• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 3 - 1

BAB III

PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN

STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP KONDISI

LINGKUNGAN

3.1. IDENTIFIKASI ISU LINGKUNGAN STRATEGIS SAAT INI

Berdasarkan hasil kajian terhadap rona awal DKI Jakarta sebagaimana diuraikan dalam Bab sebelumnya, permasalahan lingkungan yang saat ini berlangsung di daratan, pesisir, dan laut wilayah DKI Jakarta adalah :

1. Penurunan muka tanah (land subsidence)

2. Kejadian rob yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut 3. Banjir dan genangan

4. Kerawanan air bersih dan keterbatasan sistem penyediaan air bersih 5. Sedimentasi

6. Pencemaran badan sungai

7. Pencemaran perairan laut oleh limbah domestik dan industri dari wilayah daratan

8. Keterbatasan penanganan sampah dan sanitasi, termasuk air limbah

9. Intesitas pemanfaatan ruang di wilayah daratan, pesisir, dan laut yang intensif 10. Pemanfaatan sumber daya air tanah secara berlebih.

Selain dari kajian yang dilakukan dalam kegiatan ini, dilakukan juga review terhadap hasil-hasil studi yang berkaitan dengan rencana pengembangan di wilayah pesisir dan Teluk Jakarta. Dokumen hasil kajian yang direview tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil Studi dan Kajian Sebelumnya

No. STUDI LINGKUP WILAYAH KAJIAN PEMRAKARSA/

PENYUSUN TAHUN

1. KLHS Pantura Teluk Jakarta

Kawasan Pantai Utara Jakarta : Kawasan ini mencakup Kecamatan Penjaringan, Pademangan, tanjung Priok, Koja dan Cilincing. Terbagi atas dua wilayah pengembangan yaitu Kawasan reklamasi seluas 2.700 Ha dan Kawasan Revitalisasi dengan luas 2.500 Ha.

BPLHD DKI Jakarta

2009

2. KLHS Teluk Jakarta Kawasan Teluk Jakarta merupakan bagian dari Kawasan

Jabodetabekpunjur di wilayah Pesisir yang terdiri dari Kawasan Pantura Tangerang, Jakarta dan Bekasi.

(2)

Bab 3 - 2

No. STUDI LINGKUP WILAYAH KAJIAN PEMRAKARSA/

PENYUSUN TAHUN

3. Scoping Report for SEA of NCICD

Master Plan NCICD (JGSW) Danida 2014 4. KLHS NCICD Master Plan NCICD Kemenko

Perekonomian

2015 5. Komite Bersama Kawasan Pantai Utara Jakarta Kemenko

Kemaritiman

2016 Sumber : Hasil Kompilasi, 2016

Studi-studi tersebut telah menghasilkan identifikasi permasalahan yang terjadi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Secara umum, hasil kajian menunjukkan hasil identifikasi permasalahan lingkungan yang berkesesuaian. Hasil review dan persandingannya terhadap hasil identifikasi permasalahan lingkungan tertera pada Tabel berikut ini.

Tabel 3.2. Review Isu Strategis Berdasarkan Kajian dan Studi Yang Telah Dilakukan

No. Isu Strategis Lingkungan DKI

Jakarta dan Teluk Jakarta Kajian Hasil Identifikasi Masalah

1 2 3 4 5

1. Sedimentasi di muara sungai dan

perairan laut √ √ √ √ √ √

2. Banjir dan genangan √ √ √ √ √ √

3. Penurunan muka tanah √ √ √ √ √ √

4. Kenaikan muka air laut dan rob √ √ √ √ √ √

5. Instrusi air laut √

6. Penumpukan sampah di sekitar muara sungai dan pencemaran perairan oleh limbah domestik dan industri

√ √ √ √ √

7. Keberadaan slum dan squatter area √ √ √ 8. Terjadinya penurunan daya dukung

lingkungan:

- Abrasi dan kerusakan pantai - Degradasi ekosistem mangrove

√ √ √ √ √ √ √ √

9. Kerawanan air bersih dan

pengambilan air tanah √ √ √ √ √

10. Keterbatasan penanganan sampah √ √

11. Intensitas pemanfaatan ruang laut

(3)

Bab 3 - 3

No. Isu Strategis Lingkungan DKI

Jakarta dan Teluk Jakarta Kajian Hasil Identifikasi Masalah

1 2 3 4 5

12. Inefisiensi pemanfaatan lahan √ √

13 Pola penataan ruang yang kurang mempertimbangkan keseimbangan dan keselarasan sosial dan ekonomi

14 Kemiskinan dan hilangnya

kesempatan berusaha mengancam strata ekonomi lemah

√ √

Keterangan:

1. Dokumen KLHS Pantura Teluk Jakarta 2. Dokumen KLHS Teluk Jakarta

3. Scoping Report for SEA of NCICD 4. KLHS NCICD

5. Komite Bersama Sumber : Hasil Kompilasi, 2016

Dari tabel di atas disimpulkan bahwa hasil identifikasi permasalahan DKI Jakarta secara umum memiliki kesamaan. Bahkan sejak tahun 2009 saat dokumen KLHS Pantura Teluk Jakarta disusun, permasalahan banjir, penurunan air tanah, sedimentasi dan pencemaran air laut serta keberadaan slum area telah mampu diidentifikasi. Sedang hasil kajian pada tahun-tahun berikutnya menunjukkan bahwa permasalahan tersebut masih menjadi isu lingkungan penting, meskipun terdapat masalah-masalah lanjutan atau turunan yang kemudian terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan yang dilakukan untuk mengurani permasalah lingkungan tersebut belum sepenuhnya berhasil.

Untuk memfokuskan permasalahan lingkungan menjadi isu strategis serta mengidentifikasi keterkaitannya dengan isu-isu yang lain, maka dilakukan analisis terhadap hubungan sebab akibat sebagaimana terlihat dalam Gambar 3.1. berikut.

(4)

Bab 3 - 4

(5)

Bab 3 - 5 Berdasarkan Gambar 3.1. dapat terlihat sumber, konsekuensi, isu lingkungan strategis, dan dampak yang ditimbulkan. Sumber permasalahan yang menjadi pressure pada lingkungan di wilayah DKI Jakarta adalah :

1. Secara administrasi dan alamiah DKI Jakarta memiliki keterbatasan sumber daya lahan dan air.

2. Intensitas peningkatan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi yang tinggi. 3. Bangkitan penduduk yang tinggi.

4. Kerusakan wilayah hulu dan DAS secara menyeluruh akibat pemanfaatan ruang yang kurang memperhatikan kesimbangan lingkungan.

5. Keterbatasan pengelolaan sampah dan air limbah. 6. Keterbatasan pasokan dan penyediaan air bersih.

7. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang mempengaruhi perilaku masih rendah.

Isu lingkungan yang bersifat strategis sebagai akibat permasalahan lingkungan secara kumulatif adalah :

1. Penurunan muka tanah.

2. Banjir dan genangan baik dari hulu maupun rob. 3. Pencemaran sungai, muara dan perairan laut. 4. Kerawanan air bersih.

Pada Gambar 3.3. dapat dilihat persebaran prasarana dan sarana utama di wilayah DKI Jakarta bagian Utara yang terpapar dampak lingkungan, yaitu :

1. Bangunan, aset, dan prasarana sarana perkotaan.

2. Masyarakat di wilayah Pantura Jakarta, terutama masyarakat berpenghasilan rendah dan nelayan.

3. Wilayah dan kawasan alami pesisir.

Gambar 3.2 menunjukkan lokasi indikatif permasalahan lingkungan yang disandingkan dengan kawasan yang potensial terdampak, terutama di wilayah kajian DKI Jakarta bagian Utara.

(6)

Bab 3 - 6

Gambar 3.2. Peta Isu Lingkungan Lingkup Di Kawasan Pantura Jakarta

Gambar 3.3. Peta Infrastruktur Yang Potensial Terdampak Rencana Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta

(7)

Bab 3 - 7 Gambar 3.2 dan 3.3 menunjukkan pentingnya penanganan isu strategis lingkungan oleh karena infrastruktur dan prasarana penting berskala Nasional dan regional berlokasi di wilayah ini. Sebagian besar infrastruktur yang ada seperti pelabuhan maupun jalur pelayarannya, pembangkit listrik dan jaringan kabel dan gas bawah laut membutuhkan ruang perairan dengan kondisi tertentu. Selain itu, pada beberapa lokasi permukiman kumuh dan permukiman nelayan yang rentan terhadap bencana berada pada kawasan yang memiliki eermasalahan lingkungan, seperti penurunan muka, bencana banjir, dan rob. Pencemaran perairan pesisir dan laut mengganggu ekosistem dan kehidupan vegetasi mangrove dan habitat hewan lainnya.

Identifikasi kerawanan terhadap air bersih di kawasan Pantura Jakarta juga mengindikasikan jangkauan pelayanan yang terbatas serta kondisi air tanah yang tidak layak dimanfaatkan sebagai sumber air bersih. Berdasarkan hasil kajian Daya Dukung Daya Tampung DKI Jakarta tahun 2015 (BPLHD Provinsi DKI Jakarta), air bersih perpipaan digunakan hanya oleh 21,15% warga Jakarta Utara, sedang air tanah sebagian besar digunakan untuk kebutuhan non-domestik. Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 menunjukkan bahwa masih terdapat 283 pelanggan sumur bor dengan volume 504.021 m3 dan 145 pelanggan sumur pantek dengan 58.956 m3 pada tahun 2013.

Selain permasalahan di atas, kondisi perairan Teluk Jakarta terindikasi rawan terhadap penurunan dasar laut. Hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi DKI Jakarta menunjukkan adanya indikasi blank zone di Teluk Jakarta sebagaimana tertera pada Gambar 3.4. Namun, data tersebut perlu dilengkapi dengan data empirik hasil penyelidikan tanah melalui pemboran (coring) guna verifikasi secara rinci struktur lapisan dasar laut di perairan Teluk Jakarta.

(8)

Bab 3 - 8

Gambar 3.4. Peta Blank Zone di Perairan Teluk Jakarta

Dalam pelingkupan isu strategis lingkungan hidup, isu blank zone tidak tercakup di dalamnya, oleh karena kondisi tersebut berstatus potensial menimbulkan permasalahan, dimana kegiatan yang berlangsung saat ini adalah kegiatan pelayaran dan perikanan. Walaupun demikian, dalam kegiatan pelayaran, pada beberapa lokasi dilarang untuk membuang jangkar yang kemungkinan merupakan lokasi yang sama dengan blank zone tersebut.

Selain survei seismik yang mengindikasikan adanya blank zone, di rencana lokasi reklamasi di Teluk Jakarta juga telah dilakukan penyelidikan tanah (pemboran/coring) secara intensif guna memperoleh infrmasi tentang kondisi lapisan bawah laut Teluk Jakarta. Uji kondisi tanah tersebut dilakukan pada lokasi rencana reklamasi yang sebagian sama posisinya dengan indikasi adanya blank zone. Melalui pengujian empirik tersebut dapat dilakukan verifikasi secara rinci kondisi lapisan tanah, sebagaimana ditunjukkan oleh gambar berikut sebagai contoh. Penyelidikan tanah tersebut dilakukan pada lokasi atau titik yang jumlahnya relatif banyak, oleh karena menjadi bagian dari keperluan desain enjiniring reklamasi dan kerekayasaan lainnya.

Gambar berikut menunjukkan potongan melintang 1’ – 1’ lapisan bawah laut di sekitar rencana Pulau C di Kawasan Pantura Jakarta.

(9)

Bab 3 - 9

Gambar 3.5. Hasil Sampel Coring Lapisan Tanah di Kawasan Teluk Jakarta Hasil penyelidikan tanah tersebut yang bersifat empirik dan rinci tidak selalu sesuai dengan indikasi blank zone sebagaimana hasil rekaman seismik yang dilakukan. Misalnya pada potongan melintang 1’ – 1’ menujukkan bahwa pada lapisan teratas terdapat tanah lunak hingga kedalaman 10 - 15 m berupa silty clay dan pada lapisan tanah yang lebih dalam terdapat lapisan tanah yang lebih keras, seperti tuffaceous sand.

Dalam pelaksanaan reklamasi kondisi tanah lunak tersebut dipertimbangkan untuk merancang rekayasa teknis guna menghindarkan amblesan.

3.2. ANALISIS PENGARUH MUATAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA YANG BERPOTENSI MEMBERIKAN PENGARUH

TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

Analisis pengaruh muatan rancangan RTR Kawaasan Strategis Pantura Jakarta terhadap isu strategis lingkungan hidup dilakukan melalui :

1. Perkiraan pengaruh muatan rancangan RTR Kawaasan Strategis Pantura Jakarta berdasarkan studi pustaka maupun perhitungan sederhana menggunakan metode yang tersedia.

(10)

Bab 3 - 10 2. Melakukan perkiraan pengaruh muatan rancangan RTR Kawaasan Strategis Pantura Jakarta dengan mengkaji hubungan keterkaitan antara materi muatan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dengan isu strategis pembangunan berkelanjutan yang telah teridentifikasi sebelumnya.

Kajian pengaruh yang dilakukan mengacu pada UU No. 32 Tahun 2009 maupun PP No. 46 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa paling tidak memuat kajian yang berkaitan dengan :

a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;

b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan atau jasa ekosistem;

d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Agar kajian pengaruh terhadap muatan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dapat dilakukan secara lebih komprehensif dan mendalam, maka analisis dilakukan dengan mengelompokkan masalah sesuai dengan rencana kegiatan yang akan dilakukan, yaitu :

1. Rencana pembentukan dan pembangunan pulau melalui kegiatan reklamasi. 2. Rencana pengembangan dan pembangunan kawasan perkotaan baru di lahan

pulau-pulau reklamasi.

Rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta secara garis besar merupakan rencana pengembangan 17 (tujuh belas) pulau di pesisir dan perairan laut DKI Jakarta. Sebagaimana tertuang dalam rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pengertian mengenai Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta adalah kawasan pengembangan lahan baru melalui pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi pada perairan laut Teluk Jakarta dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi, serta revitalisasi daratan pantai lama.

Dalam masing-masing bahasan akan dikaji ke enam aspek yang menjadi muatan kajian pengaruh sesuai ketentuan, meskipun secara eksplisit tidak disampaikan dalam masing-masing sub-bab.

3.2.1. Pembentukan Pulau-Pulau Hasil Kegiatan Reklamasi

Sesuai dengan pengertian dalam Perpres No. 54 Tahun 2008, reklamasi adalah penimbunan dan pengeringan wilayah perairan. Sementara dalam Pasal 1 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, reklamasi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

Pada dasarnya, hal tersebut mengandung arti bahwa tujuan utama reklamasi adalah penambahan lahan baru untuk kegiatan lingkungan, sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu, dampak positif rencana reklamasi yang utama adalah ketersediaan lahan atau

(11)

Bab 3 - 11 ruang untuk menampung perkembangan kegiatan di suatu wilayah dengan atau tanpa mengubah luas wilayah secara administratif. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 angka 23 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang menyebutkan bahwa tanah reklamasi adalah daratan baru yang diperoleh dari pengurugan dasar laut.

Beberapa isu terkait dengan pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi antara lain adalah :

1. Ketidak-sinkronan Wilayah Perencanaan Kawasan Strategis Pantura.

Dalam Pasal 3 ayat (1) rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta disebutkan bahwa Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta mencakup kawasan perairan laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut sekitar 8 (delapan) meter dan di dalamnya terdapat kawasan pengembangan lahan baru melalui pembangunan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi. Selain itu pada ayat (2) disebutkan bahwa wilayah Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Penjaringan, Kecamatan Pademangan, Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Koja, dan Kecamatan Cilincing, Kota Administrasi Jakarta Utara.

− Rencana reklamasi Kawasan Strategis Pantura Jakarta sesuai dengan rancangan Perda masih termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta, sehingga luas wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, akan terdapat perubahan yaitu penambahan pada luasan daratan dan pengurangan pada luasan perairan laut. Selanjutnya pada Pasal 3 ayat (3) rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta disebutkan bahwa Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta merupakan bagian wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara. Konsekuensi dari hal tersebut maka akan terjadi ketidak sesuaian luas wilayah administrasi Kota Jakarta Utara sebagaimana yang tercantum dalam peraturan perundangan yang ada.

− Ketidak-sinkronan terjadi jika diperbandingkan dengan Pasal 101 Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030, dimana pengembangan areal reklamasi di Kawasan Strategis Pantura dilakukan secara terpadu dengan daratan pantai Jakarta dan secara bersama-sama ditetapkan sebagai satu kawasan perencanaan. Hal ini berarti bahwa wilayah perencanaan dalam pengembangan area melalui kegiatan reklamasi juga mencakup sebagian wilayah daratan DKI Jakarta.

− Dengan wilayah Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan-kecamatan pesisir di Jakarta Utara, maka kelak terdapat kesenjangan status wilayah administrasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Dengan kata lain, Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta belum termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan-kecamatan tersebut.

− Ketidak-sinkronan antara arahan pengembangan sebagaimana tertera dalam Pasal 15 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dengan pengaturan pola ruang maupun peraturan zonasi. Dalam Pasal 15 disebutkan bahwa pulau-pulau yang dikembangkan meliputi 17 (tujuh belas) pulau dari

(12)

Bab 3 - 12 Pulau A sampai Pulau Q. Sedang dalam Gambar 4 Lampiran II rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, rencana pola ruang yang diatur hanya rencana Pulau A sampai dengan Pulau M. Pengaturan pola ruang Pulau N sampai dengan Pulau Q belum diatur sehingga belum memenuhi suatu kesatuan wilayah perencanaan Kawasan Strategis Pantura Jakarta.

Gambar 3.6. Peta Kesenjangan Lingkup Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta Menurut Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 2. Adanya Perubahan Bentuk Lansekap Secara Massif

Kegiatan reklamasi yang dilakukan dalam pengembangan sesuai dengan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta adalah berupa pengurugan dasar laut dengan material pasir dan tanah sehingga membentuk pulau-pulau. Berdasarkan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, luas indikatif yang tertera pada Lampiran II Tabel 1 adalah seluas 5.119 Ha atau jika dibandingkan dengan luas wilayah Jakarta Utara saat ini adalah sekitar 30% dari 14.666 Ha (SK Gubernur ProvinsiDKI Jakarta No. 1171 Tahun 2008). Kegiatan pengurugan yang bersifat massif membawa konsekuensi pada 2 (dua) hal yaitu :

− Perubahan sebagian ekosistem perairan laut DKI Jakarta menjadi daratan. Berdasarkan hasil kajian pustaka, kegiatan pengurugan ekosistem perairan laut dalam jumlah massif berpotensi untuk menimbulkan dampak :

(13)

Bab 3 - 13 a. Adanya potensi peningkatan muka air di muara sungai akibat perlambatan arus dan backwater karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai perairan laut telah berubah menjadi daratan.

b. Akibat peningkatan muka air di muara sungai tersebut, maka kawasan muara sungai rawan tergenang atau air laut semakin luas ke daratan, sehingga dibutuhkan rekayasa teknis di wilayah pantai lama, seperti pembangunan tanggul.

c. Terganggunya habitat dan kehidupan hewan dan tumbuhan pantai dan perairan sehingga mengganggu keseimbangan alam.

d. Meningkatkan potensi sedimentasi dan pencemaran di kanal lateral antara pantai lama dan pulau reklamasi.

e. Pencemaran laut akibat kegiatan selama reklamasi dapat menyebabkan menurunnya potensi perikanan yang mengganggu sumber kehidupan nelayan.

f. Terjadi pengalihan jalur nelayan yang akan mempengaruhi biaya melaut nelayan.

g. Terganggunya kegiatan atau kinerja operasional instalasi penting yang terdapat di kawasan Pantura Jakarta, seperti pembangkit listrik, jaringan kabel dan gas, aktivitas pelayaran dari dan ke pelabuhan, dan lain sebagainya.

Meskipun demikian, kegiatan reklamasi memiliki dampak positif antara lain : a. Mengatasi keterbatasan lahan.

b. Dapat berfungsi sebagai break water bagi kawasan pesisir lama dari gelombang besar.

c. Meningkatkan kualitas dasar laut yang saat ini telah mengalami sedimentasi dan mengandung logam berat yang berbahaya bagi lingkungan melalui cara penimbunan senyawa tersebut di dasar pulau buatan.

− Penambangan pasir dan tanah untuk pengurugan pulau akan mengubah lansekap wilayah lain yang mungkin juga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan di lokasi penambangan tersebut. Oleh sebab itu, selain izin reklamasi sebagaimana tercantum pada Pasal 101 ayat (1) perlu dilengkapi dengan izin penambangan dari wilayah lokasi sumber tanah urugan.

(14)

Bab 3 - 14

Gambar 3.7. Peta Proporsi Luas Lahan Rencana Pulau Reklamasi dan Wilayah Administrasi Provinsi DKI Jakarta

3.2.2. Pembangunan Berupa Kawasan Perkotaan Baru untuk Kegiatan Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi

Penambahan ruang berupa lahan baru akan dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi perkotaan berpotensi menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif secara langsung adalah:

a. Bertambahnya lahan untuk menampung perkembangan kegiatan sosial ekonomi kota,

b. Sebagai pusat perekonomian baru merupakan sumber pendapatan asli daerah dan sarana untuk melakukan revitalisasi daratan pantai lama.

c. Membuka lapangan pekerjaan baru dalam jumlah besar. d. Menampung sebagian penduduk.

Meskipun demikian, pembangunan kawasan baru seluas lebih dari 5.119 Ha berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain :

a. Potensi terlampauinya daya dukung lingkungan buatan.

Daya dukung lingkungan buatan untuk suatu kawasan perkotaan adalah kemampuan kawasan tersebut dalam menyediakan kebutuhan air, pengelolaan limbah cair, pengelolaan sampah, energi, prasarana jalan dan sebagainya. Jika daya dukung lingkungan buatan terlampaui, maka akan menimbulkan dampak bagi lingkungan di sekitarnya.

(15)

Bab 3 - 15 Pemanfaatan ruang untuk berbagai kegiatan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pola Ruang dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan akan pelayanan umum. Pulau-pulau yang akan dikembangkan direncanakan akan menampung sekitar 750.000 jiwa penduduk. Meskipun demikian, sebagian besar ruang akan dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada hasil kompilasi luasan zona peruntukan berdasarkan Rencana Pola Ruang masing-masing pulau. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa luasan kawasan lindung sekitar 25,51%, zona permukiman mencakup 20,17%, dan untuk kegiatan sosial dan ekonomi mencakup proporsi 54,32%. Terlebih, zona untuk kegiatan sosial dan ekonomi sebagaimana diatur dalam Peraturan Zonasi memiliki KLB yang besar. Konsekuensi yang timbul adalah penyediaan pelayanan dasar cenderung untuk melayani kegiatan non-domestik.

Tabel 3.3. Distribusi Zona Peruntukan Pulau A Hingga Pulau M

No. Zona Luas (Ha) Proporsi (%)

1. Zona Campuran 805.65 22.72%

2. Zona Industri dan Pergudangan 127.40 3.59%

3. Zona Lindung 304.86 8.60%

4. Zona Pelayanan Umum dan Sosial 107.35 3.03%

5.

Zona Perkantoran, Perdagangan dan

Jasa 516.23 14.56%

6. Zona Perumahan KDB Sedang-Tinggi 452.56 12.76% 7. Zona Perumahan Vertikal 262.65 7.41%

8. Zona Terbuka Biru 167.60 4.73%

9. Zona Terbuka Hijau 432.12 12.18%

Luas Jalan (13 Pulau) 369.96 10.43%

Luas (13 Pulau) 3,546.38 100.00%

Sumber : Hasil Perhitungan Data GIS,2016

Sebagaimana tertuang dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan sistem dan jaringan utilitas menjadi tanggung jawab pemegang izin reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain. Khusus untuk pengolahan sampah, diatur lebih spesifik pada Pasal 52 bahwa dalam melakukan kegiatan pemilahan, pengangkutan, pengolahan dan pemosesan akhir sampah dapat dilakukan :

− Pembentukan kelembagaan pengelola sampah. − Kemitraan dengan badan usaha atau masyarakat.

Selain itu Pasal 53 mengatur tentang kewajiban penyerahan sistem jaringan utilitas, yaitu sistem jaringan air bersih, air limbah, dan persampahan dalam jangka waktu tertentu akan diserahkan ke Pemerintah Daerah dan pengelolaannya dapat dilaksanakan oleh pemegang izin reklamasi sesuai dengan ketentuan yang akan

(16)

Bab 3 - 16 diatur lebih lanjut. Hal itersebut telah sesuai dengan Permendagri No. 9 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Permukiman di Daerah, meskipun peraturan ini mengatur khusus untuk pengembang kawasan perumahan dan permukiman.

Pengembangan lahan dan aktivitas secara massif dengan luas lebih dari 5.000 Ha akan menimbulkan bangkitan lalu-lintas yang besar. Sistem jaringan prasarana transportasi yang direncanakan dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta mencakup sistem jaringan angkutan umum masal dan jaringan kendaraan pribadi. Gambar rencana sistem jaringan transportasi adalah sebagai berikut :

Gambar 3.8. Rencana Jaringan Transportasi Kawasan Pantura Jakarta b. Potensi terlampauinya daya dukung tanah

Berdasarkan Peraturan Zonasi dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pengembangan Kawasan Pantura Jakarta direncanakan dimanfaatkan untuk bangunan berlantai jamak sesuai pengaturan ketinggian bangunan, bahkan terdapat pengaturan tentang pemanfaatan ruang bawah tanah melalui koefisien basemen. Lahan yang dimanfaatkan untuk pembangunan merupakan tanah buatan yang dihasilkan dari kegiatan pengurugan. Bangunan yang dibangun secara massif di atas tanah tersebut menimbulkan beban yang besar terhadap kekuatan tanah. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Dinas

(17)

Bab 3 - 17 Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta mengindikasikan adanya blank zone di lokasi tersebut yang berpotensi rawan terhadap amblesan.

c. Potensi terlampauinya daya tampung lingkungan perairan di sekitar pulau-pulau. Potensi dampak terjadi jika penyediaan prasarana, sarana, dan pasokan pelayanan dasar tidak terpenuhi. Pengelolaan sampah dan limbah cair yang tidak memenuhi kebutuhan akan menyebabkan terjadinya pembuangan limbah padat dan cair langsung ke perairan. Kondisi ini secara berlanjut akan menyebabkan pencemaran di wilayah perairan sehingga daya tampung lingkungan perairan terlampaui. Dampak lain yang ditimbulkan adalah terganggunya kehidupan biota laut.

d. Adanya potensi konflik sosial

Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta berupa pulau-pulau buatan membutuhkan investasi pembangunan dalam jumlah besar, sehingga kawasan ini hanya dapat dijangkau oleh masyarakat berpendapatan tinggi. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik sosial, terutama bagi masyarakat penghuni kawasan pesisir Utara Jakarta. Pembangunan kawasan reklamasi berpotensi mengganggu keberlangsungan kegiatan ekonomi dan masyarakat di kawasan pantai lama dan dapat mengubah pola kegiatan perekonomian wilayah secara menyeluruh. Terlebih jika pengembangan pulau-pulau reklamasi mengganggu area kegiatan perikanan.

Gambar 3.9. Peta Identifikasi Permukiman Padat, Nelayan, dan Infrastruktur Pendukungannya

(18)

Bab 3 - 18

3.3. PENGKAJIAN PENGARUH RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA TERHADAP ISU LINGKUNGAN HIDUP

Muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagaimana dibahas dalam Sub-bab 3.2. dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan. Analisis pengaruh tersebut dilakukan dengan memperhatikan secara lebih fokus pada keterkaitan antara materi rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dengan isu-isu strategis lingkungan sebagaimana dibahas dalam Sub-bab 3.2.

Tabel berikut menunjukkan kajian pengaruh rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan di DKI Jakarta. Tabel 3.4. Kajian Pengaruh Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura

Jakarta Terhadap Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan DKI Jakarta

Muatan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang Berpotensi

Menimbulkan Pengaruh

Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup

Isu Lain Sebagai Dampak RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Penurunan Muka Tanah Banjir dan Genangan dari Hulu dan Rob Pencemaran Sungai, Muara dan Perairan Laut (Termasuk Sedimentasi) Kerawanan Air Bersih

Pembentukan pulau-pulau hasil kegiatan reklamasi 1. Ketidak-sinkronan wilayah perencanaan Status administrasi pulau-pulau belum diatur secara jelas Adanya kekosongan hukum status administrasi pulau-pulau yang membawa konsekuensi apabila tidak diatur adalah status kependudukan Wilayah daratan (pesisir lama) tidak termasuk dalam prioritas pembangunan pada Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Pembangunan wilayah daratan Pantura Jakarta dan pulau belum terpadu sebagai suatu kesatuan Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Pulau N – Q belum diatur dalam RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, terutama pola RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta merupakan rencana rinci yang antara

(19)

Bab 3 - 19 Muatan RTR Kawasan Strategis

Pantura Jakarta yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh

Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup

Isu Lain Sebagai Dampak RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Penurunan Muka Tanah Banjir dan Genangan dari Hulu dan Rob Pencemaran Sungai, Muara dan Perairan Laut (Termasuk Sedimentasi) Kerawanan Air Bersih ruang dan

intensitas. lain mengatur struktur dan

pola ruang, sedang pola ruang Pulau N – Q belum diatur sebagaimana pulau-pulau lainnya. 2. Perubahan bentuk lansekap secara masif Pada Ekosistem Perairan laut a. Peningkatan muka air di muara sungai b. Penurunan muka tanah pada pulau karena konsolidasi tanah rendah c. Peningkatan kerawanan genangan di kawasan pesisir Pantura lama d. Terganggunya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai dan perairan Berpotensi menimbulkan konflik sosial e. Peningkatan potensi sedimentasi dan pencemaran di kawasan antara pantai lama dan pulau f. Menurunnya potensi perikanan Berpotensi menimbulkan konflik sosial terutama dengan warga kampung nelayan g. Terganggunya Berpotensi

(20)

Bab 3 - 20 Muatan RTR Kawasan Strategis

Pantura Jakarta yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh

Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup

Isu Lain Sebagai Dampak RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Penurunan Muka Tanah Banjir dan Genangan dari Hulu dan Rob Pencemaran Sungai, Muara dan Perairan Laut (Termasuk Sedimentasi) Kerawanan Air Bersih aktivitas kehidupan ekonomi nelayan akibat pengalihan jalur pelayaran menimbulkan konflik social terutama dengan warga kampong nelayan h. Terganggunya kegiatan ataupun kinerja instalasi penting skala nasional Kinerja instalasi penting menurun i. Pada lokasi penambangan berpotensi mengalami kerusakan lingkungan Kerusakan ataupun gangguan terhadap kondisi lingkungan di lokasi sumber tanah penggurugan B. Pembangunan berupa kawasan perkotaan baru untuk kegiatan lingkungan, sosial dan ekonomi Peningkatan beban bangunan yang sifatnya massif di wilayah Jakarta bagian Utara yang mempengaruhi kondisi daya dukung tanah Adanya potensi terlampauinya daya dukung lahan yaitu adanya potensi amblesan dan meningkatnya penurunan muka tanah di daratan dan dasar lautan Peningkatan kebutuhan akan pasokan air bersih yang mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan Adanya potensi terlampauinya daya dukung lingkungan buatan yang berakibat pula pada adanya potensi terlampauinya daya tampung lingkungan perairan Peningkatan kebutuhan akan pengelolaan sampah yang mempengaruhi

(21)

Bab 3 - 21 Muatan RTR Kawasan Strategis

Pantura Jakarta yang Berpotensi Menimbulkan Pengaruh

Isu-Isu Strategis Lingkungan Hidup

Isu Lain Sebagai Dampak RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Penurunan Muka Tanah Banjir dan Genangan dari Hulu dan Rob Pencemaran Sungai, Muara dan Perairan Laut (Termasuk Sedimentasi) Kerawanan Air Bersih kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan Peningkatan kebutuhan akan system pengolahan air limbah yang mempengaruhi kondisi daya dukung lingkungan buatan dan daya tampung wilayah perairan Peningkatan bangkitan lalu lintas Potensi kemacetan meningkat di wilayah daratan terutama di titik-titik akses ke dari pulau Pembangunan kawasan yang eksklusif Adanya potensi konflik sosial Keterangan :

(22)

Bab 3 - 22 Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta memiliki potensi menimbulkan pengaruh pada isu strategis lingkungan hidup atau menimbulkan isu lingkungan hidup baru. Selanjutnya akan dibahas besar pengaruh rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terhadap isu strategis lingkungan hidup di DKI Jakarta secara lebih rinci untuk menunjang penyempurnaan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta.

3.3.1. Pengaruh Muatan Rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta Terhadap Isu-Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan

Sebagaimana dibahas dalam Sub-bab 3.1. isu strategis pembangunan berkelanjutan DKI Jakarta adalah penurunan muka tanah, banjir dan rob, pencemaran sungai dan perairan laut, dan kerawanan air bersih.

A. Isu tentang Penurunan Muka Tanah

Penurunan muka tanah dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain : a. Konsolidasi batuan/tanah setempat yang tidak kompak secara alamiah. b. Pengambilan air tanah berlebih tanpa upaya konservasi yang sesuai. c. Beban bangunan di atas lahan yang besar melebihi daya dukung tanah. d. Gaya tektonik aktif atau kondisi struktur geologi (bawah tanah) DKI Jakarta. Pada tabel sebelumnya dapat dilihat bahwa muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta berpotensi menimbulkan penurunan muka tanah yang disebabkan oleh :

1) Tanah hasil reklamasi merupakan tanah yang tidak kompak secara alamiah. Oleh karena itu, tingkat kekompakan tanah hasil reklamasi perlu dijamin secara teknis untuk mendukung beban di atasnya. Secara alamiah, kondisi wilayah Jakarta Utara memiliki Nilai SPT yang rendah. Wilayah pesisir Pantura Jakarta juga termasuk dalam kelompok ekoregion darat dataran pasang-surut yang memiliki kerawanan terhadap penurunan muka tanah. Pulau-pulau tersebut sebagian besar akan dibangun pada Ekoregion Laut 6.3.1., yaitu Ekoregion Pesisir Pulau Jawa yang dasar lautnya merupakan tanah lempung berpasir (lanau) dan memiliki kemiripan dengan karakteristik ekoregion daratan yaitu dataran pasang-surut berlumpur. Selain itu, pulau-pulau tersebut terletak pada lokasi terindikasi sebagai blank zone yang rawan terhadap penurunan muka dasar laut seperti terlihat pada Gambar 3.10 berikut. Namun demikian, perlu diverifikasi oleh hasil penyelidikan tanah melalui pemboran (coring) yang memberikan data struktur lapisan tanah lebih rinci.

(23)

Bab 3 - 23

Gambar 3.10. Peta Ekoregion Darat dan Blank Zone di Kawasan Pantura Jakarta

2) Beban bangunan yang massif.

Berdasarkan hasil kajian terhadap rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, rencana pengembangan kawasan perkotaan baru akan berlangsung intensif. Dalam penghitungan beban terhadap lingkungan harus didukung luasan secara tiga dimensi. Terhadap luas wilayah baru sebesar 5.000 Ha, akan dikaji lebih jauh intensitas bangunan (KDB, KLB, KB, KTB dan KDH) untuk dapat dilihat perhitungan nilai maksimal lantai yang diizinkan untuk dibangun yaitu :

Tabel 3.5. Luas Pulau dan Lantai pada Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta

PULAU LUAS PULAU (Ha)

LUAS LANTAI (Ha) Maksimal yang Boleh Dibangun

Sesuai dengan Peraturan Intensitas Bangunan PULAU A 79.00 122.05 PULAU B 380.00 486.95 PULAU C 276.00 328.92 PULAU D 312.00 239.13 PULAU E 284.00 371.71

Zona rawan penurunan muka dasar laut

(24)

Bab 3 - 24

PULAU LUAS PULAU (Ha)

LUAS LANTAI (Ha) Maksimal yang Boleh Dibangun

Sesuai dengan Peraturan Intensitas Bangunan PULAU F 190.00 551.65 PULAU G 161.00 418.14 PULAU H 63.00 147.36 PULAU I 405.00 1,242.62 PULAU J 316.00 1,447.71 PULAU K 32.00 33.54 PULAU L 447.00 1,408.53 PULAU M 587.00 1,604.58 TOTAL 3,532.00 8,402.87

Keterangan : Luas Lantai = Luas Tapak x KLB

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa daya dukung tanah pada kawasan reklamasi harus mampu mendukung beban bangunan dengan total luas lantai bangunan sebesar 8.402,87 Ha, belum termasuk beban infrastruktur jalan maupun beban aktivitas yang berlangsung. Hal ini perlu menjadi pertimbangan mengingat pulau reklamasi merupakan bentukan tanah baru dan pertimbangan mengenai kondisi ketidak-stabilan tanah.

Sebagai gambaran, penurunan muka tanah di wilayah Jakarta Utara selain karena secara alamiah merupakan tanah lunak juga disebabkan karena beban bangunan dan pengambilan air tanah secara berlebih. Sementara, seperti telah disampaikan sebelumnya, bahwa secara alamiah dasar laut Ekoregion Laut 6.3.1. memiliki kemiripan dengan karakteristik ekoregion pasang-surut berlumpur yang terletak di wilayah Jakarta Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi penurunan muka tanah pada pulau-pulau apabila daya dukung tanah terlampaui oleh beban di atasnya.

Gambar berikut menunjukkan lokasi pengembangan pulau-pulau terkait dengan ekoregion DKI Jakarta dan kondisi penurunan muka tanah di ekoregion darat.

Gambar 3.11. Zona Rawan Penurunan Muka Tanah

Zona rawan penurunan muka tanah karena beban

(25)

Bab 3 - 25 Selanjutnya untuk melihat seberapa besar beban yang akan didukung oleh pulau-pulau dan diperbandingkan dengan beban wilayah kecamatan di pesisir DKI Jakarta, maka dilakukan visualisasi amplop bangunan berdasarkan intensitas bangunan pada rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta dan pada RDTR dan Peraturan Zonasi kecamatan-kecamatan pesisir sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.12. Peta Ketinggian dan Amplop Bangunan Pada Kawasan Pesisir dan Pulau Reklamasi Pantura Jakarta

(26)

Bab 3 - 26 Dari gambar tersebut perlu diperhatikan beban bangunan yang akan dibangun di atas pulau-pulau tersebut, serta rekayasa teknis yang diperlukan untuk meminimalkan potensi penurunan muka tanah karena beban bangunan.

B. Isu tentang Banjir, Genangan dan Rob

Pada Tabel 3.2. tertera muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta yang akan mempengaruhi isu banjir, genangan dan rob disebabkan oleh perubahan bentuk lansekap yang massif di perairan teluk Jakarta dan adanya rencana pengembangan bangunan yang massif di atas pulau-pulau.

Seperti telah disebutkan pada Sub-bab 3.2., keberadaan pulau-pulau yang akan dibangun akan berdampak positif sebagai pemecah ombak bagi wilayah daratan pesisir. Namun demikian, keberadaan pulau-pulau tersebut perlu diperhitungkan secara cermat sehingga tidak berpotensi menimbulkan kenaikan muka air laut. Sebaliknya, dalam kaitannya dengan banjir yang bersumber dari wilayah hulunya, pengembangan pulau-pulau dapat berpotensi sebagai penghambat laju air ke laut. Hal ini dapat diartikan bahwa banjir yang berasal dari hulu akan berpotensi semakin meluas. Wilayah yang paling rawan terkena dampak adalah wilayah pesisir karena menjadi lokasi limpasan banjir yang tidak dapat mengalir ke laut, dimana pada saat bersamaan terjadi peningkatan muka air laut karena dipengaruhi oleh perubahan iklim global. Kawasan di pesisir Pantura yang diperkirakan mengalami peningkatan kerawanan banjir atau genangan adalah kawasan di muara sungai dan kawasan yang berada di bawah permukaan laut. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan adanya kanal vertikal pada 13 (tiga belas) muara sungai, sehingga tidak menghambat laju aliran, termasuk juga pengerukan sedimentasi secara berkala. Dalam Pasal 40 ayat (2) huruf d rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta telah direncanakan pembangunan tanggul pulau reklamasi yang dirancang dengan kala ulang minimal 1.000 (seribu) tahun kondisi ekstrim badai (pasang laut, wind setup, storm surge, gelombang) dan mempertimbangkan aspek-aspek kegempaan, liquifaction, kestabilan makro dan mikro, piping, rembesan (seepage), dorongan air tanah ke atas terhadap konstruksi tanggul (uplift), amblesan tanah, kenaikan muka air laut, residual settlement dan potensi tsunami.

Meskipun pesisir daratan lama terlindungi dari abrasi dengan adanya pulau reklamasi sebagai penahan gelombang, namun kawasan pesisir belum terlindungi dari ancaman banjir yang berasal dari hulu maupun banjir rob. Untuk mencegah banjir rob, maka diperlukan tanggul pesisir serta tanggul di sepanjang muara sungai. Pada lokasi pesisir yang berada di dalam tanggul, perlu dikombinasikan dengan sistem polder yang dilengkapi dengan pompa. Sementara itu, untuk penyelesaian permasalahan banjir di DKI Jakarta, tetap harus diimbangi dengan upaya pengelolaan dan penanganan DAS terpadu dari hulu hingga hilir.

Oleh sebab itu, pengaruh muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta berkaitan dengan isu banjir, genangan dan rob akan bergantung pada kebijakan dan rencana lainnya, seperti :

(27)

Bab 3 - 27 a. Kebijakan penataan ruang Jabodetabekpunjur dan penataan ruang

Kabupaten/Kota yang berada di hulu dan tengah DAS.

b. Kebijakan penataan ruang wilayah Provinsi DKI Jakarta berkaitan dengan rencana pengendalian daya rusak sumberdaya air.

c. Kebijakan penanganan dan pengelolaan daerah aliran sungai. d. Kebijakan pembangunan tanggul NCICD (PTPIN).

C. Isu tentang Pencemaran Pada Badan Air Sungai, Muara Sungai dan Perairan Laut

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009, pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sementara, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka bahwa terjadinya pencemaran pada badan air dapat merupakan indikasi telah terlampauinya daya tampung air. Secara teoritik, pencemaran badan air disebabkan karena terjadi pembuangan limbah cair baik domestik maupun non-domestik serta akibat tidak tertanganinya buangan sampah. Paradigma badan air sebagai tempat mengalirkan limbah sangat bertentangan dengan fungsi badan air sebagai sumber air minum.

Isu pencemaran pada sungai, muara maupun perairan laut DKI Jakarta saat ini mengindikasikan bahwa pengelolaan limbah cair maupun padat di wilayah daratan masih terbatas, sehingga limbah yang terbuang ke sungai melampaui daya tampungnya. Limbah tersebut terbawa air menuju ke laut yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pencemaran berat di wilayah muara dan perairan khususnya di Ekoregion Laut 6.3.1. dimana pulau-pulau tersebut akan dibangun. Hal ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan mengingat dalam Pasal 43 ayat (2) rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta menyebutkan bahwa salah satu sumber air bersih adalah air laut.

Selain itu, pembangunan pulau melalui reklamasi juga berpotensi akan menimbulkan sedimentasi di perairan laut yang akan mengganggu kehidupan biota laut. Pengaruh ini diperkirakan berjangka waktu pendek selama konstruksi. Meskipun demikian perlu menjadi perhatian dalam penyusunan Amdal Reklamasi.

Terdapat potensi pencemaran jangka panjang akibat adanya rencana pengembangan kegiatan baru yang akan menimbulkan limbah cair maupun limbah padat. Oleh sebab itu, perlu dijamin pengelolaan limbah padat dan limbah cair selama berlangsungnya aktifitas pada pulau-pulau agar tidak mencemari wilayah sekitar dan membebani wilayah daratan.

Dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, pengelolaan limbah cair dan limbah padat menjadi kewajiban dari pemegang izin reklamasi baik secara mandiri atau bekerja sama dengan pihak lain. Seperti diketahui, pada pengembangan pulau-pulau terdapat beberapa pemegang izin. Beberapa hal yang belum diatur dalam Raperda adalah :

(28)

Bab 3 - 28 a. Bagaimana mekanisme penjaminan bahwa pengelolaan maupun pemeliharaan dilakukan oleh pemegang izin dan siapa yang bertanggung jawab dalam penjaminan tersebut;

b. Bagaimana sanksi apabila pengelolaan dan pemeliharaan tidak dilaksanakan oleh pemegang izin.

Terkait dengan pengaturan hal tersebut, perlu diakomodir di dalam peraturan turunan dari rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, antara lain Peraturan Gubernur tentang Kewajiban Pemegang Izin Reklamasi, serta dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama antara Pemegang Izin Reklamasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Untuk memberikan gambaran tentang besarnya limbah yang diperkirakan akan dihasilkan apabila aktifitas di masing-masing pulau, telah dilakukan perhitungan beban limbah cair dan sampah sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini : A. Limbah Cair

Penghitungan beban limbah cair mencakup kandungan BOD untuk limbah cair domestik dan limbah cair non-domestik. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan tersebut adalah :

a. Limbah cair yang dihasilkan = 70% x penggunaan air b. Kandungan BOD diperkirakan = 190 mg/liter limbah cair

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7 berikut. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa perkiraan limbah cair non-domestik lebih besar dibandingkan limbah cair domestik. Kondisi ini dapat terjadi karena secara luasan memang kawasan non-perumahan jauh lebih besar daripada kawasan perumahan. Selain itu, KLB dan KB yang diizinkan juga lebih besar untuk kegiatan non-perumahan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa, di satu sisi dilakukan pembatasan penduduk pulau, disisi lain dilakukan intensitas tinggi untuk kegiatan ekonomi. Hasil perhitungan ini masih merupakan indikasi, karena asumsi untuk penghitungan limbah non-domestik dilakukan hanya berdasarkan jumlah limbah cair yang dibuang sehingga belum memperhitungkan jenis kegiatan yang akan berlangsung.

Tabel 3.6. Perkiraan Konsentrasi BOD oleh Limbah Cair Domestik Perkiraan Limbah Cair

Domestik Penggunaan Air m3/hari Limbah Cair m3/hari Kandungan BOD kg/hari

Limbah Cair Domestik Pulau A 1,995 1,396.5 265 Limbah Cair Domestik Pulau B 10,830 7,581.0 1,440 Limbah Cair Domestik Pulau C 7,030 4,921.0 935 Limbah Cair Domestik Pulau D 8,930 6,251.0 1,188 Limbah Cair Domestik Pulau E 8,170 5,719.0 1,087 Limbah Cair Domestik Pulau F 4,845 3,391.5 644 Limbah Cair Domestik Pulau G 4,085 2,859.5 543 Limbah Cair Domestik Pulau H 1,615 1,130.5 215

(29)

Bab 3 - 29

Perkiraan Limbah Cair

Domestik Penggunaan Air m3/hari Limbah Cair m3/hari Kandungan BOD kg/hari

Limbah Cair Domestik Pulau I 18,145 12,701.5 2,413 Limbah Cair Domestik Pulau J 14,155 9,908.5 1,883 Limbah Cair Domestik Pulau K 1,425 997.5 190 Limbah Cair Domestik Pulau L 21,565 15,095.5 2,868 Limbah Cair Domestik Pulau M 20,710 14,497.0 2,754 Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016

Tabel 3.7. Perkiraan Konsentrasi BOD oleh Limbah Cair Non-Domestik Perkiraan Limbah Cair Non

Domestik Penggunaan Air m3/hari Limbah Cair m3/hari Kandungan BOD kg/hari Limbah Cair Non Domestik Pulau A 1,154.76 808.33 153.58 Limbah Cair Non Domestik Pulau B 5,011.07 3,507.75 666.47 Limbah Cair Non Domestik Pulau C 3,218.74 2,253.12 428.09 Limbah Cair Non Domestik Pulau D 3,150.28 2,205.19 418.99 Limbah Cair Non Domestik Pulau E 3,891.17 2,723.82 517.53 Limbah Cair Non Domestik Pulau F 3,129.34 2,190.54 416.20 Limbah Cair Non Domestik Pulau G 2,230.78 1,561.55 296.69 Limbah Cair Non Domestik Pulau H 857.96 600.57 114.11 Limbah Cair Non Domestik Pulau I 10,699.96 7,489.97 1,423.09 Limbah Cair Non Domestik Pulau J 7,804.32 5,463.02 1,037.97 Limbah Cair Non Domestik Pulau K 166.89 116.82 22.20 Limbah Cair Non Domestik Pulau L 11,670.58 8,169.40 1,552.19 Limbah Cair Non Domestik Pulau M 13,119.52 9,183.66 1,744.90 Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016

Terkait dengan pengelolaan limbah cair tersebut, perlu diantisipasi melalui : 1. Penyediaan waste water treatment plant pada setiap pulau atau

dikerjasamakan dengan beberapa pulau, sehingga menghasilkan buangan limbah cair yang memenuhi baku mutu yang disyaratkan.

2. Sinkronisasi pengembangan infrastruktur pengelolaan limbah cair untuk seluruh pulau reklamasi.

B. Limbah Padat

Timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta mencakup sampah domestik dan sampah industri. Penanganan timbulan sampah domestik meliputi proses pemilahan; pengumpulan; pengangkutan; pengolahan; dan pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan SNI 3242 : 2008 dan justifikasi dari SNI 19-3964-1994 tentang timbulan sampah di permukiman kota besar sebesar 2 – 2,5 liter/orang/hari atau setara dengan 0,4 – 0,5 kg/orang/hari, timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diasumsikan sebesar 3 liter/orang/hari atau setara dengan 0,44 kg/orang/hari. Jika penduduk penghuni dan penduduk komuter yang merepresentasikan intensitas kegiatan dianggap menghasilkan

(30)

Bab 3 - 30 timbulan sampah sama besar dengan faktor kepadatan sebesar 80% dan faktor keserempakan sebesar 70%, maka timbulan sampah di kawasan reklamasi Pantura Jakarta diprakirakan sebagai beriku :

Jumlah penduduk penghuni dan komuter : 1.698.147 jiwa Satuan timbulan sampah : 3 liter/orang/hari

: 0,44 kg/org/hari

Timbulan sampah : (1.698.147 x 0,8) x 0,7 x 3 liter/hari) : 2.852.887 liter/hari

: 418.423 kg/hari : 418 ton/hari

Dengan asumsi yang sama, distribusi timbulan sampah di setiap pulau diterakan dalam tabel berikut.

Tabel 3.8. Timbulan Sampah di Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta Menurut Pulau Pulau Jumlah Penduduk Penghuni dan Komuter (Jiwa) Timbulan Sampah (Liter/Hari) Timbulan Sampah (Kg/Hari) A 5.250 8.320 1.294 B 28.500 47.380 7.022 C 60.032 100.354 14.792 D 71.461 119.553 17.608 E 64.270 107.474 15.336 F 64.198 107.352 15.818 G 35.035 58.358 8.633 H 9.020 15.154 2.223 I 205.992 345.566 49.056 J 312.567 524.645 78.821 K 65.678 109.838 16.942 L 446.822 748.159 109.847 M 213.599 358.345 51.981 N 52.000 86.860 12.813 O 12.353 20.253 3.044 P 42.261 79.498 10.413 Q 9.089 14.768 2.240

Sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah serta kebijakan pengembangan kawasan reklamasi Pantura Jakarta sesuai Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 tahun 2012, pengelolaan sampah dilakukan melalui prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) tanpa membebani wilayah lainnya di DKI Jakarta. Sesuai dengan prinsip dan kebijakan tersebut, maka penanganan timbulan sampah tidak dilakukan melalui penimbunan (open dumping). Pengelolaan sampah dimulai sejak sumber, sehingga pemilahan sampah perlu dilakukan pada sumber-sumber penghasil secara terencana hingga tempat

(31)

Bab 3 - 31 pengolahan akhir. Hal ini terutama mempertimbangkan bahwa lebih dari setengah timbulan sampah merupakan sampah organik yang mudah membusuk dan membutuhkan penanganan segera. Sampah dipilah menurut sampah organik, sampah anorganik, dan limbah B3. Sampah terpilah dikelola menurut zona pengumpulan yang dilengkapi fasilitas tempat penampungan sampah sementara (TPS) dan secara terencana dan terjadwal diangkut menuju tempat pemrosesan akhir. Melalui pemilahan sejak sumber, maka sampah organik dan anorganik yang dapat didaur ulang di TPS minimal sekitar 10%. Sedang sisanya akan diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang dibangun di setiap pulau atau lebih dari satu pulau yang berdekatan. TPST akan berfungsi melakukan proses daur ulang sisa sampah organik dan anorganik yang tidak dapat diproses di TPS; proses insinerasi, dan pengumpulan untuk dikelola lanjut oleh pihak ketiga, termasuk limbah B3. Limbah B3 padat, seperti lampu neon bekas, tinta dan cartridge, bekas kemasan pestisida, obat-obatan kadaluarsa, bekas kemasan bahan kimia, limbah elektronik, dan lainnya yang dipilah sejak sumber pengahsil dikumpulkan dan ditampung di TPST untuk dikelola oleh pihak ketiga yang memiliki ijin. Sampah industri ditangani secara khusus sesuai dengan jenis sampah yang dihasilkan dan dikelola oleh masing-masing kawasan industri. Perhitungan perkiraan limbah cair maupun sampah yang dihasilkan untuk masing-masing pulau tersebut dapat memberi gambaran untuk pemilihan teknik dan cara pengelolaan yang harus dilakukan serta penyusunan kebijakan yang perlu dirumuskan untuk menjamin kegiatan di pulau-pulau tidak meningkatkan pencemaran yang sudah terjadi.

Selain itu, penanganan masalah pencemaran badan air yang bersumber dari kegiatan di daratan menjadi faktor penentu bagi keberlangsungan aktifitas pulau-pulau reklamasi. Hal ini berkaitan dengan adanya arahan pemanfaatan sumber air baku yang berasal dari air laut.

D. Kerawanan Air Bersih

Masalah kerawanan air bersih di DKI Jakarta pada dasarnya berkaitan erat dengan masalah pencemaran badan air sungai. Meskipun DKI Jakarta dilalui oleh banyak sungai diantaranya Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sumber air baku DKI Jakarta diperoleh dari Sungai Citarum yang dialirkan melalui Saluran Tarum Barat. Sungai-sungai yang mengalir di DKI Jakarta lebih banyak memberi jasa ekosistem sebagai tempat pengaliran limbah.

Selain itu, pemanfaatan jaringan air perpipaan oleh penduduk DKI Jakarta juga belum dilakukan oleh penduduk maupun kegiatan ekonomi lainnya. Hingga saat ini, pemanfaatan air tanah dalam terutama untuk gedung-gedung bertingkat tinggi, industri dan rumah tangga diindikasikan telah melampaui groundwater recharge rate. Data dari PAM Jaya sebagaimana disampaikan oleh Bappenas pada Rapat Koordinasi KLHS NCICD dan reklamasi pada tanggal 21 Oktober 2016, bahwa saat ini kebutuhan air DKI Jakarta mencapai 24 m3/detik, sementara yang mampu disuplai oleh PAM Jaya hanya berkisar 18 m3/detik. Hal ini menunjukkan DKI Jakarta saat ini sudah

(32)

Bab 3 - 32 mengalami kekurangan air baku sekitar 6 m3/detik yang pada akhirnya dipenuhi dari pengambilan air tanah.

Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa pengambilan air tanah dalam pada Cekungan Jakarta telah mencapai sekitar 40% dari potensi air tanah sementara maksimal yang diperbolehkan adalah berkisar 20%. Gambar berikut menunjukkan peta cekungan air tanah Jakarta yang mencakup pelayanan lintas provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pengambilan air tanah dalam telah mencapai 21 juta m3/tahun dan sekitar 10 juta m3/tahun diantaranya untuk memenuhi keterbatasan air di DKI Jakarta.

Gambar 3.13. Cekungan Air Tanah Provinsi DKI Jakarta dan Sekitarnya Pembangunan pulau-pulau sekitar 5.100 Ha yang dilanjutkan dengan pembangunan kawasan perkotaan yang bersifat intensif akan membawa konsekuensi pada peningkatan kebutuhan air bersih. Mengingat DKI Jakarta daratan saat ini telah mengalami masalah kerawanan air, maka pengembangan pulau-pulau dan aktifitasnya perlu dijamin tidak menambah beban wilayah daratan.

Dalam Pasal 43 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta telah diatur tentang rencana sistem jaringan air bersih adalah:

Sumber air bersih adalah berasal dari pengolahan air laut, pengolahan air permukaan (waduk penampungan, kolam atau sungai), dan pengolahan air limbah;

Pengambilan air dari waduk penampungan harus memperhatikan kapasitas andalan waduk;

(33)

Bab 3 - 33

Dilaksanakan secara mandiri di setiap pulau atau terpadu dengan pulau/areal/wilayah yang berdekatan;

− Pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan prasarana air bersih menjadi kewajiban pemegang izin reklamasi secara mandiri atau bekerjasama dengan pihak lain.

Namun demikian perlu diperhitungkan pada saat pengajuan izin bahwa penyediaan sumber air baku dapat dijamin kontinuitas maupun kualitasnya mengingat kualitas perairan laut yang telah tercemar, biaya pengolahan air laut sangat tinggi, sumber air waduk sangat bergantung pada curah hujan dan diterapkannya sistem pengolahan limbah cair. Keterpaduan pengelolaan sumber daya air diperkirakan akan menghasilkan kinerja pengelolaan yang lebih efektif dan efisien.

Untuk itu, ketentuan mengenai persyaratan sumber air baku untuk kebutuhan pulau perlu dikaji lebih lanjut dan dituangkan dalam peraturan mengenai proses perizinan. Sebagai gambaran untuk memperkirakan kebutuhan air pulau-pulau reklamasi telah dilakukan perhitungan sederhana sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.9. Kebutuhan Air Bersih di Pulau-pulau Reklamasi Kawasan Pantura No. Pulau

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kebutuhan Air (m3/hari) Total Kebutuhan Air Total

Domestik Domestik Non m3/hari m3/detik 1. Pulau A 10,500 1,995.00 1,873.36 3,868.36 0.045 2. Pulau B 57,000 1,083.00 7,207.08 8,290.08 0.096 3. Pulau C 37,000 703.00 4,983.27 5,686.27 0.066 4. Pulau D 47,000 893.00 4,077.97 4,970.97 0.058 5. Pulau E 43,000 817.00 6,152.51 6,969.51 0.081 6. Pulau F 25,500 4,845.00 5,620.86 10,465.86 0.121 7. Pulau G 21,500 4,085.00 3,760.73 7,845.73 0.091 8. Pulau H 8,500 1,615.00 1,429.24 3,044.24 0.035 9. Pulau I 95,500 18,145.00 18,603.34 36,748.34 0.425 10. Pulau J 74,500 14,155.00 13,209.91 27,364.91 0.317 11. Pulau K 7,500 1,425.00 443.29 1,868.29 0.022 12. Pulau L 113,500 21,565.00 19,599.03 41,164.03 0.476 13. Pulau M 109,000 2,071.00 23,409.94 25,480.94 0.295 Total 2.127

Perhitungan di atas hanya merupakan indikasi minimal karena asumsi yang digunakan adalah :

− Kebutuhan air domestik = 190 liter/orang/hari − Kebutuhan air non domestik =

o untuk peruntukan zona campuran dan zona perdagangan adalah 1,2 liter/m2/hari dan diberlakukan

(34)

Bab 3 - 34 o untuk pelayanan umum dan sosial 30% kebutuhan air domestik.

o untuk RTH adalah 3% kebutuhan domestik

Namun demikian perhitungan tersebut dapat menjadi pertimbangan kepada pemilihan sumber air baku dan metode pengelolaannya. Metode pengelolaan yang terpadu diperkirakan akan menghasilkan kinerja yang lebih efektif dan efisien.

3.3.2. Potensi Dampak Materi Muatan KRP Terhadap Lingkungan Hidup Lainnya Dari tabel pengaruh rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan DKI Jakarta, dapat dilihat bahwa muatan rancangan RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta juga berpotensi menimbulkan isu baru yang lebih spesifik, seperti :

A. Isu berkaitan dengan masalah status kawasan

Status kawasan Pulau-pulau reklamasi sebagai bagian dari wilayah administrasi Provinsi DKI Jakarta dan wilayah administrasi Kota Jakarta Utara telah diatur dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta. Meskipun demikian, belum dijelaskan lebih lanjut apakah kawasan baru ini akan menjadi satu kecamatan tersendiri atau terpadu dengan kecamatan-kecamatan di wilayah pesisirnya sesuai dengan letak pulau. Hal ini diatur lebih lanjut mengingat akan membawa konsekuensi pada status kependudukan, pertanahan maupun kebutuhan administrasi lainnya. Pengaturan tersebut harus bersifat antisipatif terhadap kecepatan realisasi pembangunan dan pengembangan pulau reklamasi, yang dapat berupa revisi terhadap Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur mengenai wilayah administrasi.

B. Isu berkaitan dengan batas wilayah

Sebagaimana di atur dalam rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, batas wilayah sebelah Selatan adalah kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah daratan terutama wilayah pesisir tidak merupakan satu kesatuan wilayah perencanaan sebagaimana diamanatkan oleh Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012. Sehingga muatan yang mengatur tentang RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta sebagai bagian dari pengembangan Kawasan Strategis Provinsi belum signifikan. Beberapa muatan rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta tentang keterkaitan pulau-pulau dengan wilayah pesisir antara lain bahwa salah satu tujuan Penataan Ruang Pantura Jakarta adalah terwujudnya penataan kembali daratan pantai utara Jakarta dan pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang memperhatikan kualitas lingkungan, yang kemudian dijabarkan dalam kebijakan penataan ruang dalam Pasal 7 ayat (4) sebagai berikut :

− penataan kembali permukiman daratan Pantai Utara Jakarta untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat; dan

− pengembangan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang ramah lingkungan untuk mengurangi resiko bencana.

(35)

Bab 3 - 35 − melakukan perbaikan lingkungan, pemeliharaan kawasan permukiman dan kampung nelayan dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi penduduk; dan

− merelokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun/kampung vertikal.

Dari tujuan, kebijakan dan strategi terlihat bahwa kawasan pesisir Pantura Jakarta merupakan satu kesatuan dengan kawasan pulau-pulau. Meskipun demikian, hal ini tidak sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dibagi atas 3 (tiga) sub-kawasan yaitu: a. Sub-kawasan Barat meliputi areal reklamasi bagian barat, terdiri dari Pulau A,

Pulau B, Pulau C, Pulau D, Pulau E, Pulau F, Pulau G, dan Pulau H;

b. Sub-kawasan Tengah meliputi areal reklamasi bagian tengah, terdiri dari Pulau I, Pulau J, Pulau K, Pulau L, dan Pulau M; dan

c. Sub-kawasan Timur meliputi areal reklamasi bagian timur, terdiri dari Pulau N, Pulau O, Pulau P, dan Pulau Q.

Dapat diindikasikan bahwa strategi relokasi perumahan dari bantaran sungai dan lokasi fasilitas umum melalui penyediaan rumah susun/kampung vertikal tidak termasuk dalam kawasan yang tata ruangnya diatur dalam Pasal 15 rancangan Perda RTR Kawasan Strategis Pantura Jakarta, sehingga perlu disinkronkan dengan rencana tata ruang wilayah daratan, yaitu Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW DKI Jakarta 2030 dan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi. C. Isu berkaitan dengan Rencana Pulau N – Q yang bersifat indikatif

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, rencana pola ruang maupun rencana intensitas bangunan untuk Pulau N hingga Q belum diatur dengan kedetilan seperti pengaturan pada pulau A – M. Pada Pasal 15 dinyatakan bahwa Pulau N, Pulau O, Pulau P, Pulau Q dan sebagian Pulau M dikembangkan secara khusus oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi kawasan pelabuhan terpadu untuk mendukung peran ibukota negara dan penggambaran struktur ruang dan pola ruangnya secara detail akan dimuat dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 15 menunjukkan bahwa kewenangan tata ruang Pulau N – Q merupakan kewenangan Pemerintah bersama Pemerintah Daerah.

D. Isu berkaitan dengan terganggunya kinerja instalasi penting di pesisir Utara

Pada saat ini terdapat beberapa instalasi penting di kawasan Pantura Jakarta. seperti PLTU/PLTGU Muara Karang, Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan laut internasional, jaringan kabel dan pipa gas bawah laut dan sebagainya. Instalasi penting tersebut membutuhkan kondisi perairan tertentu. Untuk pelayaran kapal dibutuhkan perairan yang bebas dilalui oleh kapal besar dua arah dan perairan yang dalam. PLTU/PLTGU membutuhkan kondisi suhu perairan tertentu. Sementara jaringan kabel dan gasbawah laut memerlukan jarak bebas tertentu. Selain itu adanya rencana pembangunan tanggul di sepanjang pesisir juga mengubah garis pantai lama. Oleh sebab itu bentuk pulau

(36)

Bab 3 - 36 harus mempertimbangkan alur keluar-masuk kapal dari dan ke pelabuhan dan pusat kegiatan perikanan, batasan kedalaman, kanal pemisah yang berpedoman pada peraturan perundangan, jarak minimal pulau dengan keberadaan instalasi pipa dan kabel yang disyaratkan pada peraturan, memperhatikan aliran 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta serta laju sedimentasinya, serta harus memperhatikan infrastruktur penting di kawasan pesisir daratan.

Berikut adalah gambar titik lokasi instalasi penting yang disandingkan dengan titik-titik potensi permasalahan lingkungan di kawasan Pantura Jakarta.

(37)

Bab 3 - 37

Gambar 3.14. Titik Lokasi Instalasi Penting Kawasan Pesisir Pantura

(38)

Bab 3 - 38

E. Isu berkaitan dengan peningkatan bangkitan lalu lintas

Rencana pengembangan Pantura yang bersifat massif akan membawa konsekuensi pada peningkatan bangkitan lalu lintas terutama pada akses menuju ke dan dari pulau. Selain itu pengembangan suatu kawasan menjadi Kawasan Strategis Provinsi apalagi yang memiliki nilai strategis secara ekonomi social dan lingkungan bersama-sama akan menimbulkan mobilitas yang tinggi ke dan dari kawasan. Sementara secara struktur ruang Kawasan Strategis Pantura ini akan memiliki keterhubungan dengan kawasan-kawasan strategis lainnya di wilayah DKI Jakarta terutama yang berkaitan dengan kawasan strategis kepentingan ekonomi

Sebagaimana termuat dalam raperda, akses utama menuju KSP Pantura dari daratan Jakarta adalah berupa jaringan angkutan umum massal dan jaringan jalan untuk kendaraan pribadi (Pasal 25). Jaringan angkutan umum massal berbasis jalan dari Pulau C, D, E, F, G, H, I, J dan L langsung terkoneksi dengan jaringan angkutan umum berbasis jalan di daratan sebagaimana direncanakan dalam RTRW 2030. Sementara itu pasal 27 juga menyebutkan bahwa jaringan jalan untuk kendaraan pribadi akan terhubung langsung dengan jalan arteri di daratan Jakarta. Potensi kemacetan akan terjadi pada titik – titik pertemuan antara jalan akses dan jalan arteri di daratan.

Gambar berikut menunjukkan titik potensi kemacetan yang terjadi di wilayah daratan DKI Jakarta sebagai pengaruh dari pengembangan KSP Pantura. Sebagai informasi titik kemacetan ini dibagi dalam lingkup kurun waktu hari kerja dan hari libur kerja (weekend days). Dalam kondisi eksisting saat ini pada kurun waktu hari kerja diketahui terdapat 10 titik kemacetan di kawasan Pesisir Jakarta. Dan diperkirakan selanjutnya bila pulau reklamasi sudah dibangun terdapat penambahan 6 titik kemacetan baru karena jalan akses utama dari area pulau-pulau reklamasi.

Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan konektivitas jaringan jalan di pulau dengan jalan di daratan yang dapat meminimalisir terjadinya konflik sebidang, antara lain melalui pembangunan jalan arteri layang di daratan pantai lama yang terhubung langsung dengan akses jalan menuju pulau.

(39)

Bab 3 - 39

Gambar 3.16. Titik Kemacetan Kawasan Pesisir Serta Perkiraan Dampak Dari Timbulnya Bangkitan Lalu Lintas Dari Pengembangan

(40)

Bab 3 - 40

Tabel 3.10. Informasi Titik Kemacetan Eksisting Pada Situasi Hari Kerja Di Kawasan Pesisir Pantura Jakarta Waktu

Pengamatan Senin - Jumat Hari Kerja: Identifikasi Titik Kemacetan

Pukul 8.00

WIB Titik Kemacetan: 1. Persimpangan Jalan Tol

Lingkar Luar Jakarta - Jalan Tol Prof. Sedyatmo 2. Persimpangan Jalam Pluit

Selatan Raya - Jalan Jembatan Tiga

3. Persimpangan Jalan R.E. Martadinata - Jalan Gunung Sahari Raya 4. Persimpangan Jalan

Sulawesi - Jalan Raya Pelabuhan

5. Persimpangan Jalan Cilincing Raya - Jalan Cakung Cilincing Raya

Gambar

Tabel 3.1.  Hasil Studi dan Kajian Sebelumnya
Tabel 3.2.  Review Isu Strategis Berdasarkan Kajian dan Studi                                           Yang Telah  Dilakukan
Gambar 3.3. Peta Infrastruktur Yang Potensial Terdampak Rencana  Pengembangan Kawasan Strategis Pantura Jakarta
Gambar  berikut  menunjukkan  potongan  melintang  1’  –  1’  lapisan  bawah  laut  di  sekitar rencana Pulau C di Kawasan Pantura Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur atas berkat rahmat Allah SWTyang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “ Analisis Beban Kerja

Obyek utama dalam penelitian ini yaitu mengetahui torsi dan daya motor bakar 4 tak dengan pengaplikasian katup standart dan modifkasi yang memiliki ukuran

Skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) Berbantuan Alat Peraga terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa pada Materi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan perawat di RSUD Pandan Arang Boyolali pada tanggal 16-30 September

SEDANG  Auditee telah memiliki prosedur pengelolaan fauna untuk seluruh jenis dilindungi dan/atau langka, jarang, terancam punah dan endemic yang terdapat diareal kerja.. 

Ruang lingkup pada “Resort Wisata Dengan Pendekatan Tektonika Arsitektur Di Kota Pagar Alam” yaitu sebuah bangunan yang diperuntukkan untuk fasilitas penginapan bagi para

Jika dilakukan observasi di lokasi kejadian kecelakaan, pemasangan rambu rambu sementara yang dilakukan petugas layanan jalan tol belum sesuai dengan aturan SK DIREKSI

Kecemasan atau penghindaran fobik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti fobia sosial (misalnya, penghindaran terbatas pada situasi sosial