NASKAH PUBLIKASI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat S-I
Diajukan oleh: Aditya Rahman Raharjo
E100140196
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
Ail$,tr*K
E*g*AH
*g.SAP{il
*Ie
Deilrcd,S{W,#S"qgM
INFOBIT{A"SI GEOGRAS'IS DI KABUPATnN BOYOT"ALT" JAWA TENGATI
&S$EYA,R&!'BI6AM
RA}[&R[*,
NIMi Et0Ol'4Of96'?hl*h dipffh*an
*ffi di
&ffi
T*lnP*gpii
#a:
' Hari, Tmggal:' Seniru' 5 Olitober'2$ls
*eekbd*egdmffi*;ryras&t
f**Pm&;d*ag;
gM?mS@
Pe**enh*rei.;.
:.FJw;Y,d*kip,#'be$t
-.=--.-*,*-)ANALISIS DAERAH RESAPAN AIR
DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH
Aditya Rahman Raharjo1, Yuli Priyana2, Agus Anggoro Sigit3
1Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2,3Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
abimabdilah@gmail.com
E100140196 ABSTRAK
Daerah resapan air ialah daerah yang digunakan untuk meloloskan air. Tujuan daerah resapan air ialah untuk mengetahui apakah bencana kekeringan atau banjir genangan yang ada di Kabupaten Boyolali terjadi karena resapan air yang tidak baik. Resapan air yang dimaksud mengacu terhadap proses infiltrasi. Penelitian ini bertujuan 1)Mengetahui agihan kondisi peresapan air di daerah penelitian, 2)Menganalisis parameter biofisik dominan yang berpengaruh terhadap agihan kondisi peresapan air di daerah penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis Sistem Informasi Geografis yaitu tumpang susun, dimana dilakukan skoring terhadap parameter pendukung sebelum di tumpang susunkan untuk mendapatkan data informasi kondisi peresapan air dan analisis terhadap parameter biofisik dominan. Parameter-parameter biofisik yang digunakan ialah jumlah curah hujan rerata tahunan, jenis tanah, kemiringan lereng, litologi, dan penggunaan lahan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat enam kondisi peresapan air di Kabupaten Boyolali. Kondisi tersebut yaitu Baik seluas 35.257,795 Ha atau 32,5%, Mulai kritis 3.524,495 Ha atau 3,2%, Agak kritis 34.721,771 Ha atau 32%, Kritis 9.664,510 Ha atau 8,9%, Sangat Kritis 13.808,427 Ha atau 12,7%, dan Normal alami 8.913,701 Ha atau 8,2%. Agihan secara umum yaitu kondisi Baik dan Normal alami tersebar di bagian barat dan utara Kabupaten Boyolali, kondisi Mulai kritis dan Agak kritis tersebar di bagian tengah Kabupaten Boyolali, dan kondisi Kritis dan Sangat Kritis tersebar dibagian selatan Kabupaten Boyolali. Hasil analisis menunjukan bahwa parameter biofisik dominan yang mempengaruhi kondisi resapan air di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah ialah parameter penggunaan lahan.
Kata kunci: Sistem Informasi Geografis, Daerah Resapan Air, Skoring, Tumpang Susun
ANALYSIS OF WATER RECHARGE AREAS BY USING GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM
IN THE DISTRICT BOYOLALI, CENTRAL JAVA
Aditya Rahman Raharjo1, Yuli Priyana2, Agus Anggoro Sigit3
1Mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2,3Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
abimabdilah@gmail.com
E100140196 ABSTRACT
Water recharge areas is the area that is used to pass the water. The purpose of water recharge areas is to determine whether drought or flood inundation in Boyolali occur because of water recharge areas is not good. Water recharge areas in question refers to the process of infiltration. This study aims to 1) Knowing distribution water infiltration conditions in the study area, 2) Analyzing the dominant biophysical parameters that influence water infiltration conditions In the study area.
The method used in this research is the analysis of the Geographic Information System that is overlay, which made scoring to parameters support before using overlays to obtain water infiltration conditions and analysis of the dominant biophysical parameters. Biophysical parameters used is the amount of average annual rainfall, soil type, slope, lithology, and land use.
The results showed that there are five conditions of water infiltration in Boyolali. The conditions is Good an area of 35.257,795 Ha atau 32,5%, The critical begin 3.524,495 Ha atau 3,2%, The rather of critical 34.721,771 Ha atau 32%, Critical 9.664,510 Ha atau 8,9%, Very Critical , and Natural normal 8.913,701 Ha atau 8,2%. Distribution in general is a condition of Good and Natural normal spread in western and northern Boyolali, condition the critical begin and the rather of critical scattered in the central part of Boyolali, and Critical and Very Critical condition spread in the southern part Boyolali. Results of the analysis showed that the dominant biophysical parameters that take effect of water infiltration in Boyolali, Central Java is the parameter of land use.
Keywords: Geographic Information System, Water Recharge Areas, Scoring, Overlay
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi di
Kabupaten Boyolali ialah
permasalahan ketersediaan air bersih terutama pada saat musim kemarau. Kabupaten Boyolali terdapat tujuh wilayah kecamatan yang termasuk peta rawan bencana kekeringan (Maret2015/Joglosemar.co).Perubah an penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya akan
menyebabkan permukaan lahan
menjadi kedap air sehingga air hujan yang turun tidak bisa masuk ke dalam tanah, seperti perubahan penggunaan lahan kebun menjadi
permukiman. Hal ini akan
menyebabkan air hujan akan
langsung menjadi aliran permukaan dan menyebabkan potensi banjir atau
genangan di kawasan tersebut
(Asdak, 2010).
Daerah resapan air ialah daerah yang digunakan untuk meloloskan air ke dalam tanah. Daerah yang dimaksud bukanlah daerah yang dibuat khusus untuk meloloskan air
ke dalam tanah, melainkan
keseluruhan area yang ada di
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Uraian tentang daerah resapan air
diatas mengacu kepada proses
infiltrasi. Proses infiltrasi ialah proses mengalirnya air yang berasal dari air hujan masuk ke dalam tanah (Asdak, 2010). Mengetahui baik tidaknya infiltrasi dapat melalui
kondisi peresapan air. Kondisi
resapan air nantinya akan
menunjukan keadaan karakteristik infiltrasi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Peran Sistem Informasi
Geografis sangatlah penting dalam inventarisasi segala informasi yang
dibutuhkan untuk penentuan
kebijakan suatu wilayah. Kondisi resapan air memberikan informasi sejauh mana keadaan lahan-lahan yang ada di Kabupaten Boyolali untuk meloloskan air ke dalam tanah. Kondisi resapan air terbentuk karena adanya faktor-faktor biofisik yang berpengaruh. Faktor-faktor biofisik
mempunyai
karakteristik-karakteristik terhadapan resapan air (infiltrasi). Karakteristik yang sama menghasilkan kondisi resapan yang sama, begitu pula sebaliknya. Peran
resapan air sendiri ialah untuk
mengetahui apakah bencana
kekeringan atau pun genangan
(banjir) yang ada di Kabupaten Boyolali terjadi karena kondisi resapan air yang tidak baik, untuk itu
perlu diketahui agihan kondisi
peresapan air di Kabupaten Boyolali
dan faktor-faktor apa yang
berpengaruh terhadap kondisi
peresapan tersebut sebagai penilaian
terhadap karakteristik kondisi
resapan yang ada.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui agihan kondisi
peresapan air di daerah penelitian 2. Menganalisis parameter biofisik
dominan yang berpengaruh
terhadap agihan kondisi
peresapan air di daerah penelitian
2. Metode Penelitian
Analisis yang digunakan ialah
analisis SIG. Analisis SIG
menggunakan metode kuantitatif
berjenjang dengan hasil adanya
tingkatan data yang
direpresentasikan melalui kondisi
resapan air. Analisis SIG
menggunakan overlay / tumpang
susun. Analisis SIG dilakukan
dengan cara menumpangsusunkan
masing-masing parameter. Data yang telah di tumpangsusunkan, kemudian
dilakukan pengaturan terhadap
atribut data dengan cara melakukan skoring dan kompilasi data untuk
menghasilkan informasi kondisi
daerah resapan air di daerah
penelitian.
3. Data dan Pengolahan Data
Data-data yang dikumpulkan
yaitu data jumlah curah hujan tahunan, data jenis tanah, data litologi, data kemiringan lereng, dan data penggunaan lahan. Data jenis tanah, data litologi penyusun, dan data kemiringan lereng diperoleh melalui Bapeda Kabupaten Boyolali tahun 2012. Data jumlah curah hujan
pertahun diperoleh melalui
Dipertanbunhut 2005-2009 dan
Stasiun Klimatologi Semarang
2010-2014. Data penggunaan lahan
diperoleh melalui KemenHut tahun 2011.
3.1 Infiltrasi Alami
Tahap pertama ialah menghasilkan data kemampuan infiltrasi alami dengan melakukan skoring serta
overlay terhadap parameter
pendukung kemampuan infiltrasi
digunakan untuk mengetahui infiltrasi alami ialah litologi (lihat tabel 3.1), jenis tanah (lihat tabel 3.2), kemiringan lereng (lihat tabel 3.3).
Tabel 3.1 Litologi Penyusun No Sifat Jenis batuan Klasifikasi Harkat 1 Terkonsolidasi Andesit Sangat lambat 1 2 Breksi vulkanik Lambat 2 3 Batu pasir Sedang 3 4 Batu gamping 5 Tidak terkonsolidasi Endapan piroklastik Agak cepat 4 Endapan lahar Cepat 5 6 7 kolovium Endapan 8 alluvium Endapan
Sumber: Gregory wall, 1973 dengan modifikasi dulbari, dalam Sudarmanto 2013
Tabel 3.2 Jenis Tanah
No Jenis tanah Infiltrasi Harkat
1 Regosol Besar 5
2 Alluvial dan
andosol Agak besar 4
3 Latosol Sedang 3
4 mediteran Litosol Agak kecil 2
5 Grumusol Kecil 1
Sumber: Dirjen reboisasi dan Rehabilitasi lahan
1998, dalam Adibah 2013
Tabel 3.3 Kemiringan Lereng
No Lereng
(%) Deskripsi Infiltrasi Harkat 1 <8 Datar Besar 5 2 8-15 Landai Agak besar 4 3 15-25 Bergelombang Sedang 3 4 25-40 Curam Agak kecil 2 5 >40 Sangat curam Kecil 1
Sumber: Dirjen reboisasi dan Rehabilitasi lahan
1998, dalam Adibah 2013
Ditambah dengan parameter curah
hujan. Parameter curah hujan
dibentuk setelah data curah hujan terkumpul. Pengkelasan parameter
curah hujan dengan menggunakan rumus Sturgess dengan jumlah kelas yang diinginkan ialah lima. Karena
terdapat lima kelas maka
pengharkatan juga menjadi lima harkat sesuai dengan kelasnya. Tabel-tabel diatas digunakan untuk mengisi data atribut dari parameter
penentu infiltrasi, kemudian di
tumpangsusunkan menggunakan
metode analisis tumpang susun
Intersect. Pengkelasan menggunakan
rumus interval Strugess:
Ki = Xt –Xr / k Keterangan:
Ki = Kelas Interval Xr = Data terendah
Xt = Data Tertinggi k = Jumlah kelas yang diinginkan Sumber: Hendriana, 2013
Ki = 20-4/5
Ki = 3,2 (3 pembulatan)
Nilai Ki kemudian digunakan untuk
mengetahui rentang nilai
kemampuan infiltrasi dengan cara penjumlahan yang dimulai terhadap data terendah sehingga diketahui hasil pengkelasannya (lihat tabel 3.4)
Tabel 3.4 klasifikasi kemapuan infiltrasi tanah
Kemampuan infiltrasi Rentang Nilai Notasi Besar 17-20 a Agak Besar 14-17 b Sedang 10-14 c Agak Kecil 7-10 d Kecil 4-7 e Sumber: Anggoro, 2010
Kondisi peresapan air diperoleh
melalui kompilasi data antara
penggunaan lahan dengan data
kemampuan infiltrasi alami yang
telah dikerjakan. Tabel 3.5
menunjukan hubungan antara
penggunaan lahan dengan
kemampuan infiltrasinya.
Tabel 3.5 Hubungan antara Penggunaan Lahan dengan kemampuan Infiltrasi No Deskripsi besar Infiltrasi/Resapan Tipe Penggunaan Lahan Notasi 1 Kecil Permukiman, Sawah E
2 Agak Kecil Hortikultura
(Landai) D 3 Sedang Belukar, Lahan
Terbuka C 4 Agak Besar Kebun/Perkebunan B
5 Besar Hutan Lebat A
Proses overlay/tumpang susun hasil kemampuan infiltrasi alami terhadap data penggunaan lahan menggunakan model pengkajian daerah resapan direktorat jendral reboisasi dan rehabilitasi lahan, tahun 1998 (lihat Gambar Tabel 3).
Adapun keterangan dari
klasifikasi kondisi peresapan air ialah sebagai berikut:
1. Baik, yaitu : jika nilai infiltrasi penggunaan lahan lebih besar
dibanding nilai kemampuan
infiltrasinya; misalnya (eA) dan (dB).
2. Normal Alami, yaitu : jika nilai infiltrasi penggunaan lahan sama
dengan nilai kemampuan
infiltrasinya; misalnya (bB) dan (dD).
3. Mulai Kritis, yaitu : jika nilai infiltrasi penggunaan lahan turun
satu tingkat dari nilai
kemampuan infilltrasinya;
misalnya (aB) dan (cD)
4. Agak Kritis, yaitu : jika nilai infiltrasi penggunaan lahan turun dua tingkat dari nilai kemampuan infiltrasinya; misalnya (aC) dan (bD).
5. Kritis, yaitu : jika nilai infiltrasi penggunaan lahan turun tiga tingkat dari nilai kemampuan infiltrasinya; misalnya (aD) dan (bE).
6. Sangat Kritis, yaitu : jika nilai
infiltrasi penggunaan lahan
berubah dari sangat besar
menjadi sangat kecil dari nilai kemampuan infiltrasinya; (aE).
3.3 Parameter Biofisik Dominan
Analisis parameter dominan
dilakukan terhadap infiltrasi alami dan penggunaan lahan. Parameter penggunaan lahan dianggap dominan apabila lebih banyak nilai infiltrasi penggunaan lahan yang lebih besar dari pada kemampuan infiltrasi alaminya. Apabila banyak dijumpai nilai infiltrasi penggunaan lahan
yang lebih kecil dari pada
kemampuan infiltrasi alaminya,
maka parameter dominan lebih
condong ke infiltrasi alami.
Parameter dominan dari infiltrasi alami diketahui dengan cara melihat
persebaran nilai skoring yang
dilakukan dari harkat masing-masing parameter. Persebaran nilai harkat dengan skor yang paling tinggi akan
dianggap sebagai parameter dominan.
4. Hasil dan Analisis Penelitian 4.1 Parameter Biofisik Dominan
Parameter biofisik dominan ialah parameter yang memiliki andil besar terhadap hasil yang diperoleh. Hasil kondisi peresapan air merupakan
kompilasi data infiltrasi alami
dengan penggunaan lahan yang ada.
Nilai harkat empat parameter
(litologi, kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah hujan) kemudian dijumlahkan dan dikelaskan sesuai dengan tabel 3.5 (tabel klasifikasi kemampuan infiltrasi tanah). Hasil
kelasifikasi tersebut yang akan
digunakan sebagai data infiltrasi alami. Tabel 4.1 menampilkan hasil klasifikasi keempat parameter yang digunakan untuk pembuatan data infiltrasi alami.
Tabel 4.1 Skor Total Infiltrasi Alami di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
No Nilai Skoring notasi Keterangan
1 7 d Agak Kecil 2 8 d Agak Kecil 3 9 d Agak Kecil 4 10 d Agak Kecil 5 11 c Sedang 6 12 c Sedang 7 13 c Sedang 8 14 c Sedang 9 15 b Agak Besar 10 16 b Agak Besar 11 17 b Agak Besar 12 18 a Besar 13 19 a Besar
Sumber: Analisis peneliti
Data yang diperoleh menunjukan
bahwa terdapat delapan jenis
penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (lihat tabel 4.2).
Tabel 4.2 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
No Penggunaan Lahan Infiltrasi Notasi
1 Belukar Sedang C
2 Hutan Campuran Besar A 3 Hutan Lahan Kering Besar A 4 Lahan Terbuka Sedang C 5 Perkebunan Agak Besar B 6 Perkebunan Campuran Agak Besar B
7 Permukiman Kecil E
8 Sawah Irigasi Kecil E Sumber: Analisis peneliti
Data infiltrasi alami dan data penggunaan lahan yang telah diolah
selanjutnya akan dikompilasi
menjadi satu data (lihat tabel 4.3)
Tabel 4.3 Hasil Kompilasi Data Infiltrasi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
No Kompilasi Keterangan 1 aA Normal Alami 2 aB Mulai Kritis 3 aC Agak Kritis 4 aE Sangat Kritis 5 bA Baik
6 bB Normal Alami 7 bC Mulai Kritis 8 bE Kritis 9 cA Baik 10 cB Baik 11 cC Normal Alami 12 cE Agak Kritis 13 dA Baik 14 dB Baik 15 dC Baik 16 dE Mulai Kritis Sumber: Analisis peneliti
Secara garis besar, kemampuan
infiltrasi tanah di Kabupaten
Boyolali secara alami dapat
dikatakan baik. Akan tetapi,
kemampuan tersebut berubah ketika data yang ada di kompilasikan dengan data penggunaan lahan.
Potensi infiltrasi besar pada
kemampuan infiltrasi alami berubah menjadi sangat kritis. Hal ini disebabkan karena penggunaan lahan
yang ada berupa sawah dan
permukiman yang membuat infiltrasi menjadi kecil. Perubahan potensi infiltrasi besar tersebut menjadi infiltrasi kecil yang disebut sebagai kondisi “sangat kritis”. Sawah dan permukiman masih dapat meloloskan air kedalam tanah, akan tetapi kemampuannya jauh lebih kecil di
bandingkan dengan penggunaan
lahan lainnya semisal perkebunan, tegalan, atau pun hutan. Penjelasan
tersebut menjelaskan bahwa
parameter penggunaan lahan ialah parameter biofisik dominan yang
berpengaruh terhadap kondisi
resapan air di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
4.2 Agihan Kondisi Peresapan
Hasil kondisi peresapan air di Kabupaten Boyolali, terdapat enam kriteria kondisi peresapan air yang terliput. Enam kondisi peresapan air tersebut ialah Baik, Normal alami, Mulai kritis, Agak kritis, Kritis, dan Sangat Kritis. Kondisi peresapan baik tersebar dibagian utara dan barat dari Kabupaten Boyolali. Kondisi resapan normal alami tersebar di
bagian barat dari Kabupaten
Boyolali. Kondisi resapan mulai kritis dan agak kritis tersebar di
bagian tengah dari Kabupaten
Boyolali. Kondisi peresapan air kritis dan sangat kritis di Kabupaten Boyolali tersebar pada bagian selatan
hingga barat dari Kabupaten
Boyolali. Satuan luasan yang dipilih untuk menggambarkan luas masing-masing kondisi peresapan ialah
hektar, dapat dilihat melalui tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Tabel Luasan Kondisi Peresapan Air
No Kondisi Resapan Luas (Ha)
1 Agak Kritis 34.721,771 2 Baik 35.257,795 3 Kritis 9.664,510 4 Mulai Kritis 3.524,495 5 Normal Alami 8.913,701 6 Sangat Kritis 13.808,427 7 Waduk 2.570,904
Sumber: Analisis Peneliti
Kondisi baik menunjukan bahwa kondisi resapan penggunaan lahan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan infiltrasinya, sehingga resapan yang ada sangat baik untuk meloloskan air ke dalam tanah. Agak kritis hingga kritis, maka nilai kondisi resapan dari penggunaan lahan selalu menurun dibandingkan dengan kemampuan infiltrasinya, efeknya ialah kondisi resapan air
akan semakin berkurang
kemampuannya dalam meloloskan air ke dalam tanah. Normal alami
menunjukan kondisi resapan
penggunaan lahan sama dengan kemampuan infiltrasinya. Artinya kondisi resapan air normal alami ialah kondisi resapan air yang wajar,
misalkan pada hasil penelitian
kondisi normal alami berada pada
penggunaan lahan hutan maka
resapan penggunaan lahan nya ialah besar, normal jika kondisi infiltrasi alaminya juga besar. Kondisi resapan air sangat kritis ialah kondisi dimana
terjadi perubahan besar dari
kemampuan infiltrasi alami yang besar berubah menjadi kecil karena penggunaan lahannya, perubahan ini yang membuat kondisi resapan air dinilai sangat kritis dari kemampuan infiltrasinya. Hasil yang menunjukan bahwa kondisi peresapan air di Kabupaten Boyolali didominasi oleh “Baik” menandakan bahwa dari sisi kemampuan tanah untuk meloloskan air, di Kabupaten Boyolali sebagian besar memiliki kemampuan yang baik dalam meloloskan air ke dalam tanah.
Hasil kondisi peresapan air di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah dapat dilihat melalui gambar 4
5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan
1. Hasil kondisi peresapan air di Kabupaten Boyolali, terdapat enam kriteria kondisi peresapan air yang terliput. Enam kondisi peresapan air tersebut ialah Baik, Normal alami, Mulai kritis, Agak kritis, Kritis, dan Sangat Kritis. Agihan kondisi peresapan baik tersebar dibagian utara dan barat dari Kabupaten Boyolali. Kondisi resapan normal alami tersebar di bagian barat dari Kabupaten Boyolali. Kondisi resapan mulai kritis dan agak kritis tersebar di bagian tengah dari Kabupaten Boyolali. Kondisi peresapan air kritis dan sangat kritis di Kabupaten Boyolali tersebar pada bagian selatan hingga barat dari Kabupaten Boyolali.
2. Parameter biofisik penggunaan lahan merupakan parameter dominan yang berpengaruh terhadap kondisi resapan air di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Alasannya ialah parameter penggunaan lahan banyak mengubah potensi infiltrasi alami yang besar menjadi potensi infiltrasi kecil. Misalkan dari segi batuan, curah hujan, jenis tanah, dan kemiringan lereng potensi infiltrasi yang dihasilkan ialah “agak besar”, tetapi ketika bertemu dengan
penggunaan lahan berupa permukiman maka hasilnya ialah kondisi resapan air yang “kritis”. Perubahan yang cukup besar ini terjadi di beberapa lokasi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah yang membuat penilaian terhadap parameter penggunaan lahan sebagai parameter biofisik dominan dilakukan.
5.2 Saran
1. Koordinasi dari semua sektor dan instansi terkait perlu dilakukan, seperti Dinas Pemerintah Daerah, Dinas PU, Badan Perencanaan Daerah serta peran serta masyarakat dalam menjaga dan mengelola daerah resapan air, hal ini perlu dilakukan guna menjaga resapan baik dan memaksimalkan resapan air pada daerah yang kritis.
2. Guna penelitian selanjutnya agar lebih baik, pada penggunaan data, terutama data penggunaan lahan dengan tingkat kedetailan yang tinggi dapat memaksimalkan tingkat analisis daerah resapan air, sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih spesifik dan detail terhadap daerah kajian.
3. Daerah resapan air di bagian hulu perlu dijaga kelestariannya agar mampu mempertahankan kondisi resapan baik yang telah terjadi, yaitu
dengan cara mempertahankan penggunaan lahan berupa hutan lebat di area tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adibah, Niswatul dkk. 2013. Aplikasi penginderaan jauh dan system informasi geografis untuk analisis daerah resapan air. Jurnal Geodesi. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, (ISSN : 2337-845X) UNDIP: Semarang.
Anggoro, Agus Sigit. 2010. Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pendugaan Potensi Peresapan Air DAS Wedi Kabupaten Klaten-Boyolali. Tesis. Surakarta: Fakultas Geografi, UMS.
Anonim. BPS. 2013. Boyolali Dalam Angka Tahun 2012. Tim Penyusun Buku Bapeda, BPS: Boyolali.
Aryadhani. 2012. Pengertian Fasies.
http://aryadhani.blogspot.co.id/
2012/07/pengertian-fasies.html. Diakses pada 21 Oktober 2015 pukul 12.01 WIB.
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Brainly. Pengertian Lingkungan Biofisik.
http://brainly.co.id/tugas/52331. Diakses pada 22 September 2015 pukul 09.17 WIB.
Daldjoeni. 1983. Pokok-pokok Klimatologi. Alumni: Bandung.
Esri. Intersect. ToolBox-AnalysisTools-Overlay-Intersect. ArcMap. ArcGis10.
Geosjepara. 2014. Batuan Piroklastik.
http://geosjepara.blogspot.co.id
/2014/02/batuan-piroklastik.html. Diakses pada 21 Oktober pukul
11.55 WIB.
Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Hasan. 2000. Teknik Sampling. Gramedia: Jakarta. Hastono, Fajar Dwi. 2012. Identifikasi daerah resapan
air dengan system informasi geografis. UNDIP: Semarang.
Hendriana, Ika. 2013. Sistem Informasi Geografis Penentuan Wilayah Rawan Banjir di Kabupaten Buleleng. KARMAPATI vol 2 no 5. Bali: Universitas Pendidikan Ganesha.
Joglosemar. Antisipasi Kekeringan, Boyolali Siagakan Rp 105 Juta untuk Air Bersih.
http://joglosemar.co/2015/03/antisipasi- kekeringan-boyolali-siagakan-rp105-juta-untuk-air-bersih.html. Diakses pada 18 Mei 2015 pukul 16.25 WIB.
Kharis, Muh Mahdi. 2011. Pengaruh Faktor-faktor Kependudukan dalam Pertumbuhan Ekonomi di Kab Pamalang. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi, UNDIP.
Prahasta, E. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografi. Penerbit Informatika: Bandung.
Priyana, Yuli dkk. 2013. Pemanfaatan System Informasi Geografis untuk Kajian Potensi Sumberdaya Air di Kabupaten Boyolali. Prosiding Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geospasial untuk Optimalisasi Otonomi Daerah 2013 ISBN 978-979-636-152-6. Surakarta.
Riastika, Meyra. 2012. Pengelolaan Air Tanah Berbasis Konservasi Di Recharge Area Boyolali. Jurnal Ilmu Lingkungan. Volume 9, Issue 2: 86-97 (2012) Semarang: UNDIP.
Sartohadi, Junun dkk. 2012. Pengantar Geografi Tanah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Setiawan, E. 2008. Perencanaan Struktur Rangka Baja Kali Tuntang, Gubug dengan Metode Load Resistence Factor Design. Semarang: UNDIP. Sudarmanto, Arief dkk. 2013. Analisis kemampuan
infiltrasi lahan berdasarkan kondisi hidrometeorologis dan karakteristik fisik DAS pada sub DAS Kreo Jawa. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013 ISBN 978-602-17001-1-2 . Semarang: UNDIP.
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Dasar Jilid 1. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Sutanto. 1993. Penginderaan Jauh Dasar Jilid 2.
Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Trewartha, Glenn. 1995. Pengantar Iklim. Gadjah Mada