• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Angin Darat (Land Breeze) / Angin Laut (Sea Breeze) Menggunakan Model WRF-ARW (Studi Kasus Hujan Lebat di Meulaboh tanggal 2 November 2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Simulasi Angin Darat (Land Breeze) / Angin Laut (Sea Breeze) Menggunakan Model WRF-ARW (Studi Kasus Hujan Lebat di Meulaboh tanggal 2 November 2014)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Page | 1

Simulasi Angin Darat (Land Breeze) / Angin Laut (Sea Breeze) Menggunakan

Model WRF-ARW

(Studi Kasus Hujan Lebat di Meulaboh tanggal 2 November 2014)

Angga Yudha Trisna, Endarwin

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan

Email : yuegha87@gmail.com

ABSTRAK

Meulaboh merupakan kota di pesisir barat – selatan Aceh yang memiliki kondisi topografi datar hingga bergunung dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kondisi cuaca di daerah ini dipengaruhi oleh gangguan skala global, skala regional dan skala lokal. Akibat kondisi topografi tersebut, kondisi cuaca di Meulaboh cukup unik, dan sangat berimplikasi dengan kondisi cuaca akibat gangguan skala lokalnya. Salah satu gangguan skala lokal yang merupakan faktor penting dalam pembentukan cuaca di Meulaboh adalah adanya pengaruh angin darat (land breze) dan angin laut (sea breze). Adanya angin darat dan angin laut ini dapat mentriger pembentukan awan-awan hujan di Meulaboh. Kejadian hujan lebat pada tanggal 2 November 2014 menarik untuk diteliti, karena sebagian besar jumlah curah hujannya terakumulasi lebih besar pada saat malam hingga dini hari. Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan data observasi Stasiun Meteorlogi Klas III Cut Nyak Dhien dan data keluaran WRF-ARW, terbukti bahwa angin darat memiliki peran yang cukup besar terhadap kuatnya pertumbuhan awan dan tingginya curah hujan yang terjadi.

Kata kunci: Angin Darat, Hujan, WRF-ARW, Pertumbuhan Awan.

ABSTRACK

Meulaboh is a city on the southwest coast of Aceh that have flat, hilly topography and directly adjacent to the Indian Ocean. Weather conditions in the area affected by the disturbance of global scale, regional scale and local scale. Due to the topographical conditions, weather conditions in Meulaboh is quite unique, and very implicated with the weather conditions due to local scale disturbances. One local scale disturbance which is an important factor in the formation of weather in Meulaboh is the influence of land bereze and sea breezes. The presence of onshore wind and sea breeze can be triggers the formation of rain clouds in Meulaboh. Heavy rain events on 2 November 2014 interesting to study, because most of the accumulated amount of rainfall is greater at night to early morning. From the analysis conducted by using observation data and WRF-ARW output data, it is evident that land breeze has a big enough role to the strong growth in cloud and high rainfall.

Keywords: Land Breeze, Rain, WRF-ARW, Cloud Growth.

(2)

Page | 2

Pada tanggal 2 hingga tanggal 3 dini hari bulan November 2014 terjadi kejadian hujan dengan intensitas sangat lebat. Pada saat itu tercatat curah hujan dengan intensitas sebanyak 172,7 mm di Stasiun Meteorologi Klas III Cut Nyak Dhien, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Meulaboh merupakan wilayah dengan pola hujan equatorial yang memiliki dua puncak musim hujan, yaitu biasa terjadi pada bulan Maret dan Oktober saat matahari berada di dekat equator atau pada saat ekinoks (Bayong, 1999).

Meulaboh merupakan kota di pesisir barat – selatan Aceh yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kondisi cuaca di daerah ini dipengaruhi oleh gangguan skala global, skala regional hingga skala lokal. Salah satu gangguan skala lokal yang merupakan faktor penting dalam pembentukan cuaca di Meulaboh adalah adanya pengaruh angin darat (land breze) dan angin laut (sea

breze). Adanya pengaruh angin darat dan angin laut

dapat berperan dalam pembentukan awan-awan rendah di daerah Meulaboh.

Kondisi fisis di daerah tropis sangat tidak menentu, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam menganalisa dan memprediksinya. Oleh karena itu diperlukan metode simulasi cuaca skala meso yang mampu mendekati kondisi atmosfer sebenarnya. Dengan adanya simulasi model cuaca yang apik, maka diharapkan model tersebut dapat dijadikan sebagai bahan analisa atau bahan prediksi cuaca yang handal dan akurat. Seiring dengan perkembangan teknologi, salah satu cara untuk melakukan analisa dan prediksi cuaca ekstrem adalah dengan menggunakan model cuaca numerik (NWP). Salah satu model cuaca numerik untuk prediksi cuaca yang telah dikembangkan di seluruh dunia adalah WRF – ARW (Weather Research and Forecasting –

Advanced Research).

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu sejauh mana pengaruh dari angin darat atau angin laut terhadap pembentukan awan penyebab hujan di daerah pesisir Meulaboh dengan menganalisa data hasil keluaran model WRF-ARW dan data hasil observasi di Stasiun Meteorologi Klas III Cut Nyak Dhien.

Model WRF – ARW (Weather Research and

Forecasting – Advanced Research) dikembangkan

oleh NCAR (National Center for Atmospheric

Research) yang bekerjasama dengan NCEP (National Centers for Environmental Prediction) Colorado

USA, NOAA/FSL (Forecast System Laboratory of

the NOAA), AFWA (Air Force Weather Agency) serta

instansi lainnya dengan versi pertamanya WRF versi 1.0 yang dirilis pada bulan Desember 2000. Saat ini

versi terbaru dari WRF adalah WRF – ARW V 3.1.1 yang dirilis bulan April 2009. Model ini mempunyai keistimewaan inti dinamik yang berlipat, variasi 3-dimensional (3DVAR) sistem asimilasi data dan arsitektur perangkat lunak yang mengijinkan untuk melakukan komputasi secara paralel dan sistem ekstensibel. WRF cocok untuk aplikasi yang luas dari skala meter sampai ribuan meter (NCAR Technical

Note, 2005).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan hasil keluaran model WRF-ARW, dimana kemampuan yang dijanjikan WRF cukup banyak, antara lain (Skamarock et al, 2005) :

1. Seluruh set persamaan yang kompresibel, Euler non-hydrostatik dengan kemampuan opsi hidrostatik juga tersedia. Persamaan ini kekal untuk variable scalar.

2. Model menggunakan koordinat vertical mengikuti terrain, tekanan- hidrostatik dengan model puncak permukaan tekanan konstan. Grid horizontal adalah Arakawa-C grid.

3. Skema integrasi waktu kodel menggunakan skema Runge-Kutta orde ketiga, dan diskritisasi spasial menggunakan skema orde kedua dan keenam.

4. Model mendukung baik aplikasi ideal maupun data real dengan bermacam pilihan kondisi lateral dan batas area.

5. Model mendukung pilihan one-way, two-way dan moving nest.

6. Model dapat berjalan pada kebanyakan mesin dengan single-processor shared dan distributed-memory.

2. DATA DAN METODE

2.1 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian yaitu di Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, dengan pusat domain di Stasiun Meteorologi Klas III Cut Nyak Dhien, Meulaboh, dimana secara geografis terletak pada koordinat 04°02'42" LU dan 096°14'58" BT (4.17° LU dan 96.13 BT).

(3)

Page | 3

Gambar 1. Lokasi penelitian

(Sumber : Google Earth, 2016)

2.2 DATA

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:  Data pengamatan sinoptik Stasiun

Meteorologi Klas III Cut Nyak Dhien Meulaboh tanggal 1 sampai 3 November 2014. Adapun data yang digunakan bertujuan untuk verifikasi hasil output model WRF-ARW.

 Data FNL (Final Analysis) merupakan data

reanalysis yang digunakan sebagai data

input model WRF-ARW pada tanggal 2 November 2014 yang diunduh dari

http://rda.ucar.edu/ dengan resolusi spasial

1o x 1o dan resolusi temporal 6 jam. Data

FNL yang digunakan adalah data dari tanggal 1 November 2014 jam 12.00 UTC, 18.00 UTC, tanggal 2 November 2014 jam 00.00 UTC, 06.00 UTC, 12.00 UTC, 18.00 UTC, dan tanggal 3 November 2014 jam 00. 00 UTC.

2.3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 2 metode, antara lain :

a. Simulasi

Simulasi dilakukan dengan membuat domain di daerah Meulaboh dengan koordinat terpilih menggunakan WRF-ARW. Simulasi dilakukan dengan menampilkan paramater-parameter cuaca tertentu yang mewakili kondisi atmosfer. Selain itu penulis juga akan menampilkan pola angin darat dan

angin laut pada tanggal 2 November 2014 dari model WRF-ARW.

Parameter yang akan dibutuhkan adalah kelembaban udara (RH), presipitasi, arah dan kecepatan angin, CAPE dan perawanan.

Gambar 2. Downscalling domain Meulaboh Downscalling domain dilakukan sebanyak 2

kali, sehingga menghasilkan 2 domain. Sedangkan konfigurasi parameterisasi yang digunakan adalah default, berupa :

Parameterissasi Skema

Mikrofisik Single Momen 3-Kelas (3)

PBL Skema YSU (1) Kumulus Kain-Fritsch (1)

b. Komparasi

Metode ini digunakan untuk membandingkan hasil keluaran model WRF-ARW dengan data observasi dari Stasiun Meteorologi Klas III Cut Nyak Dhien, Meulaboh dan data satelit MTSAT.

c. Analisa

Metode ini dilakukan dengan menganalisa data yang ada baik secara temporal maupun spasial.

(4)

Page | 4

3. ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.1 HUJAN

Grafik 3.1.1 Grafik Akumulasi Curah Hujan 3 Jam Tanggal 2 November 2014

Jumlah curah hujan tertinggi pada hari itu yang memiliki distribusi curah hujan yang tinggi mulai malam hari, yaitu dari jam 12 UTC hingga 24 UTC.

Grafik 3.1.2 Grafik akumulasi curah hujan selama 3 jam tanggal 2 November 2014

Grafik 3.1.2 menunjukkan perbandingan jumlah curah hujan hasil observasi dan curah hujan hasil keluaran model WRF-ARW. Grafik batang warna orange merupakan curah hujan yang terukur dari hasil observasi, sedangkan grafik batang warna biru merupakan curah hujan output WRF-ARW. Dari grafik tersebut, dapat dilihat bahwa hasil keluaran WRF-ARW cukup representatif dengan curah hujan hasil observasi dari jam 00 sampai 15 UTC. Meskipun hasil keluaran WRF-ARW memiliki pola distribusi hujan secara temporal yang hampir sama dengan data curah hujan observasi, namun hasil keluaran WRF-ARW kurang stabil ketika intensitas curah hujan mulai tinggi, yaitu pada jam 18 UTC hingga 24 UTC. Data pada jam 18 UTC hingga 24 UTC menunjukkan hasil keluaran yang cenderung

underestimate jika dibandingkan dengan curah hujan

hasil observasi.

Dari distribusi hujan secara temporal yang ditunjukkan pada kedua grafik di atas, mengindikasikan bahwasannya hujan yang terjadi pada jam 12 hingga 15 UTC disebabkan oleh awan hujan yang terbentuk dari konveksi yang kuat pada siang harinya, dan intensitas curah hujan yang cukup tinggi pada jam 15 hingga 24 UTC disebabkan oleh tambahan keberadaan awan-awaan hujan akibat konvergensi pada malam hari yang ditimbulkan oleh angin darat (land breeze). Menurut Tjasyono (2007), Angin darat (land breeze) biasa terjadi mulai dari 3 jam setelah matahari terbenam dan terus meningkat hingga matahari terbit.

Pengaruh angin darat (land breeze) ini akan semakin terlihat jelas pada pembahasan selanjutnya, yaitu mengenai distribusi kelembaban udara dan angin.

3.2 KELEMBABAN UDARA (RH)

a. Distribusi RH secara temporal di koordinat Stasiun Meteorlogi Meulaboh

Grafik 3.2 Grafik Kelembaban Udara (RH) tiap jam tanggal 2 November 2014

Grafik 3.2.1 menunjukkan perbandingan nilai RH, dimana grafik batang warna orange merupakan RH hasil observasi di stasiun sedangkan grafik batang warna biru merupakan RH dari keluaran WRF-ARW. Secara keseluruhan, grafik RH antara keluaran WRF-ARW dan RH dari hasil observasi memiliki pola yang hampir sama. Meskpun rata-rata nilainya underestimate, namun bisa disimpulkan bahwa tingkat keakuratannya cukup baik, hal ini terlihat dari selisih nilai RH yang tidak terlalu jauh.

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwasannya rata-rata kondisi atmosfer pada lapisan permukaan pada tanggal 2 November 2014 cukup lembab, dengan nilai rata-rata RH melebihi 80 %. Kondisi seperti ini sangat identik dengan kondisi atmosfer yang labil.

(5)

Page | 5

b. Distribusi RH secara vertikal dengan overlay Angin

Pada poin ini penulis sajikan distribusi RH secara vertikal pada jam-jam penting ketika angin darat mulai terjadi, yaitu dari jam 12 UTC tanggal 2 November 2104 hingga jam 00 UTC tanggal 3 November 2014. Fokus yang diamati yaitu penampang vertikal RH pada koordinat Stasiun Meteorologi Cut Nyak Dhien di 4.17° LU dan 96.13° BT. Jam 00 UTC Jam 03 UTC Jam 06 UTC Jam 09 UTC Jam 12 UTC

(6)

Page | 6

Jam 15 UTC

Jam 18 UTC

Jam 21 UTC

Jam 00 UTC 3 Nov

Tiga belas gambar distribusi RH secara vertikal pada jam 00 UTC 2 november 2014 hingga jam 00 UTC 3 November 2014 di atas menunjukkan persebaran nilai RH yang cukup tinggi pada penampang vertikal yang dapat dilihat di antara garis putih. Pada jam tanggal 2 November jam 00 hingga jam 00 UTC tanggal 3 November UTC tampak bahwa RH hingga lapisan 500 mb bernilai rata-rata 85-100%. Kondisi ini menunjukkan bahwasannya keberadaan uap air di atmosfer di atas wilayah Meulaboh cukup banyak. Dan potensi terjadinya hujan sangat besar.

Pada jam 01 hingga 15 UTC, pengaruh angin laut nampak masih kuat, dan adanya proses angin laut ini memberikan tambahan energi bagi parsel udara untuk semakin terangkat, karena selain efek dari angin laut, kuatnya pertumbuhan awan juga disebabkan oleh konveksi yang kuat pada jam-jam tersebut (kuatnya konveksi dapat diketahui dari nilai CAPE pada poin 3.4) .

Pada jam 15 UTC tanggal 2 November hingga jam 00 UTC tanggal 3 November, tampak bahwa pola angin darat cukup dominan bersirkulasi pada lapisan permukaan hingga lapisan sekitar 950 mb. Angin darat ini bertemu dengan massa udara global yang berhembus cukup kuat dari arah barat pulau Sumatera, sehinggaa menyebabkan adanya konvergensi di wilayah pesisir Meulaboh. Hal ini menyebabkan terbentuknya awan-awan penyebab terjadinya hujan sepanjang malam hingga dini hari tanggal 3 November 2014 di Meulaboh.

(7)

Page | 7

3.3 ANGIN

a. Perbandingan kecepatan angin hasil observasi dengan hasil keluaran WRF-ARW

Grafik 3.3 Grafik Kecepatan Angin Tanggal 2 November 2014

Grafik 3.4 menunjukkan perbandingan kecepatan angin dari hasil keluaran WRF-ARW dengan hasil observasi tiap jam. Warna biru menunjukkan hasil kecepatan angin keluaran WRF-ARW, sedangkan warna orange menunjukkan hasil observasi dari kecepatan angin yang tercatat di stasiun. Berdasarkan grafik tersebut hasil keluaran WRF-ARW cukup

representatif jika dibandingkan dengan hasil

observasi. Hal ini dibuktikan dengan selisih rata-rata kecepatan angin permukaan yang tidak terlalu jauh, dimana nilai rata-rata kecepatan angin permukaan hasil observasi yaitu 2,9 m/s, sedangkan rata-rata kecepatan angin permukaan hasil keluaran WRF-ARW yaitu 2,6 m/s. Namun untuk jam-jam tertentu nilai kecepatan anginnya cenderung underestimate.

b. Pola peregerakan angin darat (land breeze)

Jam 12 UTC

Jam 15 UTC

(8)

Page | 8

Jam 23 UTC

Distribusi arah angin pada jam 12 UTC masih menujukkan pola angin laut di wilayah pesisir Meulaboh dan sekitarnya, hal ini dapat dilihat dari pola arah panah yang mewakili arah angin. Mulai jam 15 UTC, angin darat nampak mulai aktif, hal ini seragam dengan data penampang vertikal RH dan Angin pada poin sebelumnya. Selanjutnya setelah jam 15 UTC, hingga jam 23 UTC pola angin darat yang terlihat cukup signifikan.

Tjasyono (2007) menjelaskan bahwa salah satu ciri-ciri angin darat adalah kecepatan angin yang berhembus rata-rata nilainya sekitar 3 m/s. Kecepatan angin pada hasil keluaran WRF-ARW pada jam 15 hingga 23 UTC memiliki nilai rata-rata 2.6 m/s, dan kecepatan angin hasil observasi memiliki nilai rata-rata 2,8 m/s. Kedua data ini memiliki nilai yang tidak terlalu jauh dari nilai 3 m/s, sehingga dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari distribusi kecepatan anginnya, daerah pesisir Meulaboh ini sangat terpengaruh oleh gangguan skala lokal angin darat.

3.4 CAPE

Pada poin dijelaskan tentang nilai labilitas udara dari nilai CAPE pada jam-jam penting yaitu mulai jam 00 UTC sampai jam 23 UTC di Meulaboh.

Grafik 3.4.1 Grafik CAPE tiap jam tanggal 2 November 2014 di Meulaboh

Berdasarkan Grafik 3.4.1 diatas, dapat dilihat bahwa nilai CAPE dari pagi hari jam 00 UTC semakin meningkat hingga mencapai puncaknya pada jam 12 UTC dengan nilai CAPE 1900 J/kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat labilitas udara pada saat itu cukup kuat, sehingga menyebabkan daya angkat udara yang kuat, dan kemudian memicu pertumbuhan awan konvektif saat kejadian hujan lebat. Hal tersebut dapat didukung dari dari data satellite MTSAT berupa kondisi perawanan jam 00 UTC, 06 UTC, 12 UTC di Meulaboh, yang pada Gambar 3.4.1 ditunjukkan pada tanda cross dalam lingkaran merah.

Gambar 3.4.1 Kondisi perawanan dari satellite MTSAT jam 00 UTC, 06 UTC, 12 UTC dan 13 UTC tanggal 2

(9)

Page | 9

Mulai jam 13 UTC sampai 20 UTC , nilai CAPE mulai turun drastis hingga mencapai 250 J/kg. Meskipun nilai CAPE rendah, awan tetap meliputi wilayah Meulaboh, bahkan tampak pada gambar citra satelit di bawah (gambar 3.4.2) awan yang terbentuk adalah awan-awan konvektif. Sebaran awan yang menjadi penyebab hujan dini hari ini merupakan awan-awan konvektif yang terbentuk akibat konvergensi dari angin darat dan angin global yang datang dari arah barat pulau Sumatera.

Gambar 3.4.2 Kondisi perawanan dari satelite MTSAT jam 14 UTC, 18 UTC, 21 UTC dan 23 UTC tanggal 2

November 2014 di Meulaboh.

4.

KESIMPULAN

1. Faktor

topografi

sangat

mempengaruhi kondisi cuaca yang

terjadi di wilayah Meulaboh, salah

satunya yang sangat dominan yaitu

gangguan skala lokal berupa angin

darat (land breeze). Hujan yang

terjadi mulai malam hingga dini

hari menunjukkan adanya peran

yang cukup dominan dari angin

darat.

2. Model

WRF-ARW

dapat

mensimulasikan

dengan

baik

kondisi atmosfer di Meulaboh pada

tanggal penelitian, sehingga data

keluaran yang dihasilkan dapat

dijadikan sebagai bahan analisa

yang handal dan dapat diandalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, A. (2014). Simulasi Kejadian HUjan Lebat

Di Bandara Internasional Lombok Dengan Model WRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4-5 Desember 2013). BMKG. Jakarta.

http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/index.html#sfol-wl-/data/ds083.2?g=22015 (diakses tanggal 6 Desember 2015)

https://www.ncdc.noaa.gov/data-access/model-data/model-datasets/numerical-weather-prediction (diakses pada 11 Desember 2015)

Kadarsah. 2007. Tiga daerah iklim.

https://kadarsah.wordpress.com/2007/06/29/tiga-daerah-iklim-indonesia/ (diakses pada 10 Desember 2015)

Kadarsah. 2008. Beberapa Skema Parameterisasi

Kumulus.

kadarsah.wordpress.com/2008/04/01/beberapa-skemaparameterisasi-awan-kumulus/(diakses pada 13 Desember 2014)

NCAR Technical Note, 2005.

Santriyani, M., Octarina, D. T., Budaya, B. J., Choir, U. N., Suradi. (2009). Sensitivitas Parameterisasi

Konveksi Dalam Prediksi Cuaca Numerik Menggunakan Model WRF-ARW (Studi Kasus Hujan Ekstrim Di Jakarta Tanggal 7 April 2009). Bandung :

ITB.

Purbasari, Galuh. 2008. Meteorologi Laut Indonesia. www.academia.edu

Scamarock, W. C., J. B. Klemp. J.Dudhia, D. O. Gill, D. M. Baker, W. Wang, dan J. G. Powers, 2005: A

Description of The Advanced Research WRF version 2, NCAR Technical Note.

Tjasyono, B (1999). Klimatologi Umum. Bandung: ITB.

Tjasyono, Bayong. 2007. Meteorologi Indonesia 1. Jakarta : BMKG.

Vahada, Adinda D. (2015). Simulasi Angin Laut

Terhadap Curah Hujan Di Gorontalo (Studi Kasus Bulan November 2014). Jakarta : STMKG.

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian  (Sumber : Google Earth, 2016)
Grafik  3.1.2  menunjukkan  perbandingan  jumlah  curah  hujan  hasil  observasi  dan  curah  hujan  hasil  keluaran  model  WRF-ARW
Grafik 3.3 Grafik Kecepatan Angin Tanggal 2  November 2014
Gambar 3.4.1 Kondisi perawanan dari satellite MTSAT jam  00 UTC, 06 UTC, 12 UTC dan 13 UTC tanggal 2
+2

Referensi

Dokumen terkait