16 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Uraian Teoritis
2.1.1.Pengembangan Wilayah
Pengembangan diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,
meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di
Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar
pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk
penerapannya yang bersifat dinamis.
Menurut Sandy (1992) pengembangan wilayah adalah pelaksanaan
pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan
fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangang yang
berlaku.
Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994) pengembangan wilayah
merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau
kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup
masyarakat, atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang
sudah ada (Jayadinata,1992).
Pengembangan wilayah mempunyai dua makna yaitu : wilayah yang
objektif dan wilayah yang subjektif (Ananta,1992). Wilayah objektif adalah suatu
wilayah yang oleh para perencana dibagi menjadi beberapa wilayah
pembangunan, sedangkan wilayah subjektif adalah perwilayahan yang dibentuk
17 membuat klasifikasi, yang selanjutnya wilayah subjektif dibagi menjadi dua jenis,
yaitu :
1. Wilayah homogen, yaitu wilayah yang mempunyai karakteristik yang
sama secara fisik dan sosial ekonomi.
2. Wilayah fungsional, yaitu yang dibentuk berdasarkan atas adanya
hubungan fungsional antara unsur-unsur tertentu yang ada pada wilayah
tersebut.
Dengan demikian pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai
peningkatan aktivitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup
institusi, ekonomi, sosial, dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan
kualitas hidup masyarakat.
Perkembangan pokok bahasan tentang pembangunan wilayah adalah
merupakan perkembangan baru yang muncul pada dasawarsa 1950-an. Hal ini
ditandai oleh kajian yang selama ini kurang memperhatikan aspek spatial. Dalam
perkembangannya Misra (1997) mengungkapkan bahwa perencanaan dan
pembangunan wilayah ditopang oleh empat pilar yaitu : aspek geografi, aspek
18 Gambar 2.1 : Empat Aspek Pengembangan Wilayah
Namun demikian empat pilar diatas belum mencakup aspek-aspek lainnya
yang juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan wilayah seperti
biogeofisik sosial dan lingkungan, maka perencanaan dan pembangunan wilayah
akan di topang enam pilar (Budiharsono,2005) yaitu :
Gambar 2.2 : Enam Aspek Pembangunan Wilayah
Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai
manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung ekonomi
Pengembangan wilayah
Perencanan kota
geografi Teori
lokasi
Analisis kelembagaan
Pengembangan wilayah
Analisis lokasi
Analisis ekonomi
Analisis sosial Analisis
biogeofisik
19 lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata
membaik, disamping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau
jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik
dalam arti jenis, intensitas, pelayanan, maupun kualitasnya.
Pandangan sebagian besar para ahli ilmu regional barat terutama di eropa
lebih menitik beratkan bahwa pembangunan regional mencakup kepada empat
aspek utama yaitu : aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek
ekologi.
Gambar 2.3 : Empat Aspek Pengembangan Wilayah
2.1.2.Teori Pusat Pertumbuhan
Theory growth poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan
antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Alonso
dalam Sirojuzilam dan Mahali, 2010). Dengan demikian teori pusat
pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan
20 pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat
menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pengembangan wilayah dan
perkotaan terpadu.
Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada
tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefenisikan pusat pertumbuhan
sebagai pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal.
Menurut Rondinelli dan Unwin dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat
pertumbuhan didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di Negara
berkembang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
dengan melakukan investasi yang besar pada industri padat modal di pusat kota.
Teori pertumbuhan juga ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas
melengkapi kondisi terjadinya trickle down effect (dampak penetasan ke bawah)
dan menciptakan spread effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari
perkotaan ke pedesaan. Menurut Stohr dalam Mercado (2002), konsep pusat
pertumbuhan mengacu pada pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat
dimulai hanya dalam beberapa sektor yang dinamis, mampu memberikan output
rasio yang tinggi dan pada wilayah tertentu, yang dapat memberikan dampak yang
luas (spread effect) dan dampak ganda (multiple effect) pada sektor lain dan
wilayah yang lebih luas. Sehingga pembangunan sinonim dengan urbanisasi
(pembangunan di wilayah perkotaan) dan industrialisasi (hanya pada sektor
industry). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip bahwa kekuatan pasar akan
menjamin ekuilibrium (keseimbangan0 dalam distribusi spasial ekonomi dan
21 kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimuulai dari level yang tinggi seperti
kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan hinterland dan
pedesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan
perusahaan-perusahaan besar.
Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down
effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak
terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan
dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain respon pertumbuhan di
pusat tidak cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya melengkapi
kepentingan hirarki kota (Mercado,2002).
2.1.3.Ekonomi Pembangunan
2.1.3.1.Pengertian dan Ruang Lingkup Ekonomi Pembangunan
Menurut Mahyudi (2004), ekonomi pembangunan adalah suatu cabang
dari ilmu ekonomi yang betujuan menganalisis masalah-masalah yang dihadapi
dan memperoleh cara penyelesaian dalam pembangunan ekonomi, terutama di
negara-negara berkembang, agar pembangunan ekonomi menjadi lebih cepat dan
harmonis. Pembangunan ekonomi ialah serangkaian usaha dalam suatu
perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonomi sehingga infrastruktur
lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf
pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat (Sukirno, 2006).
Selain memerhatikan masalah efisiensi alokasi sumber daya produktif
yang langka (atau tidak terpakai) serta kesinambungan pertumbuhan dari waktu ke
22 ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan, dalam sektor swasta maupun sektor
publik. Semua mekanisme itu diperlukan demi terciptanya suatu perbaikan standar
hidup secara cepat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan (Todaro,
2006). Bank Dunia melalui World Development Report tahun 1991 menegaskan
bahwa tantangan utama pembangunan ialah memperbaiki kualitas kehidupan.
Menurut Sukirno kesejahteraan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
a) Pendapatan perkapita
b) Komposisi umur penduduk
c) Pola pengeluaran masyarakat
d) Komposisi pendapatan nasional
e) Perbedaan masa lapang (leisure time) yang dinikmati masyarakat
f) Keadaan pengangguran
Todaro (1991) merumuskan tiga tujuan utama pembangunan, yatu :
1. Untuk meningkatkan ketersediaan dan memperluas penyebaran
barang-barang kebutuhan pokok seperti bahan makanan, tempat tinggal, sarana
kesehatan dan perlindungan bagi semua anggota masyarakat.
2. Untuk meningkat taraf hidup yang meliputi selain pendapatan yang lebih
tinggi ketersediaan lapangan kerja yang lebih banyak, sarana pendidikan
yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terrhadap pelestarian
nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. Semua itu tidak hanya dimaksudkan untuk
meningkatkan kesejahteraan material semata-mata melainkan juga untuk
menciptakan martabat atau harga diri masing-masing pribadi dan bangsa
23 3. Untuk memperluas ragam pilihan ekonomi dan sosial bagi masing-masing
pribadi maupun negara atau bangsa yang bersangkutan melalui suatu usaha
untuk memerdekakan diri dari perbudakan dan ketergantungan pihak lain,
tidak hanya dalam hubungan dengan Negara lain tetapi juga dalam
kaitannya dengan kebodohan dan kepapaan manusiawi yang membelenggu
kehidupan mereka.
Dengan demikian, jelas bahwa prioritas pertama perpindahan dari suatu
tingkat keterbelakangan yang ironis menuju suatu tingkat kehidupan yang disebut
pembangunan seharusnya berarti suatu peningkatan taraf hidup masyarakat yang
bersangkutan. (Todaro, 1995).
2.1.3.2.Aspek Sosial dalam Pembangunan
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan tidak hanya
memusatkan perhatian pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi.
Hubungan-hubungan yang saling terkait antara apa yang dinamakan faktor-faktor
ekonomi dan faktor-faktor nonekonomi dianamakan sistem sosial. Termasuk
dalam faktor-faktor nonekonomi adalah sikap masyarakat dan individu dalam
memandang kehidupan (norma budaya), kerja, dan wewenang: struktur
administrasi, hukum, dan birokrasi dalam sektor pemerintah, tingkat partisipasi
rakyat dalam perumusan keputusan dan kegiatan pembangunan; serta keluwesan
atau kekakuan stratifikasi ekonomi dan sosial (Todaro, 2006). Menurut Rachbini
(2001) perubahan sosial yang sitemik pun amat diperlukan agar faktor-faktor
24 diharapkan. Perubahan sosial juga merupakan usaha bagaimana mengagregasikan
seluruh potensi masyarakat yang ada.
Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an embangunan dikenal sebagai suatu
upaya untuk mencapai target pertumbuhan GNP 6% setahun. Sedangkan
pandangan yang dianggap sebagai keniscayaan untuk mempercepat proses
pembangunan di sebuah wilayah seperti halnya pada suatu negara adalah dengan
cara menempuh strategi industrialisasi. Industrialisasi dipandang sebagai
satu-satunya jalan pintas untuk meretas nasib kemakmuran suatu negara secara lebih
cepat. Bahkan paralelisme antara jalannya pembangunan dan strategi
industrialisasi dapat dikatakan sebagai pemaknaan pembangunan yang identik
dengan industrialisasi sehingga keduanya tidak terpisahkan. (Yustika, 2003).
Namun sering dengan berjalannya waktu teori tersebut dianggap tidak
releven lagi dengan kebutuhan pembangunan yang sebenarnya. Pada tahun 2000
perserikatan bangsa-bangsa (PBB) merumuskan delapan butir sasaran utama
pembangunan yang kemudian dikenal dengan Millenium Development Goals
(MDGs), antara lain :
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan secara eksterm,
2. Memberikan pendidikan dasar secara universal,
3. Mendukung persamaan gender dan pemberdayaan wanita,
4. Mengurangi tingkat mortalitas anak,
5. Meningkatkan kesehatan ibu,
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya,
25 8. Mengembangkan kerja sama global untuk pembangunan.
Peran aspek nonekonomi dalam pembangunan juga ditegaskan oleh
Schultz yang menyatakan bahwa masalah sumber daya manusia menempati posisi
sentral dalam setiap perbincangan tentang pertumbuhan ekonomi, di samping
tentunya masalah modal, teknologi dan sebagainya (Rachbini, 2001).
Pembangunan memiliki dimensi yang lebih luas dibandingkan upaya
pengejaran pertumbuhan ekonomi semata. Selain sebagai pertumbuhan ekonomi
plus perubahan-perubahan sosial, pembangunan bisa juga diartikan sebagai
pertumbuhan nilai-nilai etika yang menekankan pada perubahan kualitas dalam
seluruh aspek kemasyarakatan, kelompok, dan individu. Lebih jauh lagi Rachbini
berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dan materi merupakan bagian tak
terpisahkan dari pembangunan nilai dan peradaban manusia. Demikianlah faktor
sosial ekonomi memainkan peran pentingnya dalam pembangunan.
2.2.Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Alex Sander (2010) yang berjudul Pengaruh
Pembangunan Bandara Kuala Namu Terhadap Okupasi Penduduk Sekitar
Bandara menghasilkan bahwa adanya pergeseran okupasi dan bertambahnya
pekerjaan informal lainnya. Dan hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa
petani yang lebih benyak bergeser pekerjaan ke sektor informal lainnya. Adapun
pekerjaan yang paling banyak bertambah dari pengaruh pembangunan bandara
kuala namu adalah buruh bangunan, mocok-mocok dan pedagang.
DR.Hadi Supratika,MM (2011) juga melakukan penelitian dengan judul
26 ditinjau dari Administrasi Pembangunan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa untuk pembngunan bandara Internasional Lombok (BIL) perlu
memperhatikan hal-hal antara lain: menegakkan hukum yang berlaku,
memperbaiki SDM dengan meningkatkan mutu pendidikan, solusi pendekatan
keimanan dan ketakwaan, melakukan pembangunan yang bersifat green field dan
percaya akan kemampuan bangsa sendiri. Karena nilainya lebih dari 10 % maka
penilaian data juggment harus diperbaiki untuk meminimalisir dampak negatif
yang muncul sehingga tercipta sutau pembangunan yang berkelanjutan. Oleh
karena itu peran semua pihak untuk mencapai suatu keseimbangan, sangat penting
untuk perspektif ke depannya. Tetapi berdasarkan hasil analisis suatu
permasalahan yang muncul dampak positif dari segi ekonomi memang sangat
tinggi tapi ada hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu segi ekosistem,
lingkungan dan kesehatan. Dampak yang ditimbulkan pembangunan bandara BIL
ternyata berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat lombok
terutama yang terkait indikator-indikator mikro ekonomi.
Kedua penelitian diatas baik yang dilakukan Alex Sander maupun
DR.Hadi Supratika,MM sama-sama memfokuskan perhatian pada perubahan
sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat setempat dengan adanya
pembangunan bandara kuala namu. Begitu juga dengan penelitian ini akan
membahas dampak positif dan negatif dari pembangunan bandara kuala namu
baik dari segi ekonomi, sosial dan infrastruktur. Oleh karenanya penelitian ini
diharapkan menjadi pelengkap atas penelitian terdahulu, sehingga dampak dari
27 ditimbulkannya terutama dari segi perkembangan ekonomi masyarakat sekitar
bandara apakah memberikan kontribusi atau sebaliknya.
2.3.Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Dengan adanya pembangunan Bandara Kuala Namu tentunya akan
memberikan dampak bagi masyarakat sekitar baik positif maupun negatif.
Tentunya dampak tersebut akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat
yang berada di sekitar bandara tersebut. Terutama yang berkaitan dengan tingkat
pendapatan, lapangan kerja, pembangunan sosial dan juga keamanan bagi
masyarakat. tentunya Inilah yang diharapakan dari pemerintah atas efek dari
pembangunan itu sendiri tentunya akan memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi. Bandara
kuala namu dampak
ekonomi
infrastruktur
sosial