• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur dan Ikatan Kimia. Muhamad A. Martoprawiro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Struktur dan Ikatan Kimia. Muhamad A. Martoprawiro"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Struktur dan Ikatan Kimia

Muhamad A. Martoprawiro

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi ii

1 Pendahuluan 1

2 Teori Kuantum: Fenomena dan Prinsip 3

2.1 Kuantisasi Energi dan Gelombang . . . 3

2.1.1 Teori Planck untuk Radiasi Benda Hitam . . . 3

2.1.2 Spektrum Atom Hidrogen . . . 4

2.2 Sifat Partikel dari Gelombang . . . 7

2.2.1 Efek Fotolistrik . . . 7

2.2.2 Efek Compton . . . 7

2.3 Sifat Gelombang dari Partikel . . . 7

2.3.1 Hipotesis deBroglie . . . 7

2.3.2 Percobaan Davisson dan Germer . . . 8

2.4 Prinsip Ketakpastian . . . 8

2.4.1 Prinsip Ketakpastian Heisenberg . . . 8

2.5 Penafsiran Born tentang Fungsi Gelombang . . . 8

3 Teori Kuantum: Berbagai Teknik dan Terapannya 11 3.1 Partikel dalam Kotak Satu-Dimensi . . . 11

3.1.1 Ortogonalitas . . . 15

3.2 Partikel dalam Ruang Dua- dan Tiga-Dimensi . . . 15

3.3 Tunneling, Terobosan . . . 16

3.4 Tingkat Energi Vibrasi . . . 16

3.5 Fungsi Gelombang untuk Gerak Vibrasi . . . 17

4 Struktur Atom dan Spektrum Atom 19 4.1 Struktur Atom H . . . 20

4.2 Orbital Atom dan Energinya . . . 21

4.3 Transisi Spektroskopi dan Aturan Seleksi . . . 21 ii

(3)

DAFTAR ISI iii

4.4 Atom berelektron banyak . . . 21

4.5 Spektroskopi Atom Berelektron Banyak . . . 22

4.6 Spin-Orbit Coupling . . . 22

5 Struktur Molekul 27 6 Simetri Molekul 29 7 Spektrum Rotasi dan Vibrasi 31 7.1 Spektrum Rotasi Murni . . . 31

7.1.1 Energi rotasi klasik . . . 31

7.1.2 Rotasi molekul secara kuantum . . . 31

7.1.3 Degenerasi Energi Rotasi dan Efek Stark . . . 34

7.1.4 Transisi Energi Rotasi . . . 34

7.2 Spektrum Vibrasi . . . 34

7.2.1 Frekuensi Vibrasi menurut Mekanika Klasik . . . 34

7.2.2 Kuantisasi Energi Vibrasi Molekul . . . 35

7.2.3 Aturan Seleksi . . . 36 7.2.4 Ketakharmonisan . . . 36 7.2.5 Modus Normal . . . 37 7.2.6 Spektrum Raman . . . 37 7.3 Spektrum Rotasi-Vibrasi . . . 37 8 Spektrum Elektronik 39 8.1 Spektrum Elektron untuk Molekul Diatom . . . 39

8.1.1 Lambang Suku (term symbol) . . . 40

(4)
(5)

Bab

1

Pendahuluan

Sebelum kita mulai membahas ragam struktur yang menyusun berbagai zat di sekitar kita, diingatkan kembali apa sebetulnya yang dipelajari dalam Kimia, dan apa pula yang dipelajari dalam Kimia Fisik, karena Struktur dan Ikat-an Kimia merupakIkat-an bagiIkat-an dari Kimia Fisik. Sejak di sekolah menengah, Anda telah mengetahui bahwa Kimia mempelajari materi di sekeliling kita, strukturnya, sifatnya, perubahannya, dan energi yang menyertai perubahan tersebut. Pengkajian materi di sekitar kita melalui Ilmu Kimia kadang dibagi berdasarkan obyek yang dikaji, misalnya Kimia Anorganik yang mempelajari materi anorganik, Kimia Organik yang mempelajari zat organik, dan Bioki-mia yang mempelajari materi dan proses yang terjadi dalam mahluk hidup. Berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan yang digunakan untuk menjelaskan si-fat dan perilaku materi, kajian Kimia dapat didekati dari strukturnya (yang tentunya terkait dengan sifat-sifat yang teramati), dinamikanya, serta energi yang menyertai dinamika tersebut. Struktur, Dinamika dan Energetika bisa dianggap 3 kajian utama dalam Kimia Fisik. Untuk memahaminya dengan baik, diperlukan pemahaman prinsip-prinsip Fisika.

Kimia Fisik merupakan salah satu bidang Kimia yang berusaha menjelask-an fenomena makroskopik, mikroskopik, atom, subatom, dmenjelask-an partikulat dalam sistem kimia berdasarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip Fisika, seperti termodinamika, kimia kuantum, mekanika statistik dan dinamika. Sebagai contoh, untuk memahami struktur dan sifat di tingkat atom dan molekul di-perlukan pemahaman konsep-konsep dan prinsip-prinsip mekanika kuantum; untuk memahami dinamika perubahan pada sistem kimia diperlukan pema-haman konsep-konsep laju, difusi, viskositas, dll.; sedangkan untuk memaha-mi energi yang menyertai perubahan diperlukan pemahaman konsep-konsep energi dalam, entropi, suhu, dll.

(6)

2 BAB 1. PENDAHULUAN Catatan kuliah ini terutama membahas Struktur dan Ikatan Kimia, yang merupakan salah satu dari tiga kajian utama dalam Kimia Fisik. Pada awal pembahasan, akan disampaikan konsep-konsep dan prinsip-prinsip mekanika kuantum yang diperlukan untuk memahami struktur atom, molekul dan sis-tem kimia yang lain.

(7)

Bab

2

Teori Kuantum: Fenomena dan

Prinsip

Di awal bab ini akan dibahas perkembangan teori kuantum berdasarkan perco-baan yang dilakukan sekitar awal abad ke-20. Fenomena kuantum yang akan dibahas mencakup: kuantisasi, sifat partikel dari gelombang, sifat gelombang dari partikel dan prinsip ketakpastian. Dari berbagai fenomena tersebut, be-berapa orang berusaha meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk menjelaskan seluruh fenomena, antara lain Schr¨odinger dan Heisenberg. Perumusan oleh Schr¨odinger akhirnya dikenal sebagai mekanika gelombang (wave mechani-cs), sedangkan hasil perumusan Heisenberg dikenal sebagai mekanika matriks (matrix mechanics).

2.1

Kuantisasi Energi dan Gelombang

2.1.1 Teori Planck untuk Radiasi Benda Hitam

Radiasi Benda Hitam

Setiap benda selalu memancarkan gelombang elektromagnetik akibat getar-an inti-inti atom penyusunnya. Pada suhu kamar, gelombgetar-ang elektromag-netik yang dipancarkan benda tak terlihat, karena intensitasnya rendah dan mayoritasnya berada di daerah infra-merah. Jika suhu dinaikkan, panjang gelombang yang paling banyak dipancarkan akan bergeser ke arah panjang gelombang yang lebih kecil, mengikuti rumus untuk pergeseran Wien:

mT = 0mT0 (2.1)

(8)

4 BAB 2. TEORI KUANTUM: FENOMENA DAN PRINSIP Rayleigh dan Jeans mencoba menurunkan persamaan untuk kurva inten-sitas terhadap panjang gelombang, dengan teori yang telah dikenal. Benda hitam dimodelkan dengan lubang kecil di dinding ruang kosong yang gelap gulita. Rumus yang dihasilkan hanya benar untuk daerah panjang gelombang yang besar.

Teori Planck

Planck melakukan penurunan yang sama dengan yang dilakukan oleh Rayleigh dan Jeans, tetapi dengan asumsi bahwa gelombang elektromagnetik terkuan-tisasi, yang berarti bahwa gelombang tersebut terdiri atas paket-paket energi terkecil dengan energi tertentu. Paket energi terkecil tersebut akhirnya dise-but sebagai foton, dengan energi yang bergantung pada frekuensi gelombang, yaitu

E = h⌫ (2.2)

Dengan asumsi ini, dan dengan mengatur nilai h, ternyata diperoleh hasil pe-nurunan Planck yang tepat sama dengan kurva hasil percobaan. Nilai tetapan Planck, h = 6,6 ⇥ 10 34J s.

2.1.2 Spektrum Atom Hidrogen

Percobaan Balmer

Balmer melewatkan sinar putih pada gas atom-atom hidrogen, dan setelah itu sinar tersebut dilewatkan pada prisma untuk selanjutnya ditangkap oleh layar. Diagram percobaan Balmer dapat dilihat pada gambar berikut.

...

Pada layar diperoleh spektrum serapan seperti terlihat pada bagian ba-wah gambar 2.1. Panjang gelombang yang diserap pada spektrum tersebut Gambar 2.1: Spektrum pancar dan spektrum serap atom hidrogen pada dae-rah cahaya tampak

ternyata mengikuti rumus: 1 = R✓1 4 1 n2 ◆ n = 3, 4, 5, . . . (2.3)

(9)

2.1. KUANTISASI ENERGI DAN GELOMBANG 5

Persamaan Rydberg

Setelah Balmer, beberapa orang melakukan percobaan serupa, tetapi dengan mengamati daerah gelombang elektromagnetik di luar cahaya tampak. Misal-nya, Lymann mengamati spektrum atom hidrogen di daerah ultraungu, dan mendapatkan garis-garis gelap juga di daerah tersebut. Panjang gelombang garis-garis tersebut mengikuti hubungan:

1 = R ✓ 1 1 n2 ◆ n = 2, 3, 4, 5, . . . (2.4) Selanjutnya berturut-turut Paschen, Bracket, Pfund, Humphrey melaku-kan di daerah gelombang elektromagnetik yang lain, yang juga menghasilmelaku-kan spektrum garis. Akhirnya, berbagai spektrum garis tersebut dinyatakan se-bagai deret Balmer, deret Lymann, dan seterusnya. Rydberg merangkumkan rumus yang dapat digunakan untuk berbagai spektrum tersebut, yaitu

1 = R✓ 1 n2 1 1 n2 2 ◆ n1 = 1, 2, 3, . . . , n2= n1+ 1, n1+ 2 . . . (2.5)

dimana n1 = 1 untuk deret Lymann, n1 = 2 untuk deret Balmer, dan

sete-rusnya.

Teori Bohr

Untuk menjelaskan fenomena spektrum atom hidrogen, Niels Bohr mengusul-kan suatu teori tentang atom. Butir-butir teorinya dapat dibaca di berbagai buku, tetapi salah satu butir teorinya yang terpenting, yang akhirnya sering disebut sebagai postulat Bohr, adalah

momentum sudut elektron selalu merupakan kelipatan bulat dari tetapan tertentu

mevr = n

h

2⇡ n = 1, 2, 3, . . . (2.6) Kita dapat menggunakan postulat tersebut, bersama dengan hukum me-kanika klasik, untuk menurunkan rumusan jari-jari lintasan elektron atom hidrogen. Menurut mekanika klasik, setiap benda yang bergerak melingkar selalu mengalami gaya sentripetal ke pusat lintasannya, sebesar

F = mev

2

(10)

6 BAB 2. TEORI KUANTUM: FENOMENA DAN PRINSIP yang diperankan oleh gaya Coulomb atau gaya elektrostatik, yaitu

Fc= 4⇡"1 q1q2 r2 (2.8) sehingga diperoleh mev2 r = 1 4⇡" e2 r2 (2.9)

Dari persamaan (2.6) dan (2.9) dapat diturunkan rumusan untuk jari-jari lintasan elektron atom hidrogen, yaitu

P R (2.10)

Selanjutnya, teori Bohr dapat pula digunakan untuk menghitung energi elektron. Energi elektron dapat dituliskan sebagai

Ee = Te+ Ve (2.11)

dengan Teadalah energi kinetik elektron dan Veadalah energi potensial

Cou-lomb elektron atom hidrogen. Jadi,

Ee = 12mv2 4⇡"1

e2

r (2.12)

Dengan memasukkan persamaan (2.9) ke dalam persamaan terakhir, kita per-oleh Ee= 124⇡"1 e2 r 1 4⇡" e2 r (2.13) = 1 8⇡" e2 r (2.14)

Masukkan jari-jari r ke dalam persamaan terakhir untuk mendapatkan ung-kapan bagi energi elektron atom hidrogen, yaitu

P R2 (2.15)

Penjelasan Bohr terhadap Spektrum Atom H

Menurut teori Bohr di atas, spektrum atom hidrogen diperoleh akibat elek-tron pada atom tersebut menyerap foton gelombang yang melewati untuk

(11)

2.2. SIFAT PARTIKEL DARI GELOMBANG 7 berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Misalnya, untuk memindah-kan elektron dari tingkat energi ke-2 ke tingkat energi ke-3, dibutuhmemindah-kan foton dengan energi yang tepat sama dengan selisih kedua tingkat energi tersebut.

Energi foton = selisih tingkat energi ke-3 dan ke-2 h⌫ = E3 E2 hc = ✓ blabla1 9 ◆ ✓ blabla1 4 ◆ = blabla✓1 4 1 9 ◆ 1 = blabla hc ✓1 4 1 9 ◆ (2.16) Secara umum, jika elektron berpindah dari tingkat energi ke-n1 ke tingkat

energi ke-n2, hc = En2 En1 (2.17) 1 = blab✓ 1 n21 1 n22 ◆ (2.18)

2.2

Sifat Partikel dari Gelombang

2.2.1 Efek Fotolistrik

Percobaan Fotolistirk

Teori Einstein tentang Efek Fotolistrik

2.2.2 Efek Compton

2.3

Sifat Gelombang dari Partikel

2.3.1 Hipotesis deBroglie

Pada bab sebelumnya, telah dibahas sifat partikel dari gelombang elektro-magnetik. de Broglie berpikir, jika gelombang bisa memiliki sifat partikel, mengapa tidak sebaliknya? Ia membuat hipotesis bahwa partikel dapat me-miliki sifat gelombang, dengan panjang gelombang, :

deBroglie=

h mv

(12)

8 BAB 2. TEORI KUANTUM: FENOMENA DAN PRINSIP Rumus ini diperoleh dengan membalikkan rumus momentum foton pada efek Compton.

2.3.2 Percobaan Davisson dan Germer

Davisson dan Germer melakukan percobaan seperti yang dilakukan pada per-cobaan Young (interferensi dua celah) atau difraksi kisi. Cahaya atau sinar-X diganti dengan berkas elektron.

Ternyata, jika kita menggunakan panjang gelombang elektron, = h/mv, akan dihasilkan ”garis-garis terang” (yaitu tempat-tempat dimana layar ba-nyak dijatuhi elektron) yang jaraknya memenuhi:

d x l =

2.4

Prinsip Ketakpastian

2.4.1 Prinsip Ketakpastian Heisenberg

Kita tidak dapat mengukur posisi dan momentum secara akurat pada saat yang bersamaan. Jika akurasi pengukuran posisi ditingkatkan, maka pengu-kuran momentum akan memiliki kesalahan yang makin besar, dan sebaliknya.

x⇥ px h

2.5

Penafsiran Born tentang Fungsi Gelombang

Prinsip paling mendasar dari mekanika kuantum adalah bahwa fungsi gelom-bang untuk suatu sistem mengandung semua informasi dinamik tentang sistem tersebut. Fungsi gelombang itu sendiri tidak mempunyai makna fisik secara langsung kalau dikaitkan dengan berbagai besaran dinamik yang kita kenal dalam fisika klasik. Yang dapat dimaknai secara fisik adalah kuadrat dari fungsi gelombang, yang pertama kali diungkapkan oleh Max Born.

Menurut Born, kuadrat dari fungsi gelombang dapat disebut sebagai rapat kebolehjadian. Untuk memahami hal ini, kita buat analogi dengan konsep rapat massa. Rapat massa (⇢) suatu benda adalah massa benda tersebut per satuan volume. Rapat massa dapat pula memiliki makna yang berbeda, misalnya untuk benda 2-dimensi. Untuk kasus ini, rapat massa adalah massa benda itu per satuan luas. Untuk benda satu dimensi, rapat massa adalah massa per satuan panjang. Berdasarkan definisi ini, maka massa benda dapat

(13)

2.5. PENAFSIRAN BORN TENTANG FUNGSI GELOMBANG 9 dihitung berdasarkan salah satu dari hubungan berikut:

m = ⇢V atau m = ⇢A atau m = ⇢` (2.19) bergantung pada apakah benda tersebut merupakan benda 3-dimensi atau 2-dimensi atau 1-dimensi.

Selanjutnya, kita bayangkan suatu benda yang terbuat dari bahan yang rapat massanya berbeda-beda di setiap titik dalam bahan tersebut. Bagaima-na cara menghitung massa benda jika kita mengetahui rapat massa di setiap titik dalam benda tersebut? Massa benda dapat ditentukan dengan

m = Z

⇢dV (2.20)

Rapat kebolehjadian mempunyai makna yang serupa dengan rapat massa, yaitu kebolehjadian per satuan volume (jika partikel bergerak dalam ruang 3-dimensi). Untuk partikel yang bergerak di permukaan, seperti gas yang ter-adsorpsi di permukaan, maka rapat kebolehjadian mempunyai makna kebo-lehjadian per satuan luas. Jika rapat kebokebo-lehjadian kita lambangkan dengan ⇢, dan rapat kebolehjadian ini bernilai tetap dan menggambarkan distribusi kebolehjadian ditemukannya suatu partikel dalam kotak bervolume V, maka kebolehjadian untuk menemukan partikel (P ) adalah

P = ⇢V (2.21)

Jika rapat kebolehjadian tidak bernilai sama di setiap titik dalam ruang, maka kebolehjadian untuk menemukan partikel dalam ruang tertentu adalah

P = Z

⇢dV (2.22)

Jika fungsi gelombang suatu partikel memiliki nilai di suatu titik x, maka kebolehjadian untuk menemukan partikel tersebut antara x dan x + dx berbanding lurus dengan | |2dx.

(14)
(15)

Bab

3

Teori Kuantum: Berbagai

Teknik dan Terapannya

Pada bab ini, kita akan menerapkan prinsip-prinsip kuantum yang dibahas dalam bab sebelumnya pada kasus sederhana. Salah satu kasus yang sering digunakan untuk memberi ilustrasi penerapan prinsip-prinsip kuantum adalah partikel dalam kotak.

3.1

Partikel dalam Kotak Satu-Dimensi

Bayangkan partikel amat kecil seperti elektron ditempatkan dalam kotak satu dimensi, seperti kelereng dimasukkan dalam suling dengan semua lubangnya dan kedua ujungnya ditutup. Partikel kecil tersebut bergerak bebas tanpa hambatan dan menumbuk ujung kotak secara lenting sempurna, sehingga par-tikel itu senantiasa dalam keadaan bergerak. Ukuran kotak sangat kecil (tak teramati oleh mata telanjang) tapi sangat besar bagi partikel tersebut. Energi total partikel merupakan jumlah energi kinetik (T ) dan energi potensial (V ) partikel, tetapi kita asumsikan partikel bebas dari medan gaya apa pun, se-hingga V = 0. Dengan demikian, energi total partikel, yang kita sebut sebagai ”Hamiltonian klasik”, adalah

H = T + V = 1

2mvx2+ 0 =

p2x

2m (3.1)

Kita gunakan pendekatan lain saja: Partikel dalam kotak satu dimensi berarti partikel yang lintasan gerakannya berupa garis lurus, dengan pembatas

(16)

12BAB 3. TEORI KUANTUM: BERBAGAI TEKNIK DAN TERAPANNYA di kedua ujung. Untuk pembahasan kita, digunakan asumsi: (1) gerak tanpa gesekan, (2) batas di kedua ujung tak tertembus, (3) partikel tidak berada dalam medan potensial selama geraknya dalam kotak.

Penyelesaian tahap-demi-tahap dengan formalisme Schr¨odinger tak-bergantung waktu:

1. Tulis ungkapan energi total menurut mekanika klasik. Et= T + V = p

2 x

2m+ 0 (3.2)

ketika berada di dalam kotak. Lambang energi total dapat ditulis seba-gai H.

2. Ubah ungkapan energi total menjadi operator energi total (yang dise-but operator hamiltonian) dengan menggunakan postulat Schr¨odinger tentang operator. ˆ H = ~ 2 2m d2 dx2 (3.3)

3. Menurut postulat Schr¨odinger yang lain, partikel akan memenuhi per-samaan ˆ H = E (3.4) ~2 2m d2 dx2 = E (3.5)

sehingga diperoleh persamaan (diferensial) Schr¨odinger tak-bergantung waktu. Dengan sedikit penyusunan ulang, diperoleh

d2

dx2 =

2mE

~2 (3.6)

4. Cari solusi persamaan diferensial Schr¨odinger. Sementara kita gunakan fungsi sederhana dengan penalaran sederhana. Solusi yang mungkin untuk persamaan tersebut adalah: (1) (x) = A sin kx, (2) (x) = A cos kx, (3) (x) = Ae±ikx.

5. Berdasarkan sifat fungsi gelombang yang harus bersifat kontinu, maka nilai fungsi gelombang di tepi kotak harus sama dilihat dari sudut pan-dang luar-kotak atau dalam-kotak. Berdasarkan hal ini, maka salah satu fungsi yang memenuhi syarat tersebut di ujung kiri adalah = A sin kx.

(17)

3.1. PARTIKEL DALAM KOTAK SATU-DIMENSI 13 Fungsi ini memenuhi ”syarat batas” ujung kiri, yaitu (0) = 0. Syarat batas ujung kanan harus pula dipenuhi, yaitu

(a) = 0 (3.7)

A sin ka = 0 (3.8)

Agar ini terpenuhi, maka ka = ⇡, 2⇡, 3⇡, ..., n⇡. Yang menarik, dari syarat batas ini, kita bisa membuktikan bahwa sistem kuantum meng-hasilkan energi yang terkuantisasi. [Silakan diteruskan]

6. Nilai A dapat ditentukan berdasarkan pengetahuan bahwa kebolehjadian untuk menemukan partikel dalam kotak (antara x = 0 hingga x = a adalah 1. Px=0!x=a = 1 (3.9) Z a 0 2dx = 1 (3.10) P R = (3.11)

Dari solusi persamaan diferensial Schr¨odinger di atas, kita tidak hanya menemukan bahwa energi partikel terkuantisasi, kita juga dapat menunjukkan bahwa distribusi kebolehjadian untuk menemukan partikel dalam kotak sama sekali berbeda dengan ”intuisi klasik” kita.

Menurut salah satu postulat kuantum, berbagai besaran dinamik memiliki operator yang bersesuaian untuk besaran tersebut. Menurut teori kuantum, berbagai besaran yang dikenal dalam mekanika klasik harus diganti oleh opera-tor. Dengan menggunakan berbagai operator tersebut, kita ubah Hamiltonian klasik menjadi Hamiltonian kuantum, yaitu

ˆ H = ˆp 2 x 2m = ~2 2m d2 dx2 (3.12)

Menurut Schr¨odinger, perilaku partikel dapat diturunkan dengan menye-lesaikan persamaan Schr¨odinger, yaitu

ˆ H = E (3.13) ~2 2m d2 dx2 = E (3.14) d2 dx2 = 2mE ~2 (3.15)

(18)

14BAB 3. TEORI KUANTUM: BERBAGAI TEKNIK DAN TERAPANNYA Selanjutnya, kita misalkan

k2 = 2mE ~2 (3.16) sehingga d2 dx2 = k 2 (3.17)

Fungsi yang memenuhi persamaan terakhir antara lain Aeikx, Ae ikx, A sin kx,

A cos kx. Misalkan kita gunakan fungsi (x) = A sin kx atau (x) = A cos kx sebagai penyelesaian dari persamaan Schr¨odinger di atas.

Selanjutnya, salah satu syarat fungsi gelombang adalah bahwa fungsi ge-lombang tersebut harus bersifat kontinu. Untuk menerapkan persyaratan ini, kita andaikan kotak satu dimensi merentang dari x = 0 hingga x = a. Ber-dasarkan penafsiran Born, kuadrat fungsi gelombang menggambarkan rapat kebolehjadian untuk menemukan partikel. Dengan demikian, nilai fungsi ge-lombang pada x < 0 dan x > a adalah nol, karena kebolehjadian untuk menemukan partikel di daerah tersebut adalah nol. Agar kontinu dengan nilai fungsi gelombang di luar kotak, maka (0) = 0 dan (a) = 0. Untuk me-mudahkan, kita pilih penyelesaian (x) = A sin kx. (Perhatikan bahwa fungsi = A cos kx tak dapat memenuhi persyaratan kontinuitas.) Untuk x = 0, nilai fungsi gelombang (0) = A sin k(0) = 0. Untuk x = a, agar (a) = 0, maka k = ⇡ a, 2⇡ a , . . . = n⇡ a (3.18) sehingga (x) = A sinn⇡ a x (3.19)

Fungsi-fungsi gelombang untuk partikel dalam kotak satu dimensi dapat di-gambarkan lewat kurva-kurva berikut.

....

Kita dapat memperoleh rumusan untuk energi yang dapat dimiliki oleh partikel dalam kotak satu dimensi, dengan memasukkan persyaratan nilai k ke dalam persamaan (3.16), sehingga diperoleh

En=

n2h2

8ma2 (3.20)

Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa penerapan prinsip-prinsip ku-antum pada partikel dalam kotak bermuara pada ditemukannya kuantisasi energi partikel, yaitu bahwa partikel dalam kotak satu dimensi hanya dapat memiliki energi-energi tertentu saja.

(19)

3.2. PARTIKEL DALAM RUANG DUA- DAN TIGA-DIMENSI 15 Hal lain yang dapat diperoleh dari penerapan prinsip kuantum adalah in-formasi tentang distribusi kebolehjadian untuk menemukan partikel. Yang harus dilakukan adalah mengalurkan kuadrat fungsi gelombang terhadap po-sisi partikel, yang dapat dilihat pada gambar berikut

...

Kebolehjadian untuk menemukan partikel antara x = x1 dan x = x2 dapat

dihitung melalui ungkapan P = Z x2 x1 ⇢dx = Z x2 x1 2(x)dx (3.21)

Agar makna kebolehjadian menjadi masuk akal, maka P = Z a 0 ⇢dx = Z a 0 2(x)dx = 1 (3.22)

yang berarti bahwa kebolehjadian untuk menemukan partikel di antara x = 0 dan x = a adalah 1, karena partikel memang senantiasa berada di daerah tersebut. Dari persamaan terakhir, dapat ditentukan nilai A. Proses mencari A dengan cara ini disebut penormalan.

Penerapan ”kasar” partikel dalam kotak satu dimensi untuk sistem kimia, misalnya penerapannya pada gerak elektron ⇡ pada molekul 1,3,5-heksatriena. (Lihat papan tulis)

3.1.1 Ortogonalitas

Dua fungsi gelombang dikatakan bersifat ortogonal, jika integral perkalian kedua fungsi tersebut terhadap ruang bernilai nol.

Z

1 2dx = 0 (3.23)

Pada gerak partikel dalam kotak satu dimensi, atau gerak elektron dalam atom hidrogen, dll., fungsi gelombang tingkat energi tertentu dengan tingkat energi yang lain pasti bersifat ortogonal.

3.2

Partikel dalam Ruang Dua- dan Tiga-Dimensi

Untuk gerak partikel dalam kotak 2 dimensi, rumusan energi dapat diturun-kan, yaitu Enx,ny = h2 8m n2 x a2 x +n2y a2 y ! (3.24)

(20)

16BAB 3. TEORI KUANTUM: BERBAGAI TEKNIK DAN TERAPANNYA Jika kotaknya berupa kotak persegi, maka

Enx,ny =

h2 8ma2 n

2

x+ n2y (3.25)

Untuk kasus terakhir, beberapa tingkat energi memiliki lebih dari satu keada-an kukeada-antum, misalnya keadakeada-an kukeada-antum nx = 1, ny = 2 memiliki energi yang

sama dengan keadaan kuantum nx = 2 dan ny = 1. Dalam hal ini dikatakan

bahwa kedua keadaan kuantum tersebut ”terdegenerasi”.

Permukaan fungsi gelombang untuk beberapa tingkat energi partikel dalam kotak 2-dimensi dapat dilihat pada gambar berikut. Fungsi gelombang untuk Gambar 3.1: Permukaan fungsi gelombang untuk partikel yang bergerak pada kotak 2-dimensi

partikel tersebut adalah

(x, y) = x(x) y(y) (3.26)

Rapat kebolehjadian untuk menemukan partikel dalam kotak 2-dimensi terse-but tentunya merupakan kuadrat dari nilai-nilai fungsi gelombang pada gam-bar di atas.

3.3

Tunneling, Terobosan

Untuk partikel yang menunjukkan sifat kuantum, energi kinetik yang lebih rendah dari penghalang energi potensial yang lebih besar, tidak menghalangi partikel tersebut untuk ”menembus” penghalang, tetapi dengan kebolehjadian yang kecil.

3.4

Tingkat Energi Vibrasi

Secara klasik, partikel yang bergetar dapat dibahas dengan anggapan getaran harmonis, yaitu getaran yang memenuhi hukum Hooke, atau getaran yang dapat dianggap sebagai proyeksi dari gerak melingkar beraturan. Hukum Hooke:

(21)

3.5. FUNGSI GELOMBANG UNTUK GERAK VIBRASI 17 Hamiltonian klasik, atau energi total secara klasik, untuk partikel ini adalah

H = p 2 x 2m+ 1 2kx2 (3.28)

Operator Hamiltonian untuk sistem ini adalah ˆ H = ~ 2 2m d2 dx2 + 1 2kx2 (3.29)

Persamaan Schr¨odinger tak bergantung waktu untuk sistem ini adalah ˆ H = E (3.30)  ~2 2m d2 dx2 + 1 2kx2 = E (3.31) Penyelesaian persamaan Schr¨odinger ini berupa fungsi yang terlalu rumit bagi Anda. Penerapan syarat batas menghasilkan

Ev = (v +12)h⌫ (3.32)

Nilai frekuensi ⌫ diperoleh dengan rumus klasik: ⌫ = 1

2⇡ r

k

m (3.33)

Jika diterapkan pada molekul, maka energi yang dibutuhkan untuk ber-pindah dari satu tingkat energi vibrasi ke tingkat di atasnya setara dengan energi yang dimiliki oleh foton gelombang inframerah.

3.5

Fungsi Gelombang untuk Gerak Vibrasi

Fungsi gelombang untuk gerak vibrasi (dari solusi persamaan Schr¨odinger) silakan dibaca di Atkins. Bentuk fungsi gelombangnya dapat digambarkan dengan ... (lihat gambar di Atkins).

Semakin tinggi tingkat energi vibrasi, semakin perilakunya mendekati per-ilaku partikel klasik.

(22)
(23)

Bab

4

Struktur Atom dan Spektrum

Atom

Sekarang kita menggunakan pendekatan formal teori kuantum untuk atom H. Sebelumnya kita menggunakan teori Bohr. Syarat batas untuk elektron yang mengelilingi inti, berupa syarat untuk menyambung (kontinu) dengan fungsi gelombang pada kitaran sebelumnya. Solusi paling sederhana adalah berupa fungsi berupa gelombang tepat 1 gelombang per lingkaran. Dari berbagai syarat batas (dengan salah satu syarat kontinu yang baru dibahas), diperoleh beberapa bilangan kuantum, yaitu n, l, dan m.

Kita gunakan bilangan kuantum n (utama), l (azimut), ml (magnetik), s

(spin), ms (magnetik spin) untuk menandai elektron-elektron di sekitar inti

atom. Bilangan kuantum utama menandai kulit elektron seperti yang dikenal pada teori Bohr. Bilangan kuantum l menandai subkulit, dan pada dasarnya menentukan momentum sudut total yang dimiliki elektron ketika mengitari inti. Bilangan kuantum ml menentukan nilai komponen arah Z momentum

tersebut. Bilangan kuantum s menentukan momentum total yang dihasilk-an oleh spin elektron. Momentum ini bisa memiliki dua arah berlawdihasilk-andihasilk-an, yang dinyatakan dengan bilangan kuantum ms. Baik gerakan mengitari inti

(yang dinyatakan dengan l) maupun spin elektron (yang dinyatakan dengan s) menghasilkan medan magnet di sekitarnya.

Struktur dan Spektrum Atom H

Untuk atom hidrogen, energi hanya bergantung pada bilangan kuantum uta-ma n. Hal ini berarti bahwa subkulit 2p memiliki energi yang sauta-ma dengan

(24)

20 BAB 4. STRUKTUR ATOM DAN SPEKTRUM ATOM subkulit 2s, dan seterusnya. (Secara eksperimen, dibuktikan oleh Balmer, dll.) Untuk atom berelektron banyak, energi elektron bergantung pada bi-langan kuantum n dan l. Dari sinilah muncul konsep subkulit pada atom tersebut dengan energi yang berbeda.

4.1

Struktur Atom H

Kita coba menggunakan pendekatan formal teori kuantum untuk membahas atom H. Pertama-tama, kita rumuskan energi total elektron yang mengelilingi inti atom: E = T + V (4.1) = p2e 2me + p2N 2mN 1 4⇡"0 e2 r (4.2)

Kita dapat memisahkan gerak atom secara keseluruhan dan dengan gerak elektron relatif terhadap inti yang diam. Untuk yang terakhir, persamaan energi total elektron adalah

E = T + V (4.3) = p2e 2µ 1 4⇡"0 e2 r (4.4)

Dari ungkapan energi total, kita turunkan operator Hamiltonian: ˆ H = ~ 2 2µr2 1 4⇡"0 e2 r (4.5)

Buat persamaan Schr¨odinger:  ~2 2µr2 1 4⇡"0 e2 r = E (4.6) ~2 2µr2 1 4⇡"0 e2 r = E (4.7)

Untuk memudahkan penyelesaian, kita pisahkan variabel r dengan variabel ✓ dan ':

(r, ✓, ') = R(r)Y (✓, ') (4.8) Solusi untuk fungsi radial R(r) dapat dilihat pada halaman 324. Pada pe-nyelesaian fungsi ini, diperoleh dua macam bilangan kuantum, yaitu n dan l.

(25)

4.2. ORBITAL ATOM DAN ENERGINYA 21 Pertambahan kebolehjadian untuk menemukan elektron, tanpa memper-hitungkan peran variabel ✓ dan ', jika jari-jari r diubah menjadi r + dr dapat dihitung dengan persamaan berikut:

dP (r) = R2(r)dV = R2(r)4⇡r2dr (4.9) Perhitungan ini hanya dapat dilakukan, jika nilai fungsi gelombang sama un-tuk jarak yang sama.

4.2

Orbital Atom dan Energinya

Pada penyelesaian persamaan Schr¨odinger untuk komponen fungsi angular (fungsi sudut) Y (✓, '), muncul dua bilangan kuantum, yaitu bilangan kuan-tum l dan bilangan kuankuan-tum m. Nilai-nilai n, m, dan l yang dapat diterima untuk fungsi gelombang gerak elektron sekeliling inti dapat dilihat lagi di buku SMA.

Bentuk orbital dapat digambarkan dalam ruang tiga dimensi, dengan me-nandai nilai fungsi positif dan negatif dengan warna yang berbeda, dan besar kecil dari harga mutlaknya dengan kepekatan warna. Jika penggambaran ha-nya dilakukan dengan satu warna, tanpa tambahan tanda + dan -, biasaha-nya dimaksudkan untuk penggambaran nilai kuadrat fungsi gelombang pada ber-bagai titik dalam ruang. Warna pekat berarti nilainya tinggi. Patut dicatat bahwa penggambaran orbital 2px akan terlihat berbeda dengan 3px karena jumlah simpul yang berbeda.

4.3

Transisi Spektroskopi dan Aturan Seleksi

Terdapat aturan seleksi ketika elektron berpindah dari orbital yang satu ke orbital lainnya. Untuk atom serupa H, aturan seleksinya adalah

l =±1, m =±1, 0 (4.10)

4.4

Atom berelektron banyak

Terdapat perbedaan antara atom berelektron satu dan atom berelektron ba-nyak. Pada atom berelektron banyak, tingkat-tingkat energi tidak hanya ber-gantung pada n tetapi juga berber-gantung pada l, tetapi bentuk orbitalnya ”mi-rip” walaupun ungkapan matematikanya tidak identik.

Untuk atom berelektron banyak, pada orbital yang sama, bisa terdapat 2 elektron, tetapi harus dengan spin yang berbeda (prinsip larangan Pauli).

(26)

22 BAB 4. STRUKTUR ATOM DAN SPEKTRUM ATOM Spin adalah sifat intrinsik elektron yang dapat menyebabkan terjadinya medan magnet di sekitarnya. Arah medan yang dihasilkan dapat berlawanan, sehing-ga dinyatakan densehing-gan bilansehing-gan kuantum spin yang berbeda yaitu ms = +12

dan ms= 12.

Prinsip larangan Pauli merupakan pernyataan khusus dari prinsip Pauli yang lebih umum, yaitu

...

R(r) dapat digambarkan terhadap r, tetapi jika kita ingin menggambarkan rapat kebolehjadian (yaitu nilainya dikuadratkan), maka harus diperhitungk-an perkalidiperhitungk-an dengdiperhitungk-an 4⇡r2dr.

Pada pengisian elektron, selain larangan Pauli, harus diperhatikan: (2) prinsip Aufbau (building-up principle), dan (3) aturan Hund.

4.5

Spektroskopi Atom Berelektron Banyak

Jika atom C menyerap gelombang UV, maka yang termudah adalah elektron terluar akan tereksitasi ke subkulit 3s. Penting untuk diingat, bahwa keadaan dasar C yang dinyatakan dengan konfigurasi elektron 1s22s22p2 dan keadaan

tereksitasi dengan konfigurasi elektron 1s22s22p13s1, masing-masing terdiri

dari tingkat-tingkat energi yang lebih halus. Karena itu, spektroskopi resolusi tinggi akan memunculkan puncak-puncak halus tersebut (fine structure).

Mengapa bisa terjadi seperti itu? Karena terjadinya berbagai kemungkin-an posisi elektron dalam subkulit, tidak hkemungkin-anya ykemungkin-ang mengikuti aturkemungkin-an Hund, di samping terjadi interaksi antara medan magnet yang dihasilkan oleh gerak elektron mengelilingi inti, dengan medan magnet yang dihasilkan oleh spin elektron.

4.6

Spin-Orbit Coupling

Interaksi antara kedua medan magnet di atas dikenal sebagai ”..”. Kita meng-gunakan interaksi antara bilangan kuantum l dan s untuk menggambarkan interaksi kedua medan magnet. Medan magnet yang dihasilkan oleh gerak elektron dalam orbital dinyatakan denganpl(l + 1)~. Interaksi antara kedua medan magnet menghaslkan bilangan kuantum yang baru, yaitu bilangan ku-antum j, yang nilainya ... Sebagai contoh, interaksi antara medan magnet dalam subkulit 3d dengan spinnya, menghasilkan j = 11

2, 212.

Di baris-baris berikut, kita akan bahas interaksi antara kedua medan mag-net, tetapi dengan menjumlahkan terlebih dahulu medan magnet orbital dan medan magnet spin untuk seluruh elektron, barulah keduanya diinteraksikan

(27)

4.6. SPIN-ORBIT COUPLING 23 untuk menghasilkan bilangan kuantum J. Sebagai contoh, kita gunakan atom N pada keadaan dasar.

(28)

24 BAB 4. STRUKTUR ATOM DAN SPEKTRUM ATOM Bentuk-bentuk orbital pada berbagai subkulit ditentukan oleh ungkapan fungsi gelombang yang merupakan solusi dari persamaan Schrodinger. Ung-kapan fungsi gelombang untuk atom hidrogen secara umum terdiri atas: te-tapan normalisasi, fungsi eksponensial, fungsi polinom, dan fungsi sudut.

Transisi elektron harus memenuhi aturan seleksi: l = ±1 dan ml =

0, ±1.

Elektron dapat pula dipindahkan ke luar, bukan hanya ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi yang dibutuhkan disebut energi ionisasi, yaitu selisih energi pada n = takhingga dan energi elektron di kulit terluar.

Untuk konfigurasi yang sama, terdapat tingkat-tingkat energi yang berbe-da, kecuali untuk gas mulia atau golongan 2 dan beberapa yang lain. Keadaan yang berbeda untuk konfigurasi yang sama dilambangkan dengan term symbol. Untuk menentukan term symbol yang dapat dimiliki suatu konfigurasi elek-tron tertentu, lakukan langkah berikut:

1. Buat berbagai kemungkinan microstates dari konfigurasi tersebut, yaitu berbagai kemungkinan penempatan elektron dalam orbital.

2. Tentukan jumlah nilai-nilai ml dan ms untuk setiap microstates.

3. Pilih ⌃mlterbesar, dan tentukan nilai ⌃msterbesar untuk ⌃mltersebut.

Harga tersebut menandai bilangan kuantum azimut (L) dan bilangan kuantum spin (S), tetapi bukan untuk per elektron melainkan untuk atom keseluruhan.

4. Untuk kedua bilangan kuantum atom tersebut, tentukan bilangan ku-antum magnetiknya (ML dan MS), dan tandai microstates yang

berse-suaian dengan bilangan kuantum tersebut.

5. Ulangi langkah ke-3 dan ke-4 untuk microstates yang belum ditandai, hingga seluruh microstates tertandai.

6. Setiap pasang bilangan kuantum azimut dan spin menandai suatu term symbol tertentu yang berkaitan dengan tingkat energi atom.

Lambang yang digunakan untuk setiap pasang L dan S di adalah sebagai berikut. Bilangan kuantum L = 0, 1, 2, .. ditandai berturut-turut dengan S, P, D, F, G, H, ... Di kiri atas lambang tersebut, dituliskan multiplisitas atom pada keadaan tersebut, yaitu nilai 2S+1. Multiplisitas adalah jumlah keadaan spin yang mungkin untuk atom pada L dan S tersebut. Untuk setiap lambang tersebut, terdapat beberapa tingkat energi, bergantung pada interaksi yang terjadi antara momen magnet orbital dan momen magnet spin. Interaksi

(29)

4.6. SPIN-ORBIT COUPLING 25 antara kedua momen magnet mempunyai aturan tersendiri, yang digambarkan dengan bilangan kuantum gandengan spin-orbit (spin-orbit coupling), yaitu J, yang nilainya berselisih satu antara |L S| dan L + S. Secara individual elektron, terjadi pula interaksi antara momen magnet orbital dan momen magnet spin, yang digambarkan dengan bilangan kuantum j.

Urutan tingkat energi dari berbagai keadaan atom di atas, pertama-tama ditentukan oleh multiplisitas. Keadaan yang paling stabil (artinya energi ter-endah) adalah keadaan dengan multiplisitas tertinggi. Berikutnya, untuk mul-tiplistas yang sama, keadaan dengan L terbesar memiliki energi terendah. Terakhir, jika subkulit kurang dari setengah penuh, J kecil memiliki energi yang rendah, sedangkan untuk subkulit yang terisi lebih dari separuh, J besar memiliki energi rendah.

Pada atom berelektron banyak, transisi elektron terjadi dari keadaan dasar dengan term symbol tertentu, ke keadaan tereksitasi dengan term symbol yang dimiliki oleh keadaan tereksitasi tersebut. Untuk transisi ini, aturan seleksinya adalah S = 0, L = 0,±1, J = 0,±1, kecuali dari J = 0 ke J = 0 terlarang.

(30)
(31)

Bab

5

Struktur Molekul

(32)
(33)

Bab

6

Simetri Molekul

(34)
(35)

Bab

7

Spektrum Rotasi dan Vibrasi

7.1

Spektrum Rotasi Murni

7.1.1 Energi rotasi klasik

Menurut mekanika klasik, energi rotasi molekul adalah E = 1

2I!2 (7.1)

dengan I = momen inersia I = ⌃mir2i dan ! = kecepatan sudut.

Energi rotasi molekul dapat diuraikan menjadi 2 atau 3 orientasi rotasi terhadap sumbu yang saling tegak lurus. Sumbu rotasi dipilih berupa sumbu simetri atau sumbu yang tegak lurus sumbu simetri tersebut yang jika mungkin melalui unsur simetri molekul.

7.1.2 Rotasi molekul secara kuantum

Menurut teori mekanika kuantum, energi rotasi molekul terkuantisasi. Energi kinetik rotasi yang dirumuskan sebagai jumlah energi rotasi terhadap sumbu-sumbu yang berbeda, dituliskan sebagai:

E = 1 2Ia!2a+ 1 2Ib!2b + 1 2Ic!2c = Ja2 2Ia + Jb2 2Ib + Jc2 2Ic (7.2) Untuk menyederhanakan pembahasan, kita bagi jenis-jenis molekul ber-dasarkan kesamaan atau perbedaan nilai-nilai Ji.

(36)

32 BAB 7. SPEKTRUM ROTASI DAN VIBRASI

Rotor sferis (rotor membola)

Pada rotor sferis, ketiga momen inersia bernilai sama. Tk-tk energi rotasi molekul adalah

EJ = J(J + 1) ~ 2

2I (7.3)

dengan J adalah bilangan kuantum rotasi, J = 0, 1, 2, ....

Spektrum murni dari serapan gelombang microwave untuk transisi energi rotasi dapat digambar berdasarkan rumusan tingkat energi rotasi di atas.

Rotor simetris

Pada rotor ini, dua momen inersia bernilai sama, sedangkan salah satu yang lainnya berbeda. Ungkapan energi untuk rotor simetris adalah

E = J 2 b + Jc2 2I/ + Ja2 2I// (7.4) Dengan mensubstitusi J2 = J2 a + Jb2+ Jc2, kita peroleh E = J 2 J2 a 2I/ + Ja2 2I// = J2 2I/ +✓ 1 2I// 1 2I/ ◆ Ja2 (7.5) Ungkapan kuantum untuk energi rotasi ini diperoleh dengan mengganti J2

dengan J(J + 1)~2, dengan J adalah bilangan kuantum momentum sudut.

Menurut teori kuantum, setiap benda yang berotasi sembarang, mempunyai komponen-komponen Ja, Jb, dan Jc yang masing-masing terkuantisasi

menu-rut ungkapan:

Ji = K~ (7.6)

dengan K = 0, ±1, ±2, .., ±J. Dengan demikian kita juga mensubstitusi J2 a

dengan K2~2, sehingga diperoleh suku rotasi, yaitu energi rotasi dibagi hc

agar memiliki satuan bilangan gelombang,

F (J, K) = BJ(J + 1) + (A B)K2 (7.7) dengan J = 0, 1, 2, . . . K = 0,±1, ±2, . . . , ±J A = 4⇡cI~ // B = 4⇡cI~ /

(37)

7.1. SPEKTRUM ROTASI MURNI 33

Rotor asimetris

Rotor asimetris memiliki tiga momen inersia yang berbeda.

Rotor linier

Pada rotor linier, tidak ada energi rotasi pada sumbu utama, karena momen inersia terhadap sumbu tersebut bernilai nol. Dengan kata lain, kita bisa menyebutkan bahwa untuk rotor linier, K = 0.

Jika kita meninjau kembali rotor sferis, kita bisa katakan bahwa pada rotor ini, K 6= 0, tetapi momen inersia pada sumbu paralel dan sumbu tegak-lurus bernilai sama, A = B.

(38)

34 BAB 7. SPEKTRUM ROTASI DAN VIBRASI

7.1.3 Degenerasi Energi Rotasi dan Efek Stark

Degenerasi untuk gerak rotasi adalah jumlah berbagai kemungkinan keadaan kuantum rotasi (atau cara berotasi) yang menghasilkan energi yang sama. Gerak rotasi molekul dapat dipandang sebagai gerak terhadap dua macam sistem koordinat, yaitu koordinat internal molekul (yang sejauh ini dinyatakan dengan sumbu paralel dan sumbu tegak-lurus, atau sumbu a, b, dan c), dan koordinat eksternal atau koordinat laboratorium yang tetap.

Untuk molekul simetrik, jumlah degenerasi dari energi rotasi ada 2(2J +1) jika K 6= 0 dan 2J + 1 jika K = 0. Untuk molekul linier, jumlah degerenasi adalah 2J + 1, karena nilai K selalu sama dengan nol. Untuk molekul sferis, degenerasi terhadap komponen arah Z (terhadap beragam nilai MJ) adalah

2J + 1, sedangkan molekul tersebut masih memiliki berbagai kemungkinan nilai K, walaupun tidak mempengaruhi energi molekul. Degenerasi dari K adalah juga 2J + 1, sehingga degenerasi total adalah (2J + 1)2.

7.1.4 Transisi Energi Rotasi

Pada transisi energi rotasi, yang dalam hal ini dibatasi pada transisi rotasi murni tanpa disertai transisi vibrasi, terdapat beberapa aturan seleksi yang menentukan transisi mana yang diizinkan. Menurut aturan seleksi, transi-si mempunyai kebolehjadian besar untuk terjadi, jika J = ±1, MJ =

0, ±1, dan K = 0. Di samping itu, transisi rotasi yang terjadi akibat penye-rapan gelombang microwave atau pemancaran gelombang microwave hanya dapat terjadi jika molekul tersebut polar.

7.2

Spektrum Vibrasi

Spektrum vibrasi dihasilkan akibat penyerapan gelombang inframerah oleh molekul untuk transisi energi vibrasi ke tingkat yang lebih tinggi. Tentunya, dikenal pula spektrum pancar vibrasi (emission spectra), yaitu gelombang in-framerah yang dipancarkan ketika energi vibrasi turun ke tingkat yang lebih rendah. Di laboratorium, yang biasa diukur adalah spektrum serap (absorp-tion spectra).

7.2.1 Frekuensi Vibrasi menurut Mekanika Klasik

Frekuensi vibrasi partikel yang bergetar sendirian, artinya partikel tersebut terikat melalui suatu ’pegas’ pada dinding, atau benda lain yang massanya

(39)

7.2. SPEKTRUM VIBRASI 35 jauh lebih besar,

⌫ = 1 2⇡

r k

m (7.8)

Untuk dua partikel yang terhubungkan dengan pegas, yang bisa digunakan untuk memodelkan vibrasi pada molekul diatom (H2, N2, O2, HCl), frekuensi vibrasi adalah ⌫ = 1 2⇡ s k mef f (7.9) dengan massa efektif adalah

1 mef f = 1 m1 + 1 m2 (7.10)

Energi vibrasi secara klasik adalah E = 1

2mv2+ 1

2kx2 (7.11)

Untuk molekul, nilai k ditentukan oleh kekuatan ikatan kimia antar atom-atom.

7.2.2 Kuantisasi Energi Vibrasi Molekul

Untuk vibrasi molekul, tidak dapat digunakan ungkapan energi secara klasik. Solusi persamaan Schr¨odinger untuk gerak vibrasi menghasilkan ungkapan energi berikut

Ev = (v +12)h⌫ (7.12)

dengan bilangan kuantum vibrasi v = 0, 1, 2, . . .. Ungkapan ini diperoleh dengan mengasumsikan energi potensial molekul berupa energi potensial har-monik, yaitu

V = 1

2kx2 (7.13)

dengan x = r req

Selain menghasilkan energi vibrasi, solusi persamaan Schr¨odinger juga menghasilkan ungkapan fungsi gelombang untuk gerak vibrasi. Kuadrat fungsi tersebut menggambarkan rapat kebolehjadian. Kurva fungsi gelombang untuk berbagai tingkat energi vibrasi ditunjukkan lewat gambar berikut.

(40)

36 BAB 7. SPEKTRUM ROTASI DAN VIBRASI Ungkapan energi vibrasi dapat pula dinyatakan dalam satuan bilangan ge-lombang, yang dikenal sebagai suku vibrasi (vibrational terms). Suku vibrasi diperoleh dengan membagi ungkapan energi dengan hc.

G(v) = (v +1

2)⌫ (7.14)

7.2.3 Aturan Seleksi

Dengan menyerap gelombang infra merah, energi vibrasi bisa mengalami tran-sisi ke tingkat yang lebih tinggi. Trantran-sisi ini mengikuti dua aturan, yang pertama adalah bahwa vibrasi yang mengalami transisi haruslah yang menye-babkan perubahan momen dipol. Di samping itu, v = ±1.

Berdasarkan aturan ini, frekuensi gelombang inframerah yang diserap di-hitung berdasarkan prinsip bahwa selisih energi vibrasi sama dengan energi foton yang diserap. Selisih energi vibrasi, dinyatakan dalam bilangan gelom-bang adalah

Gv+1 v = ⌫ (7.15)

7.2.4 Ketakharmonisan

Pada kenyataannya, energi potensial yang dialami oleh atom-atom tidaklah harmonik. Sebagai contoh, untuk molekul diatom, energi potensial molekul terhadap panjang ikatan digambarkan dalam kurva berikut,

Gambar sehingga semakin tinggi energi vibrasi, jarak antar tingkat ener-gi semakin rapat. Ungkapan enerener-gi potensial tak-harmonis dapat dinyatakan dalam deret McLaurin berikut,

...

atau dalam bentuk energi potensial Morse, yaitu ...

Energi potensial dalam bentuk deret, akhirnya menghasilkan suku pertama f (0) sama dengan nol, berdasarkan konvensi, sedangkan suku kedua (yaitu turunan pertama) bernilai nol karena gradien di titik terendah (x = 0) ada-lah nol. Suku ketiga yang merupakan turunan kedua (menggambarkan kece-kungan kurva) bernilai positif. Suku ketiga menggambarkan ungkapan energi potensial harmonik. Suku-suku berikutnya merupakan koreksi terhadap po-tensial harmonik.

Pengaruh potensial yang semakin lebar ketika energi semakin tinggi, di-gambarkan sebagai faktor ”ketakharmonisan” (anharmonicity). Dengan

(41)

mem-7.3. SPEKTRUM ROTASI-VIBRASI 37 perhatikan ketakharmonisan, ungkapan energi vibrasi menjadi,

G(v) = (v +1

2)⌫ (v + 1

2)2xe⌫ + ... (7.16)

dengan xe, ye adalah tetapan yang ditentukan secara empiris, yang bisa

dise-but sebagai tetapan ketakharmonisan.

7.2.5 Modus Normal

Untuk molekul diatom, hanya terdapat satu cara vibrasi, dengan frekuensi yang tertentu. Untuk molekul poliatom, terdapat 3N 5 atau 3N 6 modus vibrasi normal tergantung apakah molekul tersebut linier atau tidak, dengan N =jumlah atom dalam molekul. Persyaratan dari modus vibrasi ”normal” adalah bahwa peningkat energi pada modus tertentu bisa terjadi secara inde-penden (bebas) tanpa mempengaruhi tingkat energi vibrasi modus yang lain.

7.2.6 Spektrum Raman

Untuk modus vibrasi yang ”tidak aktif inframerah”, artinya tidak dapat me-nyerap gelombang inframerah karena tak terjadi perubahan momen dipol, frekuensinya dapat terukur pada spektrum Raman. Pada spektrum ini, me-kanismenya bukanlah penyerapan gelombang inframerah untuk peningkatan energi vibrasi, tetapi hampuran gelombang inframerah oleh vibrasi tsb.

7.3

Spektrum Rotasi-Vibrasi

Spektrum serap rotasi-vibrasi terjadi di daerah infra merah. Spektrum ini dihasilkan oleh transisi vibrasi ke tingkat yang lebih tinggi disertai dengan transisi rotasi, bisa naik, bisa turun. Puncak-puncak yang dihasilkan akibat energi rotasi yang turun, disebut ”cabang P” dari spektrum. Puncak-puncak yang dihasilkan akibat energi rotasi naik, disebut ”cabang R” dari spektrum. Untuk kasus-kasus tertentu, akan muncul cabang Q dimana vibrasi naik te-tapi tidak terjadi perubahan energi rotasi. (Baca buku untuk melihat kapan muncul cabang Q).

Pada rotasi murni, dapat terjadi efek sentrifugal, dimana panjang ikatan bertambah saat energi rotasi meningkat, sehingga diperlukan suku tambahan pada suku rotasi atau energi rotasi untuk mengoreksi efek ini, Pada spektrum rotasi-vibrasi, dapat terjadi efek serupa, yang sehingga nilai B dapat berbeda pada tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi (Bv). Nilai B1 lebih kecil dari

(42)
(43)

Bab

8

Spektrum Elektronik

Spektrum (serap) elektronik molekul dihasilkan akibat elektron molekul me-nyerap gelombang elektromagnetik untuk berpindah ke tingkat yang lebih tinggi. Alat untuk mengukur intensitas dan frekuensi yang terserap disebut spektrometer UV/vis. Elektron yang menyerap gelombang biasanya elektron di kulit terluar atau sekitarnya, misalnya dari HOMO (highest occupied mole-cular orbital) ke LUMO (lowest unoccupied molemole-cular orbital). Alat yang juga berkaitan dengan penyerapan gelombang oleh elektron molekul adalah spek-troskopi fotoelektron (photoelectron spectroscopy), yang mengukur gelombang yang diserap molekul untuk mengalami pengionan.

Untuk energi vibrasi dan rotasi, terdapat ungkapan energi yang sederha-na, sedangkan untuk energi elektronik, tidak terdapat ungkapan energi yang sederhana. Karena itu pada bab ini kita akan membahasnya secara kualitatif. Energi yang diperlukan untuk transisi elektronik ada di sekitar beberapa eV dengan 1 eV = 8000 cm 1.

Selisih tingkat energi elektron pada atom mempunyai nilai yang tertentu, karena kuantisasi energi elektron. Pada molekul, tingkat energi elektron akan berubah dengan perubahan geometri molekul. Sedangkan kita tahu, bah-wa molekul selalu bervibrasi, sehingga pada jarak antar atom yang berbeda, energi elektronnya berbeda. Akibatnya, spektrum serap elektron pada atom berupa puncak-puncak yang tajam, sedangkan pada molekul berupa puncak yang lebar.

8.1

Spektrum Elektron untuk Molekul Diatom

Untuk molekul diatom, lihat kembali tingkat-tingkat energi elektron yang te-lah dibahas sebelumnya.

(44)

40 BAB 8. SPEKTRUM ELEKTRONIK

8.1.1 Lambang Suku (term symbol )

Seperti pada atom, molekul dengan konfigurasi elektron yang tertentu, me-miliki beberapa term symbol. Langkah serupa dengan atom, tetapi nilai ml

untuk elektron pada orbital molekul agak berbeda. Untuk orbital , nilai ml = 0. Untuk orbital ⇡, nilai ml = ±1, dan untuk orbital , nilai ml= ±2.

Dari nilai ⌃ml maksimum, kita peroleh harga ⇤, yang menentukan lambang

utama term symbol yang digunakan. Multiplisitas tetap seperti yang dike-nal pada atom. Harga J tidak digunakan dalam perlambangan term symbol, tetapi yang digunakan adalah g dan u.

8.2

Fluoresensi dan Fosforesensi

Fluo

Referensi

Dokumen terkait

Umumnya bila ditemukan kista yang tidak lebih besar dari sebuah jeruk, dan disertai keluhan, maka sebaiknya jangan segera dilakukan operasi, karena biasanya kista semacam ini berasal

Objek dalam penelitian ini adalah sikap nasionalisme anggota karang taruna seperti sikap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, sikap mencintai dan memakai produk

Dengan demikian, nlai T hitung lebih besar dari nilai T syarat yaitu sebesar 1,64, dan nilai p value sebesar 0.000, yang lebih kecil dari α=0.05, yang berarti bahwa H03 ditolak

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

1. Fokus penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”. Peneliti tidak dapat memanipulasi perilaku mereka yang terlibat dalam

Pihak pertama pada tahun 2020 ini berjanji akan mewujudkan target kinerja tahunan sesuai dengan lampiran perjanjian ini dalam rangka mencapai target kinerja

Umur adalah faktor risiko terpenting dan 80 persen dari kematian akibat penyakit jantung koroner terjadi pada orang dengan umur 65 tahun atau lebih.. Menurut Juwono nilai

Hasil seleksi dan isolasi bakteri asam laktat asal air susu ibu berdasarkan karakteristik menggunakan media MRS agar CaCO3 1% , morfolosi sel dan fisiologis dapat