• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Abstrak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Faktor Usia, Jenis Kelamin, dan Fraksi Ejeksi terhadap Kematian

Pasien dalam 6 Tahun Pascaoperasi Bedah Pintas Arteri Koroner di RS

Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Tahun 2014

Denys Putra Alim1 dan Bambang Budi Siswanto2

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Pusat 10440, Indonesia 2. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Letjen

S. Parman No.Kav 87, Jakarta Barat 11420, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Sensus nasional Indonesia tahun 2001 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 26,4%. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kematian 6 tahun pasca bedah pintas arteri koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Studi yang digunakan adalah kohort retrospektif pada pasien yang menjalani BPAK tahun 2006 di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan menggunakan total population sampling. Hasilnya terdapat 308 tindakan BPAK di RS Harapan Kita tahun 2006 dengan eksklusi 5 subjek karena data rekam medis tidak lengkap, 1 subjek karena BPAK dengan tindakan bedah lain, 225 subjek karena tidak dapat dihubungi kembali. Didapatkan 77 subjek penelitian dengan angka kematian sebesar 18,2% (14 dari 77 subjek). Faktor prediktor kematian oleh usia > 50 tahun didapatkan nilai p=0,725, faktor jenis kelamin nilai p=0,198, dan faktor fraksi ejeksi < 40% nilai p=0,449. Kesimpulannya faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian kematian subjek dalam 6 tahun pasca operasi BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

The Role of Age, Sex, and Ejection Fraction in 6-Years Mortality After Coronary Artery Bypass Graft at National Cardiovascular Center Harapan Kita in 2014

Abstract

Cardiovascular disease is one of the leading causes of death worldwide. Indonesian national census in 2001 showed that deaths due to cardiovascular disease including coronary artery disease (CAD) by 26.4%. This study aims to find factors that influence the 6-year mortality post coronary artery bypass surgery (CABG) at National Cardiovascular Center Harapan Kita. The study design is retrospective cohort study in patients undergoing CABG in 2006 at the National Cardiovascular Center Harapan Kita by using total population sampling. There were 308 CABG procedures at National Cardiovascular Center Harapan Kita in 2006, which were excluded 5 subjects with incomplete medical records, 1 subject with other cardiovascular surgery procedure, 225 subjects lost to follow up. There were 77 eligible research subjects with a mortality rate of 18.2% (14 of 77 subjects). Predictor factors of mortality by age > 50 years (p=0.725), sex (p=0.198), and ejection fraction < 40% (p=0.449). Therefore, there were no significant correlation among age, sex, and ejection fraction to the 6-years mortality outcome for patients undergo CABG at National Cardiovascular Center Harapan Kita.

Keywords: 6-years mortality post-CABG; Coronary artery bypass graft; Coronary artery disease; National Cardiovascular Center Harapan Kita.

Pendahuluan

Pada saat ini, penyebab pertama kematian di seluruh dunia adalah penyakit kardiovaskular. Persentase kematian yang

disebabkan kardiovaskular mencapai 30% atau sekitar 17,5 juta penduduk dunia pada tahun 2005. Menurut WHO, sekitar 60% dari seluruh penyebab kematian penyakit

(2)

kardiovaskular adalah dikarenakan penyakit jantung koroner (PJK). Indonesia berdasarkan survei kesehatan nasional tahun 2001, menyatakan bahwa 26,3% penyebab kematian adalah penyakit kardiovaskular, diikuti oleh penyakit infeksi, penyakit paru, penyakit pencernaan, keganasan, dan kecelakaan lalu lintas atau trauma.1

Di Indonesia, penyakit jantung juga cenderung meningkat sebagai penyebab kematian. Sampai dengan saat ini, PJK merupakan penyebab utama kematian dini pada sekitar 40% penyebab kematian laki-laki usia dewasa. Etiologi atau penyebab PJK sendiri belum dipahami secara pasti dan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya PJK yang dikenal sebagai faktor risiko PJK. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, diketahui bahwa seseorang dapat terkena PJK ditentukan oleh interaksi dua atau lebih faktor risiko seperti herediter/genetik, usia, jenis kelamin, hipertensi, merokok, diabetes melitus, obesitas, maupun stress.1

Terapi untuk PJK saat ini dilakukan secara medikamentosa dan juga tindakan bedah seperti operasi bedah pintas arteri koroner (BPAK) pada pasien yang telah mengalami gangguan berat pada arteri koronernya. Tujuan dari operasi BPAK ini adalah untuk

meningkatkan aliran darah menuju ke sel otot jantung yang vaskularisasinya terganggu dengan cara membuat pintasan pembuluh darah melalui arteri yang tersumbat.2,3 Pembuluh darah yang digunakan umumnya diambil dari arteri atau vena yang berasal dari V. Saphenous, A. Radialis atau A. Mammaria Interna. Namun, operasi BPAK ini tetap mempunyai risiko terjadinya kematian pasca BPAK. Keberhasilan dari operasi BPAK ini bergantung dari kondisi dan keparahan PJK yang diderita pasien sebelum operasi dan juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pasien pasca operasi, yaitu adanya diabetes melitus, usia tua, penurunan fraksi ejeksi, dan infeksi lokal di sternum pasca operasi.3 Berdasarkan alasan-alasan di atas maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai kematian yang terjadi pasca BPAK dan apakah terdapat hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi terhadap kematian tersebut. Dengan mengetahui faktor-faktor prediktor kematian pasca BPAK maka penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian berikutnya.

Melalui latar belakang yang dipaparkan di atas, peneliti mengidentifikasi masalah penelitian yaitu adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kematian pasien dalam 6

(3)

tahun pascaoperasi bedah pintas arteri koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006. Pertanyaan penelitian ini apakah terdapat hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi dengan kematian pasien dalam 6 tahun pascaoperasi bedah pintas arteri koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006? Hipotesis penelitian adalah terdapat hubungan antara faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi dengan kematian pasien dalam 6 tahun pascaoperasi bedah pintas arteri koroner (BPAK) di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006.

Tinjauan Teoritis

Jantung terletak di rongga dada sekitar garis tengah sternum di anterior dan vertebra di posterior. Meskipun jantung secara anatomis terlihat sebagai satu organ, sisi kiri dan sisi kanan jantung berfungsi sebagai dua pompa yang berbeda. Jantung dibagi menjadi sisi kiri dan kanan dan memiliki 4 ruangan. Ruang yang di atas merupakan atrium dan di bawahnya ada ventrikel. Antara sisi kiri dan kana dipisahkan oleh septum yang mencegah pencampuran darah sisi kiri dan kanan. Sisi kanan jantung menerima darah dari sirkulasi sistemik dan memompanya ke sirkulasi pulmonari sedangkan sisi kanan

menerima darah dari sirkulasi pulmonari menuju ke sirkulasi sistemik. Kedua sisi jantung memompa darah dalam jumlah yang sama secara berurutan.4

Dua arteri koroner, arteri koroner kanan dan kiri, bercabang dari aorta asenden dan menyuplai darah kaya oksigen ke miokardium. Arteri koroner kiri melalui bagian inferior menuju ke aurikular kiri dan bercabang menjadi interventrikular anterior dan cabang-cabang sirkumfleksa. Cabang interventrikular anterior atau left

anterior descending (LAD) artery berada

di sulkus interventrikular anterior dan menyuplai darah kaya oksigen ke dinding kedua ventrikel. Cabang sirkumfleksa berada di sulkus koronaria dan menyuplai oksigen ke dinding atrium dan ventrikel kiri. Arteri koroner kanan menyuplai cabang-cabang kecil menuju ke atrium kanan. Berjalan inferior menuju ke aurikular kanan dan bercabang menjadi interventrikular posterior dan cabang marginalis. Cabang interventrikular posterior mengikuti sulkus interventrikular posterior dan menyuplai dinding kedua ventrikel dengan darah kaya oksigen. Cabang marginalis dibelakang sulkus koronaria berjalan di batas kanan jantung dan membawa darah kaya oksigen ke miokardium ventrikel kanan. Kebanyakan bagian tubuh memperoleh suplai darah dari cabang-cabang lebih dari 1 arteri dan

(4)

dimana ada dua tau lebih arteri yang menyupali daerah yang sama maka mereka biasanya berhubungan. Hubungan ini disebut anastomosis yang menyediakan rute alternatif yang disebut sirkulasi kolateral. Miokardium mempunyai banyak anastomosis yang menghubungkan cabang-cabang arteri koroner tertentu atau antara cabang dari arteri koroner yang berbeda. Mereka menyediakan jalan memutar untuk darah arteri jika rute utama tersumbat sehingga otot jantung dapat memperoleh oksigen yang memadai jika salah satu arteri koronernya terhambat sebagian.5 Endotel vaskular memiliki banyak fungsi sintesis dan metabolik serta berperan aktif dalam interaksi darah dan jaringan. Pada umumnya, taut antarsel bersifat impermeabel namun taut ini dapat melonggar di bawah pengaruh faktor hemodinamik (misal tekanan darah tinggi) dan zat-zat vasodilator (misal histamin). Jejas di endotel vaskular dapat menyebabkan terjadinya trombus, aterosklerosis, dan penyakit lainnya. Perubahan status fungsi endotel karena jejas dinamakan sebagai disfungsi endotel. Disfungsi endotel ini dapat bermanifestasi sebagai gangguan vasodilatasi-dependen endotel, penurunan sintesis NO, peningkatan kadar endotelin, dan pembentukan radikal bebas oksigen. Pemicu disfungsi endotel ini dapat berupa

sitokin, produk dari bakteri, stres hemodinamik, produk lemak, dan jejas-jejas lainnya. Disfungsi endotel sangat berperan dalam patogenesis penyakit pembuluh darah. Disfungsi endotel, baik akut maupun kronis, merangsang pertumbuhan sel otot polos dengan mengganggu keseimbangan antara inhibisi dan stimulasi sel otot polos.6

Aterosklerosis ditandai oleh lesi di intima yang disebut ateroma. Ateroma ini menonjol ke dalam lumen sehingga dapat menyebabkan obstruksi serta kelemahan lapisan tunika media dibawahnya. Aterosklerosis terutama mengenai arteri elastik (aorta, a. karotis, a. iliaka) serta arteri muskuler besar dan sedang (ateri koroner dan a. poplitea). Ateroskleorsis dapat menimbulkan gejala apabila menyerang arteri yang memperdarahi jantung (infark miokardium), otak (strok), ginjal, dan ekstremitas bawah (gangren tungkai). Patogenesis aterosklerosis masih merupakan hipotesis yaitu terjadinya penekanan proliferasi di intima serta organisasi dan pertumbuhan repetitif trombus. Hipotesis ini menganggap aterosklerosis sebagai bentuk peradangan kronis dinding pembuluh darah yang dipicu oleh jejas endotel. Patogenesisnya:7

1. Jejas endotel kronis menyebabkan peningkatan permeabilitas,

(5)

perlekatan leukosit, dan kemungkinan trombosis;

2. Lipoprotein, terutama LDL, masuk ke tunika pembuluh darah;

3. LDL kemudian teroksidasi oleh radikal bebas;

4. Leukosit (terutama monosit) masuk ke tunika pembuluh darah dan menjadi makrofag serta sel busa; 5. Trombosit kemudian melekat juga

ke pembuluh darah;

6. Pengeluaran faktor dari trombosit, makrofag, atau sel vaskular yang menyebabkan migrasi sel otot polos dari tunika media ke tunika intima; 7. Terjadi proliferasi sel otot di tunika

intima, terjadi akumulasi kolagen dan peptidoglikan di matriks ekstraseluler;

8. Peningkatan deposit lemak baik di dalam maupun di luar sel.

Arteri koroner adalah salah satu arteri yang menyuplai oksigen dan zat makanan menuju ke sel-sel otot jantung.2,7 Jantung bergantung pada zat makanan dan oksigen ini karena jantung bekerja secara konstan memompa darah ke seluruh tubuh. Jantung tidak pernah beristirahat seperti otot-otot lainnya di tubuh dan karena inilah jantung membutuhkan suplai oksigen dan zat makanan secara konstan pagi dan malam.Error! Bookmark not defined. Bila seseorang memiliki masalah PJK maka hal

ini dapat membuat diameter arteri menjadi lebih kecil atau bahkan tersumbat dan memicu terjadinya angina pektoris. Salah satu tatalaksana angina adalah dengan tindakan BPAK. Tindakan BPAK ini memanfaatkan pembuluh darah yang diambil dari dada, kaki atau lengan dan digunakan untuk memintasi pembuluh darah yang menyempit atau tersumbat. Tindakan operasi ini tidak menyembuhkan PJK sehingga ada kemungkinan untuk terjadi penyumbatan ulang pada pembuluh darah yang digunakan untuk pintasan atau pembuluh darah lainnya. Operasi ini hanya membantu untuk menangani gejala-gejala PJK maka dari itu pasien perlu merubah gaya hidup untuk mencegah tingkat keparahan yang lebih lanjut. Terdapat beberapa alternatif lain bagi pasien CAD selain melakukan operasi ini yaitu terapi obat-obatan atau melakukan coronary

angioplasty. Pada terapi menggunakan

obat biasanya obat yang digunakan adalah penghambat kanal kalsium (CCB),

β-blockers, statin, dan anti-trombosit yang

dapat memperbaiki gejala atau mencegah agar tidak semakin buruk. Pada coronary

angioplasty menggunakan sebuah kateter

yang akan dimasukkan ke dalam pembuluh darah dan digunakan untuk memperlebar diameter pembuluh yang telah menyempit tadi sehingga aliran darah akan lebih banyak ke sel otot jantung. Tatalaksana ini

(6)

bergantung kepada kondisi dari PJK yang dimiliki oleh pasien.2

Prosedur BPAK tergolong relatif aman meski masih terdapat beberapa efek samping atau kekurangannya. Biasanya pasien yang menjalani BPAK akan mengalami rasa nyeri, bengkak dan memar di sekitar luka operasi yang dapat ada hingga 1 bulan dan bisa juga meninggalkan bekas luka pada luka operasi tersebut. Komplikasi dari semua prosedur pembedahan antara lain adalah reaksi anestesi yang tidak diinginkan, infeksi, dan pendarahan. Komplikasi spesifik untuk BPAK jarang terjadi dan mencakup serangan jantung, stroke atau kematian dan risiko-risiko ini berbeda-beda pada tiap individu.2 Pelaksanaan operasi BPAK ini

dilakukan oleh seorang bedah kardiotorak. Teknik tradisional melibatkan pemotongan dada melalui tulang dada atau sternum (prosesnya disebut median sternotomy). Melalui potongan ini dokter bedah dapat melihat jantung dan aorta pasien. Pada cara lama, jantung pasien dihubungan ke mesin jantung-paru agar jantung dapat berhenti bergerak dan juga menggunakan senyawa kimia khusus untuk menghentikan jantung yaitu kardioplegia. Setelah seluruh proses pemasangan pembuluh darah pintasnya, jantung pasien akan dibuat bekerja lagi dengan mematikan mesin jantung paru tersebut. Seluruh operasi bypass ini

awalnya menggunakan vena saphenous dari kaki untuk membawa aliran darah memintasi tempat obstruksi. Ujung satu vena akan dihubungkan ke aorta dan ujung satu lagi di arteri koroner setelah titik penyumbatan.8

Faktor yang Memengaruhi

Keberhasilan BPAK Faktor Usia

Dewasa ini teknologi dan perkembangan suatu negara semakin pesat tidak terkecuali juga di Indonesia. Perkembangan ini membuat angka harapan hidup menjadi lebih lama dan menyebabkan jumlah orang yang lanjut usia (lansia) meningkat. Batasan yang digunakan untuk usia lanjut adalah 70 tahun. Peningkatan angka harapan hidup ini menyebabkan semakin banyak pula lansia yang menjalani BPAK. Hirose dkk membandingkan BPAK pada kelompok pasien non lansia dan lansia (>75 tahun) secara retrospektif dan hasilnya ternyata tingkat mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi didapatkan pada kelompok lansia namun Hirose dkk menyatakan bahwa penyebab tingginya mortalitas dan morbiditas tersebut dikarenakan adanya penyakit komorbid yang menyertai pasien (misalnya gagal jantung atau gagal ginjal), bukan karena usia lanjut sebagai penyebab utamanya. Pada kelompok Gursel dkk juga menyatakan hasil yang serupa bahwa

(7)

tingkat kematian 30 hari pasca BPAK lebih tinggi pada kelompok lansia dibanding kelompok non lansia (4.7% dan 2.3%). Terlebih lagi pasien lansia memiliki waktu rawat inap yang lebih lama dibanding non lansia (1.9 dan 1.7 hari, p=0.006).8 Meski banyak terdapat risiko yang diasosiasikan dengan kelompok lansia, BPAK pada pasien lansia masih dapat menjadi pilihan tatalaksana karena usia secara individual tidak seharusnya dijadikan landasan untuk melaksanakan BPAK.9,10

Faktor Jenis Kelamin

Penelitian Vaccarino et al. menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap mortalitas dan morbiditas pasien pasca BPAK namun unsur jenis kelamin ini dipengaruhi pula oleh usia pasien. Mereka menemukan bahwa dibandingkan laki-laki, wanita lebih banyak memiliki faktor risiko dan komorbiditas dimana perbedaan faktor risiko dan komorbiditas tersebut lebih nampak pada kelompok usia muda. Wanita memiliki tingkat mortalitas di rumah sakit lebih tinggi dibanding laki-laki namun perbedaan tingkat mortalitas ini lebih nyata terlihat pada kelompok muda. Wanita dengan usia < 50 tahun memiliki kecenderungan 3 kali lipat untuk meninggal dibandingkan laki-laki (3.4% dan 1.1%) sedangkan wanita usia 50-59 tahun memiliki kecenderungan 2.4 kali lipat untuk meninggal dibandingkan

laki-laki (2.6% dan 1.1%). Pada kelompok usia yang lebih tua, perbedaan jenins kelamin tidak terlihat secara mencolok (p < 0.001 untuk interaksi antara jenis kelamin dan usia).10

Faktor Fraksi Ejeksi Jantung

Pelaksanaan BPAK pada pasien dengan tingkat disfungsi sistolik ventrikel kiri sedang menunjukkan peningkatan angka harapan hidup. Penggnaan BPAK mungkin juga dapat meningkatkan prognosis pada pasien dengan CAD dan fungsi sistolik yang parah. Penelitian Hilis dkk melibatkan 379 pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35% dan melakukan BPAK. Angka harapan hidup pasien adalah 94.5% pada hari ke 30, 88% pada tahun pertama, 81% pada tahun ke 3.11

Metode Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan cohort

retrospective di RS Jantung Nasional

Harapan Kita. Penelitian dimulai pada tanggal 1 Januari 2013 sampai 1 Juni 2014. Sumber data penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari rekam medis pasien di rumah sakit. Populasi target adalah rekam medis pasien yang menjalani BPAK di kota Jakarta pada tahun 2006. Populasi terjangkau adalah rekam medis pasien yang menjalani BPAK

(8)

di RS Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006. Sampel adalah rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total population sampling dari keseluruhan pasien yang menjalani operasi BPAK pada tahun 2006. Peneliti menggunakan nilai α = 5% dan nilai β = 20% maka besar sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah:

n1 = n2 = !" !!"!!" !!!!!!!!!!!!!! ! n1 = n2 = !,!" !!!,!"!!,!"!!,!" !,!!!,!!!,!!!,! !,! ! n1 = n2 = 225,21 ≈ 226 subjek Keterangan:

n1 = jumlah sampel kelompok kasus

n2 = jumlah sampel kelompok kontrol

Zα = deviat baku dari kesalahan tipe I

(1,96)

Zβ = deviat baku dari kesalahan tipe II

(0,84)

P2 = Proporsi kelompok yang sudah

diketahui nilainya (0,2) Q2 = 1 - P2 (0,8)

P1 = Porporsi kelompok yang nilainya oleh

judgment peneliti (0,3)

Q1 = 1- P1 (0,7)

P1 – P2 = Selisih proporsi minimal yang

dianggap bermakna (0,1)

P = Proporsi total ((P1+P2)/2)=(0,15)

Q = 1 – P (0,85)

Kriteria inklusi yang digunakan adalah subjek merupakan pasien PJK yang telah menjalani operasi BPAK di RS Jantung Nasional Harapan Kita pada tahun 2006, data subjek yang diperlukan untuk riset tercatat di dalam rekam medis pasien, dan rekam medis yang boleh dipinjam untuk dipelajari. Kriteria eksklusi adalah rekam medis pasien hilang atau tidak ada atau pasien menjalani operasi BPAK bersamaan dengan operasi lainnya. Sedangkan kriteria

drop out adalah pasien tidak dapat di follow up sehingga tidak diketahui keadaan

sekarang. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kematian dalam 6 tahun pascaoperasi BPAK. Variabel independen adalah faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi subjek penelitian. Variabel perancu adalah kepatuhan pasien untuk berobat pascaoperasi BPAK.

Pengumpulan data akan dilakukan dengan mempelajari rekam medis pasien. Peneliti akan mencari data mengenai usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi pasien serta waktu dilakukannya operasi BPAK pada pasien tersebut. Kemudian peneliti mencari adanya kejadian kematian pasien tersebut dalam kurun waktu 6 tahun pascaoperasi BPAK dengan menghubungi pasien apakah masih hidup sampai saat ini. Setelah seluruh data terkumpul dan

(9)

diseleksi, data diverifikasi dan diolah menggunakan program SPSS for windows

version 17.0. Hasil dari pengolahan data

akan disajikan dalam bentuk tabel agar lebih ringkas dan mudah dimengerti. Variabel dependen yang dimiliki oleh peneliti merupakan data kategorik dan seluruh variabel independen juga merupakan data kategorik sehingga analisis data yang digunakan adalah uji analisis komparatif kategorik 2 kelompok tidak berpasangan yaitu uji chi-square. Apabila nilai expected count data melebihi 20% maka akan dilakukan penggabungan sel data terlebih dahulu kemudian diuji ulang menggunakan uji chi-square. Apabila setelah penggabungan sel nilai

expected count masih tetap di atas 20%

namun tabel sudah 2x2 maka akan digunakan uji alternatif dari uji chi-square yaitu uji Fisher. Interpretasi data dilakukan secara analitik untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen dapat diketahui dari besar nilai p masing-masing variabel independen. Bila didapati nilai p < 0.05 maka terdapat hubungan bermakna antara variabel yang diuji. Hasil analisis data akan dilaporkan dalam bentuk makalah laporan yang dikumpulkan kepada staf pengajar modul riset FKUI

sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran.

Definisi operasional yang digunakan adalah:

1. Usia pasien merupakan usia pasien yang tercantum dalam rekam medis saat menjalani tindakan BPAK. Usia pasien dikelompokkan menjadi usia 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun, 71-80 tahun, dan > 80 tahun. 2. Jenis kelamin pasien sesuai dengan

jenis kelamin yang tercantum dalam rekam medis dan dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. 3. Fraksi ejeksi adalah persentase ejeksi

ventrikel kiri yang dihitung secara otomatis dengan alat ekokardiografi pada saat menjalani BPAK dan tercantum dalam rekam medis pasien. Fraksi ejeksi pasien dikelompokkan menjadi EF 20-30%, 31-40%, 41-50%, dan >50%.

4. Kematian yang dimaksudkan adalah kematian yang terjadi pada pasien subjek penelitian dalam jangka waktu 6 tahun pascaoperasi BPAK dikarenakan oleh sebab apapun.

Peneliti akan mengajukan proposal kepada Komisi Etik Independen FKUI untuk mendapatkan persetujuan etik penelitian agar peneliti mendapatkan legitimasi etik

sehingga penelitian dapat

(10)

Hasil Penelitian

Total data rekam medis pasien yang menjalani BPAK di RS Harapan Kita tahun 2006 berjumlah 308 tindakan.

Terdapat data 5 subjek dieksklusi karena data rekam medis tidak lengkap, data 1 subjek karena menjalani BPAK dengan tindakan bedah lain, dan data 225 subjek karena tidak dapat dihubungi kembali. Hasilnya didapatkan 77 subjek penelitian yang dapat dianalisis untuk penelitian ini.

Gambar 1. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 Rata-rata 56,3 ± 6,9 tahun Usia (tahun) 67 10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Laki-laki Perempuan 87% laki-laki, 13% perempuan Jenis Kelamin

(11)

Gambar 2. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin.

Gambar 3. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Fraksi Ejeksi.

Tabel 4.1 Hubungan antara Usia, Jenis Kelamin, dan Fraksi Ejeksi terhadap Kematian

Variabel Kategori Meninggal Nilai Kemaknaan (p value) OR 95%CI Ya Tidak n % n % Min Max Usia >50 tahun 12 30,6 50 69,4 0,725 1,56 0,31 7,86 ≤50 tahun 2 13,3 13 86,7

Jenis Kelamin Laki-laki 14 20,9 53 79,1 0,198 0,79 0,69 0,89 Perempuan 0 0,0 10 100

Fraksi Ejeksi ≤40% 3 25,0 9 75,0 0,449 1,64 0,38 7,04 >40% 11 16,9 54 83,1

Total 14 18,2 63 81,8 *Uji Fisher

Pada tabel 4.1 menggambarkan hubungan antara kematian sebagai variabel dependen menurut usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi subjek yang sebagai variabel independen. Pada hasil analisis variabel usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi terhadap variabel kematian tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna antar variabel dengan nilai

kemaknaan p berturut-turut sebesar 0.725, 0.198, dan 0.449.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa usia subjek dalam penelitian ini berkisar antara usia 39 tahun hingga usia 2 10 12 18 27 8 0 5 10 15 20 25 30 21-30% 31-40% 41-50% 51-60% 61-70% 71-80% Median 60% (25%-80%) Fraksi Ejeksi

(12)

69 tahun dimana rata-rata usia perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki yakni 59.3 tahun dibandingkan 55.8 tahun. Angka kematian pasca operasi BPAK antara 2 kelompok umur didapatkan hasil yang lebih tinggi pada kelompok usia lebih dari 50 tahun yakni sebesar 30% dibandingkan 13% pada kelompok usia kurang dari 50 tahun. Sedangkan berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai p sebesar 0.725 dimana berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara batas usia pasien 50 tahun pada saat melakukan operasi BPAK dengan kejadian kematian pasien dalam 6 tahun pasca operasi BPAK. Hal ini tidak sesuai dengan studi dari Alexander et al.12 yang menyatakan bahwa pasien usia lanjut di atas 80 tahun yang menjalani operasi jantung memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Tingkat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada pasien usia lanjut ini dikarenakan adanya penurunan fungsi fisiologis tubuh dan juga adanya kondisi-kondisi komorbid yang sering menyertai penyakit jantung koroner, seperti diabetes melitus, gagal ginjal, dan lain sebagainya. Hasil penelitian Sabzi et al.13 juga mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa usia tua sering diasosiasikan dengan risiko dan komplikasi operasi BPAK yang lebih besar dibanding

usia muda. Salah satu alasannya adalah karena adanya penurunan fungsi global kerja jantung sehingga pasien usia lanjut banyak yang memiliki riwayat gagal jantung kongestif.

Pada penelitian Sanon et al. yang menggunakan Texas Heart Institute Risk

Scoring Technique (THIRST) membagi

pasien yang akan menjalani operasi jantung ke dalam 3 kelompok, yakni kelompok risiko rendah (skor <15), menengah (skor 15-25), dan tinggi (skor >25). Risiko prediksi terjadinya kematian sebesar 1.7%, 4.2%, dan 13.4% untuk setiap kelompok dengan risiko rendah, menengah, dan tinggi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa faktor usia

merupakan salah satu poin penilaian risiko terjadinya kematian setelah menjalani operasi dengan nilai OR yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dibuktikan dengan OR pada kelompok usia 50 hingga 59 tahun sebesar

1.5 (p=0.0224; 95%CI 1.1-2.2)

dibandingkan dengan kelompok usia 80 hingga 89 tahun yang memiliki OR sebesar 4.5 (p<0.0001; 95%CI 3.1-6.7).14

Pada penelitian ini didapatkan hasil yang tidak sesuai dengan penelitian-penelitian lain sebelumnya yang serupa. Hasil analisis yang menyatakan tidak bermakna antara faktor usia dengan kematian pasca

(13)

BPAK mungkin dapat disebabkan karena tingginya angka drop out pasien sampel penelitian sehingga membuat banyak data variabel yang penting menjadi tidak teranalisis.

Pada penelitian ini, jumlah subjek yang ikut ada sebanyak 77 subjek dimana 67 subjek adalah laki-laki dan 10 subjek adalah perempuan. Hasil penelitian didapatkan bahwa pada kelompok subjek laki-laki terjadi kematian sebesar 20.9% dalam 6 tahun setelah menjalani operasi BPAK sedangkan pada kelompok subjek perempuan tidak ada yang meninggal dalam 6 tahun setelah menjalani operasi BPAK. Namun, berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai p sebesar 0.198 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian kematian pasien dalam 6 tahun pasca operasi BPAK. Hasil ini penelitian ini tampak kontradiktif dengan penelitian dari Alam et al. yang menyatakan bahwa jenis kelamin wanita memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pria. Alam et al. menyatakan bahwa jenis kelamin wanita pada saat menjalani BPAK cenderung untuk berusia lebih tua, memiliki diabetes, angina tidak stabil, atau gagal jantung kongestif dibandingkan pria sehingga tingkat mortalitas wanita pasca BPAK lebih tinggi dibandingkan pria (OR 1.85, 95%CI 1.66-2.05).15 Hasil penelitian

lain oleh Bukkapatnam et al. menunjukkan adanya konsistensi dengan hasil penelitian oleh Alam et al. Bukkapatnam et al. menyatakan bahwa wanita juga cenderung untuk berusia lebih tua, memiliki diabetes, gagal jantung, atau gagal ginjal sehingga risiko operasi menjadi lebih tinggi pada wanita (OR 1.61, 95%CI 1.40-1.84). Selain itu, Bukkapatnam et al. juga menemukan bahwa wanita lebih banyak dalam kondisi tahap lanjut saat menjalani BPAK. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab keterlambatan operasi BPAK pada wanita dikarenakan wanita memiliki rasa takut menjalani operasi sehingga hal ini dapat menunda proses rujukan dan tatalaksana pada pasien perempuan.16

Penelitian lain dari Eifert et al. menyatakan adanya hasil yang tidak sepenuhnya berlawanan dengan hasil penelitian lainnya. Eifert et al. menyatakan bahwa jenis kelamin wanita memang merupakan faktor yang dapat memperburuk prognosis hasil operasi BPAK, namun Eifert et al. juga menambahkan bahwa tingkat mortalitas wanita pasca BPAK juga dipengaruhi oleh teknik yang digunakan dalam operasi. Eifert et al. menemukan bahwa teknik operasi extracorporeal

circulation (ECC) memiliki angka

kematian yang lebih tinggi untuk wanita daripada pria untuk prognosis 30 hari

(14)

pasca BPAK (5.2% vs 2.5%, p=0.001) ataupun setelah 1 tahun (8.7% vs 4.8%, p=0.0008). Angka kematian wanita dengan teknik operasi konvensional atau off pump (OPCAB) didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan pria untuk prognosis 30 hari pasca BPAK (1.7% vs 2.1%, p>0.05) dan setelah 1 tahun (1.7% vs 3.7%, p>0.05). Meskipun tidak bermakna secara statistik. namun tingkat mortalitas pasien wanita paling rendah dengan menggunakan metode operasi OPCAB.17

Besar nilai rata-rata fraksi ejeksi pada kelompok subjek laki-laki sebesar 56% sedangkan pada kelompok subjek perempuan nilai rata-ratanya sebesar 57.7%. Pada kelompok subjek dengan fraksi ejeksi lebih dari 30% didapatkan angka kematian yang lebih kecil yakni sebesar 17.3% dibandingkan 50% pada kelompok subjek dengan fraksi ejeksi kurang dari 30%. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai p sebesar 0.449 yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara fraksi ejeksi dengan kejadian kematian pasien dalam 6 tahun pasca operasi BPAK. Hasil ini kurang sesuai dengan penelitian dari Hamad et al. yang menyatakan bahwa pasien dengan fraksi ejeksi <50% memiliki prognosis yang lebih buruk untuk kematian jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari 35%

berisiko 4 kali lipat mengalami kematian (OR 4.2, 95%CI 2.6-6.81) sedangkan pasien dengan fraksi ejeksi antara 35% hingga 50% berisiko 2 kali lipat mengalami kematian (OR 1.9, 95%CI 1.34-12.69). Hal ini jelas menunjukkan bahwa fraksi ejeksi merupakan faktor independen untuk kematian pasca BPAK. Hamad et al. dalam penelitiannya mengatakan bahwa pasien dengan fraksi ejeksi rendah ternyata memiliki banyak komorbid preoperatif seperti diabetes, New

York Heart Association (NYHA) kelas III

atau IV, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), disfungsi ginjal, dan operasi ulang dibandingkan pasien dengan fraksi ejeksi normal. Faktor-faktor ini dapat berkonstribusi dalam tingginya angka kematian pasien-pasien dengan fraksi ejeksi rendah. Prognosis 5-year survival

rate pasien dengan fraksi ejeksi < 35%

sebesar 64.8% dan 10-year survival rate hanya sebesar 44.7%.18

Hasil penelitian yang serupa juga dikemukakan oleh Topkara et al. yang menyatakan bahwa pasien dengan fraksi ejeksi rendah memiliki risiko kematian 4 kali lipat setelah menjalani operasi BPAK. Faktor utama penyebab kematian pasien adalah kondisi hepar yang bermasalah (OR 11.2, 95% CI 2.91-43.18), kedua karena gagal ginjal dalam hemodialisis (OR 4.1, 95%CI 1.79-9.51), berikutnya faktor infark

(15)

miokard < 6 jam (OR 3.39, 95%CI 1.71-6.72), operasi ulang (OR 3.37, 95%CI 2.07-5.48), dan operasi emergensi (OR 3.21, 95%CI 1.65-6.25). Hal ini menunjukkan bahwa banyak faktor independen yang memengaruhi tingkat mortalitas pada pasien dengan fraksi ejeksi yang rendah.19

Berdasarkan EuroSCORE II, fraksi ejeksi pasien lebih rendah dari 30% akan membuat risiko kematian meningkat hingga 5.4 kali lipat dibandingkan fraksi ejeksi lebih dari 30% (p<0.0001). Pada sistem skoring EusroSCORE II ini, variabel fraksi ejeksi lebih besar dari 50% tergolong ke dalam kelompok fraksi ejeksi yang baik sehingga hasil tidak bermakna dalam penelitian ini dapat dikarenakan penelitian ini memiliki rata-rata fraksi ejeksi lebih dari 50% sehingga tidak tampak hubungan yang bermakna dengan kematian pasien pasca BPAK.20

Kesimpulan

Faktor usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian kematian subjek dalam 6 tahun pasca operasi BPAK di RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kematian pasca BPAK karena dalam penelitian ini tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, dan fraksi ejeksi dengan kematian pasien pasca BPAK.

Daftar Referensi

1. Supriyono M. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung koroner pada kelompok usia dibawah 45 tahun. Semarang; 2008.

2. Coronary Artery Bypass Graft. United Kingdom: Bupa's Health Information Team; [updated 2010 October; cited 2012 March 23]. Available from: http://www.bupa.co.uk/individuals/hea lth-information/directory/c/con-art-bypass-cabg.

3. Feriyawati L. Coronary artery bypass graft (CABG) dengan menggunakan vena saphenous, arteri mammaria interna, dan arteri radialis. Medan; 2005.

4. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. 5th ed. USA: Thomson Learning, Inc.; 2004. p. 303-39.

(16)

5. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology tortora. 13th ed. USA: John Wileys & Sons, Inc.2012. p. 757-97.

6. Schoen FJ, Cotran RS. Pembuluh darah. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7th ed vol 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. p. 367-78. 7. Sundt TM. CABG information. USA:

The Society of Thoracic Surgeons; [updated 2012; cited 2012 March 23].

Available from:

http://www.sts.org/patient- information/adult-cardiac-surgery/cabg-information.

8. Yim APC, Arifi AA, Wan S. Coronary artery bypass grafting in the eldery: the challenge and the opportunity.

Chest 2000; 117:1220-1.

9. Oktar GL, Imren VY, Erer D, Iriz E, Gokgoz L, Soncul H. Coronary artery bypass graft in the eldery patients.

Central European Journal of Medicine

2009; 4(2): 218-21.

10. Vaccarino V, Abramson JL, Veledar E, Weintraub WS. Sex Differences in hospital mortality after coronary artery bypass surgery: evidence for a higher mortality in younger women.

Circulation 2002; 105:1176-81.

11. Hillis GS, Zehr KJ, Williams AW, Schaff HV, Orzulak TA, Daly RC, et al. Outcome of patients with low

ejection fraction undergoing coronary artery bypass grafting: renal function and mortality after 3.8 years.

Circulation 2006; 114: I414-9.

12. Alexander KP, Anstrom KJ, Muhlbaier LH, Grosswald RD, Smith PK, Jones RH, et al. Outcome of cardiac surgery in patients age ≥ 80 years: results from the national cardiovascular network. J Am Coll

Cardiol 2000; 35(3): 731-8.

13. Sabzi F, Kazerani H, Jalali A, Samadi M. Ghasemi F. Coronary arteries bypass grafting in elderly patients. J

Teh Univ Heart Ctr 2013; 8(2):76-88.

14. Sanon S, Lee VV, Elayda MA, Gondi S, Livesay JJ, Reul GJ, et al. Predicting early death after cardiovascular surgery by using the texas heart institute risk scoring technique (THIRST). Tex Heart Inst J 2013; 40(2):156-62.

15. Alam M, Bandeali S, Kayani W, Shahzad SA, Jneid H, Birnbaum Y, et al. Impact of female gender on mortality after isolated coronary artery bypass graft. J Am Coll Cardiol 2013; 61(10):E1602.

16. Bukkapatnam RN, Yeo KK, Li Z, Amsterdam EA. Operative mortality in women and men undergoing coronary artery bypass grafting (from the california coronary artery bypass

(17)

grafting outcomes reporting program).

Am J Cardiol 2010; 105:339-42.

17. Eifert S, Kilian E, Fernandez AB, Juchem G, Reichart B, Lamm P. Early and mid term mortality after coronary artery bypass grafting in women depends on the surgical protocol: retrospective analysis of 3441 on- and off- pump coronary artery bypass grafting procedures. Journal of

Cardiothoracic Surgery 2010, 5:90.

18. Hamad MAS, Straten AHM,

Schonberger JPAM, Woorst JF, Wolf AM, Martens EJ, et al. Preoperative ejection fraction as a predictor of

survival after coronary artery bypass grafting: comparison with a matched general population. Journal of Cardiothoracic Surgery 2010, 5:29.

19. Topkara VK, Cheema FH,

Kesavaramanujam S, Mercando ML, Cheema AF, Namerow PB, et al. Coroanry artery bypass grafting in patients with low ejection fraction.

Circulation 2005; 112[suppl I]: I-344–

I-350.

20. Nashef SAM, Roques F, Sharples LD, Nilsson J, Smith C, Goldstone AR, et

al. EuroSCORE II. Eur J

Gambar

Gambar 1. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia.
Gambar 2. Sebaran Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar matematika dengan menggunakan media lagu pada materi operasi hitung campuran di

Karena dengan kondisi batas penglihatan serta komponen yang minim pada sepeda fixed gear akan dapat membahayakan pengendara sepeda tersebut jika digunakan pada

Hasil penelitian terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang dilakukan sebanyak dua siklus pada pelajaran ilmu pengetahuan alam dikelas IV Sekolah

Urutan berikutnya bunyi b digeser di awal lagu dan bunyi pl menjadi di akhir lagu sehingga menjadi (dibaca ndang ndang tak pulung ) Sebagai urutan yang terakhir bunyi b

Hal ini terjadi karena dari Sc ke V berdasarkan konfigurasi elektronnya semakin banyak elektron yang tidak berpasangan, akibatnya elektron-elektron itu akan

Percobaan ekstraksi dan analisis diawali menggunakan standar, setelah mendapatkan parameter yang optimum digunakan untuk ekstraksi sampel PEB UMo/Al.Tujuan percobaan untuk

Kegiatan revitalisasi KKN yang terintegrasi dengan kegiatan pengabdian pada masyarakat (PPM) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dalam program pemberdayaan masyarakat

Emas dan perak merupakan logam mulia yang memiliki dua fungsi, selain merupakan tambang elok sehingga sering dijadikan perhiasan, emas dan perak juga dijadikan