-undangan diatur secara tumpang tindih dalam beberapa peraturan perundang-undangan baik yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, yaitu:

1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847 : 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Peraturan Undang-Undang ini merupakan undang-undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta.

3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-undang Federal.

4. Selain Undang-Undang tersebut di atas, terdapat pula ketentuan:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-undang dan Peraturan Pemerintah;

b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara;

c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia;

d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang;

e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden;

(18)

www.parlemen.net

5. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, berlaku Peraturan Tata Tertib yang mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Daerah serta pengajuan dan pembahasan - Rancangan Undang-undang dan Peraturan Daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dengan adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 20 ayat (1) yang menentukan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang, maka berbagai peraturan perundang-undangan tersebut di atas, terdapat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pembentukan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi. Dengan demikian diperlukan pembaharuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagai landasan yuridis dalam membentuk peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah. Pembaharuan ini tidak sekedar mengganti peraturan perundang-undangan lama, tetapi sekaligus mengatur secara lengkap dan terpadu baik mengenai sistern, asas, jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan, persiapan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan, maupun partisipasi masyarakat.

Undang-Undang ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan, serta untuk memenuhi perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Namun Undang-Undang ini hanya mengatur tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden/Peraturan Lembaga Negara Non-Pemerintah, Peraturan Menteri/Peraturan Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Peraturan Daerah Propinsi, Peraturan Gubernur, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan Desa. Sedangkan mengenai pembentukan Undang-Undang Dasar tidak diatur dalam Undang-Undang ini. Hal ini karena tidak termasuk kompetensi pembentuk undang-undang ke bawah.

Dalam Undang-Undang ini ditegaskan pula mengenai keharusan pembentukan undang-undang dan peraturan daerah secara terencana, bertahap, terarah, dan terpadu yang disusun dalam Program Legislasi Nasional dan Program Legislasi Daerah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam rangka meningkatkan keseragaman dalam penyusunan peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam Undang-Undang ini diatur ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas perancangan peraturan perundang-undangan perlu pula diatur mengenai tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan dan instrumen hukum lainnya.

(19)

www.parlemen.net

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Pasal 3

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar.

Pasal 4

Yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang ini hanya Undang-undang ke bawah mengingat Undang-Undang Dasar tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-undang.

Pasal 5 Huruf a

Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

Huruf b

Yang dimaksud dengan asas "kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat" adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

Huruf c

Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

Huruf d

Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

Huruf e

Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang

(20)

benar-www.parlemen.net

benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Huruf f

Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Huruf g

Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6 Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat. Huruf b

Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. Huruf d

Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "asas bhineka tunggal ika" adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus

(21)

www.parlemen.net

daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Huruf g

Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Huruf h

Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

Huruf i

Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

Huruf j

Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa materi muatan setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara lain :

a. dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

b. dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.

Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "peraturan lembaga negara nonpemerintah", yakni Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial

Huruf e

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "peraturan lembaga pemerintah nondepartemen", adalah termasuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Nasional

(22)

www.parlemen.net

Hak Asasi Manusia, Bank Indonesia, dan lembaga-lembaga lainnya yang setingkat.

Huruf f

Termasuk dalam jenis Peraturan Daerah Propinsi adalah Qanun yang berlaku di Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di Propinsi Papua.

Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "hierarki" adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan "sebagaimana mestinya" adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-undang yang bersangkutan.

Pasal 11

Sesuai dengan kedudukan Presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah undang-undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

(23)

www.parlemen.net Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18

Yang dimaksud dengan "yang setingkat" dalam ketentuan ini adalah nama lain dari pemerintahan tingkat desa.

Pasal 19 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "pelimpahan" adalah baik berdasarkan delegasian maupun atribusian. Kewenangan delegasi dalam menentukan pidana diberikan kepada Peraturan Pemerintah, sedangkan kewenangan Peraturan Daerah memuat ketentuan pidana didasarkan pada atribusi dari undang-undang. Dalam memberikan pelimpahan ketentuan pidana, undang-undang yang bersangkutan harus menentukan batasan sanksi pidana yang dilimpahkan.

Pasal 20

Agar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara berencana, maka pembentukan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi Nasional. Dalam Program Legislasi Nasional tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka dalam Program Legislasi Nasional memuat program legislasi jangka panjang, menengah, atau tahunan. Program Legislasi Nasional hanya memuat program penyusunan peraturan perundang-undangan tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta kaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

Untuk perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan daerah dilakukan berdasarkan Program Legislasi Daerah. Di samping memperhatikan hal di atas, Program Legislasi Daerah dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.

Pasal 21

(24)

www.parlemen.net Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "dalam keadaan tertentu" adalah kondisi yang memerlukan pengaturan yang tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional.

Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27

Maksud "penyebarluasan" dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancangan undang-undang yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas. Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet maupun media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran.

Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "persidangan yang berikut" adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Rakyat yang hanya diantarai satu masa reses. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.

(25)

www.parlemen.net Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35

Sebagaimana Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Daerah juga diumumkan melalui Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia Studio Daerah bersangkutan atau media cetak yang terbit di daerah bersangkutan, sehingga khalayak ramai mengetahui adanya Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan sehingga dapat memberikan masukan atas materi Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas tersebut.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ketentuan mengenai tingkat pembahasan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berlaku juga terhadap pembahasan Rancangan Undang-undang:

a. Usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat; b. Ratifikasi;

c. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

d. Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Nota Keuangan;

e. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan f. Perhitungan Anggaran Negara.

Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas.

(26)

www.parlemen.net

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan mekanisme penarikan kembali rancangan undang-undang.

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42 Ayat (1)

Penyampaian Rancangan Undang-undang yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah kepada Presiden, disertai Surat Pengantar Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Secara formil Rancangan Undang-undang menjadi Undang-undang setelah disahkan oleh Presiden. Ayat (2)

Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan Rancangan Undang-undang ke lembaran resmi Presiden sampai dengan penandatanganan pengesahan Undang-undang oleh Presiden dan penandatangan sekaligus pengundangan ke Lembaran Negara oleh Sekretaris Negara.

Pasal 43

Batas waktu 30 (tiga puluh) hari adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45 Ayat (1)

Dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gubernur atau Bupati/Walikota dapat diwakilkan, kecuali dalam pengajuan dan pengambilan keputusan.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas.

(27)

www.parlemen.net

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Penyempurnaan teknik dan penulisan Rancangan Undang-undang yang masih mengandung kesalahan tersebut mencakup pula format Rancangan Undang-undang.

Pasal 50

Dengan diundangkan peraturan perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Berita Daerah misalnya Peraturan Nagari, Peraturan Desa, atau Peraturan Gampong di lingkungan Daerah yang bersangkutan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 55

Berlakunya peraturan perundang-undangan yang tidak sama dengan tanggal pengundangan, dimungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana peraturan perundang-undangan tersebut.

Pasal 56

Yang dimaksud dengan "menyebarluaskan" adalah agar khalayak ramai mengetahui peraturan perundang-undangan tersebut dan memahami isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya. Pengumuman dilakukan dengan penyebarluasan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan misalnya melalui media massa elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia atau media massa cetak.

(28)

www.parlemen.net

Pasal 57

Yang dimaksud dengan "menyebarluaskan" adalah agar khalayak ramai mengetahui peraturan perundang-undangan di daerah yang bersangkutan dan memahami isi serta maksud-maksud yang terkandung di dalamnya. Pengumuman dilakukan dengan penyebarluasan peraturan perundang-undangan tersebut melalui media masa elektronik seperti Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia Stasiun Daerah atau media masa cetak yang terbit di daerah yang bersangkutan. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas.

(29)

www.parlemen.net

LAMPIRAN

1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Usul Pemerintah:

LAMPIRAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1

(30)

www.parlemen.net

SISTEMATIKA

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

BAB I. KERANGKA PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN

A. PENAMAAN

Usul Pemerintah

Istilah PENAMAAN diganti dengan JUDUL. B. PEMBUKAAN B.1. Jabatan Pembentuk B.2. Konsiderans B.3. Dasar Hukum B.4. Memutuskan B.5. Menetapkan

B.6. Nama Peraturan Perundang-undangan

Usul Pemerintah B. PEMBUKAAN

B.1. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundangundangan B.2. Konsiderans B.3. Dasar Hukum B.4. Diktum C. BATANG TUBUH 1. Umum 2. Ketentuan Umum 3. Materi Pokok Yang Diatur

4. Ketentuan Pidana ( Jika diperlukan ) 5. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan ) 6. Ketentuan Penutup

Usul Pemerintah

C. BATANG TUBUH 1. Ketentuan Umum 2. Materi Pokok yang Diatur

3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan) 4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) 5. Ketentuan Penutup

(31)

www.parlemen.net

Usul Pemerintah (pindahan dari bab II A) E. PENJELASAN (Jika diperlukan)

E. LAMPIRAN (jika diperlukan )

Usul Pemerintah (perubahan huruf) F. LAMPIRAN (jika diperlukan) BAB II. HAL -HAL KHUSUS

A. PENJELASAN

1. Penjelasan Umum 2. Penjelasan Pasal Demi Pasal

Usul Pemerintah

Huruf A dihapus karena diusulkan masuk BAB I (huruf E). B. PENDELEGASIAN KEWEWENANGAN

C. PENYIDIKAN D. PENCABUTAN

E. E. PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN F. PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI

UNDANG-UNDANG MENJADI UNDANG-UNDANG-UNDANG-UNDANG

G. PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

Usul Pemerintah

A. PENDELEGASIAN KEWENANGAN B. PENYIDIKAN

C. PENCABUTAN

D. PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN E. PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI

UNDANG-UNDANG MENJADI UNDANG-UNDANG-UNDANG-UNDANG

F. PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL

BAB III. RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN A. BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN B. PILIHAN KATA ATAU ISTILAH

C. TEKNIK PENGACUAN

BAB IV. BENTUK RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN A. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PADA UMUMNYA

B. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG MENJADI UNDANG-UNDANG

(32)

www.parlemen.net

C. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG TIDAK MENGGUNAKAN BAHASA INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU BAHASA RESMI

D. BENTUK RANCANGAN UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG

E. BENTUK RANCANGAN UNDANG PENCABUTAN UNDANG-UNDANG

F. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENCABUTAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

G. BENTUK RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

H. BENTUK RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH I. BENTUK RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN J. BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH

BAB I

KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Kerangka peraturan perundang-undangan terdiri atas:

A. Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup;

E. Penjelasan (jika diperlukan); F. Lampiran (jika diperlukan).

A. JUDUL

2. Judul peraturan perundang-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama peraturan perundang-undangan.

3. Nama peraturan perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi peraturan perundang-undangan.

4. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca.

Contoh

Usul Pemerintah

UNDANG- UNDANG REP UBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002

TENTANG

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

5. Pada judul peraturan perundang-undangan perubahan ditambahkan frasa perubahan atas depan nama peraturan perundang-undangan yang diubah.

(33)

www.parlemen.net

Contoh

Usul Pemerintah

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003

TENTANG

PER UBAHAN A TAS UNDANG - UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

6. Jika peraturan perundang-undangan telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, di antara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya.

Contoh

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....TAHUN

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG - UNDANG NOMOR ....TAHUN ....TENTANG....

7. Jika peraturan perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat, peraturan perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat peraturan perundang-undangan yang diubah.

Contoh

Usul Pemerintah

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG PER UBAHAN ATAS

UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1984

8. Pada judul peraturan perundang-undangan pencabutan disisipkan kata pencabutan di depan nama peraturan perundang-undangan yang dicabut.

Contoh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1985

TENTANG

PENCABUTAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1970 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PERDAGANGAN BEBAS DAN

(34)

www.parlemen.net

9. Pada judul Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang ditetapkan menjadi undang-undang, ditambahkan kata penetapan di depan nama peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan diakhiri dengan frasa menjadi Undang-undang.

Contoh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2003

TENTANG

PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG

10. Pada judul peraturan perundang-undangan pengesahan perjanjian atau persetujuan internasional, ditambahkan kata pengesahan di depan nama perjanjian atau persetujuan internasional yang akan disahkan.

11. Jika dalam perjanjian atau persetujuan internasional bahasa Indonesia digunakan sebagai teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam bahasa Indonesia, yang diikuti oleh teks resmi bahasa asing yang ditulis dengan huruf cetak miring dan diletakkan di antara tanda baca kurung.

Contoh :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000

TENTANG

PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK

DALAM MASALAH PIDANA

(TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON MUTUAL ASSINTANCE IN CRIMINAL MATTERS )

12. Jika dalam perjanjian atau persetujuan internasional bahasa Indonesia tidak digunakan sebagai teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam bahasa Inggris dengan huruf cetak miring, dan diikuti oleh terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang diletakan di antara tanda baca kurung.

Contoh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1997

TENTANG

PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST ILLICIT TRAFFIC IN NARCOTIC DRUGS AND PSYCHOTROPIC SUBTANCES, 1998

(KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG PEMBERANTASAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN

(35)

www.parlemen.net

B. PEMBUKAAN

13. Pembukaan peraturan perundang-undangan memuat

1. Jabatan penandatanganan peraturan perundang-undangan; 2. Konsiderans;

3. Dasar hukum; 4. Memutuskan; 5. Menetapkan;

6. Judul Peraturan perundang-undangan.

Usul Pemerintah

13. Pembukaan peraturan perundang-undangan terdiri atas: 1. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan; 2. Konsiderans;

3. Dasar Hukum;dan 4. Diktum.

B.2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan

14. Jabatan pembentuk peraturan perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma.

15. Pada pembukaan undang-undang dan peraturan daerah sebelum nama jabatan pembentuk peraturan perundang-undangan dicantumkan frasa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin.

B.2. Konsiderans

16. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.

17. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan.

18. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans undang-undang atau peraturan daerah memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.

19. Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya peraturan perundang-undangan tersebut. Lihat juga Nomor 24.

20. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.

21. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma.

Contoh

(36)

www.parlemen.net

b. bahwa ...; c. bahwa ...;

22. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut

Contoh

Menimbang : a. bahwa...; b. bahwa...;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang (Peraturan Daerah) tentang ....;

Contoh untuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atau peraturan daerah:

Menimbang : a. bahwa ...; b. bahwa ...;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Pemerintah (Peraturan Presiden);

23. Konsiderans Peraturan Pemerintah pada dasarnya cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari undang-undang yang memerintahkan pembuatan Peraturan Pemerintah tersebut. Lihat juga Nomor 19.

Usul Pemerintah

24. Konsiderans Peraturan Pemerintah cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya menunjuk pasal (-pasal) dari undang-undang yang memerintahkan pembuatannya. Lihat juga Nomor 20.

Contoh

Usul Pemerintah :

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat;

B.3. Dasar Hukum

25. Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.

26. Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.

(37)

www.parlemen.net

27. Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan yang tingkatnya sama atau lebih tinggi.

28. Peraturan undangan yang akan dicabut dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk atau peraturan perundang-perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak dicantumkan sebagai dasar hukum.

29. Jika jumlah peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan peraturan perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.

30. Dasar hukum yang diambil dari pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang berkait. Frasa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis sesudah penyebutan pasal terakhir dan kedua huruf u di tulis dengan huruf kapital.

Contoh :

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

31. Dasar hukum yang bukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak perlu mencantumkan pasal, tetapi cukup mencantumkan nama judul peraturan perundang-undangan.

Penulisan undang-undang, kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital.

Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden tertentu perlu dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.

Contoh

Usul Pemerintah Mengingat : 1...;

2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 4316);

32. Dasar hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan jaman Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949, ditulis lebih dulu terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan kemudian judul asli bahasa Belanda dan dilengkapi dengan tahun dan nomor Staatsblad yang dicetak miring di antara tanda baca kurung.

Contoh :

Mengingat : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23 );

(38)

www.parlemen.net

33. Cara penulisan sebagaimana dimaksud dalam nomor 32 berlaku juga untuk pencabutan peraturan perundang-undangan yang berasal dari jaman Hindia Belanda atau yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949.

34. Jika dasar hukum memuat lebih dari satu peraturan perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya, dan diakhiri dengan tanda baca titik koma.

Contoh : Mengingat : 1. ...; 2. ...; 3. ...; B.4. Diktum Usul Pemerintah 35. Diktum terdiri atas

a. kata Memutuskan; b. kata Menetapkan;

c. nama peraturan perundang-undangan.

36. Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di tengah marjin.

Usul Pemerintah

37. Pada undang-undang, sebelum kata Memutuskan dicantumkan frasa Dengan Persetujuan Bersarna DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA yang diletakkan di tengah marjin.

Contoh : Undang-Undang

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PER WAKILAN RAKYAT REP UBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REP UBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Usul Pemerintah

38. Pada peraturan daerah, sebelum kata Memutuskan dicantumkan. frasa Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH ... (nama daerah) dan GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA ... (nama daerah), yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diletakkan di tengah marjin.

Referensi

Dokumen terkait

14 Tingginya jumlah infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas sp ini kemungkinan karena bakteri ini telah berkoloni dengan lingkungan rumah sakit (seperti peralatan medis, udara

Bahkan pada kelas eksperimen guru menganggap siswa tidak serius ketika proses KBM berjalan (indikator pertama yang mendapat respon negatif di kelas eksperimen

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan karakteristik konsumen distro di kota Pekanbaru dengan objek penelitian adalah konsumen Distro Pestaphoria Neverending

Watts (2003) juga menyatakan hal yang sama bahwa konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan kualitas

Berdasar hasil survey dan wawancara alasan mengapa para pelanggan berbelanja di Indomaret adalah harga yang lebih murah dari pada Alfamart, pelayanan yang lebih

Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa masa kerja petani lama ( > 1 tahun) mempunyai risiko 5 kali lebih besar untuk mengalami keracunan pestisida bila dibandingkan

Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan aplikasi mobile phone berbasis Android dengan menerapkan metode Wiener estimation untuk menduga nilai reflektan berdasarkan

kekasaran pemukaan resin komposit nanofil dan giomer lebih tinggi dibanding karbamid peroksida 10%, proses bleaching dengan karbamidperoksida10%dan20% menyebabkan