• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial mutlak memiliki kemampuan untuk dapat berkomunikasi antara sesama manusia lainnya. Salah satu media yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa. Dari bidang ilmu linguistik, bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (KBBI: 1997 : 77). Sebagai alat komunikasi, simbol bunyi yang digunakan adalah berupa kode atau sandi yang sama-sama dipahami oleh pendengar dan penutur sehingga mampu diterima secara sosial.

Dalam perkembangannya bahasa digolongkan menjadi beberapa ragam bahasa. Ragam bahasa dapat didefinisikan sebagai kevariasian bahasa dalam pemakaiannya sebagai alat komunikasi. Kevariasian bahasa ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti: media yang digunakan, hubungan pembicara, dan topik yang dibicarakan. Berdasarkan media atau sarana pemakaiannya, ragam bahasa digolongkan menjadi dua yaitu ragam bahasa tulis dan lisan. Ragam bahasa tulis merupakan ragam bahasa yang pemakaiannya melalui media tulis, sedangkan ragam bahasa lisan merupakan ragam bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap. 1

(2)

Komunikasi bahasa lisan menghasilkan tuturan atau ujaran. Agar tuturan dapat tersampaikan dengan baik, penutur dan pendengar harus mematuhi kaidah-kaidah kebahasaan. Di sinilah peran pragmatik sebagai salah salah satu ilmu linguistik yang mengkaji tentang maksud sebenarnya dari tuturan yang disampaikan.

Program TV Appa Eodiga adalah sebuah program TV yang merupakan salah satu contoh dari ragam dari bahasa lisan. Dalam penelitian skripsi yang berjudul “Implikatur Percakapan dan Pelanggaran Prinsip Kerjasama dalam Program TV Appa Eodiga (아빠 어디가) Episode Spesial Sibling” ini digunakan pendekatan prinsip-prinsip pragmatik yang akan membahas tentang pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur percakapan yang terdapat pada dialog antar tokoh dalam program TV tersebut. Program TV Appa Eodiga (아빠 어디가)atau dalam bahasa Inggris telah diterjemahkan menjadi Dad Where Are You Going

merupakan sebuah acara keluarga yang dimulai pada bulan Januari pada tahun 2013. Acara ini menceritakan tentang kegiatan liburan lima selebriti pria Korea bersama anak mereka. Program TV ini dipilih karena Appa Eodiga (아빠 어디가) adalah program TV yang ditujukan untuk penonton anak-anak sehingga menjadikan program TV ini berbeda dengan program TV lainnya, yang biasanya berfokus kepada penonton dewasa. Selain itu rating acara yang selalu naik setiap minggunya menunjukkan bahwa program TV ini sangat digemari oleh para penonton Korea.2

(3)

Dalam dialog yang terdapat dalam episode ini diduga terdapat fenomena kebahasaan yang berhubungan dengan prinsp pragmatik khususnya pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan. Selain itu, masih kurangnya penelitian tentang pelanggaran pragmatik dan implikatur percakapan dalam program TV, terutama program TV Korea menjadikan penelitian ini menarik untuk diteliti.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun pokok permasalah yang hendak diteliti adalah bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan yang terdapat dalam program TV Appa Eodiga (아빠 어디가) episode spesial sibling.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakaan yang terdapat dalam program TV Appa Eodiga (아빠 어디가).

(4)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik itu secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan memperluas pemanfaatan teori pragmatis terutama prinsip pragmatik dan implikatur percakapan.

Sebagai manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang khususnya mengkaji bentuk penerapan prinsip-prinsip pragmatik dan implikatur dalam program TV Korea.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitan tentang penerapan prinsip-prinsip pragmatik telah banyak dilakukan oleh beberapa civitas akademika Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada namun dengan latar belakang program studi yang berbeda. Aisyah Nur Fatimah misalnya, merupakan seorang civitas akademika dari program studi Bahasa Korea dengan skripsinya yang berjudul “Analisis Penyimpangan Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan dalam komik Geu Nomeun Meosisseotda (그

놈은 멋있었다)”. Dalam skripsi tersebut dianalisis bentuk-bentuk pelanggaran

prinsip-prinsip pragmatik yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan yang terdapat dalam komik Geu Nomeun Meosisseotda (그 놈은 멋있었다) dan maksim mana sajakah yang paling sering dilanggar.

(5)

Penelitian lain dilakukan oleh Bramantya Putera (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Wacana Teks dialog Dalam Film Dalyeora Jajeongeo: Analisis Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesopanan”. Skripsi tersebut menganalisis tentang pematuhan prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam teks dialog film

Dalyeora Jajeongeo dan pelanggaran pada kedua prinsip terbut dengan menggunakan prinsip pragmatik dan teori wacana.

Penelitian tentang implikatur percakapan pernah dilakukan sebelumnya oleh Lutfiyanti Asrifah (2013) sastra Prancis, dalam skripsinya yang berjudul “Implikatur dalam komik Raph et Potetoz”. Skripsi tersebut menganalisis tentang

jenis-jenis implikatur percakapan yang terdapat dalam dialog komik Raph et Potetoz dan mengklasifikasikan hasil yang didapat dengan menggunakan teori pragmatik.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang telah diterangkan di atas adalah penelitian ini tidak hanya meneliti tentang pelanggaran prinsip-prinsip pragmatik tetapi juga meneliti implikatur percakapan yang terdapat didalamnya. Selain itu objek penelitian yang digunakan juga berbeda. Dari tinjauan pustaka di atas dapat dilihat bahwa objek penelitian berupa komik, film, dan novel, sedangkan penelitian ini menggunakan salah satu tayangan program TV Korea.

(6)

1.6 Ruang Lingkup Masalah

Dalam penelitian ini akan dibahas tentang pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan yang terdapat dalam dialog pada program TV Appa Eodiga (아빠 어디가). Oleh karena jumlah episode dari program TV Appa Eodiga (아빠 어디가) yang sangat banyak, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada sibling episode. Kemudian dari dialog antara ayah dan anak dalam

sibling episode tersebut dibahas pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan. Pelanggaran prinsip kerjasama dan implikatur percakapan yang terdapat dalam episode lain tidak akan dibahas.

1.7 Landasan Teori 1.7.1 Pragmatik

Yule (2006: 3) menjelaskan pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Yule menjabarkan pragmatik dengan empat definisi (1) yaitu pragmatik adalah ilmu yang mengkaji maksud penutur; (2) yaitu pragmatik mengkaji makna menurut konteksnya; (3) yaitu pragmatik tentang bagaimana apa yang disampaikan itu lebih banyak dari yang dituturkan; (4) yaitu pragmatik merupakan bidang yang mengkaji bentuk ungkapan menurut hubungan jarak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah suatu ilmu yang mempelajari mengenai maksud penutur yang ditafsirkan oleh lawan bicaranya.

(7)

Pendengar berusaha menafsirkan tuturan penutur sehingga akan diperoleh makna, maksud, tujuan dari penutur. Pragmatik juga merupakan ilmu tentang pertuturan yang berhubungan dengan konteks dan makna yang merupakan bagian dari cabang ilmu semiotika yang membicarakan tentang asal-usul, pemakaian, dan akibat lambang dan tanda. (KBBI 1997: 784). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulan bahwa secara umum pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situation) dan mempelajari struktur kebahasaan yang digunakan dalam komunikasi dan mempelajari mengenai maksud penutur dan yang ditafsirkan oleh lawan bicaranya.

S. Yuli Mahmudah dalam skripnya berjudul “Humor Berupa Pelanggaran Maksim Dalam Film Rrrrrr!!! Karya Alain Chabat” menyatakan bahwa dalam pragmatik dijabarkan mengenai aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh para penutur agar apa yang dituturkan dapat diterima secara efektif oleh lawan bicaranya. Aturan-aturan tersebut disebut dengan prinsip kerjasama atau maksim kerjasama dan prinsip kesopanan atau maksim kesopanan. Pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dapat menimbulkan humor dan menciptakan implikatur percakapan.

1.7.2 Prinsip Kerjasama

Dalam penelitian ini, pendekatan pragmatik digunakan untuk mengindetifikasi adanya pelanggaran pragmatik dalam percakapan antara penutur

(8)

dan lawan bicaranya. Suatu data dapat dikatakan berupa ‘pelanggaran’ pragmatik di dalamnya jika terjadi penyimpangan kriteria dalam prinsip-prinsip pragmatik.

Leech (dalam Tarigan 2009: 35), menyebutkan bahwa prinsip kerja sama (PK) adalah sebuah prinsip yang mengatur antara pembicara dan lawan bicara agar dalam percakapan terjadi kesinambunagan (koherensi) dengan tujuan percakapan tersebut menjadi kooperatif. Prinsip kerjasama harus dijalankan oleh penutur dan mitra tutur agar komunikasi dapat berjalan secara lancar.

Dalam prinsip kerjasama (selanjutnya disebut PK) terdapat empat kategori maksim percakapan (conversational maxim) yang berbeda. Wijana (2009 : 45) menyebutkan keempat maksim tersebut antara lain adalah:

1.7.2.1Maksim kuantitas

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan bicaranya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam contoh berikut:

(1) A: Ibumu di mana? B: Di Pasar

A: Bersama siapa? B: Bersama Kakak

(9)

(2) A: Ibumu di mana?

B: Di pasar bersama kakak membeli ikan

Dari kedua contoh percakapan dapat dilihat bahwa percakapan (1) mematuhi maksim kuantitas karena penutur B memberikan kontribusi yang memadai dan tidak berlebih-lebihan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya. Berbeda dengan percakapan (2) yang memberikan kontribusi secara berlebihan yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh penutur A.

1.7.1.2 Maksim kualitas

Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan hendaknya bertutur didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Informasi yang disampaikan haruslah bersifat benar atau tidak berbohong dan meyakinkan seperti contoh berikut:

(3) A: Pasar apa yang terkenal di Yogyakarta? B: Pasar Bringharjo

(4) A: Yogyakarta terkenal dengan masakan apa? B: Rendang

Dalam percakapan (3) penutur B dikatakan mematuhi maksim kualitas karena menyampaikan informasi yang benar sedangkan percakapan (4) penutur

(10)

melanggar maksim kualitas karena menyampaikan informasi yang tidak benar. Seharusnya penutur B menjawab Yogyakarta terkenal dengan gudegnya karena rendang adalah makanan khas dari provinsi Sumatera Barat.

1.7.1.3 Maksim relevansi

Maksim yang mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan.

(5) A: Kamu mau minum apa? B : teh hangat

(6) A: Kamu mau minum apa? B: Saya mau makan mi goreng

Di dalam penggalan percakapan diatas percakapan (5) mematuhi maksim relevansi karena kontribusi yang diberikan sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Pelanggaran maksim relevansi terdapat pada percakapan (6). Penutur B memberikan jawaban yang tidak relevan dengan pertanyaan yang diajukan. Penutur B memberikan jawaban yang tidak dikehendaki oleh penutur A dengan mengatakan bahawa dirinya menginginkan mie goreng sedangkan mie goreng bukan merupakan jenis minuman.

(11)

1.7.1.4Maksim pelaksanaan

Maksim yang mengharuskan setiap peserta tutur berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, tidak berlebih-lebihan, dan memberikan informasi secara runtut.

(7) A: Ayo makan di luar

B: Tapi jangan di M-C-D-O-N-A-L-D-S ya

Percakapan (7) di atas merupakan percakapan antara ibu dan anak. Dalam percakapan (7) penutur B menjawab ajakan penutur A secara tidak langsung dengan mengeja satu persatu kata Mc Donalds. Pelanggaran prinsip pelaksanaan ini dilakukan karena penutur B tidak menginginkan anaknya (penutur A) yang sangat menggemari makanan tersebut agar mengetahui maksudnya. Anak kecil dalam dalam batas umur tertentu akan mengalami kesulitan menangkap kata yang dieja hurufnya satu persatu. Cara ini sengaja dilakukan supaya si anak tidak merengek untuk makan di Mc Donalds.

1.7.2 Implikatur

Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatik yang terdapat di dalam percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Istilah implikatur digunakan untuk menerangkan hal-hal yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dari apa yang sebenarnya

(12)

dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan (Grice 1975:43, dalam Rustono 1999:82). Menurut Kridalaksana implikatur adalah penyiratan konsep yang mengacu pada sesuatu yang diimplikasikan oleh sebuah tuturan yang tidak disampaikan secara eksplisit oleh tuturan itu. Secara sederhana dapat dikatakan bahawa implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh yang tersurat (eksplikatur).

Grice mengemukakan bahwa timbulnya implikatur percakapan harus dapat diteliti. Untuk mengetahui adanya implikatur yang tersirat pendengar harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) arti harfiah dari kata-kata yang digunakan, (2) perinsip kerjasama beserta maksim-maksimnya, (3) konteks tuturan, (4) latar belakang pengetahuan khusus, dan (5) kenyataan bahwa semua yang berkaitan dan termasuk dalam tuturan dapat dimengerti oleh kedua peserta tutur serta keduanya tahu atau menganggap itulah keadaan yang sebenarnya. Implikatur percakapan pada umumnya berhubungan dengan apa yang ingin disampaikan daripada bagaimana cara menyampaikannya.

Di dalam teorinya, Grice (melalui Rustono, 1998: 82) membedakan implikatur menjadi beberapa jenis, yaitu implikatur konvensional, implikatur nonkonvensional (selanjutnya implikatur nonkonvensional dikenal dengan nama implikatur percakapan), dan yang terakhir implikatur berskala. Implikatur nonkonvensional (implikatur percakapan) sendiri kemudian dibagi menjadi dua, yaitu implikatur percakapan umum dan implikatur percakapan khusus..

(13)

1.7.2.1 Implikatur konvensional

Implikatur konvensional adalah implikatur yang diperoleh langsung dari makna kata, dan bukan dari prinsip percakapan (Rustono, 1998: 84). Contoh implikatur konvensional terdapat dalam percakapan di bawah ini:

(8) Matroji orang Madura sehingga dia pemberani.

Implikasi tuturan tersebut adalah bahwa keberanian Matroji dikarenakan dia orang Madura. Apabila matroji bukan orang Madura, tentu saja tuturan tersebut tidak berimplikasi bahwa keberanian Matroji karena ia orang adalah Madura.

1.7.2.2 Implikatur berskala

Implikatur berskala adalah implikatur yang disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai. Ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas. Seperti istilah

semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit, selalu, sering, dan kadang-kadang. Ketika sedang bertutur, seorang penutur memilih kata dari skala itu yang paling informatif dan benar (kualitas dan kuantitas).

(9) A : Saya sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata pelajaran yang dipersyaratkan.

(14)

Dengan memilih kata beberapa dalam contoh percakapan di atas, penutur menciptakan suatu implikatur (tidak semua). Inilah yang disebut sebagai implikatur berskala.

1.7.2.3 Implikatur Percakapan Umum

Implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus.

(10) HP ayahku keren sekali. (11) HP itu harganya pasti mahal.

Implikatur percakapan umum tuturan (11) sebagai akibat adanya tuturan (10) merupakan implikatur percakapan umum. Dengan kata lain bahwa tuturan (10) menerangkan bahwa ayah X mempunyai HP yang keren sekali sehingga untuk mengimplikatur tuturan tersebut timbul tuturan (11) HP tersebut harganya mahal.

1.7.2.4 Implikatur percakapan khusus

Implikatur percakapan khusus adalah implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus. Contoh tuturan yang memiliki implikatur percakapan khusus terdapat dalam percakapan berikut:

(12) Tikus itu perutnya besar sekali.

(15)

(14)A : Di mana sisa roti yang dimakan Anto? B : Tikus itu perutnya besar sekali.

Tuturan khusus (12) hanya berimplikasi bahwa ada tikus yang perutnya besar sekali, dan tuturan (13) jika berada di dalam konteks khusus seperti pada percakapan (14)

1.8 Metode Penelitian

Adapun metode penelitian dalam menganalisis data adalah sebagai berikut: pertama-pertama hal yang dilakukan adalah menentukan menentukan objek material penelitian. Objek material dalam penelitian ini adalah program TV Appa Eodiga (아빠 어디가). Hal yang dilakukan berikutnya adalah menentukan objek formal, yaitu dialog percakapan yang diucapkan oleh ayah dan anak dalam Appa Eodiga (아빠 어디가) episode sibling. Berikutnya melakukan pendataan percakapan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak, yaitu dengan cara menyimak penggunaan data. Selain itu juga digunakan teknik catat, yaitu teknik yang dilakukan dengan mencatat pada kartu data lalu dilanjutkan dengan klasifikasi (Tri Mastoyo, 2001:16). Langkah berikutnya adalah menentukan pendekatan yang dipakai dalam penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan pragmatik. Menurut Samsuri (dalam Cahyono 1995), pragmatik merupakan makna ujaran yang dikaji menurut makna yang dikehendaki penutur dan menurut konteksnya. Disamping itu, dalam

(16)

pragmatik juga dilakukan kajian tentang dieksis, pra-angapan, implikatur, tindak bahasa, dan aspek-aspek struktur wacana.

Setelah menentukan teori pendekatan yang digunakan dalam penelitian, tahap berikutnya adalah menganalisis data yang telah direkap sebelumnya di kartu data dengan teori pendekatan pragmatik yang telah dijelaskan sebelumnya. Analisis dilakukan dengan cara mencocokkan data dengan prinsip-prinsip pragmatis. Maksudnya adalah mencocokkan data sesuai dengan maksim mana yang dilanggarnya. Kemudian data dikelompokkan berdasarkan pematuhan dan pelanggaran maksimnya.

Setelah data dikelompokkan berdasarkan pelanggaran maksim dari prinsip-prinsip pragmatis, kemudian ditarik kesimpulan. Dalam kesimpulan nantinya dapat dilihat apa saja bentuk pelanggaran prinsip pragmatik dalam dialog yang diucapkan oleh anak-anak dalam program TV Appa Eodiga (아빠 어디가).

Seluruh proses metode penelitian yang telah dituliskan di atas akan menghasilkan penelitian yang kemudian akan dituliskan dalam bentuk skripsi.

1.9 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah dialog yang diucapkan oleh ayah dan anak dalam sibling episode yang menyangkut tentang implikatur percakapan dan pelanggaranan terhadap prinsip kerjasama yang diucapkan oleh ayah-anak

(17)

dalam porgram TV Appa Eodiga (아빠 어디가). Data berupa video yang berdurasi satu jam dan yang di unduh melalui website kshownow.com.

1.10 Sistematika Penyajian

Secara keseluruhan, penelitian ini akan disajikan dalam tiga bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Bab II berupa analisis data, yaitu pelanggaran terhadap prinsip pragmatik (prinsip kerjasama) dan implikatur percakapan yang terdapat di dalam program TV Appa Eodiga (아빠 어디가). Bab III merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari analisis yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Rita tahun 2004 dengan judul “Pengaruh dari Diberikannya Tunjangan Pajak dan Tunjangan Makan Bagi Para Pegawai dalam

Proses rebranding yang dilakukan oleh Citilink salah satunya dengan melakukan perubahan simbol-simbol pada perusahaan. Simbol-simbolnya pun dibatasi lagi sesuai dengan perubahan

Berdasarkan hal tersebut bahwa diabtes militus tipe II merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan, penyakit diabetes dapat menjadi pemicu penyakit

Selain itu, Rahman (2007) dalam penelitinya yang berjudul ”Penggunaan Prinsip Kerjasama pada Teks Pidato Ir. Soekarno” lebih menekankan cara Ir. Soekarno mematuhi

Kategori faktor Academic mindsets yang kedua yaitu Siswa-siswi yang memiliki nilai dan tujuan mengenai penghayatan akan kebanggaan diterima di SMAN “X” Bandung, maka siswa

Agar penulisan skripsi ini dapat terarah dan pembahasannya juga tidak mengambang serta tidak terjadi kesimpangsiuran dalam menafsirkannya, maka penulis akan membatasi

Konsep solidaritas merupakan kepedulian secara bersama kelompok bersama yang menunjuk pada suatu hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada persamaan

Sumber sekunder adalah sumber yang memberi penjelasan terhadap sumber primer. Sumber tersebut sebagian besar merupakan literatur yang terkait dengan konsep hukum islam