Proceding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6/6
ANALISA KINERJA ADAPTIVE CODED MODULATION PADA SISTEM
OFDM MENGGUNAKAN SWITCH DIVERSITY DIBAWAH PENGARUH
REDAMAN HUJAN TROPIS
Abdul Rozaq Al-Baqi – 2205 100 205
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email : baqie205@elect-eng.its.ac.id;amil_mabni_r@yahoo.co.id Abstrak
Kebutuhan kapasitas kanal yang semakin meningkat dalam sistem komunikasi nirkabel merupakan masalah yang tidak dapat dihindari. Local Multipoint Distribution Services (LMDS) merupakan sistem komunikasi wireless pada frekuensi 20-40 GHz yang telah diterapkan pada berbagai negara seperti Amerika, Kanada dan Eropa. Namun, sistem komunikasi dalam band 30 GHz sangat peka terhadap pengaruh hujan. Sedangkan Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki curah hujan sangat tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh redaman hujan dengan metode adaptive code modulation yang merupakan penggabungan antara modulasi adaptif dan pengkodean rangkap adaptif. Disamping itu juga menerapkan metode switch and stay combining diversity serta menerapkan sistem OFDM.
Analisa sistem transmisi adaptif dilakukan pada komunikasi dua link yang memiliki variasi sudut antar link 450, 900, 1350 dan 1800 dengan panjang lintasan 1-4 km untuk pengamatan BER maksimal 10-6 dan 10-11. Adapun hasil analisa yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai link availability sistem ACM pada link 1 km telah mencapai 99,99% untuk pengamatan BER 10-6 dan 10-11. Apabaila sistem ACM yang dikombinasikan dengan switch and stay combining diversity telah mencapai nilai link availability 99,99% hingga jarak 2 km. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa penerapan ACM dan teknik diversity SSC dapat meningkatkan efisiensi bandwidth dan link availability.
Kata Kunci: Sistem LMDS, Redaman hujan, adaptive code
modulation, OFDM, switch and stay combining
diversity
I. PENDAHULUAN
LMDS merupakan sistem komunikasi gelombang milimeter yang bekerja pada frekuensi 20-40 GHz yang dapat digunakan untuk sistem komunikasi broadband yang mampu menyediakan saluran untuk layanan suara, data, internet, video dan data digital lainnya yang membutuhkan kapasitas kanal yang relatif besar. Sistem komunikasi dalam pita frekuensi tinggi seperti sistem LMDS sangat peka terhadap fade (pelemahan) yang disebabkan oleh hujan, sehingga bisa memberikan efek signifikan dalam keandalan sistem komunikasi di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi. Oleh karena itu, penerapan sistem LMDS di Indonesia akan menjadi permasalahan yang dikarenakan besarnya redaman hujan yang terjadi. Dimana, semakin tinggi curah hujan rata-rata maka semakin besar pula redaman hujan yang terjadi.
Pada penelitian sebelumnya, Goldsmith telah menerapkan transmisi adaptif untuk mengatasi Rayleigh
fading dengan variasi laju data dan variasi daya M-QAM
untuk mendapatkan efisiensi spektrum serta unjuk kerja yang
optimum [1]. Disamping itu, Young-ChaiKo telah melakukan penelitian untuk performance dari SSC ketika dihubungkan dengan beberapa sinyal dari M-ary yang terbilang mempunyai kecepatan transmisi yang tinggi terhadap fading channels. Penentuan threshold merupakan bagian yang penting untuk SSC. [2]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tersebut, maka penelitian ini akan menganalisa kinerja dari sistem komunikasi dengan teknik transmisi adaptif yang mengkombinasikan modulasi M-QAM dengan pengkodean rangkap, serta penggunaan teknik switch and stay combining
diversity guna mengurangi pengaruh redaman hujan tropis.
Adapun makalah ini berisi tentang pendahuluan, model sistem, analisa hasil simulasi sehingga diperoleh kesimpulan dan saran
II. METODE PENELITIAN
A. Model Sistem
Adapun model sistem yang digunakan pada makalah ini seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Sistem transmisi adaptif merupakan suatu metode transmisi yang menggunakan daya pancar adaptif, modulasi adaptif dan pengkodean rangkap adaptif. Namun pada makalah ini, transmisi adaptif yang diterapkan hanya modulasi adaptif dan pengkodean rangkap adaptif yang kemudian dikombinasikan dengan teknik switch and stay combining diversity. Langkah pertama kinerja ACM pada sistem OFDM adalah dengan memisahkan bit informasi ke dalam beberapa subcarrier dengan menggunakan serial to paralel. Setelah itu, bit informasi di tiap subcarrier dikodekan dengan suatu enkoder menggunakan pengkodean rangkap adaptif yaitu kode konvolusional dan kode Reed Solomon. Kemudian bit informasi digunakan sebagai input modulator menggunakan proses modulasi MQAM. Level modulasi yang digunakan sesuai dengan signal to noise ratio (SNR) yang diterima pada receiver. Setelah proses modulasi adaptif, bit informasi akan mengalami proses IFFT (Inverse Fast Fourier Transform) dan digabungkan kembali menjadi satu deretan bit informasi melalui proses paralel to serial. Mekanisme cyclic extention dan guard band dilakukan di tiap N bit informasi untuk membentuk sebuah simbol OFDM.
Adapun proses selanjutnya adalah informasi dikirimkan melalui kanal yang dipengaruhi oleh redaman hujan A[k] dan
noise AWGN n[k]. Setelah itu pada receiver, informasi yang
telah dilewatkan melalui kanal akan diterima oleh penerima untuk didemodulasikan dan dikodekan kembali agar bit informasi tersebut dapat diterima dengan baik. Sinyal informasi kemudian akan masuk pada sistem switch and stay
Proceding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6/6 (a) (b) (c) Hub 1 Hub 2
Gambar 1. Model Sistem ACM dengan Switch and Stay Combining Diversity
Gambar 2. Konfigurasi Sistem Dua Link dengan Variasi
Sudut (a) 450; (b) 900; (c) 1350 dan (d) 1800.
combining diversity, dimana output dari diversity ini adalah
sinyal dengan SNR terbesar diantara 2 kanal yang diterima, yang kemudian akan diproses sebagai dasar estimasi kanal. Estimasi kanal disini bersifat ideal dan delay feedback sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Selanjutnya SNR output hasil estimasi dikirimkan kembali pada pemancar sebagai referensi untuk penentuan level modulasi dan pengkodean rangkap pada proses ACM selanjutnya.
B. Pengukuran Curah dan Estimasi Redaman Hujan
Metode synthetic storm Technique[3] menggambarkan
suatu intensitas curah hujan sebagai fungsi dari panjang lintasan/link (Km). Dimana hujan tersebut bergerak sepanjang lintasan karena adanya pergerakan angin dengan kecepatan tertentu. Berdasarkan besarnya kecepatan angin dan arah angin maka diperoleh kecepatan angin dalam lintasan
(v
r).
Alat ukur yang digunakan yaitu disdrometer optik dengan waktu sampling (T) 10 detik. Pembagi lintasan ∆L dapat diperoleh dengan rumusan sebagai berikut:
T v
L= r×
∆ (Km) (1)
Total redaman A (dB) hujan dapat dihitung dengan rumus berikut:
∑
− = −∆
×
=
1 0 n j j b j m maR
L
A
(2)dimana n = L/∆L dan koefisien a dan b bergantung dari frekuensi gelombang radio, polarisasi gelombang radio, dan
Gambar 3. Switch and Stay Combining Diversity
canting angle (sudut jatuh) dari hujan. Koefisien tersebut berdasarkan pada ITU-R P.838-3 tahun 2005. Dalam makalah ini frekuensi yang digunakan sebesar 30 GHz dengan polarisasi horizontal sehingga koefisien yang digunakan yaitu
a= 0.2403 dan b = 0.9485.[7]
C. Konfigurasi Sistem Komunikasi Dualink
Makalah ini menggunakan konfigurasi seperti pada gambar 2. Adapun sistem komunikasi dua link dengan variasi sudut 450, 900, 1350 dan 1800. Namun, pada makalah ini
hanya dilakukan sistem komunikasi dua link dengan sudut 90o
(link arah Utara dan link arah Timur). Konfigurasi sistem komunikasi dua link mengakibatkan perbedaan waktu terjadinya redaman hujan antara link satu dengan yang lain. Dimana perbedaan tersebut bergantung pada arah kedatangan angin terhadap letak posisi link. Sehingga dapat diketahui posisi link untuk mendapatkan kualitas komunikasi terbaik dan pengaruh dari teknik diversity.
D. Switch and Stay Combining
Pada sistem switch and stay combining perpindahan dari satu cabang kecabang yang lain dilakukan berdasarkan
threshold seperti pada gambar 3. Dimana γ merupakan
threshold sedangkan γ1 dan γ2 envelope sinyal. Adapun
proses awalnya yaitu dengan mengasumsikan sinyal awal yang aktif adalah γ1. Selanjutnya ketika γ1 berada dibawah
threshold dan γ2 berada di atas threshold maka sinyal yang
aktif diganti γ2 , Namun apabila γ2 berada dibawah threshold
dan γ1 diatas threshold maka sinyal yang aktif adalah γ1.
Kondisi yang lain adalah apabila kondisi sinyal γ2 dibawah
threshold dan γ1 berubah dari atas threshold menuju kebawah
threshold sehingga kondisi kedua sinyal berada dibawah threshold maka sinyal yang aktif adalah γ2 yangmana proses Hub 1 Hub 2 (d) Hub 1 Hub 2 Hub 1 Hub 2 γ γ2 γ1 t Sistem OFDM (ACM) Sistem OFDM (ACM) ] [ / 1 A k n[k] Switch and Stay Combining Diversity Demoduasi dan decoding Estimasi kanal delay input output Penerima Rx kanal Pemancar
Proceding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6/6 0 50 100 150 200 250 300 10-4 10-3 10-2 10-1 100 Redaman (dB) P rob. [R ed am an > abs is ]% SUDUT 90 LINK 1 KM SUDUT 90 LINK 2 KM SUDUT 90 LINK 3 KM SUDUT 90 LINK 4 KM
Tabel 1. Skenario ACM BER 10-6
Modulasi Adaptif menjamin BER maksimal 10-6 Jenis Modulasi Interval SNR
No Transmisi SNR< 1.179 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.179< SNR<11.45 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 11.45< SNR <21.623 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) SNR >21.623
Tabel 2. Skenario ACM BER 10-11
Modulasi Adaptif menjamin BER maksimal 10-11 Jenis Modulasi Interval SNR
No Transmisi SNR< 1.796 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.796<SNR<12.623 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 12.623<SNR<23.538 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) SNR>23.538
Gambar 5. Kurva CCDF Redaman Hujan Link Variasi Sudut
900 Panjang Lintasan 1-4 Km.
ini terjadi berulang-ulang. Sedangkan untuk mendapatkan
threshold yang optimum dapat dihitung γ = γssc (SNR
rata-rata)[8].
E. Skenario Pengkodean Rangkap danModulasi Adaptif
Dasar penentuan pasangan antara orde modulasi dan pengkodean rangkap adaptif adalah menjaga tetap adanya transmisi meskipun kondisi kanal sangat buruk dan ketika kondisi cerah, maka akan dikirim dengan orde modulasi yang tinggi dan laju pengkodean yang tinggi. Adapun pasangan orde modulasi dan pengkodean rangkap adaptif yang digunakan adalah 4-QAM + CC(1/3) + RS(63,31); 16-QAM + CC(1/2) + RS(63,51) dan 64-QAM + CC(2/3) + RS(63,59).
Perhitungan teoritis dari BER untuk masing-masing skema modulasi dilakukan menggunakan persamaan seperti berikut[5]. M j m cc Pe j cc Pe j m m t j j m B P 2 log 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 1 ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∑− + = − ≈ (3) Dimana :
m adalah banyaknya bit dalam satu simbol M adalah nilai dari orde modulasi
Pecc = prob. simbol salah setelah koding konvolusional
Berdasarkan persamaan 3 maka selanjutnya dilakukan perhitungan teoritis BER untuk masing-masing skema modulasi, maka didapatkan nilai operasi untuk BER 10-6 dan
10-11 seperti terlihat pada tabel 1 dan 2.
Gambar 4. Kurva CCDF Curah Hujan di Surabaya.
F. Efisiensi Bandwidth
Makalah ini juga melakukan perhitungan efisiensi bandwidth. Dimana efisiensi bandwidth berkaitan erat dengan kecepatan mengirim informasi dari pemancar menuju penerima. Besar maupun kecilnya efisiensi bandwidth bergantung pada level modulasi yang digunakan. Semakin tinggi level modulasi yang digunakan maka semakin besar pula bandwidth kanal. Jika semakin besar nilai efisiensi bandwidth maka semakin baik kanal pengiriman informasi. Adapun rumus untuk menghitung efisiensi bandwidth [2]:
) ( ) ( log 0 2 i i N i M P M B R
∑
= = (4) dimana: B R= effisiensi bandwidth (bps/Hz) N = jumlah data i M = level modulasi ) (MiP = prob. kemungkinan masing-masing modulasi
III. ANALISA HASIL PENGUKURAN DAN SIMULASI
A. Curah Hujan di Surabaya
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai curah hujan yang tinggi. Dimana curah hujan yang tinggi memberikan pengaruh besar dan mengganggu keandalan sistem komunikasi tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran intensitas curah hujan khususnya di daerah Surabaya., dimana hasil pengukuran tersebut ditunjukkan pada gambar 4. Makalah ini berdasarkan hasil pengukuran curah hujan yang dilakukan di lingkungan kampus ITS Surabaya pada periode Januari-Maret 2007 dan periode Nopember 2007- Februari 2008.
Berdasarkan hasil pengukuran curah hujan di Surabaya dalam kurva CCDF (Complementary Cumulative Distribution
Function) seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 maka dapat
diketahui bahwa nilai curah hujan yang terjadi di Surabaya sebesar 140,1 mm/jam pada probabilitas 0,01%.
B. Redaman Hujan SST Dua link
Berdasarkan dari data pengukuran curah hujan maka selanjutnya akan dihitung nilai redaman hujan dengan metode SST. Kurva redaman hujan akan direpresentasikan dalam bentuk Complement Cumulative Distribution Function (CCDF) untuk semua event terjadinya hujan dalam interval
0 50 100 150 200 250 300 350 400 10-4 10-3 10-2 10-1 100 101
Curah Hujan (mm/jam)
P rob. [C u rah H u ja n > abs is ] % pengukuran
Proceding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6/6
Tabel 3. Link availability (%) untuk Panjang Link Bervariasi Sistem ACM
Tabel 4. Efisiensi Bandwidth (bps/Hz) untuk Panjang Link Bervariasi Sistem ACM
rentang waktu 1 tahun (non-kondisional). Adapun kurva CCDF redaman hujan tersebut ditunjukkan pada gambar 5. Berdasarkan gambar 5 berupa kurva CCDF link sudut 900
(antara link Timur dengan link Utara) maka dapat diketahui bahwa pada peluang kemunculan 0,01% panjang lintasan 4 km memiliki redaman hujan sebesar 102 dB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin jauh jarak lintasan komunikasi maka semakin besar pula redaman hujan yang terjadi.
Langkah selanjutnya adalah mencari nilai SNR sesaat. Dimana prosesnya dengan melakukan perhitungan data redaman hujan Ak dua link dengan variasi sudut yang telah
didapatkan akan digunakan untuk mencari nilai SNR sesaat dua link dengan variasi sudut untuk panjang lintasan 1, 2, 3 dan 4 km. Nilai SNR sesaat ini yang akan digunakan sebagai masukan pada sistem yang selanjutnya dilakukan analisa.
C. Kinerja Sistem Adaptive Coded Modulation
Pada makalah ini pengamatan kinerja sistem ACM dilakukan pada BER maksimal 10-6 dan 10-11. Analisa ini
digunakan untuk mengetahui kinerja sistem ACM guna memenuhi link vailability 99,99%. Tahap ini akan dimulai dengan menghitung nilai probabilitas error (Pb)k pada nilai
SNR sesaat. Selanjutnya dibuat grafik CCDF sehingga didapatkan nilai prosentase probabilitas (Pb)k ≥ absis. Berdasarkan hasil simulasi harga link availabity pada sistem ACM dengan kinerja BER maksimal 10-6 dan 10-11
ditunjukkan seperti pada tabel 3.
Tabel 3 merupakan nilai link availability pada link variasi sudut 900 (antara link Timur dengan link Utara) pada
panjang lintasan 1-4 km untuk BER maksimum 10-6 dan BER
maksimum 10-11. Berdasarkan tabel 3 maka dapat diketahui
bahwa nilai link availability sistem adaptif akan selalu sama dengan nilai link availability pada sistem 4QAM non-adaptif. Sedangkan pada sistem ACM nilai link availability 99,99% dapat dicapai dengan panjang lintasan 1 km baik pada BER maksimal 10-6 maupun BER 10-11. Disamping itu, dapat
diketahui bahwa semakin jauh panjang lintasan link komunikasi maka semakin menurun nilai link availability.
Analisa juga dilakukan pada efisiensi bandwidth. Adapun proses perhitungannya dengan menggunakan persamaan (5) untuk panjang lintasan pada pengamatan BER maksimum 10-6 dan 10-11 seperti pada tabel 4.
Gambar 6. CDF SNR Sesaat Tanpa Pengaruh Diversity dan
SNR Sesaat Switch and Stay Combining Diversity. Tabel 4 merupakan variasi sudut 900 (antara link
Timur dengan link Utara) pada panjang lintasan 1-4 km untuk BER maksimum 10-6 dan BER maksimum 10-11. Berdasarkan
tabel 4 maka dapat dianalisa bahwa nilai efisiensi bandwidth modulasi adaptif lebih besar daripada nilai efisiensi bandwidth modulasi non-adaptif. Disamping itu, apabila dibandingkan antara tabel 4 dengan tabel 5 maka dapat diketahui bahwa adanya peningkatan nilai efisiensi bandwidth berbanding lurus dengan nilai link availability. Jarak lintasan juga mempengaruhi besarnya nilai efisiensi bandwidth, dimana semakin jauh jarak lintasan maka semakin kecil pula nilai efisiensi bandwidth.
D. Analisa Switch and Stay Combining Diversity Gain
Teknik mitigasi yang digunakan pada tugas akhir ini adalah adalah cell-site diversity. dimana dalam makalah ini menggunakan teknik switch and stay combining. Berdasarkan proses perhitungan switch and stay combining maka dapat diketahui bahwa hasil nilai SNR sesaat sudut 900 sebelum
menggunakan switch and stay combining diversity berbeda dengan nilai SNR sesaat setelah menggunakan switch and stay
combining diversity dalam sudut yang sama.
Gambar 6 adalah CDF SNR Sesaat tanpa pengaruh diversity dan SNR Sesaat switch and stay combining diversity pada sudut 900 dengan panjang link 4 km.
Berdasarkan gambar 6 maka dapat diketahui nilai gain diversity. Adapun definisi gain diversity adalah selisih antara nilai SNR sesaat tanpa pengaruh diversity dengan nilai SNR Mode Transmisi Panjang Link 1 km 2 km 3 km 4 km 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 ACM 99.999 99.999 99.973 99.973 99.936 99.934 99.903 99.901 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 99.999 99.999 99.973 99.973 99.936 99.934 99.903 99.901 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 99.997 99.997 99.958 99.955 99.916 99.910 99.876 99.869 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 99.986 99.981 99.941 99.928 99.915 99.895 99.887 99.857 Mode Transmisi Panjang Link 1 km 2 km 3 km 4 km 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 ACM 5.970 5.962 5.758 5.733 5.545 5.507 5.353 5.298 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.998 1.998 1.961 1.960 1.908 1.906 1.863 1.860 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 3.990 3.988 3.854 3.845 3.722 3.705 3.600 3.580 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 5.930 5.910 5.608 5.553 5.327 5.245 5.070 4.944
Proceding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6/6
Tabel 6. Link Availability (%) untuk Panjang Link Bervariasi Sistem ACM dan Switch and Stay Combining Diversity
Tabel 7. Efisiensi Bandwidth (bps/Hz) untuk Panjang Link Bervariasi Sistem ACM dengan Switch and Stay Combining
Diversity
Tabel 5. Hasil Perhitungan Diversity Gain Switch and Stay
Combining Diversity dengan Link 900
Prob.Outage Diversity Gain (dB) 1 km 2 km 3 km 4 km 1% 0.01 0.02 0.06 0.01 0,1% 2.05 5.475 9.591 12.95 0,01% 3.118 10.52 21.43 30.29 0,001% 13.91 29.16 40.06 59.63 0,0001% 10.98 43 63.49 66.45
sesaat dengan pengaruh switch and stay combining diversity. Perhitungan gain diversity untuk link sudut 900 juga dilakukan
pada jarak 1-4 km seperti yang ditunjukkan pada tabel 5. Berdasarkan tabel 5 maka dapat disimpulkan bahwa bahwa teknik mitigasi yaitu switch and stay combining diversity dapat memperbaiki unjuk kerja SNR. Disamping itu semakin besar panjang link maka nilai diversity gain yang dihasilkan juga semakin semakin besar.
E. Kinerja Sistem Adaptive Coded Modulation dan Switch and Stay Combining Diversity
Berdasarkan hasil perhitungan SNR sesaat switch and
stay combining diversity maka langkah selanjutnya adalah
melakukan pengolahan data SNR hasil perhitungan teknik diversity ke dalam sistem Adaptive Coded Modulation pada jarak 1,2,3 dan 4 km. Analisa kinerja ini dilakukan pada pengamatan BER maksimum 10-6 dan 10-11 dengan sudut
konfigurasi dua link 900 seperti yang ditunjukkan pada tabel
6. Analisa ini juga digunakan untuk mengetahui kinerja sistem ACM dengan switch and stay combining diversity guna memenuhi link vailability 99,99%. Adapun proses perhitungannya menggunakan seperti pada bab ACM. Tabel 6 adalah link availability untuk panjang link bervariasi sistem ACM dan switch and stay combining diversity dengan sudut 900. Berdasarkan tabel 6 maka dapat diketahui bahwa nilai
link availability sistem adaptif akan selalu sama dengan nilai link availability pada sistem 4QAM non-adaptif. Sedangkan
pada sistem ACM dengan switch and stay combining diversity nilai link availability 99,99% dapat dicapai dengan panjang lintasan 1 km baik pada BER maksimal 10-6 maupun
BER 10-11. Disamping itu, dapat diketahui bahwa semakin
jauh panjang lintasan link komunikasi maka semakin menurun nilai link availability.
Analisa juga dilakukan pada efisiensi bandwidth. Adapun proses perhitungannya dengan menggunakan persamaan (5) untuk panjang lintasan pada pengamatan BER maksimum 10-6 dan 10-11 seperti yang ditunjukkan pada pada
tabel 7. Tabel 7 merupakan Efisiensi Bandwidth (bps/Hz) untuk Panjang Link Bervariasi Sistem ACM dengan Switch
and Stay Combining Diversity dengan variasi sudut 900 untuk
BER maksimum 10-6 dan BER maksimum 10-11. Berdasarkan
tabel maka dapat dianalisa bahwa nilai efisiensi bandwidth modulasi adaptif lebih besar daripada nilai efisiensi bandwidth modulasi non-adaptif. Disamping itu, apabila dibandingkan antara tabel 6 dengan tabel 7 maka dapat diketahui bahwa adanya peningkatan nilai efisiensi bandwidth berbanding lurus dengan nilai link availability. Jarak lintasan juga mempengaruhi besarnya nilai efisiensi bandwidth.
Dengan membandingkan hasil perhitungan efisiensi bandwidth pada tabel 4 dengan tabel 7, maka dapat diketahui sistem ACM yang dipengaruhi teknik Switch and Stay
Combining diversity memiliki nilai efisiensi yang lebih besar
dibandingkan dengan nilai efisiensi bandwidth pada sistem ACM tanpa Switch and Stay Combining diversity. Sedangkan apabila kita membandingkan nilai efisiensi bandwidth untuk sistem transmisi adaptif yang dipengaruhi teknik Switch and
Stay Combining diversity pada pengamatan BER maksimum
10-6 dan pada pengamatan BER maksimum 10-11, maka kita
akan mengetahui bahwa untuk outage yang semakin besar akan menghasilkan nilai efisiensi bandwidth yang semakin kecil. Sedangkan hasil perhitungan nilai kapasitas kanal sistem ACM dengan Switch and Stay Combining diversity untuk link sudut 900 Mode transmisi adaptif pada pada jarak 1
km kondisi BER 10-6 menghasilkan kapasitas kanal 5.9857
bps/Hz dan BER 10-11 mempunyai kapasitas kanal 5.9810
bps/Hz. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat diketahui sistem ACM yang menggunakan teknik Switch and Stay
Combining diversity memiliki nilai kapasitas kanal yang lebih
besar dibandingkan dengan nilai efisiensi bandwidth pada sistem ACM tanpa diversity. Mode transmisi adaptif menggunakan Switch and Stay Combining diversity menghasilkan kapasitas kanal yang maksimal yaitu sama Mode Transmisi Panjang Link 1 km 2 km 3 km 4 km 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 ACM + SSC 99.999 99.999 99.99 99.99 99.97 99.97 99.95 99.95 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 99.999 99.999 99.99 99.99 99.97 99.97 99.95 99.95 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 99.999 99.999 99.98 99.98 99.95 99.95 99.93 99.93 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 99.99 99.99 99.96 99.95 99.93 99.92 99.91 99.89 Mode Transmisi Panjang Link 1 km 2 km 3 km 4 km 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 10-6 10-11 ACM + SSC 5.9857 5.9810 5.8796 5.8643 5.7741 5.7467 5.6869 5.6558 4 QAM+RS(63,31)+CC(1/3) 1.9990 1.9990 1.9827 1.9823 1.9626 1.9614 1.9443 1.9422 16 QAM+RS(63,51)+CC(1/2) 3.9965 3.9962 3.9332 3.9278 3.8720 3.8608 3.8192 3.8056 64 QAM+RS(63,59)+CC(2/3) 5.9653 5.9518 5.7908 5.7544 5.6265 5.5648 5.4988 5.4326
Proceding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6/6 besar dengan mode transmisi non adaptif 64 QAM
menggunakan kode RS (63,59) dan konvolusional (2/3).
IV. KESIMPULAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Nilai curah hujan di Indonesia khususnya Surabaya mencapai sebesar 140,1 mm/jam dengan peluang kemunculan 0.01% dalam satu tahun. Sehingga menyebabkan redaman hujan juga semakin besar. Disamping itu, nilai redaman hujan juga dipengaruhi oleh kecepatan angin, letak link, panjang link dan arah angin. 2. Nilai link availability dipengaruhi oleh panjang lintasan
dan Bit Error Rate (BER). Sedangkan nilai efisiensi
bandwidth dipengaruhi oleh Nilai link availability dan
nilai outage dan panjang lintasan.
3. Nilai link availability pada sistem adatif coded modulation (ACM) telah mencapai 99,99% pada jarak link 1 km baik untuk BER maks 10-6 maupun BER maksimal 10-11 untuk
kondisi redaman hujan di Indonesia. Sedangkan pada ACM dengan teknik switch and stay combining diversity memberikan dampak yang sangat signifikan yaitu perbaikan pencapaian link availability yang lebih bagus hingga jarak 2 km untuk kondisi redaman hujan di Indonesia. Sedangkan untuk jarak 4 km hanya mampu mencapai nilai link availability 99.95%
4. Transmisi adaptif memilikai nilai efesiensi bandwidth paling besar diantara mode transmisi non adaptif lainnya. Disamping itu penggunaan sistem Adaptive Coded
Modulation dengan teknik switch and stay combining
diversity juga berefek pada meningkatnya nilai efisiensi bandwidth. Nilai maksimum efisiensi bandwidth untuk BER maksimum 10-6 adalah sebesar 5.9857 bps/Hz dan
BER maksimum 10-11 adalah sebesar 5.9810 bps/Hz pada
link sudut 900 jarak 1 km. Sedangkan nilai minimum
efisiensi bandwidth sebesar 5.6869 bps/Hz dan 5.6558 bps/Hz pada link dan pengamatan BER yang sama untuk jarak 4 km
B. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :
1. Pemanfaatan relay dapat dipergunakan untuk memperluas jarak jangkau dari sistem komunikasi gelombang milimeter.
2. Untuk penelitian selanjutkan dapat menerapkan transmisi adaptif dengan Multibranch switch and examine
combining diversity.
3. Penambahan data redaman hujan pada daerah dan durasi tertentu diharapkan dapat mewakili kondisi sebenarnya. 4. Penerapan kontrol daya adaptif dan kontrol kode adaptif
dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] A. J. Goldsmith and S. G. Chua, “Variable-Rate Variable Power MQAM for Fading Channels”, IEEE transactions
on communications, vol. 45, no. 10, October 1997
[2] Young-ChaiKo,Mohamed-SlimAlouini, MarvinK. Simon, Fellow and member “Analysis and Optimization of Switched Diversity Systems” IEEE
Transactions on Vehicular Technology, Vol.49, No.5, September 2000
[3] Hutajulu P., “ Model Statistik Fading Karena Hujan di Surabaya”, Tugas Akhir, ITS, hal 10, 2007.
[4] G. Hendrantoro, R.J.C. Bultitude and D.D Falconer,
“Use of Cell-Site Diversity in Millimeter –Wave Fixed Cellular Systems to Combat the Effects of Rain Attenuation”, IEEE Journal on Selected Areas in Communications, Vol. 20, No. 3, Page 602, April 2002
[5] B. Sklar, “Digital Communication”, Prentice Hall, New Jersey, 1994.
[6] S.A.Kanellopoulus, J. D. Kanellopoulus and P. Kafetzis, “Comparison of the of the Synthetic Storm Technique
with a Conventional Rain Attenuation Prediction Model”, IEEE transaction on Antennas and Propagation”, May 1986, hal:714-715.
[7] ITU R P.838-3, “Specific attenuation model for rain for use in prediction methods”, 2005.
[8] Morvin K. Simon and Mohamed-Slimlouini, “Digital Communication Over Fading Channels” Second Edition hal 419.
RIWAYAT PENULIS
Abdul Rozaq Al-Baqi dilahirkan di Jember pada tanggal 30 Januari 1987. Lulus dari MI darul Huda Jember, kemudian melanjutkan di Sekolah MTS Darul Huda Jember. Pada tahun 2005 tercatat sebagai salah satu siswa lulusan MAN Jember1 yang kemudian melanjutkan studinya di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) program studi Telekomunikasi Multimedia