• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

4 A. Status Gizi Balita

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Keadaan tersebut dapat dibedakan dengan status gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2001).

2. Beberapa Indeks Antropometri dan Interpretasinya

Beberapa jenis antropometri yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah KEP, diantaranya yang sudah terkenal yaitu: BB, TB, LLA, LD, LLBK. Diantara beberapa macam indeks tersebut yang paling sering digunakan adalah BB, TB, dan LLA.

Adapun jenis antropometri yang digunakan untuk pengukuran status gizi digunakan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U).

- Berat Badan

Indeks Berat Badan Menurut Umur ( BB/U)

Berat badan (BB) merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran tentang masa tubuh (Otot dan Lemak). Berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi karena sifat berat badan yang labil, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) lebih menggambarkan status gizi seseorang saat kini.

Penggunaan indeks BB/Usebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian.

Kelebihan indeks ini, yaitu:

a. Dapat lebih mudah dan dimengerti oleh masyarakat

b. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek c. Dapat mendeteksi kegemukan

(2)

Kelemahan BB/U, yaitu:

a. Dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila terdapat odem

b. Memerlukan data umur yang akurat khususnya kelo mpok anak di bawah usia lima tahun (balita)

c. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran

d. Sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya (Reksodikusumo, Jahari, Hartono, Kunanto, 1989).

3. Klasifikasi Status Gizi

Dalam penilaian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi maka harus ada ukuran baku (reference). Baku antropometri yang banyak digunakan adalah baku Harvard, baik untuk berat badan maupun untuk tinggi badan.

Klasifikasi Cara WHO-NCHS

Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan Waterflow. Indikator yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan TB/U. Standart yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan klasifikasi seperti gambar di bawah ini:

Gizi Buruk <-3,0 SD Gizi Kurang <-2,0 SD

Gizi Baik -2.0 SD s/d 2.0 SD Gizi Lebih >2,0 SD

(Widyakarya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 2000). 4. Penilaian Status Gizi Anak

Penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu (1) Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisika; (2) Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga penilaian yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

Penilaian antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Ketidakseimbangan ini terlihat

(3)

pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh. Beberapa indeks antropometri yang digunakan untuk menggambarkan prevalensi status gizi di antaranya:

- Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Reksodikusumo, Jahari, Hartono, Kunanto, 1989).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi. 1. Konsumsi Makanan dan Penyakit Infeksi

Konsumsi makanan dan penyakit infeksi yang kurang memenuhi syarat gizi merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak. Gangguan gizi yang kronis pada masa anak akan tampak akibatnya terhadap pertumbuhan pada usia selanjutnya bila tidak segera ditanggulangi (Soekirman, 1999).

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang baik secara langsung berpengaruh maupun yang tidak langsung. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status gizi, khususnya anak balita adalah asupan zat gizi dari konsumsi makan (Soekirman, 1999).

2. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan juga menentukan pola makan apa yang dibeli dengan uang tersebut. Jika pendapatan meningkat, pembelanjaan untuk membeli makanan juga meningkat. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kualitas makanan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap status gizi (Alan Berg dan Sayogya, 1986).

(4)

C. Tingkat Pendapatan

Pendapatan adalah segala sesuatu yang diperoleh atau diterima oleh seseorang baik berupa barang atau uang sebagai balas jasa yang dihitung dalam perkapita, perminggu, perbulan (Sayogya, 1983).

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan dalam kualitas dan kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat makan berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efekrtif terutama untuk anak mereka (Alan Berg dan Sayogya, 1986).

Menurut Engel (1985), bahwa persentase pengeluaran rumah tangga yang dibelanjakan untuk pangan akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan.Kenaikan pendapatan berpengaruh pada besar jumlah pangan yang dikonsumsi dan pendapatan tidak selalu meningkatkan konsumsi pangan (Hardinsyah, 1985).

Semakin tinggi pendapatan semakin besar porsi kalori dari sumber pangan baik dari segi protein hewani maupun dari sumber nabati pada kelompok berpendapatan tinggi (Rachman,dkk, 1980).

Menurut BPS Jawa Tengah (Biro Pusat Statistik) Kota Pemalang tahun 2001 pendapatan digolongkan menjadi dua kriteria yaitu kelompok miskin bila Rp ≤ Rp 90.000/kapita/bulan), dan kelompok non miskin bila Rp ≥ 90.000/kapita/bulan.

D. Makanan Jajanan

1. Pengertian Makanan jajanan

Makanan jajanan (Street Foods) adalah jenis makanan yang dijual dikaki lima, pinggiran jalan , di stasiun, di pasar, di tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. (Winarno, 1997)

Kebiasaan makan di Indonesia adalah makanan utama dua kali atau tiga kali dengan disajikan jajanan di antaranya. Makan pagi biasanya pada jam 07.00, makan selingan jam 10.00 sampai 11.00, makan siang jam 12.00,

(5)

makan selingan jam 16.00 sampai 17.00 dan makan malam jam 19.00. Makanan selingan diantara makan utama dianjurkan pada anak karena 2 sampai 3 jam setelah makan, zat gizi didalam makanan akan berkurang dengan akibat pengurangan aktifitas tubuh. Sehingga makanan jajanan berfungsi mengganti zat gizi yang berkurang, maka makanan jajanan yang dikonsumsi harus bergizi baik dan paling sedikit berkalori 150-200 kalori dan cukup protein dan kebersihannya harus dijaga (Tarwotjo, 1998).

2. Jenis-jenis Makanan Jajanan

Pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu: (Winarno, 1997)

a. Makanan utama atau main dish yaitu nasi rames, nasi rawon, nasi pecel, dan sebagainya.

b. Panganan atau snak yaitu kue, onde-onde, pisang goreng, dan lain sebagainya.

c. Golongan minuman yaitu es teler, es buah, the, kopi, dewet, jenang, dan sebagainya.

d. Buah-buahan segar yaitu mangga, durian, dan sebagainya

Jenis makana jajanan banyak disukai oleh anak balita, apalagi banyak makanan jajan yang beredar untuk anak. Pemberian makanan jajanan pada anak harus memperhatikan dari segi kesehatan, serta cocok tidaknya untuk anak seperti zat aditif yang ditambahkan pada makanan untuk diawetkan dan penampilan tapim mempunyai efek yang tidak baik (Syahmin Moehji, 1988). 3. Fungsi Makanan Jajanan

Peranan makanan jajanan mulai mendapat perhatian secara internasional yang banyak menaru perhatian terhadap studi dan perkembangan makanan jajanan. Peranan makanan jajanan sebagai penyumbang gizi dalam menu sehari- hari yang tidak dapat disampingkan.

Makanan jajanan mempunyai fungsi sosisal ekonomi yang cukup penting, dalam arti pengembangan makanan jajanan dapat meningkatkan

(6)

sosial ekonomi pedagang. Di samping itu, makanan jajanan memberikan kontribusi gizi yang nyata terhadap konsumen tertentu (Persagi, 1992).

E. Konsumsi

1. Konsumsi Energi

Tubuh menggunakan sebagian besar energi untuk beraktifitas, akan tetapi tenaga juga diperlukan untuk mengangkut zat- zat gizi yang diperoleh ke bagian tubuh untuk digunakan dan memelihar proses tubuh. Jika balita aktif maka diperlukan makin banyak dari pada jika melakukan aktifitas yang kurang aktif. Untuk hidup sehat manusia memerlukan sejumlah zat gizi kekurangan zat gizi khususnya energi pada awalnya akan menimbulkan rasa lapar dan menyebabkan gizi kurang.

Kecukupan energi pada balita umur 1 sampai 5 tahun dapat dilihat pada tabel berikut ini :

TABEL 1

Angka kecukupan energi rata-rata perhari Kelompok Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi Badan (cm) Energi (Kkal) 1 – 3 12 90 1250 4 – 6 18 110 1750

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1998 2. Konsumsi Protein

Susunan tubuh kita selain air sebagian besar terdiri dari protein : otot, kulit, rambut, jantung, paru-paru, otak,dan alat tubuh lainnya. Protein juga sangat penting oleh balita untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya, perkembangan intelegensinya dan untuk membangun serta memelihar jaringan tubuh. Balita yang tercukupi kebutuhan proteinnya, terutama protein hewani biasanya memiliki kecerdasan yang lebih baik dibanding balita yang kurang kebutuhan protein.

(7)

Kekurangan protein yang berlanjut akan berakibat pada keadaan gizi kurang dan gizi buruk. Kecukupan protein untuk balita umur 1 sampai 5 dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 2

Angka kecukupan protein rata-rata perhari Kelompok Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi Badan (cm) Protein (gr) 1 – 3 12 90 23 4 – 6 18 110 32

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1998

F. Hubungan Tingkat Pendapatan Perkapita dengan Status Gizi

Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status gizi. Pendapatan dan pendidikan merupankan faktor penting dalam penyebab timbulnya masalah gizi (Hardinsyah,1985). Tingkat pendapatan juga menentukan pola makanan apa yang dibeli dengan uang tambahan. Orang biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan. Semakin tinggi pendapatan semakin bertambah prosentase pertambahan pembelanjaan buah-buahan sayur-sayuran dan jenis makanan lain (Alan Berg dan Sayogya, 1985).

Tingkat pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan kuanlitas makanan. Bertambahnya pendapatan akan berakibat bertambahnya pengeluaran untuk makan dan tidak selalu membawa perbaikan pada susunan makanan. Meningkatnya pendapatan yang tidak serta merta ditafsirkan sebagai pengeluaran yang lebih besar untuk makanan. Bila pertambahan sedang terjadi mulai dari yang paling rendah mungkin ada masa peralihan yang mempunyai korelasi terbalik antara pendapatan dan gizi (Hardinsyah, 1985). Pendapatan yang menurun akan mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan denga cara-cara tertentu secara efektif (Alan Berg dan Sayogya,1985).

(8)

G. Hubungan Sumbangan Energi dan Protein Makanan Jajanan dengan Status Gizi

Pada dasarnya ditinjau dari pemenuhan kebutuhan gizi, nak balita merupakan salah satu sasaran utama dalam program gizi. Penanggulangan khususnya untuk golongan rawan gizi terlebih pada golongan ekonomi lemah akan berakibat lebih jelas. Selain konsumsi makanan yang kurang, makanan jajanan dapat memenuhi kebutuhan gizi. Kekurangan energi dan protein terjadi bila konsumsi energi dan protein melalui makanan kurang dari yang dikeluarkan, sehingga tubuh akan mengalami ketidakseimbangan baik dari sumber protein hewani maupun nabati (Almatsier, 2001).

H. Kerangka Teori

Sumber: Almatsier, 2001 dan Rachman , dkk, 1980 Status Gizi

Konsumsi Makanan Penyakit infeksi

Sumbangan Energi, Protein

Kebiasan makan Pendapatan

Pendidikan

(9)

I. Kerangka Konsep

J. Hipotesis

- Ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan status gizi balita

- Ada hubungan antara sumbangan energi makanan jajanandengan status gizi - Ada hubungan antara sumbangan protein makanan jajanan dengan status gizi

Variabel Bebas Pendapatan Perkapita Sumbangan Energi Sumbangan Protein Variabel Terikat Status Gizi

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan teori yang ada, biaya variabel pabrik sebaiknya dibebankan berdasarkan tarif biaya overhead yang telah ada, karena tidak mungkin mengukur biaya overhead variabel

Tulisan ini berupaya mendeskripsikan perkembangan yang terjadi dalam dunia pendidikan terhadap pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi baik untuk media promosi

Metode yang digunakan dalam penelitian, selain melakukan pengamatan gerakan dan pergeseran jembatan dengan menggunakan GPS, maka pada saat yang bersamaan dari pengamatan

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh sistem pendeteksi formalin dalam bahan pangan menggunakan sensor berbahan polimer. Metode yang digunakan dalam penelitian

Dengan pengaruh militer yang cukup kuat di politik Myanmar, maka pemerintah Myanmar juga tidak dapat bertindak secara penuh karena hal ini telah diatur dalam

Pada kesempatan ini peneliti menyarankan kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren

Dari penelitian sebelumnya, peneliti menyimpulkan letak perbedaanya antara lain: Ari Widayati: perintergasian pendidikan karakter, Ana Sri Setyasih: Kontribusi Guru