• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

NOMOR 19 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2013 - 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan kepada Kabupaten/Kota untuk menyusun Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Wilayah dengan mengacu kepada Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar-sektor dan antar wilayah, dalam pemanfaatan ruang di Kabupaten Nunukan, diperlukan pengaturan penataan ruang secara serasi, selaras, seimbang, berdayaguna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, maka perlu membentuk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nunukan Tahun 2013 - 2032.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun24004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor) 4401;

(2)

2

2. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3896), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3962);

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang pertanahan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169)

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3477);

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

10. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

11. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

(3)

3

12. Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);

13. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk RTRW (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3034);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4793);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang

Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160).

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah.

(4)

4

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten / Kota).

24. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordnasi Penataan Ruang Daerah.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NUNUKAN dan

BUPATI NUNUKAN MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NUNUKAN TAHUN 2013 – 2032.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Nunukan.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nunukan. 3. Bupati adalah Bupati Nunukan.

4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Nunukan.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nunukan.

6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

7. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

10. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

11. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

12. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah rencana tata ruang wilayah yang mengatur rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten.

(5)

5

13. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

14. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

15. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

16. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk dapat berfungsi melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

17. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan kawasan perkotaan dan perdesaan skala kabupaten atau kecamatan.

18. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan Negara.

19. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa, atau berpotensi untuk melayani kegiatan kecamatan-kecamatan wilayah belakangnya atau melayani antar kecamatan-kecamatan, khususnya kecamatan yang berdekatan.

20. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. atau berpotensi sebagai pusat kegiatan yang melayani desa/ kelurahan yang ada di kecamatan tersebut.

21. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 22. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling

menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.

23. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

24. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

25. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

26. Sempadan jalan adalah garis batas tertentu sebelah kanan kiri sumbu jalan yang merupakan batas luar dari bidang tanah yang dibatasi oleh penguasa jalan.

(6)

6

27. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 4.000 km4.

28. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

29. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

30. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.

31. Irigasi perdesaan adalah jaringan irigasi desa yaitu jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.

32. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

33. Sempadan adalah kawasan tertentu di sekeliling, sepanjang atau di kiri kanan serta atas dan bawah sumber air yang mempunyai manfaat penting untuk melestarikan sumber air.

34. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

35. Garis sempadan pantai yang selanjutnya disebut GSP adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.

36. Sungai adalah tempat atau wadah air berupa jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kiri di sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

37. Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan atau air rembesan dari lahan tadah hujan sebagai cadangan kebutuhan air pada musim kemarau.

38. Danau adalah wadah air yang terbentuk secara alamiah, dapat berupa bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan.

39. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

40. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

41. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya.

(7)

7

42. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

43. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.

44. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

45. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

46. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan dan perlindungan terhadap habitatnya.

47. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

48. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

49. Kawasan rawan bencana adalah kawasan dengan kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis dan geografis pada satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

50. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi.

51. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan yang sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang merugikan manusia.

52. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

53. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

54. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, dan peternakan.

(8)

8

55. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

56. Kawasan minapolitan adalah suatu kawasan pengembangan ekonomi berbasis sektor kelautan dan perikanan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.

57. Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki ijin usaha kawasan industri.

58. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

59. Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud mineral logam, mineral non logam, dan panas bumi berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik di wilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budi daya maupun kawasan lindung.

60. Kawasan Perikanan dan Kelautan adalah Kawasan pada wilayah perairan di daratan, pesisir dan laut kabupaten yang di manfaatkan sebagai wilayah perikanan budidaya dan tangkap, perlindungan dan pelestarian alam serta berbagai fungsi kelautan.

61. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusa-haan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang kepariwisataan.

62. Kawasan peruntukan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 63. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

64. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

65. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa adalah kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

(9)

9

66. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan.

67. Kawasan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan Negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

68. Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disebut KSK adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi.

69. Holding Zone adalah kawasan berkepadatan rendah sementara yang dilakukan sampai keputusan dicapai oleh masyarakatmengenai bagaimana daerah harus ditetapkan zonanya, holding zone selau digunakan dalam kombinasi dengan peruntukan zonasi ketika diusulkan untuk menggunakan lahan tertentu yang dianggap perimantur atau tidak sesuai waktu tertentu atau sampai pemohon telah memenuhi kondisi atau persyaratan tertentu.

70. Prinsip-prinsip mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. 71. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah area

memanjang/jalurdan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

72. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

73. Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

74. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

75. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 76. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk

menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya.

77. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.

78. Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan permukiman.

(10)

10

79. Fasilitas umum adalah fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus dan fasilitas sosial.

80. Kabupaten daratan Kalimantan (mainland) adalah wilayah Kabupaten Nunukan yang terletak di daratan Pulau Kalimantan.

81. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

82. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

83. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

84. Ijin pemanfaatan ruang adalah ijin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

85. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

86. Badan hukum adalah perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama atau membentuk badan usaha bertujuan profit maupun non profit dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum.

87. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Nunukan dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di Kabupaten. 88. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk

masyarakat hukum adat atau badan hukum.

89. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

90. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. 91. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum

bagi Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang.

92. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

93. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

94. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

95. Klaster ekonomi adalah kawasan yang memiliki potensi perkembangan ekonomi dari berbagai aspek yang didukung oleh sarana prasarana pendukung dan diprioritaskan pembangunannya.

(11)

11 BAB II

RUANG LINGKUP, TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu Ruang Lingkup

Pasal 2

(1) Ruang Lingkup Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Kabupaten Nunukan (RTRW) meliputi Daerah dengan batas berdasarkan aspek administratif dan fungsional mencakup seluruh wilayah daratan seluas kurang lebih 14.447.70 km² dan wilayah lautan sejauh 4 mil dari garis pantai kearah laut termasuk pulau-pulau kecil dalamnya beserta ruang udara diatasnya dan ruang bawah tanah.

(2) Batas-batas Kabupaten Nunukan Meliputi :

a. Batas Utara : Negara Bagian Sabah/Malaysia b. Batas Timur : Laut Sulawesi

c. Batas Selatan : Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau d. Batas Barat : Negara Bagian Sarawak/ Malaysia

(3) Batas administrasi dan koordinat pulau-pulau kecil dapat dilihat pada Peta Batas Adminstrasi dan Materi teknis yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Tujuan Penataan Ruang Pasal 3

Tujuan penataan ruang wilayah (RTRW) adalah terwujudnya Kabupaten Nunukan sebagai wilayah yang pro rakyat berbasis agroindustri, kelautan dan konservasi, berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bagian Ketiga

Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Paragraf 1

Kebijakan Penataan Ruang Pasal 4

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Nunukan.

(2) Kebijakan penataan ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan terkait pengembangan agroindustri;

b. pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan sarana dan prasarana wilayah secara berjenjang dan sinergis;

c. pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem wilayah;

(12)

12

d. pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan memperhatikan daya dukung lingkungan; dan

e. peningkatan fungsi kawasan kepentingan pertahanan dan keamanan. Paragraf 4

Strategi Penataan Ruang Pasal 5

(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ditetapkan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

(2) Pengembangan sentra-sentra pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan terkait pengembangan agroindustri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dengan strategi meliputi:

a. menetapkan pengembangan klaster ekonomi;

b. memantapkan ekonomi utama yang telah ada dan diversifikasi; c. mengoptimalkan distribusi spasial kegiatan ekonomi; dan

d. memperkuat keterkaitan internasional dalam pemasaran produk lokal; (3) Pengembangan sistem pusat kegiatan dan sistem pelayanan prasarana

wilayah secara berjenjang dan sinergis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b dengan strategi meliputi:

a. memantapkan pengembangan PKW didukung oleh pusat kegiatan PKL, PPK dan PPL yang saling berhirarki dan saling interdependen;

b. memantapkan dan meningkatkan peranan PKSN di kabupaten sebagai pintu gerbang internasional, pos lintas batas, simpul utama transportasi, dan pusat pertumbuhan ekonomi;

c. meningkatkan keterkaitan antara PKW, PKL, PPK, dan PPL melalui keterpaduan sistem transportasi dan sistem prasarana lainnya;

d. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan transportasi wilayah yang seimbang dan terpadu;

e. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan energi listrik, dan telekomunikasi dalam memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat;

f. meningkatkan keterpaduan pendayagunaan sumber daya air melalui peningkatan kapasitas pelayanan jaringan irigasi dan sumber-sumber air untuk pengairan; dan

g. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan air minum, air limbah, drainase, dan persampahan secara terpadu melalui kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat.

(4) Pemantapan fungsi kawasan lindung sebagai penyeimbang ekosistem wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c dengan strategi meliputi :

a. meningkatkan fungsi kawasan lindung di dalam dan di luar kawasan hutan;

b. memulihkan secara bertahap kawasan lindung yang telah berubah fungsi;

(13)

13

c. membatasi pengembangan prasarana wilayah di sekitar kawasan lindung untuk menghindari tumbuhnya kegiatan perkotaan yang mendorong alih fungsi lahan lindung;

d. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan pada kawasan lindung; dan

e. menetapkan kawasan pertanian lahan basah beririgasi teknis sebagai kawasan lahan sawah berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan budidaya lainnya.

(5) Pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan memperhatikan daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2 ) huruf d dengan strategi meliputi :

a. meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, perkebunan dan perikanan yang berorientasi pada keunggulan kompetitif; dan

b. membatasi kegiatan budidaya yang berpotensi tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan;

(6) Peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e dengan strategi meliputi:

a. mendukung penetapan Kawasan Strategis Nasional dengan fungsi khusus Pertahanan dan Keamanan;

b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan khusus pertahanan dan keamanan;

c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan khusus pertahanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; dan

d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan.

BAB III

FUNGSI DAN KEDUDUKAN Pasal 6

(1) RTRW Kabupaten berfungsi sebagai arah struktur dan pola ruang pemanfaatan sumberdaya dan pembangunan daerah serta penyelaras kebijakan penataan ruang di Kabupaten.

(2) RTRW Kabupaten Juga berfungsi sebagai pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dan pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan jangka panjang kabupaten. (3) Kedudukan RTRW Kabupaten adalah :

a. Sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun tata ruang Kabupaten dan sebagai pedoman untuk pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian di Kabupaten Nunukan;

b. Sebagai dasar pertimbangan penyelarasan penataan antara wilayah lain yang berbatasan dan kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten, lintas kecamatan dan lintas ekosistem.

(14)

14 BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG Bagian Kesatu

Umum Pasal 7

(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi : a. sistem pusat kegiatan; dan

b. sistem jaringan prasarana wilayah.

(2) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. sistem perkotaan; dan b. sistem perdesaan.

(3) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. sistem jaringan prasarana utama; dan b. sistem jaringan prasarana lainnya.

(4) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:70.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Sistem Pusat Kegiatan

Paragraf 1 Sistem Perkotaan Pasal 8

(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a terdiri atas : a. PKSN b. PKW; c. PKWp; d. PKL; e. PPK; dan f. PPL

(2) PKSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Nunukan di Kecamatan Nunukan;

b. Simanggaris di Kecamatan Nunukan; dan c. Long Midang di Kecamatan Krayan.

(3) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. kawasan perkotaan Nunukan di Kecamatan Nunukan; dan b. wilayah Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis Ogong.

(15)

15

(4) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. Sungai Nyamuk di Kecamatan Sebatik Timur;

b. Long Bawan di Kecamatan Krayan; dan

c. Long Layu di Kecamatan Krayan.

(5) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:

a. Perkotaan Mensalong di Kecamatan Lumbis;

b. Perkotaan Pembeliangan di Kecamatan Sebuku;

c. Perkotaan Atap di Kecamatan Sembakung; dan

d. Srinanti di Kecamatan Simanggaris .

(6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas: a. Binalawan di Kecamatan Sebatik Barat;

b. Binuang di Kecamatan Krayan Selatan; c. Lembudud di Kecamatan Krayan;

d. Seipancang di Kecamatan Sebatik Utara; dan e. Tanjung Karang di Kecamatan Sebatik.

(7) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas: a. Makmur di Kecamatan Tulin Onsoi;

b. Bambangan di Kecamatan Sebatik Barat; c. Aji Kuning di Kecamatan Sebatik Tengah; d. Sekikilan di Kecamatan Tulin Onsoi;

e. Saduman di Kecamatan Sembakung Atulai; dan f. Tanjung Aru di kecamatan Sebatik Timur.

Paragraf 4 Sistem Perdesaan Pasal 9

(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b

berupa PPL.

(2) PPL terdiri atas pusat permukiman yang tidak termasuk PKSN, PKW,

PKWp, PKL, atau PPK.

(3) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Makmur di Kecamatan Tulin Onsoi. b. Bambangan di Kecamatan Sebatik Barat; c. Aji Kuning di Kecamatan Sebatik Tengah; d. Sekikilan di Kecamatan Tulin Onsoi;

e. Saduman di Kecamatan Sembakung Atulai; dan f. Tanjung Aru di Kecamatan Sebatik Timur.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 10

Sistem jaringan prasarana utama Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a terdiri atas :

(16)

16 b. sistem jaringan perkeretaapian;

c. sistem jaringan transportasi laut; dan d. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 11

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a terdiri atas:

a. jaringan jalan dan jembatan;

b. jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan; c. jaringan pelayanan lalu lintas angkutan jalan; dan d. jaringan transportasi sungai dan penyeberangan.

(2) Jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten; b. jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten; c. jaringan jalan kabupaten; dan

d. jembatan.

(3) Jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:

a. Sesuai SK Menteri Perkerjaan Umum Nomor 631/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Nasional pada Pasal 11 ayat (1) huruf a merupakan Jalan Nasional yang berfungsi Arteri terdiri dari:

1. ruas jalan Mensalong – Simpang Tiga Apas; 2. ruas jalan Simpang Tiga Apas – Simanggaris; 3. ruas jalan Simanggaris – Sei Ular;

4. ruas jalan Simanggaris – Batas Negara; dan 5. ruas jalan lingkar Pulau Sebatik.

b. Ruas jalan lingkar sebatik merupakan jalan Nasional yang berfungsi kolektor primer 1(K1);

c. jaringan jalan strategis nasional meliputi :

1. ruas jalan Mensalong – Tau Lumbis – Batas Negara Malaysia;

2. ruas jalan Long Midang (Batas Negara) – Long Semamu di Kabupaten Malinau; dan

3. ruas jalan Lingkar Sebatik di Pulau Sebatik;

d. pengembangan jaringan jalan Strategis Nasional terdiri dari : 1. Ruas Jalan Mansalong – Tau Lumbis;

2. Ruas Jalan lingkar Pulau Nunukan; 3. Ruas Jalan Tau Lumbis - Seimanggaris;

4. Ruas Jalan Long Midang – Long Semamu (Malinau); 5. Ruas Jalan Long Bawan – Pa’ Padi;

6. Ruas Jalan Long Bawan – Baruwen – Tau-Lumbis;

7. Ruas Jalan Long Nawang – Long Layu – Long Bawan – Long Midang; 8. Ruas Jalan Lembudud – Batas Negara (Bario di Serawak);

(17)

17

(4) jaringan jalan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c berupa pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan ruas jalan kabupaten tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(5) Jembatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d berupa pembangunan, dan pemeliharaan jembatan kabupaten tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(6) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe A berada di Simanggaris;

b. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe B berada di Long Midang Kecamatan Krayan dan Mansalong Kecamatan Lumbis;

c. rencana pembangunan terminal penumpang Tipe C berada di Kecamatan Nunukan Selatan, Sebuku, Sembakung, dan Kecamatan Sebatik;

d. optimalisasi terminal penumpang Tipe C berada di Kecamatan Nunukan dan di Bambangan Kecamatan Sebatik Barat;

e. pengembangan penerangan jalan umum (PJU) di seluruh kecamatan menggunakan skala prioritas meliputi:

1. peningkatan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan keberadaan PJU liar dan meminimalisir pencurian komponen dan kabel PJU;

2. pengembangan teknologi penggunaan energi dari listrik ke tenaga surya dan tenaga bayu/angin; dan

3. pemeliharaan penerangan jalan umum;

f. pengembangan perlengkapan jalan berupa pengadaan dan pemasangan perlengkapan jalan pada jaringan jalan di perkotaan dan jaringan jalan strategis kabupaten;

g. optimalisasi unit pengujian kendaraan bermotor berada di Kecamatan Nunukan; dan

h. pengembangan unit pengujian kendaraan bermotor di Pulau Sebatik dan di wilayah daratan Pulau Kalimantan.

(7) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa penataan jaringan trayek angkutan penumpang meliputi:

a. angkutan penumpang Pulau Nunukan, terdiri dari :

1. dalam Kota Nunukan;

2. Sedadap – Mamolo; dan

3. Sei Fatimah – Binusan.

b. angkutan penumpang dalam Pulau Sebatik;

c. angkutan penumpang di wilayah daratan Pulau Kalimantan, terdiri dari: 1. Sungai Ular – Simanggaris - Sebuku – Sembakung – Lumbis;

(18)

18

d. angkutan umum perdesaan yang melayani pergerakan penduduk antar ibukota kecamatan di wilayah kabupaten daratan Kalimantan meliputi :

1. Pembeliangan – Atap;

2. Pembeliangan – Sanur – Makmur – Sekikilan; dan

3. Pembeliangan – Mansalong.

(8) Jaringan transportasi sungai dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:

a. penataan jaringan trayek angkutan penumpang dan barang meliputi:

1. Nunukan – Sebatik (Nunukan – Bambangan, Sedadap – Mantikas, Nunukan – Sungai Nyamuk);

2. Nunukan – Simanggaris;

3. Nunukan – Sungai Ular;

4. Mensalong – Binter – Tau Lumbis;

5. Mensalong – Tarakan;

6. Nunukan – Pembeliangan; dan

7. Nunukan – Atap;

b. peningkatan dermaga-dermaga di Nunukan, Sebuku, Sei Ular, Simanggaris, Sembakung, Mensalong, Binter, dan Tau Lumbis.

c. penyediaan dan pemasangan rambu-rambu lalu lintas sungai dan sarana pengawasan keselamatan lainnya.

d. pengembangan sarana-prasarana angkutan penyeberangan, meliputi :

1. optimalisasi pelabuhan dan pelayaran lintas penyeberangan Nunukan – Tarakan; dan

2. pembangunan angkutan penyeberangan lintas penyeberangan Nunukan - Sebatik, Nunukan – Simanggaris dan Sebatik – Simanggaris.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Perkeretaapian Pasal 12

(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b terdiri atas:

a. rencana pengembangan jaringan jalur kereta api; dan

b. stasiun kereta api.

(2) Rencana pengembangan jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah jaringan jalur kereta api umum antar kota.

(3) Jaringan jalur kereta api umum antar kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa pembangunan jaringan jalur kereta api nasional, meliputi : Provinsi Kalimantan Selatan – Kuaro – Long kali – Penajam – Balikpapan – Sanga-sanga - Samarinda – Bontang – Sanggata – Muara Wahau – Muara Lesan – Tanjung Redeb – Tanjung Batu – Tanah Kuning – Tanjung Selor – Kerang Agung – Sesayap – Tidung Pale – Nunukan Kota – Mensalong – Pembeliangan – Salang – Simanggaris – Batas Negara; dan

(4) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah stasiun kelas kecil yang direncanakan di Mensalong dan Simanggaris.

(19)

19 Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 13

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c terdiri atas :

a. pengembangan pelabuhan laut; dan

b. alur pelayaran lalu lintas laut.

(2) Pengembangan pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :

a. pengembangan Pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Tunon Taka berada di Kecamatan Nunukan;

b. pengembangan pelabuhan Pengumpul Skala Tersier Sungainyamuk berada di Kecamatan Sebatik Timur; dan

c. pengembangan dan operasionalisasi Pos Lintas Batas Laut (PLBL) Liem Hie Jung dan Sungai pancang;

(3) Alur pelayaran lalu lintas laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :

a. optimalisasi alur pelayaran terdiri atas;

1. Nunukan – Sebatik; 2. Nunukan – Tarakan; 3. Nunukan – Balikpapan; 4. Nunukan – Makassar; 5. Nunukan – Pantoloan; 6. Nunukan – Pare-Pare; 7. Nunukan – Toli-Toli; 8. Nunukan – Bau-Bau; 9. Nunukan – Surabaya; 10. Nunukan – NTT; dan

11. Nunukan – Tawau (Malaysia).

b. Rencana pengembangan alur pelayaran nasional dan internasional meliputi :

1. Nunukan – Bitung;

2. Nunukan – Sandakan (Malaysia); dan

3. Nunukan – Filipina Selatan.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 14

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 huruf d berupa hirarki bandar udara.

(2) Hirarki bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. bandar udara pengumpul skala tersier;

(20)

20

c. bandar udara khusus perbatasan darat; dan d. bandar udara penanganan bencana.

(3) Bandar udara pengumpul skala tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa bandar udara Nunukan di Kecamatan Nunukan;

(4) Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:

a. bandar udara Yuvai Semaring di Kecamatan Krayan; dan b. Bandar udara Long Layu di Kecamatan Krayan Selatan.

(5) Bandar udara khusus perbatasan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:

a. Bandar udara khusus Tau Lumbis di Kecamatan Lumbis; b. bandar udara khusus Binuang di Kecamatan Krayan Selatan; c. bandar udara khusus Kampung Baru di Kecamatan Krayan; d. bandar udara khusus Kurid di Kecamatan Krayan;

e. bandar udara khusus Lembudud di Kecamatan Krayan; f. bandar udara khusus Berian Baru di Kecamatan Krayan; g. bandar udara khusus Pa’Upan di Kecamatan Krayan; h. bandar udara khusus Buduk Kubul di Kecamatan Krayan;

i. bandar udara khusus Long Rungan di Kecamatan Krayan Selatan; dan j. bandar udara khusus mansalong di Kecamatan Lumbis.

(6) Bandar udara penanganan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yaitu Bandar Udara Nunukan.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 15

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b terdiri atas:

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air;

d. sistem jaringan prasarana lingkungan; dan e. sistem jalur dan ruang evakuasi.

Paragraf 1

Rencana Sistem Jaringan Energi Pasal 16

(1) Rencana sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi:

a. pembangkit tenaga listrik;

b. transmisi kabel listrik bawah laut; dan

(21)

21

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa :

a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdapat di Sungai Bilal Kapasitas Terpasang 18,6 MW dengan Daya Mampu 8,47 MW di Kecamatan Nunukan, Sungainyamuk Kecamatan Sebatik Timur Kapasitas Terpasang 3,98 MW dengan Daya Mampu 4,41 MW, Desa Atap Kecamatan Sembakung Kapasitas Terpasang 370 Kva dengan Daya Mampu 300 KVa;

b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Pembeliangan Kecamatan Sebuku sebesar 370 kVA;

c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sei.banjar Binusan Kecamatan Nunukan sebesar 4 x 7 MW;

d. operasionalisasi Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) di Desa Tepian Kecamatan Sembakung sebesar 8 MW; dan

e. Perluasan jaringan listrik untuk Desa Mansalong Kecamatan Lumbis (Interkoneksi jaringan dari PT. PLN Ranting Malinau).

(3) Transmisi kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu dari PLTG di Desa Tepian (Sebaung) ke Pulau Nunukan (Sei. Lancang), dan dari Pulau Nunukan (Sedadap) ke Pulau Sebatik (Liang Bunyu);

(4) Pengembangan wilayah usaha PT. PLN (Persero) Area Berau Ranting Nunukan di wilayah perbatasan Kecamatan Krayan dan sekitarnya dengan pembukaan Unit layanan Listrik PLN di Krayan dan rencana pengembangan unit layanan PLN di Kecamatan Sebuku sebagai langkah awal dan tolok ukur peningkatan Ratio Elektrifikasi;

(5) Pengembangan energi alternatif (Energi baru dan terbarukan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), baik berupa PLTS komunal maupun PLTS SHS (unit rumah tangga) yang tersebar di seluruh kecamatan dengan memaksimalkan potensi yang ada pada daerah setempat dengan memperhatiakn karateristik Desa.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 17

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b meliputi:

a. pengembangan jaringan kabel teresterial;

b. pengembangan jaringan nirkabel (seluler); dan

c. pengembangan jaringan satelit.

(2) Pengembangan jaringan kabel teresterial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa peningkatan jaringan kabel telepon di seluruh kecamatan;

(3) Pengembangan jaringan nirkabel (seluler) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pengelolaan menara/Base Transceiver Station (BTS) dan pemancar radio di seluruh kecamatan;

(4) Pengembangan menara BTS diarahkan sebagai menara bersama antar penyedia jasa seluler;

(22)

22

(5) Pengembangan jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa peningkatan dan pengembangan layanan internet sebagai fasilitas umum di seluruh kecamatan.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 18

(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c terdiri atas :

a. pengelolaan wilayah sungai;

b. pengelolaan waduk dan embung;

c. sistem jaringan irigasi;

d. sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri;

e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan

f. sistem pengendalian banjir.

(2) Pengelolaan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa wilayah sungai (WS) lintas negara Sesayap meliputi :

a. DAS Sesayap;

b. DAS Sembakung;

c. DAS Sebakis;

d. DAS Sebuku;

e. DAS Simanggaris ; dan

f. DAS Linuang Kayan.

(3) Pengelolaan waduk dan embung sebagaimana dimaksud pada (1) huruf b terdiri atas :

a. waduk berupa waduk Bilal berada di Kecamatan Nunukan; dan b. embung meliputi:

1. embung Bolong berada di Kecamatan Nunukan dengan kapasitas daya tampung 140.000 M³;

2. embung Bilal di Kecamatan Nunukan dengan kapasitas daya tampung 370.000 M³; dan

3. embung Sebatik berada di Kecamatan Sebatik Utara dengan kapasitas daya tampung 470.000 M³.

(4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas pengelolaan DI Kewenangan Kabupaten.

(5) Pengelolaan daerah irigasi (DI) kewenangan Kabupaten sesuai Kepmen PU nomor 390 Tahun 2007 tentang status Dearah Irigasi yang telah diperbaharui , dan badan wilayah sungai (BWS) wilayah III Kalimantan Timur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas :

a. DI Berian Baru seluas kurang lebih 303.00 (tiga seratus tiga) hektar berada di Kecamatan Krayan;

b. DI Mansapa seluas kurang lebih 524.00 (lima ratus dua puluh empat) hektar berada di Kecamatan Nunukan Selatan ;

c. DI Tanjung Harapan seluas kurang lebih 126.76 (seratus dua puluh enam koma tujuh puluh enam ) hektar berada di Kecamatan Nunukan Selatan;

(23)

23

d. DI Apuk seluas kurang lebih 31.00 (tiga puluh satu) hektar berada di Kecamatan Nunukan;

e. DI Fatimah seluas kurang lebih 51.00 (Lima puluh satu) hektar berada di kecamatan Nunukan;

f. DI Kebakil seluas kurang lebih 95.00 (Sembilan Puluh Lima) Hektar berada di Kecamatan Nunukan;.

g. DI Kp.Enrekang dan Tellang seluas kurang lebih 231.000 (Dua ratus tiga puluh satu) Haektar berada dikecamatan Sebatik Barat;

h. DI Kp. Tator seluas kurang lebih 112.70 (Seratus duabelas koma tujuh puluh) hektar berada di Kecamatan Nunukan;

i. DI Liang Bunyu seluas kurang lebih 47.00(empat puluh) hektar berada dikecamatan Sebatik Barat;

j. DI Long Api seluas kurang lebih 100.00 (seratus) hektar berada dikecamatan Krayan;

k. DI Pa’Nado seluas kurang lebih 200.00 (dua ratus) hektar berada dikecamatan Krayan; dan

l. DI Pa’Rupai seluas kurang lebih 150.00 (seratus lima puluh) hektar berada dikecamatan Krayan.

(6) Sistem jaringan air baku untuk air minum, pertanian dan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa rencana pengembangan penyediaan air baku meliputi pemanfaatan sumber-sumber air baku melalui embung Bilal dan embung Bolong.

(7) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas:

a. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan;

b. jaringan perpipaan di Kecamatan Nunukan Selatan;

c. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik;

d. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Barat;

e. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Timur;

f. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Utara;

g. jaringan perpipaan di kawasan perkotaan Sebatik Tengah;

h. jaringan perpipaan di Kecamatan Sebuku;

i. jaringan perpipaan di Kecamatan Tulin Onsoi;

j. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung;

k. jaringan perpipaan di Kecamatan Sembakung Atulai;

l. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis;

m. jaringan perpipaan di Kecamatan Lumbis Ogong;

n. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan; dan

o. jaringan perpipaan di Kecamatan Krayan Selatan.

(8) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa konstruksi pengendali banjir.

(9) Konstruksi pengendali banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (9) terdiri atas:

a. perbaikan dan pengaturan sistem meliputi:

1. perbaikan infrastruktur pengendali banjir;

(24)

24

3. pengaturan gugus tugas penanganan dan pengendalian banjir;

4. pengendalian tata ruang;

5. pengaturan debit banjir;

6. pengaturan daerah rawan banjir;

7. peningkatan peran masyarakat;

8. pengaturan untuk mengurangi dampak banjir terhadap masyarakat;

9. pengelolaan daerah tangkapan air; dan

10. pengelolaan keuangan.

b. pembangunan pengendali banjir meliputi:

1. pembuatan sumur resapan pada kawasan hunian permukiman;

2. pembuatan tanggul baru atau mempertinggi tanggul yang sudah ada;

3. normalisasi sungai;

4. pembuatan bangunan-bangunan pelindung tebing pada tempat yang rawan longsor; dan

5. pemasangan pompa banjir pada kawasan terindikasi rawan banjir.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Prasarana Lingkungan

Pasal 19

(1) Sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d terdiri atas :

a. sistem jaringan drainase;

b. sistem jaringan persampahan;

c. sistem jaringan air minum; dan

d. sistem jaringan pengelolaan limbah.

(2) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :

a. jaringan drainase primer meliputi:

1. Sungai Sebuku;

2. Sungai Simanggaris;

3. Sungai Sembakung;

4. Sungai Bolong;

5. Sungai Bilal;

6. Sungai Mansapa; dan

7. Sungai Pancang.

b. jaringan drainase sekunder meliputi:

1. anak-anak sungai; dan

2. saluran permanen yang dibuat secara khusus.

c. jaringan drainase tersier berupa jaringan drainase yang terdapat pada kawasan permukiman.

(25)

25

(3) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :

a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan kabupaten;

b. pengembangan teknologi komposing sampah organik pada kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan;

c. optimasi Tempat Penampungan Sementara (TPS) di setiap pusat kegiatan masyarakat, pasar, permukiman, perkantoran, dan fasilitas sosial lainnya;

d. rencana pembangunan TPA terpadu berada di Tanjung Harapan Kecamatan Nunukan Selatan; dan

e. penerapan 3R (reduce, reuse, dan recycle).

(4) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

a. pengembangan dan peningkatan pelayanan sumber air minum perkotaan meliputi :

1. Sungai Bolong melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Nunukan Selatan;

2. Sungai Bilal melayani area Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Nunukan Selatan;

3. Sungai Pancang dan Aji Kuning proses pengolahan sumur dalam (air tanah) dan pipanisasi melayani area perkotaan Sebatik, Sebatik Tengah, Sebatik Utara, Sebatik Timur dan Sebatik Barat;

4. Sungai Sembakung melayani area perkotaan Atap Kecamatan Sembakung;

5. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan Krayan;

6. Pengolahan dan pipanisasi air bersih pada sungai-sungai Kecamatan Krayan Selatan; dan

7. Pengolahan sumber air permukaan (sungai) dan pipanisasi di Pembeliangan Kecamatan Sebuku.

8. Pengolahan sumber air permukaan (sungai) dan pipanisasi di Kecamatan Mansalong Lumbis; dan

9. Pengolahan sumber mata air dan pipanisasi di Kecamatan Simanggaris.

b. peningkatan pelayanan sambungan langsung; dan

c. peningkatan pelayanan hidran umum dan hidran kebakaran di kawasan Kota Nunukan dan Kota Sebatik.

(5) Sistem jaringan pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. rencana pengelolaan limbah domestik; dan

b. rencana pengelolaan limbah industri.

(6) Rencana pengelolaan limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a meliputi :

a. pemenuhan prasarana jamban ber-septic tank pada setiap rumah di kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan; dan

(26)

26

(7) Rencana pengelolaan limbah industri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b berupa pengembangan prasarana pengolahan limbah industri, limbah medis, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) secara mandiri.

Paragraf 5

Sistem Jalur dan Ruang Evakuasi Pasal 20

(1) Sistem jalur dan ruang evakuasi bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf e meliputi :

a. jalur evakuasi bencana tanah longsor tersebar di seluruh kecamatan wilayah Kabupaten Nunukan;

b. jalur evakuasi bencana abrasi berada di wilayah sepanjang pantai Pulau Sebatik dan Pulau Nunukan meliputi:

1. Kecamatan Sebatik Barat; dan

2. Kecamatan Nunukan;

c. jalur evakuasi bencana banjir Kecamatan Sembakung berada pada jalan darat Atap, Kunyit; dan

d. jalur evakuasi bencana tanah longsor berada di Kecamatan Simanggaris, Sebuku, Tulin Onsoi, Sembakung Atulai.

(2) Pengembangan ruang evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. lapangan terbuka di seluruh kecamatan;

b. gedung pemerintah di seluruh kecamatan;

c. gedung olahraga di seluruh kecamatan; dan

d. gedung pertemuan di seluruh kecamatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalur dan ruang evakuasi bencana diatur dalam peraturan bupati.

BAB V

RENCANA POLA RUANG Bagian Kesatu

Umum Pasal 21

(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas :

a. kawasan lindung; dan

b. kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 70.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 22

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a terdiri atas :

(27)

27

b. kawasan perlindungan setempat;

c. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; dan

d. Kawasan rawan bencana alam.

Paragraf 1

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 23

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a berupa hutan lindung seluas kurang lebih 177.379,7 (seratus lima puluh tujuh ribu tigaratus tujuh puluh sembilan koma tujuh) hektar dan berstatus Holding Zone seluas kurang lebih 14.139,7 (dua belas ribu seratus tiga puluh sembilan koma lima) hektar meliputi :

a. kawasan hutan lindung di Pulau Nunukan seluas kurang lebih 2.631,2 (dua ribu enam ratus tiga puluh satu koma dua) hektar dan berstatus holding zone seluas kurang lebih 2.155,3 (dua ribu seratus lima puluh lima koma tiga) hektar;

b. kawasan hutan lindung di Pulau Sebatik seluas kurang lebih 2.300 (dua ribu tiga ratus) hektar dan berstatus holding zone seluas kurang lebih 974,4 (sembilan ratus tujuh puluh empat koma empat) hektar;

c. kawasan hutan lindung di di Kecamatan Tulin Onsoi seluas kurang lebih 16.776,2 (enam belas ribu tujuh ratus tujuh puluh enam koma dua) hektar dan berstatus holding zone seluas kurang lebih 5.993,8 (lima ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga koma delapan) hektar;

d. kawasan hutan lindung di Kecamatan Sebuku seluas kurang lebih 346,1 (tiga ratus empat puluh enam koma satu) hektardan berstatus holding zone seluas kurang lebih 346,1 (tiga ratus empat puluh enam koma satu) hektar;

e. kawasan hutan lindung di Kecamatan Lumbis Ogong seluas kurang lebih 94.300,6 (sembilan puluh empat ribu tiga ratus koma enam) hektardan berstatus holding zone seluas kurang lebih 2.669,9 (dua ribu enam ratus enam puluh sembilan koma sembilan) hektar;

f. kawasan hutan lindung di Kecamatan Krayan seluas kurang lebih 6.470,2 (enam ribu empat ratus lima puluh koma dua) hektar; dan

g. kawasan hutan lindung di Kecamatan KrayanSelatan seluas kurang lebih 34.575,4 (tiga puluh empat ribu lima ratus tujuh puluh lima koma empat) hektar.

Paragraf 2

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 24

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b meliputi:

a. sempadan pantai; b. sempadan sungai; dan

c. kawasan ruang terbuka hijau perkotaan.

(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 3.903 (tiga ribu sembilan ratus tiga) hektar meliputi:

(28)

28 a. Kecamatan Nunukan;

b. Kecamatan Nunukan Selatan; c. Kecamatan Simanggaris; d. Kecamatan Sebatik; e. Kecamatan Sebatik Utara; f. Kecamatan Sebatik Timur; g. Kecamatan Sebatik Barat; dan h. Kecamatan Sembakung.

(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar di sepanjang kanan kiri sungai seluas kurang lebih 30.100 (tiga puluh ribu seratus) hektar meliputi:

a. Kecamatan Nunukan; b. Kecamatan Simanggaris; c. Kecamatan Sebuku; d. Kecamatan Tulin Onsoi; e. Kecamatan Sembakung;

f. Kecamatan Sembakung Atulai; g. Kecamatan Lumbis; dan

h. Kecamatan Lumbis Ogong.

(4) Kawasan ruang terbuka hijau perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 845 (delapan ratus empat puluh lima) hektar, ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud terdiri atas:

a. ruang terbuka hijau publik; dan b. ruang terbuka hijau privat.

(5) Ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf a seluas kurang lebih 173 (seratus tujuh puluh tiga) hektar atau 30 % dari luas kawasan budidaya perkotaan, terdiri atas:

a. ruang terbuka hijau taman;

b. ruang terbuka hijau Tempat Pemakaman Umum; c. ruang terbuka hijau sempadan jalan;

d. ruang terbuka hijau sempadan sungai; e. ruang terbuka hijau hutan kota; dan f. ruang terbuka hijau lapangan olah raga.

(6) Ruang terbuka hijau taman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, terdapat di setiap kecamatan dengan alokasi terpadu dengan area pusat pelayanan kecamatan seluas kurang lebih 2 hektar.

(7) Ruang terbuka hijau Tempat Pemakaman Umum (TPU) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, meliputi TPU yang sudah ada dan TPU yang akan dikembangkan di setiap Kecamatan seluas 10 ha. (8) Ruang terbuka hijau sempadan jalan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf c, terdiri dari sempadan jalan kolektor dan lokal, serta jalan lingkar luar seluas kurang lebih 53 (lima puluh tiga) hektar.

(29)

29

(9) Ruang terbuka hijau sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari sempadan Sungai Bolong, Sungai Sembilang, Sungai Sedadap, Sungai Pancang, Sungai Nyamuk, dan Sungai Bajau seluas kurang lebih 15 (lima belas) hektar.

(10) Ruang terbuka hijau hutan kota dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa Hutan Kota di Nunukan selatan Kecamatan Nunukan selatan seluas kurang lebih 9,3 (sembilan koma tiga) hektar.

(11) Ruang terbuka hijau lapangan olah raga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa lapangan olah raga yang terdapat di dalam Kecamatan Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan, Kecamatan Sebatik Utara, Kecamatan Sebatik Timur dan Kecamatan Sebatik seluas kurang lebih 70 (tujuh puluh) hektar.

(12) Ruang terbuka hijau privat kota di wilayah Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) huruf b seluas kurang lebih 682 (enam ratus delapan puluh dua) hektar atau 30% dari luas kawasan budidaya perkotaan meliputi :

a. ruang terbuka hijau pekarangan rumah; dan b. ruang terbuka hijau perdagangan dan jasa;

Paragraf 3

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 25

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c meliputi:

a. kawasan suaka margasatwa (SM);

b. kawasan konservasi perairan daerah;

c. kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove;

d. Taman Nasional (TN); dan

e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(2) Kawasan Konservasi Perairan Daerah kurang lebih seluas 227 (dua ratus dua puluh tujuh) hektar, di Desa Setabu Kecamatan Sebatik Barat dan Tanjung Cantik Nunukan Barat.

a. Desa Stabu di Kecamatan Sebatik Barat; dan

b. Tanjung Cantik Desa Binusan di Kecamatan Nunukan.

(3) Kawasan pantai berhutan bakau atau mangrove sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 39.091,2 (tiga puluh Sembilan ribu Sembilan puluh dua koma dua) hektar meliputi:

a. Kecamatan Simaggaris;

b. Kecamatan Nunukan;

c. Kecamatan Nunukan Selatan;

d. Kecamatan Sebuku; dan

e. Kecamatan Sembakung;

(4) Taman nasional (TN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas kurang lebih 303.637 (tiga ratus tiga ribu enam ratus tiga puluh tujuh) hektar berupa TN Kayan Mentarang berada di Kecamatan Lumbis Ogong, Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan.

(30)

30

(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa kampung adat dan situs unggulan berskala kabupaten meliputi:

a. rumah adat Tanjung Karya berada di Kecamatan Krayan;

b. rumah adat Tang Laan berada di Kecamatan Krayan Selatan;

c. rumah adat Pa’ Upan berada di Kecamatan Krayan Selatan;

d. rumah adat Terang Baru berada di Kecamatan Krayan;

e. rumah adat Binuang berada di Kecamatan Krayan Selatan; dan

f. Batu Sicien berada di Tang Paye di Kecamatan Krayan Selatan. Paragraf 4

Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 26

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d meliputi:

a. kawasan rawan tanah longsor; b. kawasan rawan abrasi; dan c. kawasan rawan banjir.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 20.398 (dua puluh ribu tiga ratus sembilan puluh delapan) hektar meliputi :

a. Kecamatan Simanggaris; b. Kecamatan Sebuku; c. Kecamatan Tulin Onsoi; d. Kecamatan Sembakung; dan e. Kecamatan Sembakung Atulai.

(3) Kawasan rawan abrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 1.163 (seribu seratus enam puluh tiga ribu) hektar tersebar meliputi:

a. Pulau Nunukan; dan b. Pulau Sebatik.

(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 22.471 (dua puluh dua ribu empat ratus tujuh puluh satu) hektar meliputi :

a. Kecamatan Sebatik Utara; b. Kecamatan Sebatik Timur; c. Kecamatan Sebatik;

d. Kecamatan Sebatik Tengah; e. Kecamatan Sebatik Barat; f. Kecamatan Nunukan;

g. Kecamatan Nunukan Selatan; h. Kecamatan Simanggaris; i. Kecamatan Sebuku; j. Kecamatan Sembakung;

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil survei awal dan wawancara dengan bagian HRD diketahui bahwa selama periode penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di

RINTISAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN PENDEKATAN OVOP (One Village One Product) melalui Koperasi2. KODE

Tulangan geser dapat berupa tulangan yang diangkerkan, atau terdiri dari kepala geser berupa profil baja I atau kanal yang dilas menjadi 4 (atau 3 untuk kolom

dengan klien berisi mengenai: (1) penguatan perilaku shalat 5 waktu dan membaca Al-Quran, (2) proses pertolongan dilaksanakan dalam jangka waktu ± dua minggu, (3) hadiah/penguat

Pada penelitian ini, rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu mengenai nyala api difusi tipe swirl disertai penambahan co-flow berupa gas inert (nitrogen), dan

Dengan perbedaan yang ada ini, akan memberikan keuntungan bagi organisasi, misalnya kreatifitas yang tinggi dalam kelompok kerja yang beranekaragam karena setiap orang mempunyai

Hasil pemeriksaan histopatologi sebanyak 12 pasien sesuai dengan gambaran psoriasis pustulosa generalisata, dan 3 dari 15 biopsi yang telah dilakukan pemeriksaan

Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti