• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS. 1. keberadaan dan ketersediaan data 2. data dasar 3. hasil 4. rancangan IDS untuk identifikasi daerah rawan banjir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS. 1. keberadaan dan ketersediaan data 2. data dasar 3. hasil 4. rancangan IDS untuk identifikasi daerah rawan banjir"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

25 BAB IV

ANALISIS

Dari penyusunan basis data dan kajian mengenai keberadaan data untuk identifikasi daerah rawan banjir dapat dianalisis beberapa hal, yaitu mengenai:

1. keberadaan dan ketersediaan data 2. data dasar

3. hasil

4. rancangan IDS untuk identifikasi daerah rawan banjir

4.1 Analisis Keberadaan dan Ketersediaan Data

Mengenai keberadaan data untuk identifikasi daerah rawan banjir, hampir semua peta yang dibutuhkan tersedia di BAPEDA Jawa Barat. Dalam hal ini BAPEDA bukan merupakan instansi yang menghasilkan data (sumber data atau custodian) tetapi berkaitan dengan fungsi BAPEDA yaitu sebagai instansi yang melakukan perencanaan pembangunan di tingkat propinsi sehingga beberapa data dari berbagai sumber instansi terkumpul di BAPEDA.

Mengenai ketersediaan data berdasarkan tupoksi setiap instansi, terdapat satu instansi yang menghasilkan data spasial tetapi tidak sesuai dengan tupoksinya, misalnya BAPEDA yang menghasilkan peta tutupan lahan. Apabila mengacu dari tupoksi yang berlaku maka seharusnya yang menjadi custodian atau sumber data peta tutupan lahan adalah DEPHUT. Namun secara eksisting (ketersediaan) peta tutupan lahan tidak terdapat di DEPHUT atau data tersebut tidak dipublikasikan sehingga pengguna tidak dapat mengetahui keberadaannya.

(2)

26 4.2 Analisis Data Dasar

Data yang dianalisis adalah data dasar yang digunakan dalam tahap fisikal. Data dasar yang digunakan adalah peta tutupan lahan, peta jenis tanah, peta curah hujan, peta DAS, dan data SRTM 90 meter. Berikut beberapa análisis yang dilakukan terhadap data dasar tersebut:

a. Analisis mengenai ketersediaan atribut yang dibutuhkan

Atribut yang diperlukan dalam identifikasi daerah rawan banjir adalah keterangan jenis tutupan lahan, jenis tanah, tingkat curah hujan, luas DAS dan tinggi. Semua atribut yang diperlukan tersebut seluruhnya terdapat dalam masing-masing data dasar yang akan digunakan.

b. Analisis skala/resolusi dari data dasar yang digunakan

Data dasar yang digunakan untuk kebutuhan identifikasi daerah rawan banjir ini belum mempunyai skala yang seragam. Peta jenis tanah, peta curah hujan, dan peta DAS mempunyai skala seragam yaitu 1:250.000, peta tutupan lahan adalah 1:100.000, sedangkan untuk data SRTM mempunyai resolusi 90 meter, jika dihitung mendekati skala 1:250.000. Untuk lebih jelas mengenai skala data dasar yang digunakan dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Skala/Resolusi Data Dasar yang Digunakan

Jenis Data Dasar Skala/Resolusi Peta

Peta Tutupan Lahan 1:100.000 Peta Jenis Tanah 1:250.000 Peta Curah Hujan 1:250.000 Peta DAS 1:250.000

(3)

27 Ketidakseragaman skala pada data dasar tersebut dapat menyebabkan informasi yang dihasilkan kurang akurat karena skala peta hasil akhir akan mengikuti skala peta terkecil dari data dasar yang digunakan, yaitu 1:250.000. Karena peta tutupan lahan mempunyai skala 1:100.000 maka peta tutupan lahan ini mengikuti skala terkecil 1:250.000. Akibatnya terjadi generalisasi data tutupan lahan dan hal inilah yang dapat menyebabkan ketidakakuratan informasi yang dihasilkan.

Ketidakseragaman skala data dasar yang digunakan juga berpengaruh terhadap ketelitian luas dan tinggi pada peta yang dihasilkan. Berikut cara menghitung ketelitian luas dan tinggi peta, yaitu:

Ketelitian luas peta dipengaruhi oleh ketelitian panjang (σpanjang) dan lebar (σlebar),

σpanjang = σlebar. Sedangkan ketelitian panjang dan lebar sendiri dipengaruhi oleh

ketelitian planimetrik dari dua titik (σP1 dan σP2), dimana σP1 = σP2 = σP. Oleh

karena itu, bisa diperoleh ketelitian luas dengan hitungan sebagai berikut: • σpanjang = σlebar = [ σP12 + σP22 ] ½ σpanjang = σlebar = σP √2 • σL2 = σpanjang2 + σlebar2 σL = [ σpanjang 2 + σlebar2 ] ½ σL = σpanjang √2 σL = 2 σP

90% (level of significant ∞ 1,64σ) dari seluruh titik yang dapat diidentifikasi secara jelas di lapangan harus dapat diplot pada (skala) peta dengan ketelitian 0,5 mm dari posisi sebenarnya. Peluang 90% ∞ peta kelas 1.

90% (level of significant ∞ 1,64σ) dari seluruh titik tinggi yang dicek di lapangan harus memiliki ketelitian 0,5 nilai interval kontur (c.i).

(4)

28 Skala 1:100.000 Skala 1:250.000 • ketelitian planimetrik 90% (1,64σ) berada dalam 50,0 m 1,64 σP = 50,0 m σP = 30,49 m maka σL = 2 σP σL = 60,98 m2 • ketelitian tinggi c.i = 50,0 m 0,5 c.i = 25,0 m 90% (1,64σ) berada dalam 25,0 m maka 1,64 σZ = 25,0 m σZ = 15,24 m • ketelitian planimetrik 90% (1,64σ) berada dalam125,0 m 1,64 σP = 125,0 m σP = 76,22 m maka σL = 2 σP σL = 152,44 m2 • ketelitian tinggi c.i = 125,0 m 0,5 c.i = 75,0 m 90% (1,64σ) berada dalam 75,0 m maka 1,64 σZ = 75,0 m σZ = 45,73 m

Ketelitian luas untuk peta skala 1:100.000 adalah 60,98 m2, sedangkan ketelitian

luas untuk peta skala 1:250.000 adalah 152,44 m2. Akibatnya ketelitian luas pada peta yang dihasilkan (yang dipengaruhi ketelitian dari kedua peta) adalah sebesar 164,18 m2.

Ketelitian tinggi untuk peta skala 1:100.000 adalah 15,24 m, sedangkan ketelitian luas untuk peta skala 1:250.000 adalah 45,73 m. Akibatnya ketelitian tinggi pada peta yang dihasilkan (yang dipengaruhi ketelitian dari kedua peta) adalah sebesar 48,20 m.

Sehingga dapat dianalisis bahwa ketidakseragaman data dasar yang digunakan dapat menghasilkan peta yang kurang teliti.

c. Analisis tahun pemetaan dari data dasar yang digunakan

Data dasar yang digunakan untuk identifikasi daerah rawan banjir ini merupakan data dasar yang tersedia saat ini dan yang terkini. Data dasar tersebut adalah peta tutupan

(5)

29 lahan yang dibuat tahun 2005, peta jenis tanah tahun 1999, peta curah hujan tahun 1998, peta DAS tahun 2002, dan DEM SRTM tahun 2003. Jika dianalisis dari segi tahun pemetaan data yang digunakan, hal ini juga dapat menyebabkan informasi yang dihasilkan kurang akurat.

Terkini artinya up to date, terbaru, paling sesuai dengan keadaan lapangan saat ini. Jika dalam jangka waktu yang lama, keadaan suatu objek geografis relatif tidak mengalami perubahan maka data dasar dari objek geografis tersebut masih dapat digunakan untuk identifikasi daerah rawan banjir. Namun tidak seterusnya juga data tersebut tidak di-up date/diperbarui, data tersebut harus diperbarui ketika dalam kurun waktu tertentu objek tersebut berubah. Sebagai contoh data jenis tanah, tinggi, dan DAS. Objek geografis tersebut tidak akan mengalami perubahan yang cepat, berbeda dengan tutupan lahan dan curah hujan. Objek geografis tutupan lahan dan curah hujan, dapat berubah dalam jangka waktu yang singkat. Sehingga untuk meng-identifikasi daerah rawan banjir, data dasar tersebut harus berupa data yang terkini. Sebagai contoh peta tutupan lahan. Tutupan lahan untuk suatu daerah tertentu dalam selang waktu yang singkat (misal 1 tahun) bisa jadi banyak mengalami perubahan. Sehingga untuk identifikasi daerah rawan banjir, data dasar tutupan lahan yang akan digunakan harus data tutupan lahan yang terkini, misalnya data tersebut adalah data yang telah dibuat 1 tahun sebelum digunakan. Sama halnya dengan curah hujan. Setiap periode tertentu, curah hujan juga mengalami perubahan. Oleh karena itu, untuk identifikasi daerah rawan banjir sebaiknya tersedia data dasar tutupan lahan dan curah hujan yang terbaru paling tidak jangan terlalu jauh dari pemodelan SIG yang akan dibuat.

d. Analisis ketidaklengkapan informasi dalam data dasar

Dari data spasial yang digunakan, diketahui masih terdapat ketidaklengkapan informasi dalam data dasar yaitu berupa kekosongan data (no data) pada peta curah hujan. Kekosongan data ini dapat berpengaruh pada hasil akhir yang didapat.

(6)

30 4.3 Analisis Hasil

Untuk menganalisis hasil identifikasi daerah rawan banjir yang dilakukan penulis, keberadaan daerah rawan banjir hasil identifikasi penulis dibandingkan dengan daerah rawan banjir yang bersumber dari peta Rawan Bencana Alam Propinsi Jawa Barat, Ditjen Geologi, tahun 2002, skala 1:250.000. Peta Daerah Rawan Banjir yang bersumber dari Peta Rawan Bencana Alam, Ditjen Geologi, 2002 ini dapat dilihat dalam halaman Lampiran.

Setelah dibandingkan, dapat dilihat bahwa keberadaan daerah rawan banjir antara kedua peta tersebut berbeda. Hal tersebut terjadi, mungkin dikarenakan perbedaan metodologi dalam identifikasi daerah rawan banjir dan data dasar yang digunakan. Kemungkinan yang kedua adalah dikarenakan adanya asumsi dari penulis yang digunakan untuk menghitung kapasitas tampung sungai. Hal ini terjadi karena tidak tersedia data spasial/atribut mengenai kedalaman dan lebar sungai.

4.4 Analisis Rancangan IDS Untuk Identifikasi Daerah Rawan Banjir

Saat ini keberadaan data spasial yang diperlukan untuk identifikasi daerah rawan banjir dapat dianalisis belum dikelola secara optimal. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu diciptakan suatu Infrastruktur Data Spasial (IDS). Terciptanya IDS dapat dimulai dengan pembangunan clearinghouse. Sistem clearinghouse adalah suatu sistem penelusuran informasi metadata data spasial yang berbasiskan pada internet. Dalam sistem ini akan terbentuk jaringan lintas pelaku (stakeholder) baik penghasil atau pengguna data yang lokasinya tersebar dan masing-masing terhubung dalam jaringan internet. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 4.

(7)

31 Gambar 4.1 Clearinghouse Data

Diharapkan dengan adanya sistem clearinghouse, penghasil data untuk identifikasi daerah rawan banjir dapat menginformasikan kepada para pengguna data mengenai ketersediaan data-nya, mulai dari status dan kondisi data serta tata cara perolehannya. Untuk menunjang pembangunan clearinghouse maka perlu dibangun unit clearing yang berfungsi sebagai simpul pusat untuk melakukan sharing data antar lintas pelaku. Untuk itu perlu ditunjuk satu instansi sebagai unit gateway clearing data.

Database  Database  Database  Database  Database Database  Gateway  Database Database  Penghasil Data  Pengguna Data  Internet  Internet  Simpul Clearinghouse  Simpul Clearinghouse  Simpul Clearinghouse  Simpul Clearinghouse  Internet   dan Intranet 

(8)

32 Dari instansi penghasil data yang dibutuhkan untuk identifikasi daerah rawan banjir, yaitu BAPEDA, BALITTANAH, BMG, PUSAIR-PU, BAKOSURTANAL, BPN, Ditjen Geologi, maka yang paling tepat menjadi gateway clearing data dalam infrastruktur data untuk identifikasi daerah rawan banjir Propinsi Jawa Barat adalah BAPEDA karena secara historis BAPEDA mempunyai pengalaman yang lebih banyak dalam bekerja sama dengan instansi lain di tingkat propinsi.

Selain dibangun sistem clearinghouse, untuk mendukung terbentuknya IDS juga perlu dilakukan standarisasi data dasar. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan pengguna data dalam meng-integrasikan data spasial menjadi sebuah sistem informasi daerah rawan banjir. Sebagai rancangan, standarisasi data dapat dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 (PP 10/2000) yang mengatur tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah. Pada PP tersebut masalah penggunaan peta diatur secara rinci hingga mengenai sistem referensi, jenis tema, skala sampai simbol dan notasi peta.

Mengenai standarisasi data, data spasial yang digunakan untuk identifikasi daerah rawan banjir pada penelitian yang dilakukan ini belum memenuhi standar. Sebagai contoh terlihat pada skala peta. Oleh karena itu, dengan mengacu pada PP 10/2000 maka sebaiknya data spasial yang harus tersedia untuk keperluan identifikasi daerah rawan banjir Propinsi Jawa Barat adalah data dasar yang mempunyai skala peta minimal 1:250.000. Hal ini sesuai dengan ketentuan tingkat ketelitian peta rencana tata ruang wilayah daerah propinsi seperti yang dijelaskan pada Pasal-16.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat menerapkan dan mengetahui nilai kesesuaian (relevant) model Okapi BM25 terhadap query dan dokumen yang dikembalikan, maka penellitian ini akan membahas tentang

Barometer ditemukan oleh Torricelli pada tahun 1644, hasil penemuan alat pengukur tekanan udara y lain adalah barometer anaroid, barometer ini mudah dibawa ke lain tempat dan

Dari hasil angket dan wawancara (Rabu, 20 Januari 2010) penulis kepada responden yang mewakili responden lain pada saat siswa mengembalikan kuesioner yang telah diisi, tanggapan

mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis. 16 Penggerakan merupakan klimaks dari empat fungsi manajemen, karena

Pengembangan pada bidang usaha yang tepat (unggulan) yang telah ditetapkan atau di identifikasi memerlukan sumber pembiayaan atau investasi yang cukup, sehingga

Untuk mengetahui exercise Half Semont Manuver lebih baik dari exercise Brandt-doroff Manuver dalam menggurangi keluhan vertigo pada gangguan fungsi Vestibular Posterior

37 Masjid Al‐Yatim Kp. Bancah Laweh Jr. Bancah Laweh Nag. Simpang Kec. Simpang Alahan Panjang Kab. Pasaman 38 Masjid

Dengan demikian X 2 hitung lebih besar dari pada X 2 tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa luas lahan yang dikelola mempunyai hubungan nyata dengan tingkat