• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

4

LANDASAN TEORI

2.1 Perangkat

Bisnis

Dalam melandasi tesis ini, beberapa perangkat perlu diinformasikan sebagai landasan teori dalam analisa, implementasi dan evaluasi yang akan dibuat. Berikut adalah perangkat bisnis yang berhubungan dengan perusahaan Learning Center.

2.1.1 Technical and Vocational Education and Training

(TVET)

Didalam website resmi International Centre for Technical and Vocations Education and Training (UNEVOC) menjelaskan bahwa TVET adalah lembaga yang berkonsentrasi dalam ilmu pengetahuan dan teknis untuk persiapan dunia kerja.

Dalam era perubahan dari era industri ke era informasi, kebutuhan sumber daya manusia yang mempunyai skill yang sesuai dengan industri sangat dibutuhkan. Saat ini, bukan hanya pengetahuan yang didapatkan dari dunia pendidikan formal, seseorang harus bisa mempunyai kemampuan teknikal yang ada di industri.

Sebelum istilah TVET diresmikan oleh UNEVOC di Korea tahun 1999, ada banyak istilah yang digunakan seperti Apprentise Training, Vocational Education, Technical Education, Technical-Vocational Education, Occupational

(2)

Education, Vocational Education and Training, Career and Technical Education, Workforce Education, Workplace Education, dan lain sebagainya. Semua istilah ini mempunyai kesamaan dalam penyelenggara persiapan dunia kerja.

2.1.2 Learning Center

Learning Center pada dasarnya sama dengan istilah seperti penjelasan sebelumnya. BINUS Center menggunakan IT and Language Learning Center sebagai istilah untuk mewakili bisnis modelnya.

Didalam Learning Center, proses pembelajaran terjadi dari peserta sebagai siswa dan instruktur sebagai gurunya. Proses ini sangat bertumpu pada proses belajar mengajar yang menjadi jantung pergerakan bisnis Learning Center. BINUS Center adalah TVET karena menyenggarakan pendidikan pengetahuan dan skill untuk persiapan dunia industri.

2.2 Perangkat Analisa Bisnis

Sedangkan untuk menganalisa bisnis perusahaan khususnya learning Center, dibutuhkan tools untuk menganalisa bisnis secara internal maupun external yang dijelaskan pada subbab dibawah ini.

2.2.1 Streght, Weakness, Opportunity, Thread (SWOT)

Analisa SWOT (Streght, Weakness, Opportunity, Thread) digunakan untuk memahami struktur perusahaan, kriteria kesuksesan, posisi bisnis yang ada. Analisa SWOT merupakan sebuah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang

(3)

spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

1) Strength; Faktor internal yang mendukung perusahaan dalam mencapai tujuannya. Faktor pendukung dapat berupa sumber daya, keahlian, atau kelebihan lain yang mungkin diperoleh berkat sumber keuangan, citra, keunggulan di pasar, serta hubungan baik antara buyer dengan supplier.

2) Weakness; Faktor internal yang dapat menghambat perusahaan dalam mencapai tujuannya. Faktor penghambat dapat berupa fasilitas yang tidak lengkap, kurangnya sumber keuangan, kemampuan mengelola, keahlian pemasaran dan citra perusahaan.

3) Opportunity; Faktor eksternal yang mendukung perusahaan dalam mencapai tujuannya. Faktor eksternal yang mendukung dalam pencapaian tujuan dapat berupa perubahan kebijakan, perubahan persaingan, perubahan teknologi dan perkembangan hubungan supplier dan buyer.

4) Threat; Faktor eksternal yang dapat menghambat perusahaan dalam mencapai tujuannya. Faktor eksternal yang menghambat perusahaan dapat berupa masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, meningkatnya bargaining power daripada supplier dan buyer, perubahan teknologi serta kebijakan baru.

(4)

Tabel 2.1 Swot Analysis (Thompson, Strickland, Gamble, 2005)

Strength Weakness

Opportunity Strength / Opportunity Weakness / Opportunity

Threat Strength / Threat Weakness / Threat

Pada bisnis analisis SWOT yang dilakukan biasanya berlandaskan kondisi yang terjadi ”saat ini” atau bahkan ”masa lalu” dengan sudut pandang dimulai dari strenght dan weakness.

Analisis SWOT yang dimulai dengan strenght & weakness yang cenderung menggunakan titik tolak ”saat ini” atau ”masa lalu”, sungguh tidak relevan untuk diterapkan dalam menghadapi masa yang akan datang. Sedangkan pada analisis TOWS, analisis ini dimulai dari sebuah threat (ancaman) &opportunity (peluang) yang secara tidak langsung akan merubah orientasi pada hal-hal yang dapat terjadi kemudian. Terlebih lagi bila secara nyata threat itu dapat mengancam kelangsungan bisnis, yang akan membuat mencari peluang– peluang untuk baru untuk dapat terus berkembang. Analisis TOWS ini lebih objektif untuk menyusun strategi – strategi bisnis menuju persaingan yang akan datang.

Matriks TOWS adalah alat lanjutan yg digunakan utk mengembangkan 4 tipe pilihan strategi: SO, WO, ST dan WT. Kunci keberhasilan penggunaan matriks TOWS adalah mempertemukan faktor kunci internal dan eksternal utk membentuk 1 strategi baru.

(5)

2.2.2 Porter Five Forces

Pemodelan Porter 5 Forces dikembangkan pertama kali oleh Michael Porter. Porter 5 Forces adalah tool yang digunakan untuk menganalisis bagaimana lingkungan yang kompetitif akan berpengaruh terhadap pemasaran suatu produk. Tool ini sederhana tapi sangat powerfull untuk mengerti situasi dari bisnis yang sedang dijalankan. Selain itu juga membantu dalam mengetahui keunggulan posisi kompetisi saat ini dan yang akan dihadapi kemudian. Sehingga perusahaan dapat meningkatkan kekuatan, mengantisipasi kelemahan dan akan menghindari perusahaan dalam pengambilan keputusan yang salah. Secara konvensional tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah suatu produk baru, layanan atau suatu bisnis dapat menghasilkan suatu keuntungan. Tetapi selain itu akan sangat membantu untuk mengerti keseimbangan kekuatan yang berpengaruh dalam situasi bisnis yang sedang dihadapi. Dalam bukunya yang berjudul “Strategi Bersaing” disebutkan ada lima kekuatan bersaing seperti dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1 yaitu :

- Masuknya pesaing baru.

- Ancaman dari produk pengganti (subtitusi).

- Kekuatan penawaran pembeli.

- Kekuatan penawaran pemasok.

- Persaingan diantara perusahaan yang ada.

Jadi jelas bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada persaingan diantara para pesaing yang ada tetapi gabungan dari kelima kekuatan

(6)

bersaing itu yang akan menetukan kemampuan perusahaan di dalam suatu industri untuk memperoleh keuntungan.

Setiap perusahaan yang bersaing dalam sebuah industri pasti memiliki strateginya masing-masing. Yang dikembangkan baik secara eksplisit (melalui proses perencanaan) maupun secara implisit (melalui berbagai kegiatan fungsional). Hal tersebut dapat pula dilihat dari perencanaan strategis yang dilakukan di negara-negara lain yang merefleksikan bahwa merumuskan strategi secara eksplisit akan sangat bermanfaat. Namun demikian, sebagian besar penyusunan strategi tidak dilakukan secara analitis yang akan menjangkau ke seluruh aspek dalam persaingan industri. Untuk itu dalam tesis ini mengunakan metode Porter 5 Forces. Yang diharapkan akan menyajikan kerangka teknik analitis yang mendalam guna membantu perusahaan menganalisis industrinya sebagai suatu keseluruhan dan memprediksi evolusi masa depan industri tersebut, memahami posisi organisasi dan pesaing, serta menuangkan analisis ini kedalam strategi untuk bersaing dalam bisnis tertentu.

(7)

2.2.3 Balance Scorecard (BSC)

Pada awalnya, ada anggapan bahwa balanced scorecard hanya diperuntukkan bagi perusahaan berorientasi profit, tetapi ternyata balanced scorecard juga berhasil diterapkan pada lembaga non profit serta lembaga public.

Konsep Balanced scorecard ini awalnya ditujukan untuk mengatasi permasalahan tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada aspek keuangan saja. Namun dalam perkembangannya, Balanced Scorecard tidak hanya digunakan sebagai alat pengukuran kinerja eksekutif, tetapi juga meluas sebagai pendekatan dalam pengawasan pelaksanaan rencana strategis. Balanced scorecard telah berkembang ke tahap manajemen yang lebih strategis. Pada tahun 1992, Norton mengubah fungsi Balanced scorecard yang sebelumnya hanya sebagai alat penilaian kinerja menjadi suatu inti sistem manajemen strategi. Pada tahun 2000, Balanced scorecard telah menjadi inti sistem manajemen strategi bagi seluruh karyawan perusahaan. Dengan sistem tersebut, Balanced scorecard bisa dikomunikasikan ke seluruh karyawan di perusahaan. Selain itu dengan Balanced scorecard, koordinasi manajemen perusahaan dalam mewujudkan berbagai sasaran strategi yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan.

Menurut Wheelen & Hunger (Wheelen, Thomas L. and David L. Hunger; Strategic Management and Business Policy, Prentice Hall, 2006,p.3), manajemen strategi adalah rangkaian langkah keputusan dan tindakan perusahaan yang menentukan kinerja jangka panjang perusahaan. Di dalamnya dilakukan formulasi strategi dan implementasinya agar perusahaan dapat bertahan di tengah

(8)

persaingan. Salah satu alat yang digunakan untuk formulasi strategi adalah analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Selain itu perusahaan menyusun strateginya berdasarkan pernyataan misi perusahaan. Misi tersebut juga digunakan sebagai dasar untuk menentukan tujuan perusahaan.

Berikut adalah salah satu contoh penggunaan Balanced Scorecard (BSC) pada Vocational and Education Training (VET) di Singapura.

Gambar 2.2 BCS Pada VET (Yek, Penney, Seow, 2007)

2.2.4 Critical Success Factor (CSF)

Critical Success Factor (CSFs) digunakan untuk mendefinisikan kinerja yang paling penting didalam organisasi untuk mencapai tujuannya. Biasanya para

(9)

pemegang keputusan mengetahui bagian mana yang penting dalam mencapai satu tujuan. Pemilihan area kunci ini menjadi satu panduan yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan menjadi prioritas utama, apabila tidak adanya prioritas yang jelas dari kinerja yang sudah ditentukan, maka perusahaan tidak akan dapat mencapai tujuan dan gagal menjalankan misi yang ada.

Gambar 2.3 CSF Vs Goals (Caralli, 2004)

2.3 Perangkat TIK dan analisa TIK

Perangkat TIK dan analisa TIK digunakan sebagai landasan analisa dan usulan atau solusi dari tesis yang dibuat. Untuk analisa TIK, digunakan Mc’Farlan Strategy Grid sebagai landasan untuk menilai portofolio TIK pada suatu perusahaan, sedangkan untuk perangkat TIK digunakan LMS, SCORM, Blendend Learning, dan Enterprice Architecture.

(10)

2.3.1 Mc’Farlan Strategy Grid

Dalam melakukan analisa TIK dibutuhkan perangkat yang tepat yaitu dengan menggunakan perangkat berupa portofolio model. Portofolio model harus direncakan untuk mendukung strategi proses training yang ada di BINUS Center. Model Portofolio saat ini belum memperhatikan hubungan sistem TI dengan bisnis yang ada.

Model portofolio yang akan direncanakan akan mengacu pada portofolio dari konsep Matrix (McFarlan, 1984), yang menentukan kontribusi strategi perencanaan teknologi informasi pada bisnis yang ada saat ini dan dimasa yang akan datang. Variasi dari matrix disimpulkan pada gambar 2.4 dibawah ini (Ward, 2002):

Gambar 2.4 McFarlan’s Matrix(Ward, 2006)

Kuadran ini merupakan kuadran dimana setiap sistem informasi yang ada yaitu aplikasi-aplikasi yang mendukung terhadap aktifitas bisnis perusahaan. Namun keberadaan sistem informasi ini tidak memberikan pengaruh yang besar apabila terdapat kerusakan atau kegagalan pada sistem. Meskipun sistem

(11)

informasi yang terdapat pada kuadran ini bersifat penting bagi perusahaan namun ketergantungan perusahaan terhadap aplikasi sangat kecil

Kuadran Operasional

Kuadran ini merupakan posisi dimana sistem informasi sangat memberikan kemudahan pada perusahaan. Pada tahap ini sudah disadari bahwa kelangsungan bisnis cukup dipengaruhi oleh keberadaan teknologi informasi, meskipun kuadran ini masih belum menunjukkan bahwa teknologi informasi berperan utama dalam mempengaruhi kelangsungan bisnis, sehingga dapat dikatakan bahwa posisi ini merupakan kumpulan sistem informasi yang dioperasikan dalam menjalankan aktifitas bisnis utama.

Kuadran Potensial Tinggi

Kuadran ini merupakan kuadran dimana sistem bukan hanya dianggap penting bagi kelangsungan dan proses bisnis internal, tetapi juga proses bisnis yang terjadi pada transaksi atau aktifitas bisnis eksternal perusahaan. Pada kuadran ini pula kebutuhan terhadap sistem informasi atau teknologi informasi dianggap sebagai competitive advantage bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Kuadran Strategis

Kuadran ini merupakan kuadran dimana sistem informasi dianggap berpengaruh signifikan terhadap kelangsungan bisnis di masa yang akan datang. Bahkan kuadran ini memungkinkan perusahaan untuk mempertimbangkan sistem informasi dalam mempertahankan kesuksesan demi kelangsungan bisnis.

(12)

2.3.2 Learning Management System

Learning Management System (LMS) adalah seperangkat servis yang didesain untuk memonitor, melaporkan, mengelola konten pembelajaran, kemajuan pelajar dan juga interaksi yang terjadi pada pelajar (ADL, 2003). Tapi trend LMS bukan hanya menjadi tool atau media pendukung tapi menjadi sangat penting dan memiliki pengaruh yang besar seiring dengan muncul dan populernya istilah-istilah seperti Internet-based educational systems, educational service providers, distance-learning dan juga on-demand education.

Perkembangan LMS sangat luas dan tidak hanya terbatas diperuntukkan bagi dunia pendidikan formal saja, tetapi juga dapat digunakan dalam dunia bisnis pendidikan informal yang berorientasi pada personal development dan kebutuhan industri. Bagi organisasi atau perusahaan, LMS hanya digunakan dengan internet dan perangkat lunak lainnya untuk mendukung personal development, tetapi bagi institusi pendidikan peranan LMS sangat besar dan banyak digunakan untuk menunjang sarana pendidikan (West et al, 2006). Dalam institusi pendidikan, LMS memiliki banyak bentuk yang dapat diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan yang sedang berjalan. Di beberapa negara yang telah mengimplementasikan LMS dalam institusi pendidikannya juga telah mendapatkan keuntungan dari segi efektifitas biaya yang dikeluarkan, sistem pembelajaran yang user friendly, dan yang paling penting adalah fitur integrasi yang ditawarkan oleh LMS terhadap sistem yang telah ada pada institusi pendidikan tersebut, sehingga servis-servis yang telah ada dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.

(13)

Servis-servis yang dapat ditingkatkan seperti blended learning, student management system, multimedia authoring, registration of examinations, dan juga perangkat multimedia lain. Kedepannya, banyak institusi pendidikan ingin memaksimalkan fitur multimedia yang dimilikinya dengan bantuan LMS, sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih baik. Lebih luas lagi, penggunaan LMS diharapkan dapat memaksimalkan, mengatur serta memvisualisasi suatu learning process, mensinkronisasi komunikasi antar pelaku institusi pendidikan, sehingga dihasilkan sistem pembelajaran yang dapat saling berkolaborasi tidak hanya pada skala nasional, tetapi juga internasional (Paulsen, 2002).

2.3.3 Shareable Contents Object Reference Model (SCORM)

SCORM adalah standar Web-based learning material. Salah satu fungsi utama SCORM adalah sebaik mungkin menggunakan kembali materi pembelajaran dengan cara berbagi pakai kepada pengguna materi yang lain. Update versi terakhir adalah SCORM 2004 yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu: Content Aggregation Model (CAM), Run Time Environment (RTE), dan Sequencing and Navigating (SN). CAM adalah mekanisme untuk memilih module yang sesuai untuk materi pembelajaran, dua bagian sumber pembelajaran dari CAM yaitu aset dimana semua modul pembelajaran dibuat dalam tipe file yang berbeda dan unik. Aset tersebut tidak dapat saling berinteraksi pada Learning Management System sehingga dibutuhkan Sharable Content Object (SCO).

RTE adalah suatu flatform dari aktifitas e-learning dimana LMS digunakan untuk kebutuhan administratif pada pengguna dan instruktur. Sebagai tambahan, RTE menyediakan API (Application Programmable Interfaces) agar

(14)

dapat dikostumasi sesuai dengan kebutuhan dari pengguna. Gambar 2.5 dibawah menunjukkan SCORM based LMS

Gambar 2.5 SCORM Based Learning Management System (ADL, 2004)

2.3.4 Blended Online Learning

Blended learning adalah tingkat lanjut dari sistem pembelajaran yang bersifat online. Seperti yang sudah diketahui bahwa solusi online learning telah mengubah paradikma tentang bagaimana cara belajar. Dengan solusi online learning, fleksibilitas waktu, tempat dan biaya dapat dikurangi. Akan tetapi mengetahui benar bahwa budaya di Indonesia khususnya pada bidang pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan teknikal tidak dapat di akomodir oleh online learning saja. Oleh karena itu Blended Online Learning saat ini menjadi

(15)

tren antara tradisional learning dengan penggabungan online learning yang didefinisikan oleh Garrison & Vaughan, (2008).

Pemodelan blended online learning system yang akan dijelaskan pada Gambar 2.6 adalah integrasi antara full-online, simultan dan penggabungan mode asynchronous seperti forum dan email, sebagian managemen oleh sistem seperti LMS, sebagian lingkungan kelas tradisional dan sebagian synchronous seperti Live-chat.

Gambar 2.6 Pemodelan Sistem Blended Online Learning (Power, 2008)

Secara detail, pemodelan tersebut menjelaskan bahwa pada sumbu Y adalah system synchronous yang dapat berinteraksi langsung via lingkungan pembelajaran kampus dan berinteraksi langsung via sistem seperti video conference. Sedangkan sumbu X adalah desain dan penyampaian materi secara

(16)

langsung atau tradisional tatap muka dan secara langsung dengan menggunakan sistem.

Michael Power menjelaskan tren dari penyampaian materi dengan menggunakan Blended online learning ini adalah sesuatu nilai tengah yang paling fleksibel dari cara penyampaian materi standar yang berkualitas tinggi dan fleksibilitas tinggi.

2.3.5 Enterprice Architecture (EA)

Enterprise Architecture (EA) adalah istilah bagaimana menciptakan pola abstrak dari organisasi yang dapat membantu orang yang ada di perusahaan agar dapat membuat rencana dan memutuskan tindakan yang lebih baik.

EA lebih dari sekedar rencana teknologi, dengan ditambah oleh rencana strategi dan rencana bisnis membuat EA menjadi tolak ukur untuk membuat tujuan perusahaan mejadi lebih terarah dan fokus. Dalam skema yang lebih sederhana, EA adalah integrasi dari strategi, bisnis, dan teknologi (EA=S+B+T).

Framework dari Bernard (2005, p.37) pada gambar 2.7 dibawah menjelaskan Enterprice Architecture dimana menjadi arahan yang tepat untuk membuat perencanaan perusahaan yang meliputi area Bisnis, Strategi dan Teknologi.

(17)

Gambar 2.7 Enterprise Architecture Cube (Bernard, 2005)

1. Lima level secara hirarki diatur dari high-level strategi paling atas, servis bisnis dan aliran informasi ditengah, serta dukungan spesifik aplikasi dan network infrastruktur pada bagian bawah. Dengan cara ini alignment dapat terlihat antara strategi, informasi dan teknologi dimana dapat mengarahkan perencanaan dan pengambil keputusan.

2. Segmen pada Line of Business (LOB) adalah aktifitas didalam perusahaan. Dalam perusahaan seperti training centre dengan melihat struktur organisasi didalamnya, dapat dilihat LOB BINUS Center adalah divisi yang saling terkait misalnya divisi akademik, divisi marketing, divisi outlet dan divisi operasional. Penetapan LOB ini akan saling interkoneksi apabila ada beberapa resource yang dapat dipakai secara bersamaan sehingga mengurangi redundant task yang ada. Dalam ruang lingkup penelitian ini, LOB yang diutamakan adalah divisi akademik yang disesuaikan dengan interkoneksi dengan LOB yang lain apabila bersinggungan.

(18)

3. Perencanaan mengidentifikasi ancaman didalam EA3 “Cube” Framework yang terdiri dari IT Security, IT Standard dan IT Workforce dimana komponen yang paling penting yaitu pekerja sehingga dapat merumuskan bagaimana human capital dapat menggunakan teknologi sehingga mendukung servis bisnis dan aliran informasi yang ada.

2.4 Metodologi

IT

Valuation

Metodologi IT Valuation adalah cara untuk mengukur biaya investasi IT dan keuntungan yang didapat dari IT. Teknologi valuation diharapkan dapat diukur dengan perhitungan tradisional seperti ROI (Return on Investment), atau CBA (Cost and Benefit Analysis) dan pengukuran yang tidak bisa diukur dengan cara tradisional, akan digunakan IT Balanced Score Card (IT BSC) seperti yang ditampilkan pada tabel 2.8 dibawah (IT Governance Institute 2005).

(19)

2.4.1 IT Balance Score Card (IT BSC)

IT BSC adalah bagian dari strategi perencanaan yang diturunkan dari strategi perencanaan perusahaan (BSC Perusahaan) dan disesuaikan porsinya. Sama seperti BSC, IT BSC juga dibagi menjadi 4 bagian yaitu:

- Kontribusi terhadap perusahaan dalam nilai finansial maupun non finansial.

- Perspeksi orientasi pengguna dalam penerapan “Service Level Agreement” dan kepuasan pengguna terhadap implementasi TI.

- Perspeksi kualitas operasional yang ditingkatkan dari masa kemasa.

- Perspeksi sumbangan proses TI untuk menciptakan nilai tambah baru bagi SDM.

Berikut adalah contoh tabel penerapan IT BSC pada perguruan tinggi :

(20)

2.4.2 Cost and Benefit Analysis (CBA)

CBA digunakan untuk mengukur baik dan buruknya suatu perancanaan yang akan dibuat. Meskipun CBA dapat digunakan semua aspek, tapi biasanya penggunaan CBA dilakukan pada bidang finansial.

CBA menghitung faktor yang bersifat positif yaitu pendapatan dan dikurangi oleh faktor yang bersifat negatif yaitu biaya. Selisih antara kedua faktor tersebut akan menentukan jalan atau tidaknya perencanaan yang akan dilakukan.

Trik yang tepat untuk menganalisa dengan CBA adalah memasukan semua faktor tangible dan intangible yang dapat membesarkan gap yang diciptakan. BINUS Center menggunakan CBA atau dalam finansial BINUS Center disebut perhitungan kelas jalan.

Pada perhitungan kelas jalan, semua pemasukan akan dikurangi semua biaya yang keluar. Dari gap yang diciptakan muncul hasil yang akan diteruskan apakah kelas tersebut dapat dijalankan atau tidak. Contohnya pada BINUS Center, biaya pemasukan dari hasil training peserta dikurangi oleh biaya instruktur, ruangan dan hal lainnya.

Gambar

Tabel 2.1 Swot Analysis (Thompson, Strickland, Gamble, 2005)
Gambar 2.1: Porter’s 5 Forces (Porter,2008)
Gambar 2.2  BCS Pada VET (Yek, Penney, Seow, 2007)
Gambar 2.3 CSF Vs Goals (Caralli, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi karakteristik sikap ibu mengenai MP-ASI berdasarkan usia, tingkat pendidikan, jumlah anak yang diasuh dan pekerjaan ibu dapat dilihat pada tabel 4.8,

Dan tentunya disadari bersama bahwa beberapa contoh di atas hanya beberapa tetes dari banyaknya perilaku imoralitas yang terjadi dalam dunia pendidikan kita yang bukan

Hasil penelitian pada tabel 3 dan 4 serta gambar 2 dan 3 di atas menunjukkan bahwa sediaan gel ekstrak kulit batang turi ( Sesbaniae cortex ) menunjukkan diameter zona hambat

hidroxyapatit menggunakan Metode Hidrotermal suhu rendah mengatakan bahwa semakin lama waktu reaksi, maka semakin tinggi konsentrasi hidroxyapatit dengan batasan

Dibutuhkanlah mekanisme penyimpanan data yang terorganisir dengan baik dan murah, dimana seluruh data terintegrasi dalam satu file server yang memliki kapasistas

Balance sheet (atio > neraca. -ikuiditas adalah kemampuan suatu bank untuk melunasi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi dengan alat % alat yang

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ tertinggi Perusahaan yang memiliki wewenang antara lain untuk menyetujui perubahan Anggaran Dasar, mengangkat dan

Untuk mencegah kontaminasi, pemaparan dilakukan tidak dalam tabung reaksi melainkan dalam kertas saring yang sudah dibasahi dengan cairan Deltametri 0,6% sesuai