11 2.1 Manajemen
Robbins dan Coulter (2012:36) manajemen mengacu pada proses mengkoordinasi dan mengintergrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar di selesaikan secara efisien dan efektif dengan melalui orang lain.
Griffin (2011:7) manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas (termasuk perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi (manusia, finansial, fisik, dan informasi) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.
Dari pengertian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa manajemen adalah proses pengkoordinasian sekelompok orang dengan arahan-arahan untuk mencapai tujuan perusahaan, secara efektif dan efesien. Perusahaan yang memiliki manajemen yang baik adalah perusahaan yang menjalankan fungsi efektif dan efisien. Efisien berarti menggunakan berbagai sumber daya secara bijaksana dan dengan cara yang hemat biaya, sehingga produk atau jasa yang dihasilkan berkualitas tinggi namun dengan biaya yang relatif rendah, sedangkan efektif berarti membuat keputusan yang tepat dan mengimplementasikannya dengan sukses.
2.2 Entrepreneurship
Morris dalam dalam buku Lambing dan Kuehl (2007:16) yang berjudul Entrepreneurship mendefinisikan entrepreneurship sebagai berikut:
“Entrepreneurship is a process activity. It generally involves the following inputs: an opportunity; one or more proactive individuals; an organizational context; risk; innovation; and resources. It can produce the following outcomes: a new venture or enterprise; value; new products and processes; profit or personal benefits; and growth.”
Berdasarkan kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa entrepreneurship adalah sebuah proses aktifitas yang meliputi sebuah peluang, satu atau lebih individu yang bersikap proaktif, menyangkut sebuah organisasi, berhubungan dengan risiko, inovasi, dan sumber daya yang dapat menghasilkan output yaitu
sebuah usaha atau bisnis baru, nilai, produk dan proses yang baru, serta keuntungan pribadi dan pertumbuhan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurship merupakan sebuah proses atau usaha yang inovatif untuk menghasilkan nilai tambah produk yang bermanfaat bagi masyarakat dan mendatangkan kemakmuran bagi sang entrepreneur. Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis, yaitu entreprende yang berarti petualang, pengambil risiko, kontraktor, pengusaha, dan pencipta yang menjual hasil ciptaannya (Hendro, 2011:29). Entrepreneur merupakan seseorang yang berusaha membuat kombinasi baru terhadap produk, proses, pasar, struktur organisasi dan pemasok (Lambing dan Kuehl, 2007:16).
Menurut Schumpeter dan Hofer dalam Sesen (2012:625) entrepreneur merupakan seseorang yang membuat kombinasi baru melalui ide - ide kreatif dan mengenali peluang yang ada dan memanfaatkan peluang tersebut untuk membangun sebuah usaha baru. Menurut Hisrich, Peters, dan Shepherd (2004) yang diterjemahkan oleh Hendro (2011:23) entreprenur adalah orang yang berani memutuskan dan mengambil risiko dari satu pekerjaan, proyek, ide, atau lebih pilihan dimana semua pilihannya memiliki manfaat dan risiko yang berbeda.
Dari definisi entrepreneur diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melihat dan mengevaluasi peluang bisnis, memperoleh sumber daya yang diperlukan untuk mengambil keunggulan darinya dan berinisiatif mengambil tindakan yang tepat untuk mencapai kesuksesan. Entrepreneur memiliki kemampuan untuk mengelola sesuatu yang ada untuk dimanfaatkan dan ditingkatkan agar lebih baik sehingga bisa meningkatkan taraf hidup di masa mendatang.
2.3 Kesuksesan Bisnis Keluarga
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013:72) kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan bisnis keluarga dan keberhasilan dalam bidang finansial. Menurut Matser dan Lievens (2010: 82) kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan operasi perusahaan di masa depan. Menurut Ying, kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan perusahaan di masa yang akan datang.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat didefinisikan bahwa kesuksesan bisnis keluarga adalah kelangsungan operasi bisnis keluarga di masa depan dan keberhasilan dalam bidang finansial.
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington, Kesuksesan bisnis keluarga dapat diukur dalam tiga aspek yaitu:
1. Pertumbuhan Bisnis: pada aspek ini, suatu bisnis dikatakan bertumbuh apabila bisnis tersebut dapat berkembang baik dari pertumbuhan bisnis itu sendiri seperti kenaikan penjualan, keuntungan yang meningkat , bertambahnya jumlah cabang atau anak perusahaan yang secara otomatis menambah jumlah karyawan.
2. Kinerja keuangan: pada aspek ini, tingkat kesuksesan suatu bisnis keluarga dinilai dari jumlah dana yang dimiliki oleh bisnis tersebut. Hal tersebut dapat berupa kenaikan pendapatan, keberlangsungan bisnis yang terjamin sesuai dengan tolak ukur keuangan, serta aset perusahaan yang terus bertambah. 3. Keharmonisan keluarga: pada aspek yang ini, suatu bisnis keluarga
dinyatakan sukses apabila hubungan keluarga dapat terjalin. Tidak ada lagi perselisihan antar sesama anggota keluarga. Hal ini dapat dilihat dari kepedulian yang ditunjukan antar sesama anggota keluarga, kerja sama sesama anggota keluarga dalam menyelesaiakan suatu masalah, serta komunikasi yang intens di antara para anggota keluarga.
2.3.1 Definisi Bisnis Keluarga
Definisi bisnis keluarga yang digunakan sangat berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Andres dalam Susanto (2007) mengklasifikasikan bisnis keluarga sebagai perusahaan yang sahamnya minimal 25% dimiliki oleh keluarga tertentu atau jika kurang dari 25% terdapat anggota keluarga yang mempunyai jabatan pada dewan direksi atau dewan komisaris perusahaan.
Selain itu beberapa penelitian menggunakan persentase 5% sebagai jumlah saham yang harus dimiliki oleh keluarga. Beberapa penelitian lain menggunakan kriteria tambahan dengan mensyaratkan minimal 2 orang anggota keluarga memiliki jabatan dalam Dewan Komisaris ataupun Dewan Direksi (Susanto .2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Barth et al mengklasifikasikan perusahaan sebagai bisnis keluarga apabila suatu keluarga memiliki minimal 33% persen dari total saham perusahaan. Sedangkan Faccio dan Lang mensyaratkan minimal 20% saham dikuasai oleh keluarga tertentu untuk mengklasifikasikan perusahaan sebagai bisnis keluarga (Susanto .2007).
Pada dasarnya penelitian-penelitian yang dilakukan dalam menganalisis pengaruh struktur kepemilikan keluarga yang terkonsentrasi pada keluarga menggunakan definisi bisnis keluarga yang sama, yaitu menggunakan persentase kepemilikan tertentu dan terdapat perwakilan anggota keluarga dalam perusahaan. Perbedaan hanya teletak pada besarnya cut-off persentase kepemilikan yang digunakan.
Menurut Ward dan Arnoff dalam Susanto (2007) suatu perusahaan dinamakan bisnis keluarga apabila terdiri dari dua atau lebih anggota keluarga yang mengawasi keuangan perusahaan. Sedangkan menurut Donnelley suatu organisasi dinamakan bisnis keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam keluarga itu dan mereka mempengaruhi kebijakan perusahaan.
1. Menurut Poza (2007) definisi dari family bussines bisa dilihat dari:
2. Kontrol ownership dari dua anggota atau lebih, dari keluarga atau partnership dari keluarga
3. Strategi dalam manajemen perusahaan dipengarui oleh anggota keluarga baik itu sebagai advisor dalam anggota dewan, atau menjadi pemegang saham 4. Lebih peduli pada hubungan keluarga.
Visi dari pemilik bisnis keluarga berlanjut sampai ke beberapa generasi. Dunia bisnis dan dunia keluarga memang memiliki perbedaan yang amat curam. Jelas, dalam sebuah keluarga kepentingan keluarga akan mengalahkan kepentingan-kepentingan yang lain. Padahal, perusahaan menuntut sikap yang profesional. Termasuk juga dalam masalah kompensasi atau pembagian keuntungan.
Perusahaan profesional akan mendasarkan pemberian gaji pada nilai pasar dan riwayat kerja (kinerja) seseorang. Sedangkan keluarga mendasarkan pemberian gaji pada kebutuhan. Di sini terlihat betapa keluarga memiliki standar yang tidak jelas. Dari masalah-masalah yang sering muncul dalam bisnis keluarga, terutama masalahprofesionalisme, akhirnya muncul mitos, generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, dan generasi ketiga menghancurkan.
Membahas masalah kepemimpinan dalam bisnis keluarga, masalah konflik yang sering terjadi dalam bisnis keluarga, suksesi, kompetensi, dan budaya dalam bisnis keluarga sebagai tawaran paradigma baru dalam bisnis keluarga. Semua ini tidak lain sebagai counter attack terhadap mitos: generasi pertama membangun, generasi kedua menikmati, dan generasi ketiga menghancurkan.
2.3.2 Jenis Bisnis keluarga
Menurut Susanto (2007) ada dua bisnis keluarga yaitu: 1. Family Owned Enterprises (FOE)
Yaitu perusahaan yang dimiliki oleh keluarga tetapi dikelola oleh eksekutif profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Dalam hal ini keluarga berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi di lapangan agar pengelolaan perusahaan berjalan secara professional. Dengan pembagian peran ini anggota keluarga dapat mengoptimalkan diri dalam fungsi pengawasan.
2. Family Business Enterprises (FBE)
Yaitu perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh keluarga pendirinya. Jadi baik pengelolaan dan kepemilikan dipegang oleh orang yang sama, yaitu keluarga. Perusahaan tipe ini dicirikan oleh posisi penting perusahaan dipegang oleh anggota keluarga.
2.3.3 Paradigma dalam Bisnis Keluarga
Dengan adanya perubahan pasar dan persaingan, muncul lima paradigma baru dalam lingkungan intern bisnis keluarga (Susanto .2007):
1. Karyawan merupakan generasi baru yang berbeda dengan pendiri perusahaan. Yang perlu diperhatikan oleh pengelola bisnis keluarga, karyawan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (karyawan tingkat atas) mengharapkan adanya transparansi. Dan karyawan tingkat bawah memiliki keberanian untuk melakukan tuntutan-tuntutan paradigma
2. Meningkatnya isu-isu yang berkaitan dengan perburuhan, pemogokan, dan lain-lain
3. Tingkat profesionalitas keluarga sudah mulai meningkat
4. Tuntutan adanya kompensasi yang adil dan sama (fair and equiptable compensation) baik melalui sistem kompensasi yang dikaitkan dengan kompetisi, kinerja, ataupun kontribusi
5. Lebih transparannya sistem organisasi.
2.3.4 Suksesi Bisnis Keluarga
Sebuah perusahaan keluarga memiliki peranan penting dalam dunia perekonomian, sehingga kelangsungan sebuah perusahaan keluarga harus sangat
diperhatikan. Untuk memastikan keberlanjutan perusahaan jangka panjang membutuhkan Succession Plan yang matang dengan melibatkan sejumlah komponen di perusahaan keluarga dan berusaha dicapai dengan tingkat kesadaran dan ketekunan yang sangat tinggi (Filser, M., K., S. & Ma¨rk, S. 2013.). Negrea, (2008) mengatakan bahwa proses perencanaan suksesi memastikan kelancaran kelanjutan bisnis (dalam Klein., M., F. and Salk., R., J. 2013. p.336).
Masalah terpenting dalam keberlanjutan bisnis keluarga adalah masalah suksesi. Suksesi memang bukan satu-satunya penentu kelanggengan bisnis keluarga. Suksesi tidak hanya berarti pata tingkat pimpinan dan managerial saja, termasuk pada kebijakan-kebijakan perusahaan. Terdapat tujuh langkah dalam melakukan suksesi bisnis keluarga (Susanto .2007):
1. Mengevaluasi struktur kepemilikan,
2. Mengembangkan gambaran struktur yang diharapkan setelah suksesi, 3. Mengevaluasi keinginan keluarga,
4. Mengembangkan proses pemilihan,
5. Melatih dan memonitoring penerus masa depan,
6. Melakukan aktivitas team building dari keluarga, menciptakan dewan direksi yang efektif, yang terakhir,
7. Memasukkan penerus pada saat yang tepat.
Perencanaan suksesi terdiri dari tiga pola yaitu (Susanto .2007):
1. Planned Succession yang merupakan perencanaan suksesi yang sifatnya terfokus
2. Informal Planned Succession yaitu perencanaan suksesi yang lebih mengarah pada pemberian pengalaman
3. Unplanned Succession dimana pemberian kekuasaan pada generasi selanjutnya berdasarkan pada keputusan dari pemilik yang bersifat sepihak. Yong Wang dalam Mikhail dan Mustamu (2013) menyatakan bahwa adanya hubungan dari proses pelatihan dan kesiapan suksesor. Diperlukan pemahaman awal bahwa bisnis keluarga memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah komitmen yang tinggi terhadap perusahaan. Komitmen yang tinggi tersebut merupakan kelebihan anggota keluarga yang sulit tertandingi oleh para professional. Rasa memiliki anggota keluarga sangat tinggi, karena secara nyatanya mereka memang pemilik perusahaan. Namun hal ini dapat menjadi negatif ketika rasa
memiliki ini berubah menjadi subyekfitas yang dapat mengurangi akurasi dalam pengambilan keputusan. Kekhawatiran yang dialami oleh pemimpin perusahaan diperkuat oleh adanya contoh dari menurunnya eksistensi bisnis keluarga di Indonesia. Namun ketakutan ini dijadikan sebagai alasan kuat bagaimana cara mengelola perusahaan supaya tidak seperti bisnis keluarga yang kinerjanya semakin menurun. Berbalik dari ketidaksuksesan bisnis keluarga.
Menurut Rothwell (2010), Succession plan adalah sebuah sarana untuk mengidentifikasi posisi manajemen kunci, dimulai dari level manajer proyek dan supervisor dan diperluas hingga posisi tertinggi dalam organisasi. Succession plan juga mendeskripsikan posisi manajemen untuk menyediakan fleksibilitas maksimal dalam pergerakan manajemen yang bercabang dan memastikan pekerja sebagai individual mencapai senioritas yang lebih baik, kemampuan manajemen yang lebih luas dan menjadi lebih berbaur dalam relasi di organsisasi secara keseluruhan daripada hanya di satu departemen saja. Menurut Lumpkin dan Brighman (2011) succession plan merupakan proses perencanaan yang matang dengan melibatkan sejumlah komponen di perusahaan keluarga dan berusaha dicapai dengan tingkat kesadaran dan ketekunan yang tinggi untuk memastikan keberlanjutan perusahaan jangka panjang (dalam Filser, Kraus & Ma¨rk, 2013).
Menurut Baur (2014), model suksesi yang efektif terdiri dari 4 komponen yaitu sebagai berikut:
Personality System
1. Successor Qualification
Penerus yang efektif memiliki latar belakang pendidikan yang komprehensif, relevan dengan bisnis dan terus berinvestasi dalam pengembangan pribadi. Penerus yang efektif melakukan pelatihan intensif lengkap di luar dan di dalam perusahaan.
2. Entrepreneurial Orientation
Penerus yang efektif memiliki orientasi yang tinggi pada wirausaha. Memiliki sifat pantang menyerah, berani mengambil risiko, kecepatan, dan fleksibilitas. Mengambil inisiatif untuk mengkreasikan sesuatu yang baru dengan menambahkan nilai.
3. Willingness to Take Over Responsibility
Penerus yang efektif menunjukkan bahwa dia yakin ingin mengambil alih tanggung jawab berdasarkan motivasi yang mengakar dan keterlibatan awal dalam bisnis keluarga.
4. Personality Traits, Management and Leadership Skills
Penerus yang efektif memiliki sifat kesopanan dan rasa percaya diri. Dan juga penerus yang efektif harus membina hubungan yang baik dengan generasi yang lebih tua darinya. Menggunakan pengetahuan manajemen dan keterampilan kepemimpinan dari generasi yang lebih tua.
Family System
1. Family Culture and Value
Penerus yang efektif menjunjung dan memahami budaya yang dianut oleh keluarga dan juga menganut nilai-nilai yang diwariskan oleh para generasi terdahulu. Mereka harus menenpatkan bisnis pada posisi yang pertama. Mereka harus menentukan apa yang ingin mereka capai dengan perusahaan tersebut.
2. Family Dynamics and Conflicts
Penerus yang efektif mengakui adanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam keluarga. Mereka juga harus memiliki cara-cara agar dapat terhindar dari konflik keluarga.
3. Family Trust and Appreciation
Penerus yang efektif harus memiliki kepercayaan dari semua anggota keluarga. Hal ini juga berakar pada kenyataan bahwa mereka berbagi nilai-nilai dasar dengan generasi yang lebih tua.
Ownership System
1. Governance and Controlling Power
Penerus yang efektif menggunakan aturan, struktur dan tata kelola sama seperti yang dikelola oleh para pendahulu mereka. Mereka juga harus mampu mengelola bisnis didasarkan pada rasa saling percaya dalam keluarga dan mengontrol bahwa kepentingan bisnis dan keluarga harus seimbang.
2. Transfer of Capital and Estante Planning
Penerus yang efektif mewarisi bisnis operasi. Aset non-operatif dikecualikan dari bisnis untuk meningkatkan kesetaraan aset dalam keluarga dan untuk mempertahankan keutuhan keluarga.
3. Performance and Assessment (kinerja dan penilaian)
Penerus yang efektif harus memiliki kinerja dan penilaian yang baik, mereka juga harus memiliki harapan yang lebih tinggi dari kinerja bisnis para pendahulu mereka. Hal ini akan menyebabkan kinerja bisnis yang lebih baik.
Management System
1. Strategy Development and Business Management
Penerus yang efektif harus memiliki strategi pengembangan dan manajemen yang bagus di dalam perusahaan. Mempunyai ide-ide kreatif yang nantinya dapat digunakan untuk mengembangkan bisnis keluarga dan juga mengembangkan sistem manajemen yang ada dalam perusahaan.
2. Company Goals and Strategy Implement
Penerus yang efektif memiliki tujuan membawa perusahaan kearah yang lebih baik dan lebih maju, mereka juga harus siap apabila dihadapkan dengan rintangan yang mungkin terjadi dalam bisnis keluarga.
3. Transfer of Leader
Penerus yang efektif memiliki peta yang jelas dalam hal suksesi dan transfer dari peran pemimpin menjadi sangat penting bagi penerus agar penerus dapat mencoba berpikiran jauh ke depan tentang bisnis keluarga.
4. Transfer of Leader Role
Penerus yang efektif harus mengerti pengaturan tanda-tanda yang jelas pada transisi kepemimpinan. Biasanya, pengaturan tanda-tanda itu melibatkan perayaan dan upacara. Penerus yang efektif memiliki generasi senior yang mendukung yang memungkinkan untuk pergi. Namun, penerus yang efektif mempertimbangkan betapa sulitnya mungkin untuk para generasi senior dan mencoba mencari strategi alternatif untuk melibatkan generasi senior dalam perusahaan setelah transisi terjadi.
5. Leadership Style and Organization Culture
Penerus yang efektif berusaha untuk memajukan bisnis sebagai tempat kerja yang menarik. Kepemimpinan dari penerus yang efektif harus mementingkan
pelaksanaan tugas, hubungan kerjasama, hasil yang akan dicapai dan juga mereka harus memahami budaya organisasi yang ada pada perusahaan keluarga.
2.4 Generasi Terdahulu
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013:71) generasi terdahulu adalah generasi pertama dalam suatu bisnis keluarga yang merupakan founder dari perusahaan. Merwe menjelaskan bahwa generasi terdahulu adalah para pemimpin atau karyawan bisnis keluarga yang sudah dulu bekerja di dalam perusahaan dan akan digantikan oleh penerusnya. Menurut Moser (2011) generasi terdahulu adalah generasi yang akan membimbing generasi junior di dalam organisasi keluarga.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa generasi terdahulu adalah generasi pertama dalam suatu bisnis keluarga yang merupakan founder dari perusahaan atau generasi yang akan membimbing generasi junior.
Menurut jurnal karangan Shelley Farrington dan Elmarie Venter mengatakan bahwa generasi terdahulu memberikan pengaruh baik dari masa lalu maupun masa sekarang kepada generasi yang sedang menjabat. Pengaruh yang diberikan berbentuk modal. Menurut Lupiyoadi (2007) model kewirausahaan dibagi dalam beberapa bentuk:
1. Modal pengetahuan/intelektual, dapat diwujudkan dalam bentuk ide-ide sebagai modal utama yang disertai pengetahuan, kemampuan, keterampilan, komitmen, dan tanggung jawab sebagai modal tambahan. Ide merupakan modal utama yang akan membentuk modal lainnya.
2. Modal sosial, moral dan emosi dapat diwujudkan dalam bentuk kejujuran dan kepercayaan, sehingga dapat terbentuk citra. Seorang wirausaha biasanya memiliki etika wirausaha seperti kejujuran, memiliki integritas, menepati janji, kesetiaan, kewajaran, suka membantu orang lain, menghormati orang lain, bertanggung jawab, mengejar keunggulan, serta seorang warga negara yang baik dan taat hukum.
3. Modal mental/spiritual adalah kesiapan mental berdasarkan landasan agama, diwujudkan dalam bentuk keberanian untuk menghadapi resiko dan tantangan.
Modal material adalah modal dalam bentuk dana, tempat, peralatan dan Sumber daya manusia.
2.5 Anggota Bukan Keluarga
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013:71) anggota bukan keluarga adalah anggota di dalam bisnis keluarga yang bukan termasuk anggota keluarga. Menurut Ying, anggota bukan keluarga adalah karyawan perusahaan yang bukan anggota keluarga. anggota bukan keluarga adalah investor dan karyawan yang bukan merupakan anggota keluarga pemegang saham mayoritas.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa anggota bukan keluarga adalah anggota organisasi yang merupakan para ahli dan profesional serta para karyawan diluar anggota keluarga yang ikut berperan dalam menyukseskan binis keluarga.
Dalam jurnal yang di buat oleh Venter, Merwe, dan Farrington menjelaskan bahwa anggota bukan keluarga mengacu pada anggota bukan keluarga yang terlibat dalam bisnis melalui keahlian, keterampilan, dan ilmu pengetahuan. Anggota bukan keluarga termasuk dalam para ahli, profesional, dan konsultan serta para karyawan bukan keluarga yang sudah bekerja terlebih dahulu dengan cara memberikan pengalaman, saran, dan kritiknya.
Menurut Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (dalam Surajiyo, 2010) ada empat jenis pengetahuan, yakni:
• Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana orang itu menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu biru karena memang itu biru, dan juga benda itu dingin karena memang dirasakan dingin, dan sebagainya.
• Pengetahuan ilmiah, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secar objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makana terhadap dunia factual.
• Pengetahuan Filsafat,yaitu pengetahuan yang diperoleh dari suatu pemikiran. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis.
• Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat Rasul-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan ini mengandung hal-hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan dan cara berhubungan dengan sesama manusia. Dan yang lebih penting dari pengetahuan ini disamping informasi tentang Tuhan, juga informasi tentang hari Akhir
2.6 Anggota Keluarga Lain
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington (2013:71) anggota keluarga lain adalah generasi yang di dalam bisnis keluarga berkewajiban mengelola perusahaan. Menurut Ying, anggota keluarga lain adalah generasi di dalam bisnis keluarga yang sedang menjabat. Anggota keluarga lain adalah generasi yang sedang bertugas mengelola perusahaan.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa anggota keluarga lain adalah anggota dalam bisnis yang memiliki ikatan keluarga serta berpartisipasi dalam kegiatan bisnis keluarga baik secara aktif maupun pasif.
Menurut Venter, Merwe, dan Farrington, anggota keluarga lain terdiri dari para anggota keluarga yang mendukung bisnis kita baik secara aktif maupun pasif. Dukungan aktif yang diberikan oleh anggota keluarga lain antara lain terlibat dalam usaha secara langsung maupun yang menjabat dalam bisnis kita sehingga ikut dalam memangku kepentingan bisnis. Sedangkan dukungan pasif yang diberikan dapat dalam pendanaan dengan sistem penanaman modal maupun penyewaan atau peminjaman lokasi bisnis.
2.7 Pusat Grosir Metro Tanah Abang
Pusat Grosir Metro Tanah Abang adalah pasar modern perdagangan tekstil yang paling besar di Indonesia yang terletak di jl. KH Wahid Hasyim no. 187-189, Jakarta 10240. Pusat Grosir Metro Tanah Abang tidak hanya di kenal oleh masyarakat Jakarta, tetapi juga oleh masyarakat luar kota Jakarta, Luar Pulau Jawa bahkan masyarakat luar negeri mengenalnya sebagai pusat grosir textile dan pakaian di jaman dahulu sampai sekarang. Seperti namanya Pusat Grosir Metro Tanah Abang hanya melayani pembelian dengan sistem grosir dan harga yang diberikan sudah tidak dapat ditawar.
Produk-produk yang di tawarkan berhubungan dengan dunia garmen dan tekstil seperti kain, benang dan produk-produk pelengkapnya seperti kancing, resleting, dan lain – lain. Namun yang menjadi komoditi utama dari Pusat Grosir Metro Tanah Abang adalah pakaian jadi seperti kaos, celana, gaun, piyama, kemeja, jas, pakaian dalam, topi, syal, blazer, serta pakaian muslim berupa gamis dan baju koko. Memenuhi selera pasar dengan kebutuhan, kesukaan, dan kemampuan yang berbeda-beda, bisa dilakukan oleh Pusat Grosir Metro Tanah Abang.
2.8 Pengaruh Generasi Terdahulu dengan Kesuksesan Bisnis Keluarga
Ada bukti empiris yang cukup untuk menunjukkan bahwa keterlibatan dan campur tangan orang tua dalam bisnis keluarga dan dalam hubungan masa kini dengan anak-anak memiliki pengaruh pada keberhasilan bisnis keluarga. Konflik menjadi lebih besar di antara second generation ketika pendiri terus terlibat aktif dalam bisnis keluarga, daripada ketika pendiri tidak lagi aktif terlibat. Konflik antara keluarga dan praktek bisnis sangat dalam pada masa transisi. Ikatan emosional yang kaku terhadap orang tua bisa melumpuhkan generasi penerus dan memiliki implikasi penting bagi kualitas pengalaman penerus dari proses suksesi ini. jika orang tua hidup, mereka dapat terus memberikan pengaruh yang sangat besar pada penerusnya. semakin banyak orang tua terlibat dalam kehidupan penerus dan dalam hubungan mereka saat mereka tumbuh, bisnis lebih mungkin mengalami kinerja pertumbuhan, dan makin besar kemungkinan mereka puas dengan pekerjaan mereka saat ini dan hubungan keluarga. Keamanan keuangan bisnis keluarga merupakan faktor penentu penting dari kepuasan responden dengan proses suksesi, serta persepsi mereka tentang lanjutan profitabilitas dari bisnis keluarga. Bisnis yang lebih stabil secara finansial pada saat transisi, besar kemungkinan usaha tersebut untuk terus menguntungkan, serta stakeholder lebih puas terhadap proses suksesi . Hal ini dapat disimpulkan bahwa ketika berbagai stakeholder menganggap keamanan keuangan generasi senior memuaskan, hal itu akan menyebabkan peningkatan keharmonisan keluarga dan masa depan bisnis keluarga (Venter, Merwe, dan Farrington. 2013).
2.9 Pengaruh Anggota Bukan Keluarga dengan Kesuksesan Bisnis Keluarga Anggota Non keluarga dapat memainkan peran penting baik dalam pemeliharaan hubungan positif atau dalam penciptaan konflik antara anggota keluarga. Untuk sebuah bisnis keluarga mencapai pertumbuhan jangka panjang,
warisan bisnis dari satu generasi ke generasi berikutnya dan terus berkembang, bisnis keluarga harus mempertimbangkan mempekerjakan orang luar. Manajer non keluarga membantu bisnis keluarga, mempercepat pertumbuhan dengan memberikan keterampilan yang dibutuhkan dan ide-ide baru. Dalam cara yang sama dengan berwawasan ke luar dan bersedia untuk mengambil keuntungan dari keterampilan eksternal, bisnis keluarga yang lebih mampu tumbuh dan merespon berhasil berubah. Memilih dengan bijaksana, penasihat dan konsultan profesional menawarkan dimensi ekstra kompetensi, pengalaman dan objektivitas isu-isu yang mempengaruhi baik keluarga dan bisnis. Bisnis keluarga dengan bantuan luar dilaporkan adanya peningkatan tingkat kinerja yang berasal dari nasihat profesional. Inklusi anggota non-keluarga di posisi terdepan tampaknya lebih diterima daripada di posisi puncak. Usaha kecil melibatkan orang luar (bukan anggota keluarga) dalam perencanaan strategis mereka mengalami peningkatan yang lebih besar dalam efisiensi daripada rekan-rekan mereka yang tidak mengikuti praktek ini. Malone menemukan hubungan positif antara persentase orang luar (bukan anggota keluarga) di dewan direksi dan tingkat perencanaan berkesinambungan dalam bisnis. Karakteristik bisnis keluarga efisien adalah kesiapan untuk memperoleh keahlian dari para profesional yang berpengalaman (Venter, Merwe, dan Farrington. 2013:71).
2.10 Pengaruh Anggota Keluarga Lain dengan Kesuksesan Bisnis Keluarga Generasi penerus memiliki kesempatan yang unik untuk membangun karir dan memperkaya diri mereka sendiri dalam bisnis keluarga, menikmati Keselarasan antara tujuan bisnis dan orang-orang dari anggota keluarga dapat menciptakan kesatuan tujuan yang memungkinkan bisnis berkembang jauh lebih besar. Membina keselarasan pribadi dan kebutuhan bisnis adalah penting untuk mengoptimalkan kesehatan bisnis keluarga dan memungkinkan kesuksesan jangka panjang. Kesediaan penerus untuk mengambil alih bisnis keluarga berkorelasi positif dengan kepuasan baik dengan proses suksesi dan profitabilitas bisnis. Makin banyak kebutuhan pribadi dari anggota keluarga generasi berikutnya dapat sesuai dalam konteks bisnis keluarga, makin besar kemungkinan bahwa orang tersebut akan mengalami proses suksesi yang sukses. Penyesuaian kepentingan karir penerus dalam bisnis keluarga memiliki pengaruh pada kesediaan penerus untuk mengambil alih bisnis. Makin banyak keluarga yang mampu mewujudkan impian mereka sendiri melalui keterlibatan mereka dalam hubungan saudara, makin besar kemungkinan bahwa
mereka akan puas dengan pekerjaan mereka dan hubungan keluarga (Venter, Merwe, dan Farrington. 2013:72).
2.11 Kerangka Pemikiran
Di dalam proposal ini menggunakan variabel yang terdiri dari keterlibatan generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, anggota keluarga lain, dan kesuksesan bisnis keluarga.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.12 Hipotesis
Berdasarkan ulasan di atas maka hipotesis yang diajukan yaitu:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan generasi terdahulu dengan kesuksesan bisnis keluarga.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota bukan keluarga dengan kesuksesan bisnis keluarga.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan anggota keluarga lain dengan kesuksesan bisnis keluarga.
4. Terdapat pengaruh yang signifikan keterlibatan generasi terdahulu, anggota bukan keluarga, dan anggota keluarga lain terhadap kesuksesan bisnis keluarga.