• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI POTENSI LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH DAN SWASTA~ DALAM MEMPRODUKSI VAKSIN DAN BAHAN BIOLOGIK VETERINER LAIN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI POTENSI LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH DAN SWASTA~ DALAM MEMPRODUKSI VAKSIN DAN BAHAN BIOLOGIK VETERINER LAIN DI INDONESIA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

SJAMSUL BAHU et al. : Studi Potensi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Swasta dalam Memproduksi Vaksin

STUDI POTENSI LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH DAN SWASTA~

DALAM MEMPRODUKSI VAKSIN DAN BAHAN BIOLOGIK

VETERINER LAIN DI INDONESIA

SJAMSUL BAHR]', A. NURHADIl, E. MARTINDAH', A. KUSUMANINGSIH' dan E. MASBULANZ 'Balai Penelitian Veteriner

Jolan R. E. Martadinata 30, P. O. Box 151, Bogor 16114, Indonesia 'Pusat Penelitian Peternakan

Jalan Raya Pajajaran Kav.E 59, Bogor, Indonesia

ABSTRAK

BAHRI, S., A. NURHADI, E. MARTINDAH, A. KUSUMANINGSIH, dan E. MASBULAN. 1999/2000. Studi potensi lembaga-lembaga pemerintah dan swasta dalam memproduksi vaksin dan bahan biologik veteriner lain di Indonesia.Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-H :428-440.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain Direktorat Bina Kesehatan Hewan dan ASOHI, diketahui bahwa kebutuhan (demand) terhadap bahan biologik veteriner, terutama vaksin di dalam negeri sangat tinggi dan sebagian besar berasal dari impor. Oleh karena itu perlu dipelajari potensi dari lembaga-lembaga pemerintah maupun perusahaan swasta dalam memenuhi kebutuhan vaksin hewan di Indonesia. Dan hasil pengamatan terhadap dua lembaga penelitian, tiga perguruan tinggi, satu produsen pemerintah dan dua produsen swasta, diketahui bahwa lembaga penelitian (BALITVET dan BATAN) dan perguruan tinggi (FKH IPB, UGM dan UNAIR) mempunyai potensi untuk mengembangkan bahan biologik veteriner di dalam negeri, karena memiliki SDM dan fasilitas riset dan pengembangan vaksin yang memadai, menguasai teknologi (IPTEK) pembuatan vaksin dan memiliki pengalaman dalam pembuatan vaksin. Produsen pemerintah (PUSVETMA) telah berpengalaman dalam menghasilkan sekitar 18 macam produk biologik yang berarti potensial dalam memacu bahan-bahan biologik veteriner di dalam negeri, memiliki fasilitas produksi dengan kapasitas yang besar dan belum beroperasi optimal. Sedangkan produsen swasta mempunyai kemampuan yang memadai dengan telah memproduksi sekitar 20 macam bahan biologik (VAKSINDO) dan 13 macam untuk MEDION dengan kapasitas produksi terpasang baru beroperasi kurang dari 50%. Mereka memiliki SDM yang cukup memadai untuk memproduksi secara rutin, serta telah memprioritaskan bahan-bahan biologik (vaksin) yang mempunyai pasar tinggi seperti vaksin ND, III dan IBD, namun potensi yang dimiliki belum optimal. Dengan menggalang potensi yang terdapat pada lembaga-lembaga pemerintah maupun produsen swasta, diharapkan tujuan mengembangkan vaksin dan bahan biologik veteriner lain di dalam negeri dapat tercapai.

Kata kunci: potensi, lembaga penelitian, perguruan tinggi, produsen pemerintah, produsen swasta, bahawbiologik

428

ABSTRACT

BAHRI, S., A. NURHADI, E. MARTINDAH, A. KUSUMANINGSIH, dan E. MASBULAN . 1999/2000. A study of government and non government institutions' production potency on vaccine and others veterinary biological products in Indonesia. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II : 428-440.

Demand information on biological products (mainly vaccines) in Indonesia collected from Directorate of Animal Health and the Indonesian Veterinary Drug Association (ASOHI). The demand on vaccine is very high. Most of the demand was fulfil by importing goods. The potency of government and non-government institutions in Indonesia to produce vaccines need to be study. The information which collected from two research institutions (BALITVET and BATAN), three Universities (IPB, UGM and UNAIR) shows the capability to develop veterinary biological goods in Indonesia. Those institutions have good human resources as well as research facilities for vaccine development, they also mastering the vaccine production technique. PUSVETMA (government institute in vaccine production) has many experienced in term of vaccine production . She produces 18 veterinary biological products . It means that she has good potency in vaccine production in Indonesia. PUSVETMA has many high capacity facilities to produce vaccines. Currently, PUSVETMA works under her capacities. The non-government vaccine producers are also had good capability . VAKSINDO has produced 20 biological products, whereas MEDION produced 13 products. Both producers exploited only less than 50% of the production capacity. VAKSINDO and MEDION have good human resources for routine vaccine production . Those two companies have put ND, IB and IBD vaccines production as the main priority, since those three vaccines are the most required by commercial poultry farms in Indonesia. Unfortunately, they are not optimal in the vaccine production. By consolidate the potency in those government and non-government institutions, Indonesia could achieve the aim on vaccines and others biological products development in the country.

(2)

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-1I Th. 199912000

PENDAHULUAN

Pengembangan ternak, baik untuk bibit maupun untuk konsumsi yang diusahakan sebagai usaha pokok maupun industri, perlu ditunjang oleh program peningkatan kesehatan hewan. Untuk mencapai tujuan tersebut usaha peternakan memerlukan teknologi sebagai alat yang dapat mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Salah satu teknologi yang tersedia adalah teknologi pembuatan obat hewan termasuk vaksin yang berguna dalam mencegah, mengobati clan memberantas penyakit ternak, sehingga pada akhimya akan meningkatkan produktivitas ternak.

Sampai saat ini lebih dari 65% kebutuhsn obat hewan seperti vaksin clan bahan biologik lain masih dipenuhi dari impor, sehingga ikut mengurangi cadangan devisa negara. Dampak dari impor vaksin yang sangat tinggi ini tidak saja menyangkut devisa negara, tetapi juga dapat menimbulkan kemungkinan masuknya penyakit hewan ke dalam wilayah Indonesia melalui kontaminasi agen penyakit pada vaksin atau obat hewan yang diimpor tersebut. Atau dapat juga melalui vaksin aktif yang mengalami perubahan sifat (mutasi) dari kurang atau tidak patogen menjadi patogen.

Kelemahan lain dari vaksin impor ini adalah kemungkinan kurang protektifnya vaskin tersebut terhadap patogen atau agen penyakit yang ada di Indoensia. Hal seperti ini ielah terjadi pada penyakit Gumboro (IBD) yang mewabah di Indonesia pada tahun awal sembilan puluhan, dimana vaksin impor banyak yang tidak mampu memberikan perlinclungan terhadap wabah tersebut. Dari hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa virus Gumboro lokal yang mewabah tersebut berbeda dengan virus yang terdapat pada vaksin-vaksin yang diimpor. Pada hewan kesayangan juga disinyalir adanya ketidak cocokan antara virus penyebab penyakit yang terdapat di Indonesia dengan vaksin yang diimpor. Hal ini dilaporkan oleh beberapa dokter hewan praktek di Jakarta.

Permasalahan tersebut menggugah kita agar mencari upaya untuk dapat mengembangkan vaksin clan bahan biologik di dalam negeri dengan memanfaatkan agen-agen penyebab penyakit (patogen) lokal yang terdapat di Indonesia. Untuk dapat menjawab hal tersebut, maka perlu dipelajari potensi dari berbagai lembaga penelitian pemerintah, perguruan tinggi maupun lembaga atau . perusahaan swasta yang bergerak di bidang veteriner. Oleh karena itu pada kesempatan ini dilakukan suatu "Studi Potensi Lembaga-lembaga Pemerintah maupun Swasta dalam memproduksi vaksin clan bahan biologik lain di Indonesia" . Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui kemampuan berbagai institusi pemerintah maupun swasta di Indonesia dalam mengembangkan vaksin clan bahan biologik veteriner lain sebagai substitusi impor yang pada gilirannya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan biologis didalam negeri sehingga ketersediaan vaksin clan bahan biologis lain dalam pencegahan clan penanggulangan penyakit menjadi terjamin.

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagaimana diketahui bahwa kebutuhan obat hewan mutlak diperlukan untuk menunjang keberhasilan usaha peternakan di Indonesia, baik untuk pencegahan, pengobatan maupun pemberantasan penyakit hewan

(BAHRI, 1994 danWIRYOSUHANTO, 1993). Pada sebelum krisis moneter, yaitu dari data pada tahun 1995 temyata jumlah dan jenis obat hewan yang terdaftar mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,5-5,0% pertahun . Khusus untuk sediaan biologik, terutama vaksin unggas, menunjukkan peningkatan yang semakin tinggi setiap tahunnya. Pada tahun 1993 kebutuhan vaksin unggas diperkirakan mencapai 1,96 miliar dosis dan pada tahun 1996 meningkat menjadi 3 miliar dosis(WIRYOSUHANTO, 1993;PRONOHARTONO, 1995 clanANON. 1999).

Pada krisis moneter yang berlangsung sejak Juli 1997 sangat mempengaruhi usaha obat hewan di Indonesia terutama kegiatan impor bahan baku, impor obat jadi clan produksi dalam negeri. Pengaruh tersebut ditandai dengan menurunnya aktivitas impor yang tinggal sebesar 20-30% (INFOVET, 1998). Tetapi dari data tahun 1999 clan tahun 2000 ini ada kecenderungan bahwa industri obat hewan mulai bangkit dari kondisi "mati suri" (ANON. 2000). Hal ini banyak diungkapkan oleh kalangan industri obat hewan maupun peejabat yang terkait seperti Direktur Direktorat Bina Kesehatan Hewan clan Ketua ASOHI.

AKOSO (1999) mengemukakan bahwa institusi/lembaga-lembaga penelitian seperti BALITVET clan BATAN serta Perguruan Tinggi seperti Fakultas Kedokteran Hewan mempunyai peranan dalam penelitian dan pengembangan di bidang obat hewan termasuk vasksin dan bahan biologik lain yang sangat besar. Hal ini dikarenakan institusi tersebut mempunyai sumberdaya manusia yang besar, penguasaan teknologi, fasilitas penelitian dan pengalaman. Selain itu sumber daya manusia dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian selama ini telah dimanfaatkan peranannya dalam penyusunan kebijakan dI bidang obat hewan seperti sebagai anggota komisi obat hewan (KOH) dan Panitia Penilai Obat Hewsn (PPOH).

PRONOHARTONO(1995, 1996, 1999 dan 2000) clanMAHANAN ( 1998 ) dari Asosiasi Obat Hewsn Indonesia mengingatkan bahwa potensi sumberdaya dalam negeri bagi pengembangan obat hewan, khususnya produk biologik sangat besar, untuk itu beliau menyarankan perlunya dilakukan upaya dalam memadtikan sarana,

(3)

SJAMSUL BAMeial. : Studi Potensi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Swasta dalam Memprodutsi Vaksin

sumberdaya manusia dan dana dari berbagai kelembagaan baik swasta maupun pemerintah untuk terwujudnya suatu kerjasama yang saling menguntungkan.

Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan dari produk biologik asal luar negeri. Untuk itu ASOHI berupaya menghimpun para produsen obat hewan, khususnya produsen bahan biologik dalam upaya kemungkinan menjalin kerjasama dengan kelembagaan pemerintah. Upaya ini sangat tepat sekali berkenaan dengan sinyalemen ASOHI sendiri bahwa tingginya biaya untuk mengadakan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan suatu produk baru merupakan suatu permasalahan tersendiri dalam upaya pengembangan vaksin dan bahan biologik di dalam negeri.

PUSVETMA sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang memproduksi vaksin dan bahan diagnostika diharapkan semakin besar peranannya dalam memberikan daya dukung secara nyata terhadap pembinaan kesehatan hewan 4i lapangan maupun laboratorium (SIREGAR, 1999). Saat ini produksi PUSVETMA setiap tahunnya sangat tergantung dari program pengendalian dan pemberantasan penyakit yang diprogramkan Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan. Dengan pengalaman clan sarana dan prasarana yang dimiliki, PUSVETMA mempunyai potensi untuk meningkatkan produknya apabila diperlukan . SIREGAR (1999) akhimya menyarankan perlunya meningkatkan kerjasama yang saling menunjang antara instansi terkait gehingga produksi vaksin, bahan diagnostika dan bahan biologik lainnya di dalam negeri dapat berkembang dengan baik.

RumAwAS (1999 dan 2000) juga mengemukakan bahwa hambatan dalam meningkatkan produksi vaksin clan bahan biologik dalam negeri antara lain adalah masih kurangnya kepercayaan masyarakat peternak terhadap mutu produk dalam negeri. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar pemerintah lebih memprioritaskan produk-produk dalam negeri antara lain dengan membatasi produk-produk impor.

Sementara itu, PARTADIREJA (1999) mengemukakan bahwa dengan status otonomi bagi perguruan tinggi berdasarkan PP No.16 th. 1999, maka perguruan tinggi memiliki peluang untuk mendirikan badan usaha yang bergerak dalam bidang produksi vaksin dan bahan biologik veteriner lainnya. Hal ini dikarenakan perguruan tinggi terutama Fakultaas Kedokteran Hewan memiliki sumberdaya manusia yang potensial serta memiliki Iptek produksi bahan biologik tersebut.

Sejalan dengan PARTADIREJA (1999), BAHRI (1999) juga mengemukakan bahwa selain Perguruan Tinggi seperti FKH-IPB, FKH-UGM dan FKH-UNAIR, maka lembaga penelitian seperti BALITVET dan BATAN juga mempunyai potensi yang besar dalam upaya mengembangkan vaksin clan bahan biologik veteriner lain di dalam negeri. Oleh karena itu potensi dari masing-masing institusi tersebut perlu dikaji lebih mendalam.

METODE PENELITIAN

Untuk mengetahui lembaga-lembaga mana saja yang mempunyai potensi dalam memproduksi vaksin dan bahan biologik laiwdi Indonesia, maka dilakukan identifikasi kelembagaan berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) dari lembaga-lembaga tersebut. Selanjutnya secara purposive ditentukan lembaga-lembaga mana yang dipilih untuk dikunjungi guna mendapatkan informasi yang lebih rinci tentang hal-hal berikut: SDM yang memadai, fasilitas yang mendukung, pengalaman, dan organisasi serta IPTEK yang dikuasai. Untuk mengetahui potensi yang dimiliki, maka informasi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

1. PUSVETMA

430

HASIL

Dari hasil identifikasi di lapangan, diketahui bahwa saat ini terdapat sekitar 6 lembaga Pemerintah yang potensial untuk memproduksi vaksin dan bahan biologik lainnya, yaitu: PUSVETMA, BALITVET, FKH-IPB, FKH-UGM, FKH-UNAIR, dan BATAN. Sedangkan untuk lembaga/perusahaan Swasta hanya dipilih 2 perusahaan yang cukup menonjol dalam memproduksi vaksin dan bahan biologik lainnya. Potensi dari masing-masing lembaga akan diuraikan lebih lanjut.

Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) adalah UPT dibidang produksi vaksin, antisera, diagnostika dan bahan-biologik.lain-dalanzAingkungan Departemen Pertanian yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Peternakan, sesuai dengan SK Menteri Pertanian No.317/Kpts/Org/5/1978, tanggal 25 Mei 1978.

(4)

Tugas Pokok PUSVETMA adalah melaksanakan pengaclaan clan penyaluran vaksin, antisera, diagnostika dan bahan biologik lain dalam rangka penanggulangan, pengendalian clan pemberantasan penyakit hewan berdasarkan peraturan perunclangan yang berlaku.

Didalam Organisasinya, PUSVETMA memiliki: (1) Biclang Produksi Aneka Vaksin dan Antisera ; (2) Bidang Produksi Vaksin PMK; (3) Bidang Pengujian Mutu Produksi; (4) Biclang Sarana Produksi clan Distribusi; (5) Biclang Peningkatan Mutu Hasil Produksi clan Pengembangan Produksi .

SDM terdiri dari 36 orang S1, 3 orang S2 dan 1 orang S3 dengan tenaga menengah sebanyak 132 orang clan tenaga penunjang lainnya 50 orang, sehingga jumlah total mencapai 222 orang. Rata-rata SDM trampil telah berpengalaman dalam memproduksi bahan biologik.

Sarana laboratorium terdiri dari: (1) Laboratorium Vaksin PMK; (2) Lab Vaksin Unggas; (3) Lab Vaksin Maipmalia; (4) Lab Vaksin Zoonosis clan Antigen; (5) Lab pengujian mutu produksi; (6) Lab peningkatan mutu clan pengembangan produksi; (7) Kanclang hewan percobaan.

Kapasitas produksi PUSVETMA dapat dilihat pada Tabel 1 .

Laporan Bagtan Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th . 199912000

Tabel 1. Jumlah Produksi clan Kapasitas Terpasang dari PUSVETMA Tahun 1999

Sumber : SIREGAR (2000)

** Pemah diproduksi tergantung pesanan.

Selain bahan biologik berupa vaksin, PUSVETMA juga memproduksi bahan-bahan diagnostika, antara lain D Antigen Brucella RBT

D Antigen Brucella SAT D Antigen Brucella CFT D Antigen Mycoplasma (MG) D Antigen ND

D Antigen Pullom

D Antigen Tuberkulin PPD

Vaksin ND yang diproduksi oleh PUSVETMA terdiri dari berbagai D ND strain K yang vaksinnya disebut Komavet

D ND strain F yang vaksinnya disebut Lentovet D ND strain Lasota, produknya disebut Lasovet D ND strain B1, produknya disebut Besavet D ND strain lokal, produknya disebut Telovet Selain produk-produk biologik yang telah diproduksi pengembangan terhadap berbagai produk baru. Dalam hal PUSVETMA adalah sebagai berikut

macam yaitu

tersebut PUSVETMA juga mempunyai program ini produk-produk yang sedang dikembangkan

No. Macam Vaksin Kapasitas Produksi

(dosis) Jumlah yg diproduksi (dosis)

1 . Septivet (SE) 6.000.000 2.000.000 2. Brucivet 300.000 250.000 3 . Anthravet 3.000.000 750.000 4. Rabivet Supra `92 1.200.000 800.000 5 . Vaksin Orf 2.000.000 200.000 6. Vaksin ND a. Kemasan 100 dosis 24.000.000 16.000.000 b. Kemasan 500 dosis 112.000.000 c. Kemasan 1000 dosis 225.000.000 7. Vaksin ND (Telovet) -Kemasan 100 dosis 7.500.000 200.000

8. Gumbovet E104 aktif Siap produksi menunggu pesanan

(5)

SIAMSUL BAHR]et al. : Studi Potensi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Swasta dalam Memproduksi Vaksin

Jenis Vaksin:

D Vaksin Koksidiosis D Vaksin Hog cholera D Vaksin EDS'76 D Vaksin IB D Vaksin Reovirus D Vaksin ND-113 D Vaksin ND-113-Reovirus D Vaksin ND-IB-IBD-Reovirus D Vaksin ND-IB-IBD-EDS'76 D Vaksin ND-TC

Jenis Bahan Diagnostika D Antigen Brucella

2. BALAI PENELITIAN VETERINER

Sebelum tahun 1978, BALITVET yang masih bemama Lembaga Penelitian Penyakit Hewan (LPPH) pernah memproduksi bahan-bahan biologik (antara lain vaksin SE, Anthrax, ND dan Cholera Unggas; Antigen Pullorum, Antigen Mycoplasma, Malleus, tuberculin Glover SM dan PPD) untuk keperluan Pemerintah dalam mengatasi/menanggulangi penyakit-penyakit tersebut.

Saat ini BALITVET adalah UPT dari Badan Litbang Pertanian dengan mandat melakukan penelitian dibidang Kesehatan Hewan, termasuk penelitian vaksin dan bahan biologik veteriner lainnya, tetapi tidak diberi mandat untuk memproduksi vaksin dan bahan biologik veteriner.

Secara internal dengan SK Kepala Badan Litbang Pertanian, maka BALITVET terdiri dari 5 kelompok peneliti yang masing-masing mempunyai laboratorium, yaitu: (1) Laboratorium Virologi; (2) Laboratorium Bakteriologi; (3) Laboratorium Parasitologi; (4) Laboratorium Patologi; (5) Laboratorium Toksikologi. Selain kelima laboratorium tersebut, juga terdapat unit koleksi mikroorganisme veteriner, yaitu "Balitvei Culture Collection (BCC) ". BCC ini merupakan sumber plasma nutfah mikroorganisme lokal yang punya potensi untuk dipergunakan sebagai bibit vaksin.

SDM yang dimiliki BALITVET saat ini adalah 72 orang peneliti dengan 14 orang tenaga Strata-3, 27 orang Strata-2 dan 31 orang Strata-1, ditambah sekitar 150 tenaga teknis ~yang menunjang berbagai kegiatan penelitian di BALITVET . Dari 72 tenaga peneliti tersebut sekitar sepertiganya (22 orang) yang mempunyai kegiatan berhubungan dengan pengembangan atau produksi vaksin dan bahan biologik lainnya. Walaupun demikian jumlah ini cukup potensial dalam upaya mengembangkan vaksin dan produksi bahan biologik di dalam negeri.

Fasilitas laboratorium cukup memadai untuk menunjang penelitian pengembangan vaksin dan bahan biologik dimana fasilitas tersebut berada di laboratorium Virologi, laboratorium Bakteriologi dan sebagian di laboratorium parasitologi . Tetapi fasilitas untuk memproduksi secara besar tidak tersedia.

Di bawah Badan Litbang Pertanian aktivitas Penelitian meningkat pesat, sehingga berbagai teknologi pembuatan vaksin dan bahan diagnostik telah banyak dihasilkan antara lain : vaksin ETEC, vaksin EPEC, Vaksin SE bivalent isolat lokal, Vaksin ND aktif dan inaktif, toksoid Clostridium, PPD tuberculin, dan Vaksin IBD aktif isolat lapang (lihat Tabe12).

(6)

Tabel 2. Teknologi pembuatan bahan-bahan biologik veteriner yang telah dihasilkan BALITVET

3. FKH - IPB

4. FKH-UGM

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

Keterangan:

*) Sudah dipergunakan di lapangan atas permintaan pengguna (swasta maupun pemerintah). **) Sedang dalam proses mendapatkan hak paten.

Sebagaimana perguruan tinggi lainnya, maka Fakultas Kedokteran Hewan - IPB juga melakukan kegiatan penelitian selain menyelenggarakan pendidikan clan pengabdian masyarakat. Dari hasil penelitiannya FKH-IPB telah menghasilkan vaksin ND aktifdari isolat virus lokal.

Unit pembuatan vaksin yang acla di FKH-IPB bukanlah unit tersendiri yang mempunyai struktur formal, tetapi hanya merupakan kegiatan sampingan dari Departemen IPHK (Ilmu Penyakit Hewan clan Kesehatan Masyarakat) yang belum dikelola secara komersial.

SDM di FKH-IPB yang punya potensi dalam mengembangkan vaksin clan bahan biologik veteriner berada pada laboratorium virologi, bakteriologi dan immunologi . Dengan jumlah staf sekitar 10 orang yang bergelar Strata-2 -dan Strata-3 dibidang tersebut, maka FKH-IPB mempunyai kemampuan dalam penguasaan teknologi pembuatan vaksin, sehingga memiliki prospek untuk berkiprah dalam produksi bahan biologik di Indonesia.

Tampaknya fasilitas peralatan yang dimiliki saat ini kurang memadai untuk memproduksi vaksin dan bahan biologik veteriner terutama dalam skala besar.

Pengalaman dalam memproduksi bahan biologik, yaitu berupa vaksin ND yang sempat dipasarkan terbatas, sedangkan pembuatan vaksin IBD aktif clan inaktif dari isolat lapang belum dapat dirampungkan.

Seperti halnya pada FKH-IPB, maka pengembangan dan produksi bahan biologik di FKH-UGM merupakan kegiatan sampingan sebagai dampak dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh staf pengajar yang bekerja di laboratorium mikrobiologi (terutama virologi dan bakteriologi). ,

Kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan atau pembuatan vaksin dan bahan biologik yang acla di UGM tidak terpusat di FKH, tetapi juga tersebar di PAU-Bioteknologi UGM (a.l. penelitian vaksin Bovine Viral Diarrhoe), dan PAU Ilmu Hayaai-UGM (a.l. penelitian vaksin ND). Dalam hal ini belum ada organisasi tersendiri yang mengkoordinasi suatu unit produksi bahan biologik veteriner.

SDM yang-.tersedia secam keseluruhan cukup memadai baik dari segi pendidikan maupun bidang keahliannya. Terdapat sekitar 7-10 orang tenaga potensial (berpendidikan Strata-2 clan Strata-3) dalam pengembangan vaksin dan bahan biologik di UGM.

Fasilitas peralatan yang terdapat di PAU-Bioteknologi clan PAU-Ilmu Hayat UGM cukup memadai untuk menunjang penelitian clan pengembangan vaksin clan bahan biologik veteriner lainnya.

No. Jenis Bahan Biologik Asal Isolat Kegunaan Keterangan

1. Vaksin ETEC* Lapangan/ Mencegah kematian Belum dikomersialkan

lokal neonatal babi

2. Vaksin ND inaktif lapangan Untuk ayam Idem

3. Vaksin ND aktifRIVS2 V4 Australia Untuk ayam dapat Idem

menyebar lateral

4, w Vaksin IBD-aktif Lapangan Mencegah Gumboro pada Sudah ada no registrasi

ayam utk komersialisasi

5. Vaksin SE-bivalen inaktit** Lapangan Mencegah penyakit SE Belum dikomersialkan pada sapi dan kerbau

6 . Vaksin Toksoid Clostridium* Lapangan Mencegah clostridiosis Belum dikomersialkan pada ruminansia

7. Antigen Pullorum* Untuk diagnosa Belum dikomersialkan

8. Antigen Brucella RBT* Untuk diagnosa Belum dikomersialkan

(7)

5. FKH-UNAIR

SJAMSUL BAHR]etal. : Studi Potensi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Swasta dalam Memproduksi Vaksin

Dalam mengantisipasi Peraturan Pemerintah No.16 tahun 1999 bahwa Perguruan Tinggi Negeri dimasa mendatang akan berstatus Otonomi, dimana pendanaan akan mengarah kepada Swadana, maka FKH-UNAIR telah mengantisipasi dengan merintis pendirian suatu Badan Usaha mencakup Unit Produksi bahan-bahan Biologik Veteriner. Unit produksi ini nantinya akan memproduksi vaksin, antigen, semen beku dsb.

SDM yang ada di FKH-UNAIR yang berhubungan dengan pengembangan vaksin dan bahan biologik lain tersebar di bagian Virologi, Immunologi dan Bakteriologi dengan total staf sekitar 18 orang, dimana 3 orang Strata-3, 10 orang Strata-2, dan 5 orang Strata-1 . Jumlahnya cukup potensial untuk menguasai teknologi pengembangan dan berkiprah pada pengembangan dan pembuatan vaksin serta bahan biologik lainnya.

. Fasilitas peralatan sedang dalam proses pembelian untuk melengkapi unit komersial tersebut di FKH-UNAIR, tetapi selain itu tersediajuga peralatan yang cukup memadai di "Tropical Disease Centre (TDC)-UNAIR ".

Pengalaman dalam mengembangkan bahan-bahan biologik veteriner, yaitu dalam pembuatan antigen ND, IB, EDS dan antigen SNOT yang telah digunakan untuk diagnosis spesimen-spesimen yang dikirim para peternak. Selain itu terdapat penelitian pengembangan vaksin untuk "Dengue", penelitian vaksin Cholera unggas dan juga vaksin Aeromonas untuk ikan.

6. BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional)

Di lingkungan BATAN terdapat suatu Unit Pelaksana Teknis di bawah Pusat Aplikasi Isoptop dan Radiasi (PAIR) yang melakukan riset untuk mengembangkan vaksin hewan, melalui teknik radiasi yang melemahkan agen penyakit sebagai bibit vaksin. Unit ini memiliki SDM dengan latar belakang pendidikan dokter hewan, sarjana petemakan, dan sarjana biologi yang berpengalaman di bidangnya, terutama pada taraf penelitian. Karena unit-unit ini tidak spesifik berkecimpung dalam penelitian penyakit hewan, maka dalam kegiatannya perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain seperti PUSVETMA, BALITVET maupun PERGURUAN TINGGI.

Fasilitas peralatan lebih dominan dalam hal melakukan radiasi untuk melemahkan agen-agen penyakit yang nantinya dapat dipergunakan sebagai bibit (seed) vaksin. Beberapa hasil penelitian berupa vaksin pernah dialihkan ke PUSVETMA untuk diproduksi, a.l. Vaksin Koksidiosis untuk ayam. Dan hasil-hasil dan aktivitas riset yang telah ditekuninya memperlihatkan bahwa BATAN juga punya potensi dalam pengembangan vaksin dan bahan biologik lain di dalam negeri.

7. PT VAKSINDO SATWA NUSANTARA

PT Vaksindo Satwa Nusantara dapat dikatakan sebagai pionir swasta di bidang produksi vaksin dan bahan biologik untuk hewan di Indonesia yang berdiri pada awal tahun delapan-puluhan. Saat ini SDM yang dimiliki Vaksindo sekitar 100 orang, mereka berpengalaman dalam menggeluti bisnis vaksin dan bahan biologik. Di laboratorium atau pabrik ada sekitar 15 orang tenaga sarjana (umumnya Dokter Hewan) yang telah mendapat pendidikan tambahan di luar negeri (diantaranya berpendidikan Strata-3). Selain itu sekitar 35 orang dokter hewan dan sarjana petemakan bekerja memasarkan produk, dan sekitar 50 orang tenaga penunjang lainnya. Sefap orang staf bertanggungjawab terhadap beberapa produk yang diproduksinya, juga terdapat penanggung jawab untuk mengontrol kualitas produk dan yang menangani hewan SPF dsb. Efisiensi bekerja dan berproduksi telah diterapkan sebagaimana perusahaan swasta pada umumnya agar produk yang dihasilkannya kompetitif

Teknologi pembuatan vaksin dan bahan biologik lainnya sudah banyak dikuasai oleh tenaga-tenaga trampil di Vaksindo, sehingga untuk memodifikasi produk-produk baru tidak terlalu menjadi masalah. Fasilitas yang dimiliki Vaksindo cukup memadai. Hal ini terlihat dari kapasitas produksi yang masih belum optimal diserap pasar. Juga dapat dilihat dari beragamnya produk vaksin yang dapat dihasilkan Vaksindo, bahkan sebelumnya lebih banyak lagi produk biologik yang dihasilkan, tetapi karena kesulitan.dalam pemasaran maka produksinya dikurangi. Misalnya vaksin untuk hewan kesayangan maupun untuk temak besar seperti Anthravak, Brucevak dan Septivak.

Untuk vaksin temak besar, pemasaran baru sekitar 10% dari kapasitas terpasang (Anthrax: 3 juta dosis per tahun; SE: 9 juta dosis per tahun; dan Brucella: 3 juta dosis per tahun). PT Vaksindo mempunysi banyak pengalaman dalam memproduksi vaksin hewan, a.l. berbagai vaksin unggas. Pemasaran produk Vaksindo tidak . -terbatas.dirdalam negeri, tetapi juga ke berbagai negara ASEAN (Myanmar, Phillippina, Thailand) dan Pakistarr.

Vaksin-vaksin yang diproduksi Vaksindo sampai saat ini adalah sebagai berikut:

(8)

Vaksin aktif untuk unggas:

Vaksipes B1 - vaksin ND aktifstrain Hitchner B1 - 1000 dosis Vaksipes LS -Vaksin ND aktif strain La Sota - 1000-2000 dosis Vaksipes Clone -Vaksin ND aktifclone - 1000 dosis

Vaksipox - vaksin cacar ayam aktif - 1000 dosis

Vaksibron -vaksin Infectious Bronchitis aktif- 1000 dosis Vaksipes IB H120 -vaksin aktifkombinasi ND &IB - 1000 dosis Vaksibur M- Vaksin Gumboro aktif(intermediate plus) - 1000 dosis Vaksibur D - Vaksin Gumboro aktif (intermediate plus) - 1000 dosis Vaksibur L - Vaksin Gumboro aktif (intermediate plus) - 1000 dosis Vaksin inaktif untuk unggas:

Vaksipes inaktif-vaksin ND inaktif-500 ml -Vaksipes EDS '76 - vaksin inaktifkombinasi ND &EDS - 1000 dosis Bursivak- Vaksin Gumboro inaktif- 1000 dosis

Bronchivak- Vaksin Infectious Bronchitis inaktif- 1000 dosis Brondivak - Vaksin inaktifkombinasi ND &IB - 1000 dosis Brondesvak - vaksin inaktif kombinasi ND, IB & EDS - 1000 dosis Vaksin Ternak Besar:

Anthravax - vaksin antraks aktif - 250 dosis Brucevak-vaksin brucella aktif- 10 dosis

Septivak - vaksin SE inaktif- 80 dosis Vaksin Hewan Kesayangan

Neo Rabivak TC - Vaksin Rabies inaktif- 1 dosis Antigen

Pullogen - Antigen Pullorum - 500 dosis 8. PT. MEDION

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi PeternakanARMP-II Th. 199912000

PT. Medion adalah suatu perusahan swasta di bidang obat hewan, terutama bahan biologis berupa vaksin untuk hewan. Saat ini aset yang dimilikinya berupa sumberdaya manusia yang terdiri dari: (1) 6 orang tenaga utama/ahli (dokter hewan) di dalam produksi vaksin di laboratorium, dimana 2 orang diantaranya khusus menangani penelitian dan pengembangan vaksin; (2) Dua orang apoteker; (3) 10 orang tenaga menengah berpendidikan Diploma D3; (4) 20 orang tenaga setingkat SLTA sebagai tenaga penunjang di Iaboratorium maupun administrasi. Selain itu, PT Medion juga mempunyai tenaga lapangan sekitar 30 orang sarjana (Drh dan Ir petemakan) yang bertugas dalam memasarkan/mendistribusikan obat hewan produksi PT Medion sendiri di beberapa wilayah di Indonesia.

Dalam organisasinya, Medion mempunyai antara lain : (1) bagian yang mengembangkan vaksin viral; (2) bagian vaksin bakterial ; (3) bagian kandang percobaan; dan (4) bagian pengendalian mutu (Quality Qontrol) .

Teknologi pembuatan vaksin diperoleh dengan belajar sendiri maupun magang pada beberapa lembaga pemerintah yang telah berpengalaman. Pada umumnya seed atau bibit vaskin yang digunakan berasal dari luar negeri. Sedangkan isolat lokal yang telah dipergunakan baru untuk pembuatan vaksin Gumboro. Fasilitas laboratorium untuk produksi vaksin berskala pabrik telah dimiliki oleh Medion. Produksi vaksin secara keseluruhan masih belum mencapai kapasitas optimal yang dimiliki, karena sampai saat ini baru diproduksi sebesar kurang lebih 50% dari kapasitas yang ada. Hal ini karena kesulitan dalam pemasarannya, walaupun semenjak krismon terdapat peningkatan pemasaran sebesar lebih dari 25%.

Vaksin yang diproduksi sampai saat ini baru terbatas kepada vaksin-vaksin untuk unggas (ayam), karena pasarnya memang cukup besar di ayam, terutama ayam komersial. Dalam waktu dekat medion juga akan memproduksi vaksin-vaksin untuk hewan besar, terutama temak babi, antara lain untuk vaksin Erysipelas dan Hog cholera, juga vaksin-vaksin untuk hewan kesayangan seperti Distemper, Hepatitis dan-Parvo

(9)

V-irus:--SJAMSUL BAtuuet al. : Studi Potensi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Swasta dalam Memproduksi Vaksin Berbagai vaksin produksi Medion adalah

Medivac Gomboro Medivac ND Clone 45

Medivac Gumboro emulsion (inaktif) Medivac IB H-120

Medivac ND-113-Gumboro Emulsion Medivac Pox

Medivac Coryza T

Medivac ND-EDS Emulsion Ixledivac IB H-S2

Medivac ND Emulsion Medivac Coryza B Medivac ND La Sota Medivac ND Hitchner B 1

Target pemasaran produk dari Medion utamanya adalah di dalam negeri, tetapi Medion juga telah memasarkan produksnya ke luar negeri (ekspor), antara lain ke Nepal, Vietnam, Philipina clan Myanmar, yaitu untuk vaksin ND clan IB.M

PEMBAHASAN

Secara keseluruhan potensi lembaga pemerintah clan swasta dalam memproduksi vaksin clan bahan biologis veteriner lain di Indonesia disajikan pada Tabel 3 .

Tabel 3. Potensi Lembaga Pemerintah clan Swasta dalam memproduksi Vaksin clan Bahan Biologis Veteriner lain di Indonesia

436

Keterangan : a). SDM potensial dalam penelitian dan pengembangan saat ini b). SDM trampil dalam memproduksi

c). Jumlah vaksin dan bahan diagnostik yang telah / pemah dihasilkan *). Belum bersifat komersial

**). Telah / pemah komersial

Penguasaan Teknologi

Dari hasil yang disajikan ini terlihat bahwa Pusvetma sebagai satu-satunya institusi pemerintah yang mempunyai mandat (TUPOKSI) memproduksi vaksin clan bahan biologik lainnya di Indonesia memiliki fasilitas produksi berupa sarana dan prasarana serta pengalaman yang-sangat memadai. Hal ini dapat dilihat dari informasi yang diberikan kepala Pusvetma serta dari kunjungan ke laboratorium Pusvetma (SiREGAR, 1999 clan 2000).

Kapasitas produksi yang dimiliki masih belum operasional secara optimal karena sampai saat ini produksinya baru sekitar 30-40% dari kapasitas terpasangnya. Hal serupa juga dijumpai oleh produsen swasta

INSTITUSI SDM

R&D a)

SDM

Tersmpil b) Fasilitas Pengalaman c) Dasar Terapan 1 . Lembaga Penelitian BALITVET 4+ 2+ 3+ 10* 4+ 3+ BATAN 1+ 1+ l+ 2** 1+ 1+ 2. PUSVETMA 2+ 4+ 4+ 18** 2+ 4+ 3. Pergurusn Tinggi : FKH-IPB 4+ 1+ 1+ 2* 4+ 2+ FKH-UGM 4+ 1+ 2+ 2* 4+ 2+ FKH-UNAIR 3+ 1+ 2+ 2* 2+ 2+ 4. Swasta VAKSINDO 3+ 4+ 4+ 20** 3+ 4+ MEDION 2+ 4+ 4+ 14** 3+ 4+

(10)

seperti PT. Vsksindo maupun Medion (RumAwAS, 1999; 2000, clan JAHJA, 2000) yang saat ini kapasitas produksinya baru beroperasi sekitar kurang 50% dsri kapasitas terpasangnya. Bahkan untuk vaksin tertentu produksinya ada yang baru sekitar 10% dsri kapasitas yang ada, sehingga ada produk biologik tertentu akhimya tidak diproduksi Iagi karena tidak ekonomis. Hal ini disebabkan antara lain karena kesulitan dalam pemasaran yang disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kepercayaan masyarakat terhadap produk biologik dalam negeri masih kurang, sedangkan upaya promosi oleh produsen dalam negeri masih belum dilakukan secara gencar.

Keadaan ini menggambarkan bahwa produsen vaksin clan bahan biologik lain di dalam negeri sebenamya mempunyai potensi yang besar untuk dapat meningkatkan produksinya apabila masalah pemasaran dapat diatasi.

Pusvetma sampai saat ini lebih banyak melayani kebutuhan/pesanan pemerintah untuk ternak rakyat seperti sapi, kerbau, kambing, domba clan ayam kampung serta vaksin rabies untuk anjing dan kucing. Menurut kepala Pusvetma (SIREGAR, 2000) bahwa untuk vaksin hewan besar seperti vaksin SE, vaksin Anthrax dan vaksin Brucellosis dapat dipenuhi oleh Pusvetma apabila dikehendaki, sebagai gambaran dapat dilihat dari jumlah produk mereka selama 5 tshun terakhir (Tabel 4).

Tabel 4. Jumlah vaksin hewan besar yang diproduksi Pusvetmaselama kurun waktu 5 tshun 94/95 s.d.98/99

No. Vsksin 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99

Sumber : Pusvetma(SIREGAR, 2000)

Laporan Bagian Proyek Rekayma Teknologi PeternakanARMP-// Th. 199912000

Tampaknya kebutuhan vaksin untuk hewan besar terutama vaksin SE, Anthrax clan Brucellosis telah dapat dipenuhi oleh Pusvetma sendiri. Hal ini juga dijelaskan oleh kepala Pusvetma (SIREGAR, 2000). Itulah sebabnya mengapa vaksin yang sama (SE, Anthrax clan Brucellosis) yang diproduksi swasta sulit mendapat pasar karena telah jenuh (sudah dapat dipenuhi oleh Pusvetma).

Kesulitan pemasaran vaksin hewan besar oleh produsen swasta ini juga dikarenakan sebagian besar temak besar tersebut merupakan temak rakyat yang masih menclapat subsidi vaksin dari pemerintah, sedangkan pemerintah sendiri memesan vaksin tersebut kepada Pusvetma. Walaupun demikian keadaan ini menggambarkan bahwa produsen swasta mempunyai potensi yang besar dalam memproduksi vaksin di dalam negeri. Keadaan ini menggambarkan bahwa kebutuhan vaksin SE, Anthrax clan Brucellosis di dalam negeri dapat terjamin sepanjang tahun dilihat dari segi kemampuan produsen yang ada di dalam negeri.

Berdasarkan kenyataan ini seharusnya tidak ada alasan untuk mengatakan kekurangan vaksin dalam upaya penanggulangan clan pemberantasan ketiga penyakit tersebut.

Berbeda dengan vaksin unggas yang permintaannya sangat tinggi baik jumlah maupun jenisnya, sehingga sebagian besar masih diimpor, maka vaksin hewan besar ini dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, oleh karena

itu vaksin SE, Anthrax dan Brucellosis tidak ada yang diimpor seperti yang dilaporkan olehAKOSO (2000).

Dilihat dari segi macam vaksin yang diproduksinya terlihat bahwa vaksin ND, IB dan IBD dapat diproduksi oleh produsen swasta, sedangkan produsen pemerintah (PUSVETMA) dapat memproduksi vaksin ND dan IBD. Ketiga vaskin ini merupakan vaksin terbanyak (93,4%) yang dipergunakan pada temak unggas dan sebagian besar dari ketiga vaskin tersebut dipasok dari luar negeri. Dalam hal ini 85,1% vaksin ND, 84,9% vaksin IB dan 94,3% vaksin IBD berasal dari impor (AKOso, 2000).

Hal ini menggambarkan bahwa produsen swasta dan pemerintah di dalam negeri sebenamya mempunyai peluang yang besar untuk mengisi kebutuhan vaksin tersebut (substitusi impor).

Bila dilihat dari sumberdaya manusianya, maka lembaga penelitian dan perguruan tinggi memiliki tenaga yang sangat potensial dalam pengembangan produk-produk vaksin baru maupun peningkatan mutunya. Demikian juga dalam hal penguasaan IPTEK pembuatan vaksin clan bahan-bahan biologik lainnya(PARTADIREJA, 1999). Kenyataan ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan pengalamannya dalam melakukan riset di bidang pengembangan bahan-bahan biologik. Sedangkan sumberdaya manusia pengembang di produsen swasta, clan pemerintah tidak sekuat di lembaga penelitian maupun perguruan tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, walaupun ada produsen swas¬a-yang-cukup kuat sumberdaya manusia dibidang pengembangan Vaksin clan Bahan Biologis Veteriner lainnya.

Sebaliknya sumberdaya manusia yang bertugas mempoduksi vaksin dan bahan biologik lain pada produsen pemerintah maupun swasta tersedia tenaga yang sangat trampil clan berpengalaman, sedangkan pada lembaga

.. ... ... .. ... ... ... ... ...closis ... ... ... ... ... ... ...

I . Anthrsvet 1 .907.750 1.602.750 2.000.490 602.000

-2. Brucivet 20.010 212.230 227.770 260.000 112.200

(11)

438

SJAMSUL BAfuttet al. : Studi Potensi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Swasta dalam Memproduksi 4akrin

penelitia.u dan perguruan tinggi tenaga seperti ini kurang tersedia. Hal ini sesuai dengan tugas utama dari masing-masing institusi tersebut.

Dari segi fasilitas sarana dan prasarana baik untuk lembaga penelitian dan perguruan tinggi maupun produsen mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dalam hal ini lembaga penelitian dan perguruan tinggi lebih banyak memiliki fasilitas untuk riset dasar bukan untuk produksi masal, sedangkan produsen lebih dominan memiliki fasilitas untuk memproduksi vaksin atau bahan biologik secara besar-besaran (masal) walaupun

sebagian besar isolat/seed yang digunakan masih asal luar negeri.

Pengalaman dalam menghasilkan/memproduksi bahan biologis veteriner dari lembaga penelitian, perguruan tinggi, produsen pemerintah dan produsen swasta sangat bervariasi. Dalam hal ini produsen swasta seperti Vaksindo telah memproduksi tidak kurang dari 20 macam vaksin dan bahan diagnostika, sedangkan Medion telah memproduksi sekitar 13 macam vaksin. Sebagian besar vaksin yang diproduksi kedua produsen tersebut adalah vaksin untuk ayam masing-masing 75% (15/20) untuk Vaksindo dan 100% (13/13) untuk Medion ( Tabel 5).

Bila dilihat dari jenis vaksinnya maka Vaksindo memproduksi 8 jenis vaksin ND baik sebagai vaksin tunggal maupun cocktail (campuran), yang berarti 53% (8/15) dari 15 macam vaksin ayam. Sedangkan Medion memproduksi 7 macam vaksin ND bentuk tunggal maupun campuran, atau 54% (7/13) dari 13 macam vaksin ayam.

Vaksin IB yang diproduksi Vaksindo terdiri dari 5 macam dalam bentuk tunggal maupun campuran atau 33,3% (5/15) dari vaksin ayam yang diproduksinya. Sedangkan Medion memproduksi 3 dari 13 (23%) macam vaksin ayam yang diproduksinya. Untuk vaksin Gumboro Vaksindo memproduksi 4 macam vaksin Gumboro (11313) dalam bentuk tunggal atau 27% (4/15). Sedangkan Medion memproduksi 3 dari 13 (23%) macam vaksin ayam yang diproduksinya baik bentuk tunggal maupun campuran . ( Tabel 5 ).

Tabel 5. Jenis Vaksin yang diproduksi oleh produsen bahan biologis dalam negeri

Keterangan : * Persentase dari total jenis vaksin untuk ayam yang diproduksi oleh masing-masing produsen

Vaksin ayam lainnya yang diproduksi Vaksindo adalah satu (1) macam vaksin cacar dan dua macam vaksin EDS. Sedangkan Medion memproduksi vaksin lainnya berupa satu macam vaksin cacar, satu macam vaksin EDS campuran, dan dua macam vaksin Coryza (Snot) bentuk tunggal. Dari informasi ini ternyata kedua produsen bahan biologis tersebut telah menempatkan prioritas produksinya untuk Vaksin ND, IB dan IBD. Hal ini sejalan dengan kebutuhan/permintaan (demand) pasar dimana kebutuhan vaksin ND, IB dan IBD masing-masing sebesar 63,7%, 15,6% dan 14,1% dari jumlah total kebutuhan vaksin ayam. Hal ini dapat dimengerti karena kedua produsen swasta tersebut memang bersifat komersial penuh yang harus selalu berorientasi kepada pasar dan profit. Selain produsen swasta, ternyata PUSVETMA juga mempunyai produk vaksin ND maupun IBD, sehingga menambah potensi dalam negeri untuk dapat memenuhi kebutuhan ketiga jenis vaksin tersebut di Indonesia.

Pada kegiatan studi kebutuhan berbagai macam vaksin di Indonesia diketahui bahwa ketersediaan ketiga macam vaksin tersebut (ND, IB dan IBD) sebagian besar masih diimpor. Berdasarkan data tahun 1999 (AKOSO, 2000) diketahui bahwa 85,1% vaksin ND, 84,9% vaksin IB, dan 94,3% vaksin IBD masih dipenuhi dari impor.

Dengan kata lain ketiga jenis vaksin tersebut baru sebagian kecil saja yang dipenuhi dari dalam negeri, yaitu 14,9% untuk vaksin ND; 15,1 % untuk vaksin IB dan 5,7% untuk vaksin IBD.

Mengingat bahwa ketiga vaksin tersebut (ND,IB dan IBD) telah dapat dikembangkan di dalam negeri, maka sebenarnya produsen dalam negeri mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan (memacu) produksi ketiga

jenis vaksin tersebut.

-Bila produsen swasta Vaksindo dan Medion telah memasarkan produk utamanya berupa ketiga vaksin ayam yang paling banyak dipergunakan (ND, IB dan IBD) baik bentuk tunggal maupun kombinasinya, maka produsen pemerintah (PUSVETMA) masih tertinggal selangkah dalam hal ini, walaupun PUSVETMA juga telah

Jenis Vaksin _

Total Jenis Vaksin

Vaksindo ( Jenis )

20

Produsen dalam negeri Medion ( Jenis ) -13 Pusvetma ( Jenis ) 14 Vaksin Ayam 15(75%) 13(100%) 7(50%) VaksinND 8(53%)* 7(54%) 5(71%)* Vaksin IB 5 ( 33%) * 3(23%) -VaksinIBD 4(27%)* 3(23%) 2(29%)*

Vaksin Hewan Besar 3(15%) - 4(21%)

Vaksin Hewan Kesayangan 1(5%) - 1(7%)

(12)

Laporan Bagtan Proyek Rekayasa Teknologi Petemakan ARMP-11 Th. 199912000

memproduksi sekitar 5 macam vaksin ND dan 2 macam vaksin IBD, tetapi vaksin IBD ini masih belum memasyarakat, sedangkan vaksin IB belum di produksi oleh PUSVETMA ( Tabel 5 ).

Bila dilihat rencana program pengembangan bahan biologik di PUSVETMA, terlihat bahwa PUSVETMA telah mengikuti cara-cara produsen swasta dalam mengembangkan diversifikasi vaksin yang akan diproduksi pada masa yang akan datang. Keadaan ini menandakan bahwa PUSVETMA telah mulai berorientasi kepada pasar dengan mengembangkan produk-produk yang bernilai komersial. Hal ini diperlihatkan pada produk yang akan dikembangkan seperti vaksin IB, vaksin kombinasi (cocktail) berupa ND + IB, ND + IB + Reovirus, ND + IB + IBD + Reovirus dan ND + IB + IBD + EDS'76. Apabila vaksin-vaksin yang diprogramkan akan dikembangkan oleh PUSVETMA ini berhasil maka diperkirakan akan dapat mengurangi impor vaksin sejenis dari luar negeri . Dengan demikian upaya pengembangan vaksin dan bahan biologis veteriner lain di Indonesia akan dapat mencapai saSarannya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari berbagai data, uraian dan pembahasan yang telah disajikan dalam pengkajian ini dapat disimpulkan bahwa:

Lembaga penelitian seperti BALITVET dan BATAN mempunyai potensi yang besar untuk untuk berperan dalam menunjang produksi vaksin dan bahan biologik di dalam negeri melalui pemanfaatan SDM, pengalaman dan hasil-hasil penelitian bahan biologis yang telah dan akan dikembangkan.

Perguruan Tinggi seperti FKH-IPB, FKH-UGM dan FKH-UNAIR mempunyai keunggulan SDM dalam pengembangan vaksin dan bahan biologis serta mempunyai potensi sebagai produsen di masa mendatang dengan diberlakukannya otonomi pada perguruan tinggi.

Lembaga pemerintah PUSVETMA dengan potensi dan pengalaman serta fasilitas yang dimilikinya dalam memeproduksi vaksin dan bahan biologis lainnya di dalam negeri sangat potensial untuk memacu produksinya

apabila dapat merebut pasar dalam negeri yang cukup besar.

Produsen swasta dalam negeri mempunyai kemampuan dan fasilitas serta sumber daya yang memadai dalam memproduksi vaksin dan bahan biologis yang banyak dibutuhkan petemak di Indonesia.

Lembaga Penelitian dan Perguruan Tinggi mempunyai keunggulan/potensi dalam hal SDM yang bertugas dalam melakukan penelitian dan pengembangan bahan-bahan biologis veteriner dibanding dengan produsen pemerintah maupun swasta. Sedangkan produsen pemerintah dan swasta lebih unggul dalam hal pengalaman dan fasilitas memproduksinya secara masal dan komersial .

Vaksin ND, IB dan IBD yang menjadi vaksin unggulan untuk ayam karena 94,3% dari total kebutuhan vaksin pada ayam adalah berasal dari ketiga jenis vaksin tsb, ternyata sudah dapat diproduksi oleh produsen dalam negeri.

Walaupun produsen dalam negeri mampu memproduksi vaksin ND, IB dan IBD tetapi produk impor ketiga jenis vaksin tersebut masih sangat tinggi, oleh karena itu dismankan agar potensi yang ada pada produsen dalam negeri tersebut dapat dikembangkan . Dengan demikian produksi dalam negeri dari ketiga macam vaksin tsb.meningkat dengan pesat sehingga tujuan substitusi impor terhadap vaksin tsb.dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

AKOSo, B.T. 1999. Kebijakan Direktorat Jenderal Petemakan dalam memenuhi kebutuhan obat hewan (vaksin dan bahan biologis veteriner lainnya) . Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Petemakan. Jakarta. Makalah disampaikan pada " Workshop Veteriner", 27 Juli di Puslitbang Petemakan. Bogor.

AKOSo, B.T. 2000, Kebutuhan bahan biologik untuk menunjang pengamanan temak terhadap penyakit. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Petemakan. Jakarta. Makalah disampaikan pada "Seminar dan Pamerm Teknologi veteriner", 14-15 maret 2000 di Balitbangtan. Jakarta.

ANONIM. 2000 .Industri obat hewan mulai bangkit dari kondisi mati suri- Poultry Indonesia, Pebruari2000

BAHRI, S. 1994. Residu obat hewan pada produk temak dan upaya pengamanannya. Disajikan pada lokakarya obat hewan dan musyawarah nasional III ASOHI, Jakarta, 5-6- Desember 1994.

BAHRI, S. 1999. Potensi lembaga peneli6an dalam mendukung pengadaan-vaskin dan bahan biologik veteriner lainnya di Indonesia. Workshop terbatas upaya pengembangan vaskin dan bahan biologik veteriner lainnya di Indonesia, 27 Juli

1999. Puslitbang Petemakan. BAHRI,S.B. 2000. Komunikasi pribadi.

(13)

SJAMSUL BAHRIet al. : Studi Potensi Lembaga-Lembaga Pemerintah dan Swasta dalam Memprodukri Vaksin

INFOVET, 1998. MajalahINFOVET,Jakarta. JAI-JA, J. 2000. Komunikasi pribadi.

MAHANAN, A.K.1998. Penyedian dan Disuibusi obat hewan dalam mendukung Pembangunan Sub-Sektor Peternakan Nasional serta Kendala Bidang Veteriner Yang berpeluang untuk diteliti atau dikaji. Prosiding Seminar Nasional Perternakan dan Veteriner. Jilid 1. Bogor, 1- 2 Desember 1998. P : 68 - 73.

PARTADIREJA, M. 1999. Potensi, peluang dan prospek perguruan tinggi dalam memenuhi kebutuhan vaksin dan bahan biologis veteriner lain di Indonesia. Makalah disampaikan pada "Workshop Veteriner", 27 Juli di Puslitbang Peternakan. Bogor. PRONOHARTONO, T. 1995. Peluang kerjasama antara Swasta Nasional dan Lembaga Pemerintah dalam upaya meningkatkan

Pembinaan kesehatan hewan dan pengamanan bahan pangan asal temak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner 'untuk meningkatkan kesehatan hwewan dan pengamanan Bahan Pangan Asal Temak. Balitvet, Cisarua, Bogor, 22-24

Maret 1994.

---, 1996 Peranan, Permasalahan dan Upaya ASOHI dalam menyongsong pembangunan petemakan pada 15 tahun yang akan datang. Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner.Bogor,12 - 13 Maret 1996. P : 53 - 58.

--- 1999. Peran, fungsi dan kebijakan ASOHI dalam menunjang pemenuhan kebutuhan vaskin dan bahan biologis lain di Indonesia. Makalah disampaikan pada "Workshop Veterine", 27 Juli 1999. Bogor.

-____---_--- 2000. Kebutuhan dan ketersediaan obat hewan di Indonesia. Makalah disajikan pada "Seminar Nasional IPTEK eteriner" Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. DEPTAN. Jakarta, 14-15 Maret 2000.

RuMAWAS, W. 1999. P.T. Vaksindo dan keberhasilannya. Masalah disampaikan pada "Wokshop Veteriner" 27 Juli di Puslitbang Peternakan.

RUMAWAS, W.2000. Komunikasi pribadi.

SIREGAR,S.B. 1999. Strategi, kontribusi dan prospek Pusvetma dalam memenuhi kebutuhan vaksin clan bahan biologik veteriner lain di Indonesia. Workshop terbatas upaya pengembangan vaksin dan bahan biologik veteriner lainnya di Indonesia, 27 Juli 1999. Puslitbang Peternakan.

SIREGAR,S.B. 2000. Komunikasi pribadi.

WIRYOSUHANTO,S.D. 1993 . Sistem pengamanan obat hewan dalam sistem kesehatan hewan nasional. Dalam kumpulan makalah Temu Karya Obat Hewan. Direktorat Bina Kesehatan Hewan. Ditjen Petemakan bekerjasama dengan ASOHI, Jakarta, 12 Pebruari 1993.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Produksi clan Kapasitas Terpasang dari PUSVETMA Tahun 1999
Tabel 2. Teknologi pembuatan bahan-bahan biologik veteriner yang telah dihasilkan BALITVET
Tabel 3. Potensi Lembaga Pemerintah clan Swasta dalam memproduksi Vaksin clan Bahan Biologis Veteriner lain di Indonesia
Tabel 4. Jumlah vaksin hewan besar yang diproduksi Pusvetmaselama kurun waktu 5 tshun 94/95 s.d.98/99
+2

Referensi

Dokumen terkait

(1) Untuk mendapatkan pembiayaan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, BP Tapera mengatur penilaian kelayakan Peserta yang dilakukan oleh bank atau

digunakan dalam produk pangan yang mengandung minyak atau lemak untuk.. menghambat terjadinya reaksi oksidasi minyak atau lemak tidak

Adanya beberapa fakta munculnya kesulitan yang terkait dengan fragmentasi pendekatan untuk pemberian pelayanan kepada masyarakat, dan hal ini telah menyebabkan

Sektor industri pengolahan terdiri dari 30 aktivitas produksi dimana 13 diantaranya memenuhi kriteria unggulan dilihat dari tingkat dampak keterkaitan ke depan yang tinggi

Yang selanjutnya hasil- hasil evaluasi yang diperoleh dari kegiatan pemantauan dapat dibuatkan rekomendasi- rekomendasi yang berguna bagi pengambil keputusan dalam mengelola

Tanggungjawab Pemerintah sebagamana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik. Berdasarkan ketentuan di atas, peran pemerintah dalam mengatur, menyelenggarakan,