• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, 29 Januari 2018 Direktur Jenderal, dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, 29 Januari 2018 Direktur Jenderal, dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS NIP"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Tahun 2017 dapat di

selesaikan dengan tepat waktu.

Berdasarkan Permenkes nomor 64/Menkes/PER/IX/2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka Direktorat Jenderal Bina

Upaya Kesehatan bertransformasi menjadi Direktorat Jenderal Pelayanan

Kesehatan, dengan tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang

pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

Laporan akuntabilitas Ditjen Pelayanan Kesehatan merupakan pertanggungjawaban

kinerja Ditjen Pelayanan Kesehatan ke Menteri Kesehatan dan salah satu cara

evaluasi yang obyektif, efisien, dan efektif. Diharapkan laporan ini dapat menjadi

bahan masukkan dalam pengambilan kebijakan pimpinan dan perencanaan pada

tahun mendatang.

Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan

kontribusi dalam penyusunan laporan ini. Kami berharap dengan adanya masukan

dan umpan balik akan memberi manfaat dalam proses perbaikan kinerja Direktorat

Jenderal Pelayanan Kesehatan di masa mendatang.

Jakarta, 29 Januari 2018

Direktur Jenderal,

dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS

NIP 196108201988121001

(3)

EXECUTIVE SUMMARY

Laporan Akuntabilitas Kinerja ini merupakan sarana untuk menyampaikan

pertanggung jawaban kinerja Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan kepada

Menteri Kesehatan beserta seluruh pemangku kepentingan, serta sebagai sumber

informasi untuk perbaikan perencanaan dan peningkatan kinerja di masa

mendatang.

Secara keseluruhan hasil capaian kinerja Direktorat Jenderal Pelayanan

Kesehatan Tahun 2017 telah berhasil mencapai target yang ditetapkan dalam

perjanjian kinerja. Pencapaian indikator jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1

Puskesmas yang tersertifikasi akreditasi sebanyak 3.447 kecamatan (target 2.800

kecamatan), dan indikator kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang

tersertifikasi akreditasi nasional sebanyak 331 kabupaten/kota (target 287 kab/kota).

Upaya yang telah dilakukan untuk pencapaian target kedua indikator di atas

adalah sosialisasi, advokasi, pengalokasian anggaran sesuai kewenangan,

penyiapan SDM terlatih (pendamping dan surveior), bimbingan teknis dan

melakukan pendampingan kepada puskesmas dan RSUD.

Adapun permasalahan yang dihadapi adalah beberapa pelaksanaan kegiatan

terhambat karena adanya keterlambatan pencairan anggaran, masih kurangnya

SDM yang kompeten, masih rendahnya komitmen daerah, dan masih adanya

sarana prasarana fasyankes yang belum sesuai standar.

Upaya pemecahan masalah yang diusulkan adalah sosialisasi, advokasi

lintas program dan lintas sektor, serta pengalokasian dana sesuai kewenangannya

untuk mendukung akreditasi fasyankes.

Realisasi anggaran Ditjen Pelayanan Kesehatan sampai dengan tanggal 31

Desember 2017 sebesar 90,99% dari dana yang digunakan sebesar Rp.

17.085.003.672.000,-.Dana ini dialokasikan berdasarkan kewenangan yaitu kantor

pusat, kantor daerah, dan dekonsentrasi.

Alokasi anggaran yang mendukung pencapaian indikator kinerja program

sebesar 0,008% (Rp. 131.551.928.000,-) dari total alokasi anggaran yang dapat

digunakan Ditjen Pelayanan Kesehatan tahun 2017. Alokasi anggaran lainnya

dipergunakan Ditjen Pelayanan Kesehatan untuk mendukung pelaksanaan prioritas

kesehatan nasional.

(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

i

Executive Summary

ii

Daftar Isi

iii

Daftar Tabel

iv

Daftar Grafik

vi

Daftar Gambar

vii

Daftar Lampiran

viii

BAB I

PENDAHULUAN

1

A. Penjelasan Umum Organisasi

B. Aspek Strategis Organisasi dan Isu Strategis yang dihadapi

Organisasi

C. Sistematika

1

2

7

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

9

A. Perencanaan Kinerja

B. Perjanjian Kinerja

9

10

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

11

A. Capaian Kinerja Organisasi

1. Pencapaian Indikator Sasaran Direktorat Jenderal Pelayanan

Kesehatan

2. Prestasi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

3. Dukungan

Direktorat

Jenderal

Pelayanan

Kesehatan

Terhadap Prioritas Kesehatan Nasional Lainnya

B. Realisasi Anggaran

C. Sumber Daya Lainnya

11

12

33

44

46

54

BAB IV

PENUTUP

58

Lampiran

59

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.

: Sasaran Program Ditjen Pelayanan Kesehatan Tahun 2015-2019

9

Tabel 2.2

: Perjanjian Kinerja yang Berisi Sasaran Program, Indikator Kinerja

dan Target Tahun 2017 Ditjen Pelayanan Kesehatan

10

Tabel 3.1

: Daftar Puskesmas yang mendapat penghargaan Inovasi Mutu

dan Keselamatan Pasien

17

Tabel 3.2

Tabel 3.3

:

:

Pencapaian Kecamatan yang Memiliki Minimal 1 Puskesmas

Terakreditasi

Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan yang mendukung

Pencapaian Indikator Puskesmas Tersertifikasi Akreditasi

19

23

Tabel 3.4

: Pencapaian Kabupaten/Kota yang Memiliki Minimal 1 RSUD

yang Tersertifikasi Akreditasi Nasional

27

Tabel 3.5

: Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan yang Mendukung

Pencapaian Indikator RSUD Tersertifikasi Akreditasi Nasional

33

Tabel 3.6

: Target Indikator Puskesmas yang Memberikan Pelayanan Sesuai

Standar Tahun 2015-2019

41

Tabel 3.7

: Target Indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang Melakukan

Pelayanan Kesehatan Bergerak di Daerah Terpencil dan Sangat

Terpencil Tahun 2015-2019

42

Tabel 3.8

: Target Indikator Jumlah RS Pratama yang dibangunTahun 2015

– 2019.

43

Tabel 3.9.

: Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Pelayanan Kesehatan

Tahun 2017 Berdasarkan Kewenangan

46

Tabel 3.10. : Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Pelayanan Kesehatan

Tahun 2017 Berdasarkan Jenis Belanja

46

Tabel 3.11. : Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Pelayanan Kesehatan

Tahun 2017 Berdasarkan Kegiatan

47

Tabel 3.12. : Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Pelayanan Kesehatan

Tahun 2017 Berdasarkan Sumber Dana

47

Tabel 3.13. : Alokasi dan Realisasi Anggaran Ditjen Pelayanan Kesehatan

Yang Mendukung Langsung Pencapaian Indikator Kinerja Tahun

(6)

2017

Tabel 3.14. : Alokasi dan Realisasi Anggaran Kantor Daerah Tahun 2017

Berdasarkan Jenis Belanja

49

Tabel 3.15.

Tabel 3.16

:

:

Jumlah Pasien Rawat Inap, Rawat Jalan dan IGD di Balai dan

UPK tahun 2017

Jumlah Pasien Rawat Inap, Rawat Jalan dan IGD di RS Vertikal

tahun 2017

49

50

Tabel 3.17. : JumlahPemeriksaan Laboratorium di BBLK tahun 2017

51

Tabel 3.18. : Jumlah Kalibrasi Alat Kesehatan di BPFK dan LPFK tahun 2017

51

Tabel 3.19. : Distribusi

Pegawai

Ditjen

Pelayanan

Kesehatan

Berdasarkan Jabatan

54

Tabel 3.20. : Distribusi Pegawai Ditjen Pelayanan Kesehatan Berdasarkan

Jenis Kelamin

55

Tabel 3.21.

Tabel 3.22

:

:

Distribusi Pegawai Ditjen Pelayanan Kesehatan Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

Distribusi Pegawai Ditjen Pelayanan Kesehatan Berdasarkan

Golongan

55

(7)

TABEL GRAFIK

Grafik 1.1

: Tren Jumlah RS Berdasarkan Jenisnya

3

Grafik 1.2.

: TrenJumlah RS 2014-2017

4

Grafik 1.3.

: Pertumbuhan Jumlah RS Berdasarkan Kelas

4

Grafik 3.1

: Capaian dan Target Akreditasi Puskesmas tahun

2015-2017

19

Grafik 3.2

Grafik 3.3

Grafik 3.4

Grafik 3.5

:

:

:

:

Distribusi Realisasi Akreditasi Puskesmas Per Provinsi

Tahun 2017

Distribusi Jumlah Kab/Kota yang Memiliki Minimal 1 RSUD

Terakreditasi Berdasarkan Provinsi

Tingkat Kelulusan 465 RS Daerah

Tingkat Kelulusan Akreditasi RS di Indonesia

20

28

28

29

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1.

:

Struktur Organisasi Ditjen Pelayanan Kesehatan Keadaan

tanggal 31 Desember 2017

2

Gambar 1.2.

:

Peta Strategis Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

Tahun 2015-2019

7

Gambar 3.1

:

Foto Kegiatan Peningkatan Kemmapuan Teknis Surveoir

Akreditasi FKTP

14

Gambar 3.2

:

Foto Pelaksanaan Survei Akreditasi di Puskesmas Atambua

15

Gambar 3.3

:

Foto Pelaksanaan Bimbingan Teknis persiapan akreditasi

puskesmas di Kab, Bengkayang

16

Gambar 3.4

:

Foto Rapat Kerja Komisi Akreditasi FKTP

16

Gambar 3.5

:

Penganugerahan Penghargaan Lomba Inovasi Mutu dan

Keselamatan Pasien

17

Gambar 3.6

:

Kumpulan Foto Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan

Pasien di Puskesmas Gilingan, Jawa Tengah

18

Gambar 3.7.

Gambar 3.8

Gambar 3.9

Gambar 3.10

:

:

:

:

Aplikasi Telemedicine Indonesia

Impelementasi Telemedicine di Puskesmas

Aplikasi Pendaftaran Pasien Melalui SMS Gateway

Piagam Penghargaan NCC 119

36

37

38

39

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Perjanjian KinerjaTahun 2016

59

Lampiran 2 : Daftar Puskesmas yang Terakreditasi

61

Lampiran 3 : Daftar Rumah Sakit yang Tersertifikasi Akreditasi

114

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENJELASAN UMUM ORGANISASI

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 tahun

2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat

Jenderal

Pelayanan

Kesehatan

mempunyai

tugas

merumuskan

dan

melaksanakan kebijakan di bidang pelayanan kesehatan sesuai dengan

ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

menyelenggarakan fungsi :

1. perumusan kebijakan di bidang peningkatan pelayanan, fasilitas, dan mutu

pelayanan kesehatan primer, rujukan, tradisional, dan komplementer;

2. pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pelayanan, fasilitas, dan mutu

pelayanan kesehatan primer, rujukan, tradisional, dan komplementer;

3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang peningkatan

pelayanan,fasilitas, dan mutu pelayanan kesehatan primer, rujukan,

tradisional, dan komplementer;

4. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan pelayanan,

fasilitas, dan mutu pelayanan kesehatan primer, rujukan, tradisional, dan

komplementer;

5. pelaksanaan evaluasi, dan pelaporan di bidang peningkatan pelayanan,

fasilitas, dan mutu pelayanan kesehatan primer, rujukan, tradisional, dan

komplementer;

6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan; dan

7. pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan Menteri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 tahun

2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan terdiri atas :

(11)

2. Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer;

3. Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan;

4. Direktorat Pelayanan Tradisional;

5. Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan

6. Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan.

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Pejabat Eselon I dan Eselon II

Ditjen Pelayanan Kesehatan Keadaan tanggal 31 Desember 2017

B. ASPEK STRATEGIS ORGANISASI DAN ISU STRATEGIS YANG DIHADAPI

ORGANISASI

(12)

Program pembinaan pelayanan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan akses

fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas. Dari tahun

2009 sampai tahun 2017 telah terjadi peningkatan jumlah Puskesmas dengan

laju pertambahan setiap tahun sebesar 3-3,5%. Dalam upaya peningkatan

kualitas pelayanan di puskesmas, saat ini telah terakreditasi sebanyak 4.223

puskesmas (dari taotal 9.631 puskesmas) yang tersebar pada 3.447

kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Jumlah rumah sakit (RS) dan tempat tidur (TT) juga mengalami peningkatan.

Pada tahun 2014 terdapat 2.048 RS dengan 164.480 TT dan pada tahun 2017

meningkat menjadi 2.783 RS dengan 278.450 TT, dengan laju pertumbuhan

rata-rata 125 RS per tahun. Untuk peningkatan kualitas di fasilitas kesehatan

rujukan pada tahun 2010-2014 telah terakreditasi nasional 1.227 RS dengan

menggunakan instrumen akreditasi versi 2007, dan sampai akhir tahun 2017

telah terdapat 465 RS daerah terakreditasi nasional, yang tersebar di 331

kabupaten/kota, dengan menggunakan instrument penilaian akreditasi tahun

2012. Diharapkan peningkatan mutu RS dan Puskesmas secara langsung akan

diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan, sehingga pada tahun mendatang

harus diupayakan peningkatan jumlah Puskesmas dan RS yang terakreditasi.

Grafik 1.1 Tren Jumlah Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Tahun 2014-2017

Sumber: RS Online per 18 Januari 2018.

2014

2015

2016

2017

RSK

553

538

554

578

RSU

1855

1949

2046

2205

0

500

1000

1500

2000

2500

(13)

Grafik tersebut memperlihatkan pertumbuhan jumlah RS berdasarkan jenis (RS

Umum dan RS Khusus) sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2017. Secara

umum, kedua jenis RS terus mengalami pertambahan jumlah dari tahun ke

tahun.

Gambar 1.2 Tren Jumlah Rumah Sakit Tahun 2014-2017

Sumber: RS Online per 18 Januari 2018.

Grafik tersebut memperlihatkan pertumbuhan jumlah RS secara keseluruhan,

baik RS milik pemerintah maupun swsasta, sejak tahun 2014 sampai dengan

tahun 2017. Kenaikan jumlah RS per tahun kurang lebih 3-6%.

Grafik 1.3 Pertumbuhan Jumlah RS Berdasarkan Kelas

2014

2015

2016

2017

Jumlah RS

2.408

2.487

2.600

2.783

2.408

2.487

2.600

2.783

2.200

2.300

2.400

2.500

2.600

2.700

2.800

2.900

Jumlah RS

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

2014

2015

2016

2017

Kelas A

Kelas B

Kelas C

Kelas D

Non Kelas

(14)

Sumber: RS Online per 18 Januari 2018.

Berdasarkan Grafik 1.3 tersebut dapat terlihat perkembangan jumlah RS

berdasarkan kelas sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2017. Seluruh kelas

RS cenderung mengalami peningkatan, kecuali RS dengan kategori Non Kelas

mengalami penurunan karena telah ditetapkannya kelas untuk RS dengan

kategori tersebut.

Pada tahun 2015 mulai berlaku Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), maka

Indonesia harus siap menghadapi ketatnya persaingan perdagangan bebas di

antara negara-negara ASEAN, termasuk bidang kesehatan. Untuk itu diperlukan

suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, dan

lainnya. MEA dapat dipandang suatu tantangan, tetapi dapat juga dipandang

sebagai peluang. Untuk itu perlu meningkatkan daya saing fasilitas pelayanan

kesehatan di Indonesia dengan negara-negara di ASEAN lainnya. Beberapa

upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

salah satunya melalui akreditasi baik tingkat nasional maupun internasional.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 71 tahun 2013 tentang

pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, menyatakan bahwa

fasilitas kesehatan tingkat pertama harus terakreditasi dan rumah sakit harus

memiliki sertifikat akreditasi.

Berdasarkan kondisi di atas, maka tantangan strategis yang dihadapi oleh

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan dalam meningkatkan akses dan mutu

pelayanan kesehatan yang tertuang di dalam Rencana Aksi Direktorat Jenderal

Pelayanan Kesehatan 2015-2019 adalah sebagai berikut:

1. Perlunya penguatan pelayanan kesehatan primer

2. Perlunya penetapan sistem regionalisasi rujukan di seluruh provinsi

3. Perlunya penetapan dan pembangunan sistem rujukan nasional

4. Tidak meratanya jumlah, jenis dan kompetensi SDM Kesehatan

5. Kapasitas manajemen puskesmas dan rumah sakit yang tidak merata, dan

belum berbasiskan sistem manajemen kinerja

(15)

6. Belum tersedianya sarana prasarana dan alkes pada PPK I yang sesuai

standar secara merata di seluruh Indonesia

7. Belum terintegrasinya data dan sistem informasi di pusat, daerah, rumah sakit

dan puskesmas

8. Kebijakan pemerintah daerah yang belum tersinkronisasi dengan kebijakan

pemerintah pusat.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas merumuskan

serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan

upaya kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal

Pelayanan Kesehatan menetapkan visi:

Untuk mewujudkan visinya, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

menjalankan misi sebagai berikut:

1. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya

kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan

2. Menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik.

Dalam rangka pencapaian visi 2019, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

telah menetapkan suatu peta strategis yang menggambarkan hipotesis jalinan

sebab akibat dari 14 sasaran strategis (yang menggambarkan arah dan prioritas

strategis Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan yang diperlukan guna

memampukannya dalam mencapai target kinerja yang berkelanjutan di masa

yang akan datang). Peta strategi pencapaian visi tersebut disusun berdasarkan

pendekatan balanced-score card dengan memperhatikan peta strategis pada

Renstra Kementerian Kesehatan 2015-2019.

(16)

Gambar 1.2. Peta Strategis Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

Tahun 2015-2019

Peta strategi disusun untuk mencapai visi Ditjen Pelayanan Kesehatan 2019

menciptakan Akses pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas bagi

masyarakat. Visi tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk sebuah tujuan strategis

(outcome), yaitu: terwujudnya akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

yang berkualitas bagi masyarakat (akreditasi fasyankes primer dan rujukan).

C. SISTEMATIKA

Sistematika penulisan laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal

Pelayanan Kesehatan terdiri dari:

(17)

Bab I

Pendahuluan

A. Penjelasan Umum Organisasi

B. Aspek Strategis Organisasi dan Isu Strategis yang Dihadapi

Organisasi

C. Sistematika

Bab II

Perencanaan Kinerja

A. Perencanaan Kinerja

B. Perjanjian Kinerja

Bab II

Akuntabilitas Kinerja

A. Capaian Kinerja Organisasi

1. Pencapaian Indikator Sasaran Direktorat Jenderal Pelayanan

Kesehatan

2. Prestasi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

3. Dukungan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Terhadap

Prioritas Kesehatan Nasional Lainnya

B. Realisasi Anggaran

C. Sumber Daya Lainnya

Bab IV

Penutup

(18)

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA

Perencanaan Kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan

indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah

ditetapkan dalam sasaran strategis. Dalam rencana kinerja Direktorat Jenderal

Pelayanan Kesehatan tahun 2017, sebagaimana telah ditetapkan dalam

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan target masing-masing indikator

untuk mencapai sasaran strategis organisasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 52 Tahun 2015 tentang

Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019 yang telah

direvisi dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/422//2017

tentang Revisi Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019,

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan melaksanakan program pembinaan

pelayanan kesehatan.

Sasaran strategis dan sasaran program/kegiatan yang ingin dicapai selama

kurun waktu 5 tahun, adalah sebagai berikut:

No

Sasaran

Program

Indikator Kinerja

Target

2015 2016 2017 2018 2019

1

Meningkatnya

akses

pelayanan

kesehatan

dasar dan

rujukan yang

berkualitas

bagi

masyarakat

1

Jumlah

kecamatan

yang memiliki

minimal 1

Puskesmas

yang

tersertifikasi

akreditasi

350

700 2.800 4.900 5.600

2

Kabupaten/kota

yang memiliki

minimal 1

RSUD yang

tersertifikasi

akreditasi

nasional

94

190

287

384

481

(19)

B. PERJANJIAN KINERJA

Perjanjian kinerja yang diwujudkan dalam penetapan kinerja merupakan

dokumen pernyataan kinerja atau kesepakatan kinerja atau perjanjian kinerja

antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu

berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki. Direktorat Jenderal Pelayanan

Kesehatan menyusun perjanjian kinerja tahun 2017 mengacu pada Rencana

Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019. Target kinerja ini menjadi

komitmen bagi Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan untuk mencapainya

dalam tahun 2017.

No

Sasaran Program

Indikator Kinerja

Target

2017

1.

Meningkatnya akses

pelayanan kesehatan

dasar dan rujukan yang

berkualitas bagi

masyarakat

1. Jumlah kecamatan yang

memiliki minimal 1

Puskesmas yang

tersertifikasi akreditasi

2800

2. Jumlah Kabupaten/kota yang

memiliki minimal 1 RSUD

yang tersertifikasi akreditasi

nasional

287

Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja yang Berisi Sasaran Program, Indikator Kinerja dan

Target Tahun 2017 Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan

Pada tahun 2017 Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggaran sebesar

Rp. 17.085.003.672.000.- (Tujuh Belas Triliun Delapan Puluh Lima Miliar Tiga

Juta Enam Ratus Tujuh Puluh Dua Ribu Rupiah) untuk program pembinaan

pelayanan kesehatan, dengan target capaian kinerja berupa 2.800 kecamatan

yang memiliki minimal 1 (satu) puskesmas terakreditasi dan 287 kabupaten/kota

yang memiliki minimal 1 (satu) RSUD terakerditasi nasional.

(20)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI

Tahun 2017 adalah tahun ketiga dalam pelaksanaan Rencana Strategis

Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, serta tahun pertama pelaksanaan

SOTK baru yaitu dari Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan menjadi

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.

Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan realisasi capaian dengan

rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator program dalam Rencana

Strategis, sehingga diperoleh gambaran tingkat keberhasilan masing-masing

indikator. Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut dapat diperoleh informasi

pencapaian indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam perencanaan

program di masa yang akan datang, agar setiap program yang direncanakan ke

depan dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna.

Sasaran Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan adalah sebagai berikut:

.

Indikator pencapaian sasaran tahun 2017 dalam Rencana Strategis Kementerian

Kesehatan Tahun 2015-2019 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal

Pelayanan Kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang tersertifikasi

akreditasi

2. Jumlah Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi

akreditasi nasional.

(21)

Di bawah ini akan disampaikan pencapaian program dan kegiatan Ditjen

Pelayanan Kesehatan tahun 2017, yaitu:

1. PENCAPAIAN INDIKATOR SASARAN DITJEN PELAYANAN KESEHATAN

Indikator kinerja program Ditjen Pelayanan Kesehatan merupakan indikator

outcome. Dalam upaya mendapatkan capaian indikator outcome tersebut

diperlukan proses-proses strategis yang yang dapat diukur melalui indikator

kinerja kegiatan di masing-masing eselon II Kantor Pusat Ditjen Pelayanan

Kesehatan. Pada LAKIP Ditjen Pelayanan Kesehatan ini hanya memaparkan

pencapaian indikator kinerja program Ditjen Pelayanan Kesehatan sesuai

dengan perjanjian kinerja. Adapun pencapaian indikator kinerja kegiatan dapat

dilihat di masing-masing LAKIP eselon II Kantor Pusat Ditjen Pelayanan

Kesehatan

Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan pada tahun 2017 telah

melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapai indikator kinerja

program. Uraian pencapaian kinerja dari masing-masing indikator adalah

sebagai berikut:

a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang

tersertifikasi akreditasi

1) Sasaran strategis

Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar yang

berkualitas bagi masyarakat.

2) Definisi Operasional

Yang dimaksud kecamatan yang memiliki satu Puskesmas yang

tersertifikasi akreditasi yaitu kecamatan yang memiliki minimal satu

Puskesmas yang telah memiliki sertifikat akreditasi yang dikeluarkan

oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi atau Komisi

Akreditasi FKTP sesuai dengan peraturan yang berlaku.

DIREKTORAT JENDERAL

PELAYANAN KESEHATAN

(22)

3) Cara Perhitungan

Cara perhitungan adalah dengan menjumlahkan seluruh kecamatan

yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang terakreditasi (kumulatif).

Sedangkan cara mengukur adalah dengan dibuktikan adanya sertifikat

akreditasi untuk Puskesmas yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

4) Rencana Aksi yang Dilakukan untuk Mencapai Target

a) Mewujudkan tersedianya regulasi dan NSPK dalam peningkatan

mutu melalui pelaksanaan akreditasi Puskesmas

b) Mewujudkan penguatan tugas dan fungsi Dinkes Provinsi dan

Kabupaten/Kota

c) Penguatan Komisi Akreditasi FKTP

d) Peningkatan Kompetensi SDM Kesehatan dalam pelaksanaan

akreditasi Puskesmas dan FKTP lainnya

e) Penguatan dukungan Stakeholder terkait.

5) Upaya yang Dilaksanakan untuk Mencapai Target:

a) Dukungan pemenuhan sarana prasarana dan alat kesehatan

Puskesmas melalui Dana Alokasi Khusus Fisik tahun 2017 sebesar

Rp. 3.205.121.441.000,-

b) Dukungan pelaksanaan Akreditasi Puskesmas melalui Dana Alokasi

Khusus Non Fisik untuk akreditasi Puskesmas Tahun Anggaran

2017 sebesar Rp Rp 475,991,880,000,- untuk 422 Kabupaten/Kota

c) Dukungan pelaksanaan Akreditasi Puskesmas melalui Dana

Dekonsentrasi tahun 2017 untuk kegiatan Pelatihan Pendamping

Akreditasi FKTP dan Workshop Teknis Akreditasi FKTP sebesar Rp

11,967,960,727,- di 34 Provinsi

d) Penyediaan minimal 1 (satu) Tim Pelatih Pendamping Akreditasi di

tingkat Provinsi. Sampai saat ini sudah tersedia 74 tim pelatih

akreditasi FKTP yang tersebar di 34 provinsi.

e) Penyediaan minimal 1 (satu) Tim Surveior per Provinsi. Sampai saat

ini sudah tersedia 612 Surveior (204 Tim) yang tersebar di 34

(23)

provinsi. Penyediaan calon surveior tahun 2017 melalui Kegiatan

Peningkatan Teknis Calon Surveior FKTP sebanyak 8 angkatan.

Gambar 3.1.

Kegaiatan Peningkatan Kemampuan Teknis Surveior Akreditasi

FKTP Tahun 2017

f) Penyediaan minimal 1 (satu) Tim Pendamping Akreditasi di setiap

Kab/kota. Saat ini sudah tersedia Tim pendamping Akreditasi

sebanyak 1405 Tim yang tersebar di 497 Kab/Kota di 34 provinsi.

(24)

Bagi Kabupaten/Kota yang belum memilki Tim Pendamping

Akreditasi terlatih akan dipenuhi di 2018.

Gambar 3.2. Foto Pelaksanaan Survey di Puskesmas Kota Atambua

Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur

g) Penyusunan pedoman penyelenggaran akreditasi Puskesmas,

seperti :

Buku Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTP

Buku Pedoman Petunjuk Teknis Survei akreditasi FKTP

Pedoman Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan Primer

Pedoman Penyelenggaran Keselamatan Pasien dan Manajemen

Risiko di FKTP

Pedoman Audit Internal dan Rapat Tinjauan Manajemen

Pedoman Bimtek Mutu dan Akreditasi FKTP

Pedoman Pelaksanaan Sistem Informasi Akreditasi FKTP

berbasis Internet (website)

Bimbingan Teknis oleh Komisi dan Subdit Mutu dan Akreditasi ke

Kabupaten/kota dalam rangka persiapan akreditasi Puskesmas.

Bimtek ini dimaksudkan untuk membantu daerah dalam

mempersiapkan dan mempercepat kesiapan Puskesmas dalam

pelaksanaan akreditasi agar tidak terjadi penumpukan pengusulan

survei di akhir tahun

(25)

Gambar 3.3. Foto Pelaksanaan Bimbingan teknis persiapan akreditasi

Puskesmas. Di kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat

h) Pengembangan sistem pencatatan pelaporan pelaksanaan akreditasi

FKTP yang real time berbasis internet (website) melalui WebSite SIAF

https://siaf.kemkes.go.id

i) Pelaksanaan Rapat Kerja Komisi Akreditasi FKTP dalam rangka

evaluasi teknis penyelenggaraan akreditasi Puskesmas yang

dilaksanakan di Bali Tanggal 22-24 Mei 2017 yang menghasilkan

kesepakatan untuk perbaikan pelaksanaan akreditasi FKTP

Gambar 3.4. Rapat Kerja Komisi Akreditasi FKTP, Bali 22 – 24 Mei 2017

j) Peningkatan Kemampuan Teknis Pelatih Pendamping Akreditasi

FKTP (1 angkatan).

(26)

k) Lomba inovasi peningkatan mutu dan keselamatan pasien di

Puskesmas dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional

(HKN) ke 53 tahun 2017 dan untuk menjamin kesinambungan

perbaikan mutu dan kinerja Puskesmas sebagai garda terdepan

dalam upaya pelayanan kesehatan tingkat primer. Kegiatan ini

merupakan salah satu bentuk penghargaan yang diberikan secara

institusi kepada Puskesmas.

Berdasarkan hasil verifikasi pada 6 (enam) Puskesmas, maka

Puskesmas yang mendapat penghargaan sebagai berikut :

Peringkat

Nama

Puskesmas

Kab/Kota

Provinsi

Juara I

Kebayoran Baru Jakarta Selatan

DKI Jakarta

Juara II

Gilingan

Surakarta

Jawa Tengah

Juara III

Dempo

Palembang

Sumatera Selatan

Harapan I

Tegalrejo

Yogyakarta

DI Yogyakarta

Harapan II

Tanru Tedong

Sidrap

Sulawesi Selatan

Harapan III

Ngadi

Kediri

Jawa Timur

Tabel 3.1. Daftar Puskesmas yang mendapakan penghargaan Inovasi

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

Gambar 3.5: Penganugrahaan Penghargaan Pada Pemenang Lomba Inovasi

Mutu dan Keselamatan Pasien tahun 2017

(27)

UPAYA PENINGKATAN MUTU

Penyampaian informasi

UPAYA PENINGKATAN MUTU

Keselamatan & Keamanan Pasien

Gambar 3.6. Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di

Puskesmas Gilingan Surakarta Jawa Tengah

(28)

6) Pencapaian Kinerja

Indikator

2015

2016

2017

2018

2019

T

R

T

R

T

R

T

T

Jumlah kecamatan

yang memiliki minimal

1 Puskesmas yang

tersertifikasi akreditasi

350

93

(26,6%)

700

1.308

(186,85%)

2.800

3.447

(123,1

1%)

4.900

5.600

Tabel 3.2. Pencapaian Kecamatan yang Memiliki Minimal 1 Puskesmas

yang Tersertifikasi Akreditasi

Pada tahun 2017 realisasi kecamatan yang memiliki minimal 1

Puskesmas tersertifikasi akreditasi sebanyak 3.447 Kecamatan

(sumber data dari laporan Komisi Akreditasi per 31 Desember 2017).

Dari tabel 3 menunjukan bahwa capaian melampaui dari target tahun

2017 karena beberapa Kabupaten/Kota menggunakan APBDI II murni

( bukan berasal dari DAK Non Fisik).

Grafik 3.1. Capaian dan Target akreditasi Puskesmas

Periode tahun 2015-2017.

Dari grafik 3.1 tersebut menunjukan bahwa baik target Renstra

Kemenkes 2015-2019 maupun target RPJMN 2015-2019 dalam on the

track sesuai target yang telah ditetapkan.

350

700

1400

2800

5600

350

700

2800

4900

5600

93

1308

3447

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

2015

2016

2017

2018

2019

(29)

642 635

361

267

164 162

140 130 119 113

101 100 99 99 92 92 89 86 84 79

69 65 57 54 47 45 44

36 32 30 28 25 24

0

100

200

300

400

500

600

700

KAB/KOTA

KECAMATAN

PUSKESMAS

Gambar 3.2 berikut mengambarkan distribusi capaian Akreditasi

Puskesmas per provinsi secara kumulatif selama periode tahun

2015-2017 dengan total 4.223 Puskesmas tersebar di 3.447 kecamatan, dan

di 468 kab/kota dan 34 provinsi.

Grafik 3.2. Distribusi Realisasi Akreditasi Puskesmas Tahun 2017

Per Provinsi

7) Permasalahan

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaran

akreditasi Puskesmas, antara lain sebagai berikut :

a) Faktor Sumber Dana

Keterlambatan pencairan anggaran akreditasi Puskesmas (DAK

Non Fisik), sebagian besar dicairkan pada pertengahan tahun

sehingga berpengaruh pada persiapan akreditasi yang pada

gilirannya menyebabkan satker baru dapat mengusulkan survei di

akhir tahun.

b) Faktor SDM dan Jaringan Internet :

Tenaga pendamping akreditasi di kab/kota yang sudah terlatih

dimutasi/alih fungsi/tugas.

Karena pengusulan survei menumpuk diakhir tahun sehingga

menyebabkan ketidakseimbangan antara ketersediaan surveior

dengan permintaan survei.

(30)

Meskipun sudah disediakan aplikasi sistem pengusulan berbasis

internet (WebSite SIAF: https://siaf.kemkes.go.id), namun selain

karena kesulitan akses internet juga karena belum siapnya

tenaga Puskesmas

c) Faktor Waktu persiapan Puskesmas

Waktu persiapan akreditasi (pendampingan) waktu survei pada

tahun yang sama, sehingga memperngaruhi kesiapan Puskesmas

yang pada gilirannya diusulkan survei pada akhir tahun.

d) Tingkat Kelulusan akreditasi Puskesmas

Tingkat kelulusan akreditasi masih didominasi tingkat dasar dan

madya.

e) Belum optimalnya pembinaan akreditasi pasca Survei hal ini

dibuktikan

belum

optimalnya

pelaksanaan

tindak

lanjut

rekomendasi hasil survei

8) Usulan Pemecahan Masalah

a) Masalah Dana

Berkoordinasi

dengan

Kemendagri

untuk

menghimbau

Bupati/Walikota agar mempercepat pencairan dana DAK Non

Fisik.

Diusulkan dana DAK Non Fisik bidang kesehatan terpisah dari

sektor non kesehatan

Merubah menu DAK Non Fisik untuk akreditasi Puskesmas

(Permenkes 61 tahun 2017 tentang Juknis DAK)

b) Masalah faktor SDM dan Jaringan Internet :

Menghimbau

kepada

Dinkes

Kabupaten/Kota

agar

mempercepat

akreditasi

Puskesmas

melalui

SE

Dirjen

Pelayanan Kesehatan

(31)

Menghimbau kepada Dinkes Kabupaten/Kota agar menyediakan

akses internet dan menyediakan tenaga khusus yang kompeten

terkait dengan tehnologi informasi

Menambah tenaga surveior sesuai dengan kebutuhan

c) Masalah faktor waktu persiapan Puskesmas

Untuk menghindari penumpukan usulan survei di akhir tahun, maka

pada tahun anggran 2018 dilakukan hal perubahan menu DAK Non

Fisk untuk akreditasi menjadi 3 menu, yaitu :

Menu Persiapan akreditasi Puskesmas

Menu Survei akreditasi Puskesmas

Menu persiapan dan survei akreditasi Puskesmas

d) Masalah Tingkat kelulusan akreditasi Puskesmas

Untuk meningkatkan kelulusan akreditasi maka dilakukan hal-hal

sebagai berikut, antara lain:

Bimtek kepada daerah yang memiliki komptensi masih kurang

terhadap akreditasi Puskesmas

Membuat SE Dirjen Yankes untuk mempercepat akreditasi dan

peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas

DAK non fisik TA 2018 dapat digunakan untuk workshop

pendukung peningkatan mutu (audit internal dan rtm serta

manajemen resiko dan keselamatan pasien)

Dana dekonsentrasi, untuk tahun 2018 untuk Workshop teknis

percepatan akreditasi FKTP dan peningkatan teknis kemampuan

pendamping

Pada tahun 2018 dilakukan Standarisasi honor surveior

(Permenkes 61 tahun 2017 tentang Juknis DAK)

e) Belum optimalnya pembinaan akreditasi pasca Survei, hal ini

dibuktikan belum optimalnya pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi

hasil survei

(32)

Untuk optimalisasi pembinaan akreditasi pasca survei maka

dihimbau Dinkes Kabupaten/Kota melalui SE Dirjen Nomor.

HK.02.02/VI/3973/2017

f) Sarana

Implementasi aplikasi SIAF berbasis web pada tahun 2017

Pengadaan ruang sekretariat Komisi Akreditasi FKTP

9) Efisiensi Sumber Daya

a. Menugaskan surveior yang berdomisili dekat dengan lokasi survei

untuk menghemat anggaran transportasi

b. Menugaskan surveior untuk melaksanakan survei dua puskesmas

yang lokasinya berdekatan secara berturut turut (maraton) untuk

menghemat waktu, tenaga dan biaya.

c. Penyediaan sistem pencatatan pelaporan pelaksanaan akreditasi

FKTP yang real time berbasis internet (website) melalui WebSite

SIAF

https://siaf.kemkes.go.id

d. Terlampauinya target tahun anggaran 2017 hal ini menunjukkan

adanya efisiensi dalam penggunaan anggaran tahun 2017.

10) Realisasi Anggaran

Pada tahun 2017 alokasi anggaran yang dapat dipergunakan untuk

kegiatan ini sebesar Rp 21.995.853.000,- dengan realisasi 93,8% (Rp.

20.623.349.886,-). Alokasi anggaran tersebut berasal dari kantor pusat

dan dana dekonsentrasi.

Kewenangan

Alokasi

Realisasi

%

Kantor Pusat

9,080,009,000

8,725,759,159

96.1%

Dekonsentrasi

12,915,844,000

11,897,590,727

92.1%

TOTAL

21,995,853,000

20,623,349,886

93.8%

Tabel 3.3. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan yang Mendukung

Pencapaian Indikator Puskesmas Tersertifikasi Akreditasi

(33)

b. Kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi

akreditasi nasional.

1) Sasaran strategis

Meningkatnya akses pelayanan kesehatan rujukan yang berkualitas

bagi masyarakat.

2) Definisi Operasional

RSUD adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan

pada semua bidang dan jenis penyakit yang penyelenggaraannya

dilaksanakan oleh pemerintah daerah (kabupaten, kota atau propinsi).

Yang dimaksud kabupaten/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang

tersertifikasi akreditasi nasional yaitu kabupaten/kota yang memiliki

minimal satu RSUD yang telah memiliki sertifikat akreditasi yang

dikeluarkan oleh Lembaga independen penyelenggara akreditasi atau

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) versi 2012 baik lulus perdana,

dasar, madya, utama atau paripurna sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

3) Cara Perhitungan

Cara perhitungan adalah dengan menjumlahkan kabupaten/kota yang

memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.

Sedangkan cara pengukuran hasil adalah dengan dibuktikan adanya

sertifikat akreditasi rumah sakit dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.

4) Rencana Aksi Yang Dilakukan Untuk Mencapai Target

a. Penyusunan Regulasi di Bidang Mutu dan Akreditasi Pelayanan

Kesehatan.

(34)

5) Upaya yang Dilaksanakan untuk Mencapai Target:

a. Penyusunan Juknis Standar Mutu dan Akreditasi RS dengan

menyusun Indikator Mutu di Pelayanan Kesehatan Rujukan sampai

saat ini telah dilakukan pertemuan dan pembahasan yang

dilakukan serta ujicoba di beberapa rumah sakit didapatkan 12

indikator mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit yang sifatnya

wajib.

b. Pendampingan

Akreditasi

Pelayanan

Kesehatan

Standar

Internasional (JCI) pada rumah sakit rujukan nasional. Pada tahun

2017 dilaksanakan pendampingan pada 8 rumah sakit dibawah ini :

1. RSUP H. Adam Malik Medan (Persiapan akreditasi JCI)

2. RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado (Persiapan akreditasi JCI)

3. RSUP dr. Wahidin Sudiro Husodo Makasar (Persiapan Trienial

Survey JCI)

4. RSUP dr. Sardjito Yogyakarta (Persiapan Trienial Survey JCI)

5. RS Mata Cicendo Bandung (Persiapan Survey JCI)

6. RS Kanker Dharmais (Persiapan Survey JCI)

7. RSUP M Djamil (Persiapan Survey JCI)

8. RSUP dr. Soetomo Surabaya (Persiapan Survey JCI)

c. Melakukan pertemuan bimbingan teknis tim pokja akreditasi rumah

sakit yang sudah terakreditasi paripurna menjadi tim pendamping

akreditasi Kemenkes. Pertemuan dilaksanakan di Jakarta (Regional

Tengah) dengan jumlah 62 peserta, dan di Medan untuk Regional

Barat dengan jumlah 65 peserta.

d. Melakukan kegiatan Bimtek Akreditasi RS sebagai surveior

verifikator bagi tenaga SDM Dinas Kesehatan Provinsi di 34

propinsi. Pelatihan dilaksanakan di Batam (Regional Barat) dengan

jumlah 50 peserta, Bali (Regional Tengah dan Timur) dengan

jumlah 43 peserta.

(35)

e. Melakukan kegiatan pelaksanaan pendampingan magang survey

verifikasi bagi tenaga medis kesehatan propinsi. Kegiatan dilakukan

di RS disetiap propinsi yang ada RS terjadwal survei verifikasi dari

KARS di 18 Rumah Sakit.

f. Melakukan Kegiatan pendampingan Akreditasi Nasional pada

RSUD Kabupaten/ Kota dan RS TNI POLRI bersama tim dari

Komisi Akreditasi Rumah Sakit atau tim pendamping yang terlatih

pada 11 RSUD dan 15 RS TNI POLRI.

g. Mengalokasikan dana DAK Non Fisik akreditasi rumah sakit tahun

2017 sebesar Rp 48.500.000.000,- untuk 73 RS untuk memfasilitasi

RSUD yang mendapat dana DAK Non Fisik Akreditasi RS.

h. Mengalokasikan

dana

Dekonsentrasi

untuk

mendukung

pelaksanaan akreditasi rumah sakit tahun 2017 sebesar Rp

3.286.294.000,- untuk 12 Dinas Kesehatan Propinsi, yaitu Bimtek

SDM RS dan Dinkes Kabupaten/Kota terkait standar PMKP dan

TKP.

i. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor terkait

dengan mutu dan akreditasi pelayanan kesehatan rujukan dengan

KARS, PERSI, ARSADA, Kemenhan, Kemenpan, RS Vertikal dan

RS Lain yang sudah terakreditasi nasional dan internasional.

j. Melakukan pendampingan evaluasi dalam persiapan akreditasi di

beberapa RS.

k. Sosialisasi SNARS Edisi I untuk Dewan Pengawas Rumah Sakit

Vertikal untuk 28 RS Vertikal di Jakarta.

l. Sosialisasi SNARS Edisi I untuk Dewan Pengawas RS Rujukan

Nasional, Rujukan Propinsi dan Rujukan Regional di Jakarta untuk

49 RS.

(36)

6) Pencapaian Kinerja

Cara pengukuran hasil adalah dengan dibuktikan adany sertifikat atau

data RSUD terakreditasi dari KARS atau melalui website KARS. Untuk

Kabupaten/Kota dengan lebih dari 1 RSUD terakreditasi, maka hanya

dihitung sebagai satu Kabupaten/Kota.

Indikator

2015

2016

2017

201

8

2019

T

R

T

R

T

R

T

T

Kabupaten/kota

yang memiliki

minimal 1 RSUD

yang tersertifikasi

akreditasi nasional

94

50

(53,2%)

190

201

(105,8%)

287

331

(115,3%)

384

481

Tabel 3.4. Pencapaian Kabupaten/Kota yang Memiliki Minimal 1 RSUD

yang Tersertifikasi Akreditasi Nasional

Pada tahun 2017, pencapaian indikator sebanyak 331 kabupaten/kota

yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi akreditasi nasional.

Data capaian berasal dari laporan Komisi Akreditasi Rumah Sakit per

31 Desember 2017. Analisa Pencapaian tahun 2017 adalah sebagai

berikut:

a) Pencapaian tahun 2017 sebanyak 331 kab/kota apabila

dibandingkan dengan target tahun 2017 (287 kab/kota), maka

persentase capaiannya sebesar 115,33%

b) Jika dibandingkan dengan pencapaian tahun 2016 (201 kab/kota),

maka pencapaian tahun 2017 meningkat sebesar 64,67%.

c) Jika dibandingkan dengan target akhir jangka menengah (481

kab/kota), maka baru mencapai 68,8%, sehingga masih perlu

upaya yang keras untuk mencapainya.

(37)

Grafik 3.3. Distribusi Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Minimal 1 RSUD

Terakreditasi Berdasarkan Provinsi

Sumber : KARS tanggal 31 Desember 2017

Pada tahun 2017 sebanyak 465 RS Daerah yang sudah terakreditasi di

331 kab/kota tersebut di atas. Adapun tingkat kelulusannya bervariasi,

yaitu 144 RS lulus perdana, 16 RS lulus dasar, 29 RS lulus madya, 49

RS lulus utama dan 227 RS lulus paripurna. Adapun presentasi

kelulusannya dapat dilihat dalam grafik 3.4 berikut ini:.

16

29

49

227

Dasar

Madya

Utama

Paripurna

Grafik 3.4. Tingkat Kelulusan Akreditasi 465 RS Daerah

Sumber : KARS tanggal 31 Desember 2017

(38)

Pada tahun 2017 di Indonesia terdapat 1.481 RS rumah sakit yang

sudah terakreditasi nasional (versi 2012) yang terdiri dari 604 RS

Pemerintah dan 877 RS swasta. Adapun tingkat kelulusan sebagai

berikut:

Grafik 3.5. Tingkat Kelulusan Akreditasi RS di Indonesia

Sumber : KARS tanggal 31 Desember 2017

7) Peluang

KARS menetapkan Standar Nasional Akreditasi RS (SNARS) edisi I

yang akan berlaku mulai 1 Januari 2018 sehingga RS berusaha untuk

melakukan survey akreditasi sebelum 1 Januari 2018.

8) Permasalahan

a. Faktor Dana

Belum semua Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran

yang mendukung pelaksanaan akreditasi di RSUD wilayah

kerjanya.

Keterlambatan pencairan anggaran DAK Non Fisik di Pemerintah

Daerah.

Adanya self blocking dan penghentian sementara pelaksanaan

kegiatan dengan dana dekonsentrasi menyebabkan beberapa

kegiatan pendampingan di RSUD terhambat.

Adanya pemotongan APBD untuk pemenuhan sarana, prasarana

dan alat kesehatan.

(39)

Kesalahan daerah dalam membuat Rencana Anggaran Biaya

yang dikaitkan dengan ketidaksesuaian dengan Juknis DAK.

b. Waktu

Proses akreditasi merupakan rangkaian yang panjang dan

memakan waktu yang lama, mulai dari pelatihan sampai

terakreditasi.

RSUD yang melakukan workshop, bimbingan, maupun survey

simulasi harus masuk dalam waiting list oleh KARS karena

banyaknya permintaan RS, sedangkan jumlah SDM pembimbing

terbatas. Padahal penggunaan anggaran hanya berlaku 1 tahun.

c. SDM

Komitmen pemerintah daerah yang belum merata sehingga

kurang mendukung persyaratan pelaksanaan akreditasi yaitu

dengan menunjuk direktur rumah sakit yang bukan tenaga

medis, sehingga struktur organisasi RS tidak sesuai dengan

Perpres Nomor 77 tahun 2015 tentang Organisasi Rumah Sakit.

Komitmen Pimpinan RS dan pegawai yang kurang sehingga

tidak terlibat aktif dalam kegiatan persiapan akreditasi dan

kurang mendukung kegiatan akreditasi.

Ketersediaan SDM tenaga kesehatan yang masih belum

memenuhi kebutuhan pegawai sesuai dengan kelas RS.

Diperlukan perubahan budaya kerja dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang senantiasa berorientasi pada

peningkatan mutu pelayanan sesuai dengan standar akreditasi.

Minimnya pelatihan SDM dalam memenuhi persyaratan

akreditasi seperti pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD),

Pencegahan

dan

Pengendalian

Infeksi

(PPI),

Sasaran

Keselamatan Pasien (SKP), Manajemen Penggunaan Obat

(MPO), Keselamatan danKesehatan Kerja (K3) rumah sakit

sesuai dengan standar Manajemen Fasilitas dan Keselamatan

(MFK).

Mutasi pegawai yang sudah terlatih akreditasi sehingga tidak

dapat berperan optimal dalam akreditasi.

(40)

Kemampuan tenaga dinas kesehatan provinsi dalam persiapan

akreditasi belum cukup untuk mendorong dinkes dalam

menjalankan fungsi pembinaan sesuai Permenkes 12/2012.

d. Sarana dan Prasarana

Masih banyak RS yang akan diakreditasi namun belum memiliki

sarana, prasarana dan alat kesehatan sesuai dengan standar

misalnya RS belum memiliki IPAL yang menjadi persyaratan

mutlah bagi akreditasi RS.

9) Usulan Pemecahan Masalah

a. Dana

1) Menyediakan alokasi DAK Non Fisik akreditasi RS pada tahun

2018.

2) Melakukan koordinasi dengan Kemendagri untuk dapat

meningkatkan komitmen Pemerintah Daerah dalam pencairan

DAK Non Fisik.

3) Mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan dana

akreditasi rumah sakit bersumber APBD.

b. Waktu

1) Berkoordinasi dengan KARS untuk menjadwalkan survey

simulasi akreditasi agar sesuai dengan target indikator RS

terakreditasi.

2) Melakukan advokasi kepada dinkes provinsi untuk mengatur

jadwal

pendampingan

akreditasi

ke

RSUD

target

Kabupaten/Kota dalam satu tahun anggaran.

c. SDM

1) Peningkatan keterlibatan dinas kesehatan propinsi dan kab/kota

dalam persiapan akreditasi RS.

2) Koordinasi dengan Kemendagri untuk dapat menguatkan

komitmen pemerintah daerah dalam penyiapan SDM sesuai

standar pelaksanaan akreditasi RS.

3) Melakukan koordinasi dengan Badan PPSDMK untuk melakukan

pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sesuai dengan kelas

RS.

(41)

4) Membuat pakta integritas direktur RS terutama RS rujukan

regional dalam persiapan akreditasi.

5) Melakukan

sosialisasi

transformasi

budaya

kerja

untuk

meningkatkan budaya mutu.

6) Membentuk tim pendamping akreditasi yang dapat memberikan

bimbingan kepada RS yang membutuhkan sesuai dengan

penugasan Kemenkes.

d. Sarana dan prasarana

Mengalokasikan anggaran DAK Fisik 2018 untuk seluruh RSUD

dalam pemenuhan sarana, prasarana dan alat kesehatan sesuai

standar kelas RS.

10) Efisiensi Sumber Daya

a. Membentuk tim pendamping akreditasi yang berasal dari daerah

atau provinsi yang sama, sehingga penggunaan anggaran menjadi

lebih rendah (efisien).

b. Melakukan koordinasi dengan KARS untuk melaksanakan pelatihan

surveior internal RS sehingga dapat berperan dalam persiapan

akreditasi RS.

c. RSUD yang sudah siap melaksanakan survei akreditasi tidak harus

melalui semua tahap akreditasi (pelatihan, bimbingan, survei

simulasi)

terlebih

dahulu

sehingga

anggaran

dan

waktu

pelaksanaan lebih efisien.

d. Alokasi anggaran tahun 2017 ditargetkan untuk mencapai 287

kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang tersertifikasi

akreditasi, akan tetapi capaian melebihi target yang ditetapkan (331

kak/kota). Hal ini menunjukkan adanya efisiensi dalam peningkatan

capaian kinerja tahun 2017.

11) Realisasi Anggaran

Pada tahun 2017 alokasi anggaran yang dapat dipergunakan untuk

kegiatan ini sebesar Rp.7.670.585.000,- dengan realisasi 89,7% (Rp.

6.877.565.513,-). Berikut rincian alokasi anggaran berdasarkan

kewenangan, yaitu kantor pusat dan dekonsentrasi:

(42)

Tabel 3.5. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kegiatan yang Mendukung

Pencapaian Indikator RSUD Tersertifikasi Akreditasi

Sumber data: eMonev DJA tanggal 30 Januari 2018

2. PRESTASI DAN INOVASI DIREKTORAT JENDERAL PELAYANAN

KESEHATAN

a. SPGDT 119

Salah satu upaya penguatan akses pelayanan kesehatan antara lain

dengan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT), yang

bertujuan

untuk

meningkatkan

akses

dan

mutu

pelayanan

kegawatdaruratan medik, serta mempercepat waktu respon penanganan

pasien gawat darurat dalam upaya menurunkan angka kematian dan

kecacatan. SPGDT merupakan layanan emergensi medik di Indonesia

yang diselenggarakan melalui layanan berbasis call center yaitu Pusat

Komando Nasional (National Comand Center/NCC) 119 dan Public Safety

Center (PSC) 119.

NCC merupakan pusat panggilan kegawatdaruratan medik dengan nomor

akses tunggal 119 yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia, yang

berada di Kementerian Kesehatan.

PSC merupakan pusat layanan yang menjamin kebutuhan masyarakat

dalam hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan medik yang

berada di kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak pelayanan untuk

mendapatkan respon cepat.

Fungsi PSC antara lain (1) Pemberi pelayanan gawat darurat, (2)

Pemandu pertolongan pertama (first aid), (3) Pengevakuasi korban/pasien

Kewenangan

Alokasi

Realisasi

%

Kantor Pusat

4,237,571,000

3,796,166,111

89.6%

Dekonsentrasi

3,433,014,000

3,081,399,402

89.8%

(43)

gawat darurat dan (4) Pengoordinasi dengan fasilitas pelayanan

kesehatan.

Tugas PSC yaitu:

1) Menerima terusan (dispatch) panggilan kegawatdaruratan dari NCC

119;

2) Melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan dengan menggunakan

algoritme kegawatdaruratan;

3) Memberikan layanan ambulans;

4) Memberikan informasi tentang fasilitas pelayanan kesehatan; dan

5) memberikan informasi tentang ketersediaan tempat tidur di rumah

sakit. Saat ini sudah terbentuk 135 PSC yang tersebar di seluruh

wilayah Indonesia.

Saat ini, PSC yang sudah terintegrasi dengan NCC 119 sebanyak 54

PSC, di antara sebagai berikut:

1. Provinsi Aceh

2. Kabupaten Bungo (Jambi)

3. Kota Sungaipenuh

4. Kota Solok

5. Kabupaten Padang Pariaman

6. Provinsi Riau

7. Kota Pekanbaru

8. Kabupaten Bangka

9. Provinsi Sumatera Selatan

10. Propinsi DKI Jakarta

11. Kabupaten Tangerang

12. Kota Tangerang

13. Kota Tangerang Selatan

14. Kota Bandung

15. Kota Depok

16. Kota Cirebon

17. Kabupaten Karawang

18. Kabupaten Bekasi

19. Kota Bekasi

20. Kabupaten Wonosobo

21. Kabupaten Boyolali

22. Kabupaten Kendal

23. Kabupaten Brebes

24. Kabupaten Pemalang

25. Kabupaten Tegal

(44)

26. Kabupaten Purworejo

27. Kabupaten Klaten

28. Kota Salatiga

29. Kota Solo

30. Provinsi DI Yogyakarta

31. Kota Yogyakarta

32. Kabupaten Sragen

33. Kabupaten Tuban

34. Kabupateng Tulung Agung

35. Kabupaten Trenggalek

36. Provinsi Kalimantan Timur

37. Provinsi Sulawesi Utara

38. Kabupaten Mamuju

39. Kabupaten Banggai

40. Kabupaten Bantaeng

41. Kota Makasar

42. Kota Mataram

43. Kabupaten Sumbawa

44. Kota Ambon

45. Provinsi Bali

46. Kabupaten Badung Bali

47. Kabupaten Tabanan

48. Kabupaten Gianyar

49. Kota Denpasar

50. Kabupaten Soppeng

51. Kabupaten Barru

52. RSUD Kota Tangerang

53. Sungai Limau Sumbar

54. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dalam ajang penghargaan yang diselenggarakan oleh Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) terkait inovasi pelayanan

public, NCC 119 (Kolaborasi Nasional Layanan Emergensi Medik) berhasil

meraih penghargaan Top 99 dan Top 40 Inovasi Pelayanan Publik Tahun

2017.

b. Pengembangan Telemedicine

Pelayanan Telemedicine merupakan salah satu terobosan Kementerian

Kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan menggunakan teknologi

informasi untuk mendekatkan akses dan meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan. Layanan Telemedicine ini juga diharapakan dapat memudahkan

komunikasi antara dokter umum yang berada di daerah terpencil ataupun daerah

(45)

yang jauh dari pusat kota dengan dokter spesialis, subspesialis guna

meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat.

Telemedicine sudah dikembangkan di Indonesia sebagai pilot project yang

diawali dengan teleradiologi, tahun 2012 dengan Jenis layanan tele-radiologi dan

sampai tahun 2017 telah ada tiga jenis layanan telemedicine yaitu

Tele-radiologi, tele-EkG dan Tele-USG.

Pelayanan Telemedicine memiliki Konsep Pengampuan dimana sebagai

Pengampu adalah RS Rujukan Nasional, Rujukan Provinsi dan Rujukan

Regional, dan sebagai Diampu adalah Rumah Sakit yang tidak memiliki tenaga

Spesialis dan/atau Puskesmas yang tidak memiliki tenaga medis terutama

terletak di daerah DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).

Kementerian Kesehatan menyediakan Aplikasi pelayanan telemedicine dengan

alamat

www.temenin.kemkes.go.id

, yang dapat diakses oleh semua fasilits

pelayanan kesehatan yang menyediakan layanan telemedicine.

Gambar 3.7. Aplikasi Telemedicine Indonesia

Foto Implementasi Telemedicine Indonesia berupa pemeriksaan EKG dan upload

hasil pemeriksaan pada aplikasi telemedicine di Puskesmas.

(46)

Gambar 3.8. Implementasi Telemedicine di Puskesmas

c. Sistem Pendaftaran rawat melalui SMS Gateway

Di era JKN ini, kebutuhan masyarakat untuk dapat mengakses fasilitas

pelayanan kesehatan (fasyankes) baik Puskesmas maupun Rumah Sakit

semakin meningkat. Namun, kapasitas fasyankes dalam melayani masyarakat

masih belum memadai yang dapat dilihat dengan sering terjadinya antrian

pasien rawat jalan yang panjang di beberapa rumah sakit, sehingga terjadi

penumpukan pasien, waktu tunggu yang lama, yang pada akhirnya

mengakibatkan mutu pelayanan pasien rawat jalan juga ikut terganggu. Hal ini

menjadi keluhan masyarakat kepada Kementerian Kesehatan dan telah

mejnadi sorotan dari berbagai pihak seperti Presiden, DPR, KPK, dan lembaga

lainnya.

Kementerian Kesehatan melalui Ditjen Pelayanan Kesehatan membuat inovasi

aplikasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan melaui SMS Gateway. SMS Gateway

bersama dengan Sistem Pendaftaran Online (berbasis web dan android)

diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah antrian. pasien tersebut.

Tujuan lainnya dari inovasi ini adalah untuk membangun dan mengembangkan

sistem informasi pelayanan kesehatan secara cepat, tepat, bersahabat,

sehingga memberikan kemudahan bagi pasien rawat jalan untuk mendaftar ke

rumah sakit yang dituju. Saat ini, sistem SMS Gateway sedang diujicoba pada

3 RS Vertikal di Jakarta, yaitu: RSUP Fatmawati, RSAB Harapan Kita, dan RS

Pusat Otak Nasional.

Gambar

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Pejabat Eselon I dan Eselon II
Grafik 1.1 Tren Jumlah Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Tahun 2014-2017
Grafik  tersebut  memperlihatkan pertumbuhan  jumlah  RS  berdasarkan  jenis  (RS  Umum  dan  RS  Khusus)  sejak  tahun  2014  sampai  dengan  tahun  2017
Gambar 1.2. Peta Strategis Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan                       Tahun 2015-2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, berdasarkan observasi yang dilakukan pada waktu PPL (Praktik Pengalaman Lapangan), penulis menemukan bahwa di MA NU Nurul Huda Mangkang masih terdapat gejala-

Iklan Baris Iklan Baris Serba Serbi PERLNGKPN MOBIL PRIVAT LES JAKARTA BARAT Rumah Dijual BODETABEK JAKARTA PUSAT.. DIJUAL RMH / TOKO

Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman dengan masalah keperawatan risiko penurunan

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang

Penelitian ini menggunakan Model Mekanisme Sukses untuk mengindentifikasi keberhasilan usaha dengan studi kasus industri kecil logam.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa

a) Pengelola bekerja sama dengan masyarakat setempat dalam memanfaatkan lahan kosong yang ada di sekitar pantai untuk menambah area parkir. b) Pengelola dan

yang digunakan dalam penelitian karya ilmiah ini adalah yuridis sosiologis. yaitu pendekatan yang berusaha mensinkronisasikan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku

Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pasar dan juga keterbatasan sarana sosialisasi menyebabkan PKL Tlogosari tidak seluruhnya mengetahui program pengaturan dan