16 BAB III
BASIS DATA UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR DAN KEBERADAAN DATA SPASIAL YANG DIPERLUKAN
Sistem identifikasi daerah rawan banjir membutuhkan adanya data spasial yang diolah dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Namun SIG akan efektif jika disusun sebuah model basis data terlebih dahulu sehingga diperoleh kumpulan data dasar yang saling berhubungan untuk menghasilkan sistem informasi yang diinginkan. Kumpulan data dasar yang diperlukan tersebut juga harus lengkap dan seragam. Oleh karena itu, dalam bab ini akan dibahas mulai dari proses penyusunan basis data hingga kajian mengenai keberadaan dan ketersediaan data yang diperlukan untuk identifikasi daerah rawan banjir.
3.1 Penyusunan Basis Data Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir
Langkah-langkah yang digunakan dalam membangun basis data meliputi tiga tahap, yaitu: tahap konseptual, tahap logikal, dan tahap fisikal.
3.1.1 Tahap Konseptual
Berdasarkan studi literatur didapatkan model identifikasi daerah rawan banjir (seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.3) sehingga dapat didefinisikan kebutuhan pengguna yaitu meng-identifikasi daerah yang berpotensi terjadi banjir berdasar volume air limpasan dan kapasitas tampung sungai. Dari model yang dipilih juga dapat didefinisikan data dasar yang diperlukan, yaitu:
1. data tutupan lahan 2. data jenis tanah 3. data curah hujan 4. data luas DAS 5. data titik tinggi
17 3.1.2 Tahap Logikal
a. Penentuan Entitas
Dalam penyusunan basis data untuk identifikasi daerah rawan banjir ini dapat ditentukan entitas-entitas yang terkait dengan permasalahan dan data yang ada, yaitu: 1. tutupan lahan 2. jenis tanah 3. curah hujan 4. DAS 5. titik tinggi b. Penentuan Atribut
Berikut atribut dasar yang akan digunakan dan grafik primitif dari masing-masing entitas, yaitu:
• tutupan lahan (id_tutupan_lahan, keterangan tutupan lahan) grafik primitif = poligon
• jenis tanah (id_jenis_tanah, keterangan jenis tanah) grafik primitif = poligon
• curah hujan (id_CH, tingkat curah hujan) grafik primitif = poligon
• DAS (id_DAS, nama DAS, luas DAS) grafik primitif = poligon
• titik tinggi (id_tinggi, tinggi) grafik primitif = titik
c. Hubungan Antar Entitas dan Diagram Entity Relationship
Dalam permasalahan identifikasi daerah rawan banjir, hubungan antar entitas,
18 1. Hubungan entitas DAS dengan tutupan lahan:
Diagram ER:
Enterprise Rules:
• Setiap DAS memiliki satu atau beberapa jenis tutupan lahan. • Satu jenis tutupan lahan mungkin terdapat di beberapa DAS.
• Hubungan kedua entitas tersebut adalah banyak ke banyak dan berkelas obligatory.
Tabel Skeleton:
• DAS (id_DAS, nama DAS, luas DAS)
• tutupan lahan (id_tutupan_lahan, keterangan tutupan lahan) • DAS – tutupan lahan (id_DAS, id_tutupan_lahan)
2. Hubungan entitas DAS dengan jenis tanah: Diagram ER:
Enterprise Rules:
• Setiap DAS memiliki satu atau beberapa jenis tanah. • Satu jenis tanah mungkin terdapat di beberapa DAS.
• Hubungan kedua entitas tersebut adalah banyak ke banyak dan berkelas obligatory.
Tabel Skeleton:
• DAS (id_DAS, nama DAS, luas DAS)
• jenis tanah (id_jenis_tanah, keterangan jenis tanah) • DAS – jenis tanah (id_DAS, id_jenis_tanah)
m
memiliki n tutupan lahan
DAS
m
memiliki n jenis tanah
19 3. Hubungan entitas DAS dengan curah hujan:
Diagram ER:
Enterprise Rules:
• Setiap DAS memiliki satu atau beberapa jenis curah hujan. • Satu jenis curah hujan mungkin terdapat di beberapa DAS.
• Hubungan kedua entitas tersebut adalah banyak ke banyak dan berkelas obligatory.
Tabel Skeleton:
• DAS (id_DAS, nama DAS, luas DAS) • curah hujan (id_CH, tingkat CH) • DAS – curah hujan (id_DAS, id_CH)
4. Hubungan entitas DAS dengan titik tinggi: Diagram ER:
Enterprise Rules:
• Setiap DAS memiliki beberapa jenis titik tinggi.
• Satu jenis titik tinggi mungkin terdapat di beberapa DAS.
• Hubungan kedua entitas tersebut adalah banyak ke banyak dan berkelas obligatory.
Tabel Skeleton:
• DAS (id_DAS, nama DAS, luas DAS) • titik tinggi (id_tinggi, tinggi)
• DAS – DEM (id_DAS, id_tinggi)
m
memiliki n curah hujan
DAS
m
memiliki n titik tinggi
20 Setelah hubungan antar entitas dan enterprise rule terdefinisi, maka dapat dibuat sebuah diagram entity relationship yang menyatakan hubungan antar seluruh entitas. Diagram entity relationship dari semua entitas data yang ada dapat diihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Entity Relationship
d. Pembuatan Tabel Kerangka
Tabel kerangka (skeleton table) adalah sekumpulan tabel yang menjelaskan hubungan antara satu entitas dengan entitas yang lain pada data yang ada. Pada sekumpulan tabel tersebut akan diketahui hubungan antar satu data dengan data yang lainnya, yaitu dengan mengetahui elemen kunci (primary key) atau item yang dijadikan ID dari masing-masing entitas. Elemen kunci entitas pada tabel skeleton ditandai dengan atribut khusus, harus bersifat tunggal untuk menghindari terjadinya ambiguitas entitas. Berikut keseluruhan tabel skeleton yang terbentuk dengan notasi huruf dicetak tebal sebagai primary key:
1. tutupan lahan (id_tutupan_lahan, keterangan tutupan lahan) 2. jenis tanah (id_jenis_tanah, keterangan jenis tanah)
3. curah hujan (id_CH, tingkat curah hujan) 4. DAS (id_DAS, nama DAS, luas DAS) 5. titik tinggi (id_tinggi, tinggi)
6. DAS – tutupan lahan (id_DAS, id_tutupan_lahan) DAS jenis tanah tutupan lahan m n m n m m n n curah hujan titik tinggi
21 7. DAS – jenis tanah (id_DAS, id_jenis_tanah)
8. DAS – curah hujan (id_DAS, id_CH) 9. DAS – titik tinggi (id_DAS, id_tinggi)
3.2 Kebutuhan dan Keberadaan Data Spasial Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir
Melalui penyusunan model basis data SIG untuk identifikasi daerah rawan banjir yang sedang dilakukan, telah didefinisikan data dasar apa saja yang diperlukan untuk membangun basis data SIG tersebut. Setelah diketahui data dasar yang diperlukan maka dikaji keberadaan data itu berdasar ketersediaan data-nya di sejumlah instansi (custodian) yang ada di Propinsi Jawa Barat.
3.2.1 Kebutuhan Data dalam Penyusunan Basis Data untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir
Berdasarkan model yang dipilih (seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.3), identifikasi daerah rawan banjir ditentukan dengan menghitung besarnya volume air limpasan dan kapasitas tampung aliran sungai. Jika volume air limpasan melebihi kapasitas tampung aliran sungai, maka daerah tersebut diidentifikasi memiliki potensi terjadi banjir. Data dasar yang diperlukan dalam identifikasi daerah rawan banjir ini adalah berupa data spasial semua, yaitu:
a. Peta Tutupan Lahan
Peta tutupan lahan juga digunakan untuk menentukan daya serap air. Data jenis tutupan lahan digunakan untuk mengetahui indeks jenis tutupan lahan sehingga dapat menentukan berapa nilai curve number-nya. Dari nilai curve
number, dapat digunakan untuk menghitung berapa potensial penyerapan
maksimum. b. Peta Jenis Tanah
Peta jenis tanah digunakan untuk menentukan daya serap air. Data jenis tanah digunakan untuk mengetahui indeks jenis tanah sehingga didapatkan berapa nilai curve number-nya.
22 c. Peta Curah Hujan
Peta curah hujan digunakan untuk menentukan besarnya intensitas air hujan dan banyaknya air yang jatuh ke permukaan tanah. Dari nilai curah hujan (mm/tahun) dapat ditentukan intensitas curah hujan dalam mm/jam (I), sehingga dapat digunakan dalam menghitung besarnya air limpasan atau debit puncak (Qp).
d. Peta DAS
Peta DAS digunakan untuk mengetahui berapa luas DAS (A), yang digunakan untuk menghitung besarnya air limpasan atau debit puncak (Qp).
e. Peta Titik Tinggi
Data ketinggian digunakan untuk membuat Digital Elevation Model (DEM), kemudian data DEM diturunkan menjadi kemiringan (S) dan panjang aliran (L). Kemiringan dihitung dengan membandingkan beda tinggi satu piksel dengan piksel sekelilingnya. Panjang aliran ditentukan dari arah aliran dan akumulasi aliran. Arah aliran ditentukan berdasarkan nilai piksel pada setiap piksel DEM dengan mencari nilai piksel terkecil di sekelilingnya. Air akan mengalir ke piksel dengan nilai terkecil. Akumulasi aliran menyatakan piksel yang menjadi titik pengeluaran dari beberapa arah aliran. Total jarak aliran dari awal hingga titik pengeluaran DAS disebut panjang aliran (Julian, 2008). Dari kemiringan dan panjang aliran maka dapat dihitung waktu konsentrasi (Tc).
3.2.2 Keberadaan Data Spasial Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir Setelah diketahui data yang diperlukan untuk identifikasi daerah rawan banjir, berikutnya mengkaji keberadaan data spasial berdasar ketersediaan data di sejumlah instansi (custodian) yang ada di Propinsi Jawa Barat. Berikut keberadaan data spasial yang dibutuhkan untuk identifikasi daerah rawan banjir yang ditelusuri keberadaannya menggunakan rumusan KDD IDSD Propinsi Jawa Barat yang telah dimasukkan keberadaan data eksistingnya, yaitu:
23 1. Peta tutupan lahan
Peta tutupan lahan bersumber dari Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat, tahun 2005 dengan format digital, skala 1:100.000, dan berasal dari klasifikasi citra LANDSAT.
2. Peta jenis tanah
Peta jenis tanah bersumber dari Balai Penelitian Tanah (BALITTANAH), tahun 1999 dengan format digital, dan skala 1:250.000.
3. Peta curah hujan
Peta curah hujan bersumber dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), tahun 1998 dengan format digital, dan skala 1:250.000.
4. Peta DAS
Peta DAS bersumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR) – Departemen Pekerjaan Umum, tahun 2002 dengan format digital, dan skala 1:250.000.
5. Peta titik tinggi
Peta titik tinggi bersumber dari Badan Koordinasi dan Survey Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), tahun 2003 dengan format digital, dan skala 1:25.000.
Untuk lebih jelasnya, keberadaan data yang diperlukan untuk identifikasi daerah rawan banjir dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:
Tabel 3.1 Kebutuhan dan Ketersediaan Data
No
Kebutuhan Data
Spasial Ketersediaan Data Geo-Spasial
Data Atribut yang dibutuhkan Data Spasial Sumber Data / Custodian Perolehan Data Skala
(bil. skala) Tahun
Grafik Primitif Sistem Koordinat Jenis Data 1 Tutupan Lahan ket. tutupan lahan Peta Tutupan Lahan
BAPEDA BAPEDA 100.000 2005 Poligon UTM Digital
2 Jenis Tanah ket. jenis tanah Peta Jenis Tanah
BALITTANAH BAPEDA 250.000 1999 Poligon UTM Digital
3 Curah Hujan ket. curah hujan Peta Curah Hujan
BMG BAPEDA 250.000 1998 Poligon UTM Digital
4 DAS luas DAS Peta
DAS PUSAIR - PU BAPEDA 250.000 2002 Poligon UTM Digital 5 Titik
Tinggi ket. tinggi
Peta Titik Tinggi
24 3.3 Tahap Fisikal
Tahap fisikal ini merupakan lanjutan dari tahap konseptual dan logikal dari penyusunan basis data yang telah dilakukan sebelumnya. Hal yang dilakukan pada tahap fisikal adalah menguji sampai sejauh mana data dasar spasial yang diperlukan untuk identifikasi daerah rawan banjir dapat memenuhi kebutuhan
query dari pengguna. Setelah dikaji keberadaan data spasial yang diperlukan,
maka dibangun basis data berbasiskan data spasial yang tersedia tersebut. Namun tidak semua data yang diperlukan untuk identifikasi daerah rawan banjir ini di-uji oleh penulis. Data dasar yang di-uji penulis adalah data yang didapatkan oleh penulis, yaitu:
1. Peta tutupan lahan 2. Peta jenis tanah 3. Peta curah hujan 4. Peta DAS 5. Data SRTM
Alasan digunakan data SRTM dalam tahap fisikal ini adalah penulis tidak mendapatkan peta titik tinggi. Karena penggunaan peta titik tinggi adalah diturunkan menjadi data DEM, maka penulis menggantinya dengan data SRTM 90 meter yang bersumber dari NASA, tahun 2003.
Dalam tahap fisikal, penulis juga menggunakan peta batas administrasi untuk mengetahui batas daerah studi kasus yang sedang diteliti. Peta tersebut ber-skala 1:250.000, dengan sumber data BPN, tahun 1999. Untuk membandingkan hasil akhir yang didapat, penulis membandingkan keberadaan daerah rawan banjirnya dengan daerah rawan banjir yang bersumber dari Peta Rawan Bencana Alam Propinsi Jawa Barat, Ditjen Geologi, tahun 2002.
Hasil identifikasi daerah rawan banjir yang dilakukan penulis terdapat dalam halaman Lampiran.