• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

MAKALAH MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 3 Dosen Pengampu : Puspita Handayani, S.Ag. M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Umi Ma’rifa 142010300191 2. Fitri Rohmawati 142010300219 3. Lutfi Indiyani 142010300235

FAKULTAS EKONOMI / AKUNTANSI B.4 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial” yang diajukan sebagi tugas dari mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan 3 ini dengan baik.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai nilai-nilai ajaran sosial kemanusiaan organisasi Muhammadiyah yang berangkat dari teologi Al-Maún serta revitalisasi gerakan social Muhammadiyah. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Sidoarjo, 25 Oktober 2015

ABSTRAK

Organisasi “MUHAMMADIYAH” berdiri pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta. Sebagai organisasi Islam modern terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, Muhammadiyah bergerak dalam berbagai bidang seperti pendidikan, ekonomi dan sosial. Teologi Al-Ma’un yang menjadi dasar Muhammadiyah berkiprah di bidang sosial-kemanusiaan mengandung nilai-nilai ajaran yang tidak memisahkan antara urusan dunia dan akhirat, nilai-nilai keikhlasan dan kesediaan untuk menolong sesama dengan sekecil apapun bentuk bantuan yang dimiliki. Sebagai organisasi yang telah berdiri lebih dari dua abad, Muhammadiyah perlu merevitalisasi gerakan-gerakannya agar tetap mampu menjawab tantangan zaman. Revitalisasi tersebut harus dilakukan dalam berbagai aspek seperti aspek teologi, ideologi, pemikiran, kepemimpinan, organisasi, amal usaha dan aksi. Banyak kendala dan kritik yang harus dihadapi Muhammadiyah. Oleh karena itu, diperlukan solusi-solusi untuk menghadapi dan menjadikan kritikan sebagai cambuk penyemangat agar Muhammadiyah dapat terus memberikan kontribusi bagi umat.

DAFTAR ISI

Cover ... i Kata Pengantar ... ii Abstrak ... iii Daftar Isi... iv 

BAB I  PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2 C. Tujuan ... 2 D. Manfaat ... 2

BAB II  PEMBAHASAN A. Teologi Al-Maún ... 3

B. Nilai-nilai Ajaran Sosial-Kemanusiaan Muhammadiyah ... 10

C. Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah ... 12

1. Langkah-langkah Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah ... 13

2. Aspek Revitalisasi Gerakan ... 14

3. Peneguhan Kembali Gerakan Muhammadiyah ... 17

4. Solusi dalam Revitalisai Gerakan Muhammadiyah ... 18

5. Kritik dan Kelemahan-kelemahan terhadap Gerakan Sosial Muhammadiyah ... 18

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... 21

B. Saran-saran ... 21

C. Penutup ... 22 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 

Organisasi “MUHAMMADIYAH” berdiri pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta. Sebagai gerakan sosial keagamaan, menurut (alm) Nurcholish Madjid Muhammadiyah merupakan organisasi Islam modern tebesar di dunia. Dilihat dari segi kelembagaannya, Muhammadiyah juga dikatakan sangat mengesankan. Karena itu, menurut Cak Nur, Muhammadiyah merupakan salah satu cerita sukses di kalangan Islam, tidak saja secara nasional, tapi juga internasional. Pernyataan Cak Nur ini merupakan sebagian dari pandangan yang bernada memuji dan optmistis terhadap kiprah Muhammadiyah.

Sebagai gerakan tajrih (pemurnian) dan tajdid (pembaharu), Muhammadiyah banyak berkiprah baik di bidang akidah, ibadah, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Melalui teologi al-Maun (al-Maunisme) Muhammadiyah telah membuktikan diri sebagai gerakan yang sangat menekankan pentingnya amal saleh. Dengan menekuni wilayah praksis sosial keagamaan berarti Muhammadiyah telah melaksanakan prinsip a faith with action. Dalam bahasa warga Muhammadiyah prinsip ini dikenal dengan dakwah bil hal (mengajak dengan amalan dan tindakan konkret). Muhammadiyah juga mempraktikkan ajaran sedikit berbicara banyak bekerja, berdisiplin, bekerja keras, dan tanggung jawab secara organisasi.

Namun, justru dengan amal usaha yang semakin banyak, Muhammadiyah dihadapkan pada berbagai persoalan. Misalnya, energi Muhammadiyah nyaris habis hanya untuk kegiatan rutin mengurus amal usaha. Dengan meminjam istilah beberapa intelektual muda, Muhammadiyah seperti gajah gemuk yang semakin lamban dalam memberikan respons terhadap 2 tantangan zaman. Akibatnya, kontribusi pemikiran Muhammadiyah di bidang sosial keagamaan terasa sangat kurang. Pada konteks inilah Muhammadiyah perlu merevitalisasi ideologi agar mampu menampilkan diri sebagai gerakan amal sekaligus gerakan ilmu. Buya Syafii Maarif merupakan salah satu tokoh yang konsisten menyuarakan agar Muhammadiyah mampu menyandingkan gerakan praksisme dan gerakan intelektualisme.1

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas apa saja nilai-nilai ajaran sosial-kemanusiaan dalam teologi Al-Maún (Al-Maunisme) dan bagaimana Muhammadiyah merevitalisasi gerakannya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa pokok permasalahan dalam makalah ini adalah “Apa nilai-nilai ajaran sosial-kemanusiaan dalam teologi Al-Maún dan bagaimana revitalisasi gerakan Muhammadiyah?”

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang apa saja nilai-nilai ajaran sosial-kemanusiaan dalam teologi Al-Maún dan bagaimana Muhammadiyah merevitalisasi gerakannya.

D. Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah untuk memperluas wawasan pembaca tentang nilai-nilai ajaran sosial-kemanusiaan Muhammadiyah dan bagaimana Muhammadiyah merevitalisasi gerakannya agar dapat dipahami, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.

BAB II PEMBAHASAN

A. Teologi Al-Maún (Al-Maunisme) 

Teologi berasal dari kata Yunani “theos” yang berarti Tuhan dan “logia” yang berarti kata-kata, ucapan, atau wacana. Teologi adalah wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas dan Tuhan2. Websterds New Word Dictionary (dalam https://hendarriyadi.wordpress.com/risalah-2/), mendefinisikan teologi sebagai studi tentang doktrin-doktrin agama dan ketuhanan, studi tentang Tuhan, dan hubungan-Nya dengan manusia dan alam (“The study of religious doctrines and matter of divinity, the study of God and the relations between God, mankind and the universe”). Frank Whalling menyimpulkan tiga pengertian teologi, yaitu pertama, teologi berkaitan erat dengan masalah Tuhan atau transendensi; kedua, teologi berkait dengan masalah doktrin; dan ketiga, teologi berkait dengan aktivitas (second-order activity) yang muncul dari keimanan dan penafsiran atas keimanan.

Dalam wacana pemikiran keagamaan Islam kontemporer, term teologi ini sering digandengkan dengan term-term lain yang lebih bernuansa sosial-antropologis. Misalnya, teologi kebudayaan, teologi pembangunan, teologi transformatif, teologi kaum tertindas, teologi perdamaian, teologi pembebasan dan sebagainya. Dalam konteks ini, teologi terkadang diidentikkan dengan agama (al-din atau religiusitas) sebagai landasan moral dan spiritual. Munir  Mulkhan misalnya mendefinisikan teologi kebudayaan sebagai upaya menempatkan pengembangan keberagamaan dan religiusitas yang fungsional terhadap kehidupan obyektif dan sebagai realisasi ibadah.

Surat Al-Maun 

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat riya’, dan enggan (memberikan) bantuan.” (Al-Ma’un:1-7)

Surat Al-Ma’un termasuk dari surat-surat pendek yang ada di juz 30. Surat yang terdiri dari tujuh ayat tersebut termasuk Makkiyah (diturunkan di Mekkah). Adapun mengenai surath tersebut, salah satu ulama tafsir, seperti Syeikh Jamaluddin Abdur Rahman bin Ali bin Muhammad Al-Jauzi (W.597) dalam kitabnya “Zaadal Masiir fi Ilmi Tafsir”; ayat tersebut turun berkenaan dengan orang-orang munafiq (Pendapat Ibnu Abbas), Umar bin A’idz (Pendapat Ad-Dzihak), Walid bin Al-Mughirah (Pendapat As-Sidi), Ash bin Wa’il (Pendapat Ibnu Sa’ib), Abi Sufyan bin Harb (Pendapat Ibnu Jarij), Abi Jahal (Pendapat Al-Mawardi).3

Ketika menjelaskan tafsir surat ini, Prof. Dr. H. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Volume 15 hal.643 sd 658 (Abdul Rahman, http://staincurup.ac.id/orang-yang-mendustakan-agama/), menjelaskan bahwa asbabun nuzul surat Al-Maun ini sehubungan dengan kebiasaan Abu Sofyan  dan Abu Jahal yang konon tiap minggu menyembelih seekor unta. Suatu ketika seorang anak yatim datang meminta sedikit daging yang telah disembelih itu, namun bukannya diberi daging oleh Abu Jahal dan Abu Sofyan, tetapi anak 5 yatim itu malah dihardik dan diusir. Inilah peristiwa yang melatar belakangi turunnya surat Al-Ma`un.

Kata al-ma`un yang terdapat, dalam bahasa Arab berarti: bantuan, membantu dengan bantuan yang jelas (baik dengan alat-alat maupun dengan fasilitas), yang memudahkan tercapainya sesuatu yang diharapkan. Al-ma`un juga bisa bermakna: zakat, harta benda, alat-alat rumah tangga, air, keperluan sehari-hari, seperti periuk, piring, pacul, dan sebagainya. Dalam makna yang lebih luas al-ma`un dimaknai membantu dengan sesuatu yang kecil dan dibutuhkan oleh orang lain.

Dalam www.khazanahalquran.com dijelaskan, pada awal surat ini, Allah memulainya dengan sebuah pertanyaan. Sebenarnya, bisa saja Allah langsung mengabarkan tentang orang-orang yang mendustakan agama, seperti “Ketahuilah orang-orang yang mendustakan agama”. Tapi Allah tidak menggunakan cara itu, Allah memakai bentuk pertanyaan sebagai cara menggugah pendengar agar lebih siap menerima informasi. Tentu berbeda ketika kita mendengar “Ada seorang yang berbuat keji” dengan “Tahukah engkau, ada orang yang berbuat keji”.

Kata Ad-Din dalam ayat ini memiliki banyak arti. Ada yang memberi arti agama secara mutlak, yaitu orang-orang yang mendustakan agama Islam itu sendiri. Walau dhohirnya terlihat muslim, tapi dia sedang mendustakan agamanya sendiri. Ada pula yang mengartikannya sebagai Hari Pembalasan. Yaitu orang-orang yang mengingkari Hari Kiamat dan Hari Pembalasan. Walaupun mengingkari Kiamat sama dengan mengingkari agama. Karena Percaya pada Hari Akhir termasuk dalam Ushuluddin yang harus diyakini. 

6 Tipe-tipe Orang Yang Mendustakan Agama (Surat Al-Ma’un)

a. Orang yang Menghardik dan Berlaku Keras Kepada Anak Yatim

“Maka itulah orang yang menghardik anak yatim” (Al-Maun:2)

Tipe pertama yang mendustakan agama yakni orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan perlakuan yang baik (Ibnu Katsir, 2015). Menurut Quraish Shihab (http://staincurup.ac.id/orang-yang-mendustakan-agama/), terjemahan yadu`-u bukan hanya menghardik tetapi juga “mendorong dengan keras”. Kata ini tidak harus dimaknai sebatas dorongan fisik, tetapi juga mencakup segala macam penganiayaan, gangguan, dan sikap tidak bersahabat dengan mereka. Yang jelas ayat ini melarang membiarkan dan meninggalkan mereka dalam kondisi apapun dan dimanapun, termasuk mengabaikan anak yatim.

Kata al- yatim berarti kesendirian. Kematian ayah membuat mereka kesendirian, atau dalam kesendirian, sebatang kara, oleh karena itu mereka disebut anak yatim. Walaupun ayat ini membahas tentang anak yatim, namun maknanya bisa diperluas sehingga semua orang yang lemah dan membutuhkan pertolongan adalah termasuk kelompok terpinggirkan dalam kesendirian, yang perlu mendapat perhatian.

b. Orang yang Tidak Saling Menganjurkan Untuk Memberi Makan Orang Miskin

“Dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin”.  (Al-Maun:3)

-٢-

َميِتَيْلا ُّعُدَي يِذَّلا َكِلَذَف

7 Tipe kedua yang termasuk mendustakan agama adalah mereka yang tidak saling menganjurkan untuk memberi makan orang miskin. Menurut Quraish Shihab (http://staincurup.ac.id/orang-yang-mendustakan-agama/), kata yahuddhu yang bermakna menganjurkan, memberi isyarat bahwa setiap orang (muslim) walaupun tidak memiliki kelebihan apapun tetap dituntut perannya dimanapun berada, minimal sebagai penganjur pemberi makan. Peran ini bisa dilakukan oleh siapa pun, selama dia mempunyai hati nurani dan merasakan penderitaan orang lain. Ayat ini juga menutup peluang sekecil apapun bagi setiap orang untuk tidak berpartisipasi dan merasakan betapa perhatian lebih harus diberikan kepada orang yang lemah dan sangat membutuhkan.

Mementaskan kemiskinan bukan hanya tanggung jawab orang-orang kaya. Semua muslim punya tanggung jawab kepada orang-orang miskin. Jika tidak mampu untuk membantu secara langsung, seorang muslim masih punya kewajiban untuk mendorong orang-orang kaya agar membantu yang miskin. Tidak ada alasan lagi bagi seorang muslim untuk tidak ikut serta membantu orang yang membutuhkan.4

Kata tha`am berarti makanan atau pangan. Pengertian memberi  makan atau pangan dalam ayat ini adalah memberikan hak pangan orang lain yang ada di tangan orang kaya, bukan karena unsur hibah atau kasihan, tetapi memang hak pangan mereka ada di tangan orang yang berpunya. Karena zakat pada hakekatnya adalah mengembalikan hak orang miskin minimal sebesar 2,5% yang ada di tangan orang kaya. Demikian juga memberi makanan dan pangan kepada orang miskin atau orang yang meminta-minta, pada dasarnya adalah mengembalikan hak-hak mereka yang masih ada di tangan orang-orang kaya. Jika masih ada 8 orang-orang yang yang belum memberikan zakatnya, berarti pada hartanya masih ada hak orang miskin dan orang-orang yang meminta-minta. Kalau harta ini tidak dikeluarkan, sama saja dia telah memakan harta orang miskin dan orang-orang yang meminta-minta.

c. Orang yang Lalai Terhadap Salatnya

“Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya.”(Al-Maun:4-5)

Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang munafik yang mengerjakan salatnya terang-terangan, sedangkan dalam kesendiriannya mereka tidak salat. (Ibnu Katsir, 2015). Hal ini adakalanya mengandung pengertian tidak mengerjakannya sama sekali atau mengerjakannya bukan pada waktu yang telah ditetapkan baginya menurut syara’, bahkan mengerjakannya diluar waktunya, sebagaimana yang dikatakan oleh Masruq dan Abud Duha.

Dalam ayat ini Allah menyebut orang-orang yang celaka adalah yang lalai terhadap salatnya bukan yang lalai di dalam salatnya. Atau dalam bahasa arab Allah menyebutkan

dan bukan . Hal ini dapat ditafsirkan

dengan adakalanya karena tidak menunaikan salat di awal waktunya, melainkan menangguhkannya sampai akhir waktunya secara terus-menerus atau sebagian besar kebiasaannya. Dan adakalanya karena dalam menunaikannya tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratannya sesuai dengan apa yang diperintahkan. Dan adakalanya saat mengerjakannnya tidak khusyuk dan tidak merenungkan maknanya. Maka pengertian ayat ini mencakup semua itu. Orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat

-٥- َنوُها

َس ْمِهِت َلََص نَع ْمُه َنيِذَّلا -٤- َنيِ لَصُمْلِ ل ٌلْي َوَف

َنوُهاَس ْمِهِت َلََص نَع ْمُه َنيِذَّلا

َنوُهاَس ْمِهِت َلََص يف ْمُه َنيِذَّلا

9 tersebut berarti telah mendapat bagian dari apa yang diancamkan oleh ayat ini. Dan barang siapa yang menyandang semua dari sifat-sifat tersebut, maka telah sempurnalah baginya bagiannya dan jadilah dia seorang munafik dalam amal perbuatannya.

d. Orang yang Riya’

“yang berbuat riya’.”(Al-Maun:6)

Riya’ adalah melakukan sesuatu perbuatan bukan diniatkan karena Allah, melainkan agar orang lain yang melihatnya akan merasa takjub dengan perbuatannya (Ibnu Katsir, 2015). Setiap manusia suka dan ingin disanjung orang. Oleh karena itu, seorang muslim harus bisa menata niat agar amal ibadahnya hanya ditujukan untuk Allah semata.

Orang yang riya’ termasuk dalam golongan orang yang mendustakan agama. Karena mereka tidak yakin dengan balasan Allah SWT, hingga harus berharap dilihat oleh orang lain. Jika dia yakin, pasti ia akan beramal hanya untuk-Nya.5

e. Orang yang Enggan Memberikan Bantuan

“Dan enggan (memberikan) bantuan.”(Al-Maun:7)

Tipe pendusta agama yang terakhir dalam surat Al-Maun adalah mereka yang enggan memberi bantuan walaupun berupa hal-hal yang remeh. Al-Ma’un dalam bahasa arab bermakna sesuatu yang kecil dan remeh. Sesuatu yang tidak berharga yang bisa dipinjamkan kepada orang lain. Menurut Ibnu Katsir (2015), makna ayat ini yakni mereka yang tidak

5 http://www.khazanahalquran.com/tafsir-surat-al-maun-bag-2 

-٦- َنوُؤا

َرُي ْمُه َنيِذَّلا

10 menyembah Allah SWT dengan baik dan tidak mau pula berbuat baik dengan sesama makhluk-Nya, sehingga tidak pula memperkenankan dipinjam sesuatunya yang bermanfaat dan tidak mau menolong orang lain dengannya.

B. Nilai-nilai Ajaran Sosial-Kemanusiaan Muhammadiyah

Surat al-Ma`un walaupun hanya terdiri dari 7 ayat, tetapi pesan yang terkandung di dalamnya pada hakekatnya sangat penting. Antara lain:

a. Menjelaskan secara tegas dan jelas bahwa ajaran Islam tidak pernah memisahkan ibadah ritual dengan ibadah sosial antara duniawi dan ukhrowi, atau membiarkan ibadah tersebut berjalan sendiri-sendiri. Sebagai contoh orang yang rajin sholat tetapi tidak peduli dengan tetangganya dan penderitaan orang lain, orang ini juga belum dikatakan sempuna imannya, sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa siapa saja yang beriman kepada Allah SWT hendaklah dia berbuat dengan tetangga atau tamunya.

b. Keikhlasan. Ikhlas memang sulit didefenisikan. Beda orang, beda pula definisi. Banyak orang mengatakan ikhlas berarti tanpa pamrih, atau mengerjakan sesuatu hanya mengharap ridho Allah Swt. Apa pun defenisi ikhlas dikembalikan kepada kita semua, karena keihklasan seseorang, yang tahu hanya orang yang bersangkutan dan Allah SWT. Ikhlas ini adalah puncaknya ibadah atau kenikmatan suatu ibadah. Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak pernah menghitung-hitung kebaikan yang dilakukannya kepada orang lain, atau mungkin dia melupakan sama sekali kalau dia telah berbuat baik kepada orang lain, baik secara nyata atau pun tidak nyata. Orang yang ihklas adalah orang yang tidak pernah mendongkol kalau tidak diberi, atau menyebut-nyebut kebaikan yang telah dilakukannya kepada orang lain dan seterusnya.

11 c. Kesediaan mengulurkan bantuan kepada orang-orang lemah yang membutuhkan dalam bentuk apa pun dan sekecil apapun. Membantu tidak mesti menunggu kaya terlebih dahulu, atau menunggu menjadi pejabat/penguasa. Membantu dilakukan kapan pun dan dimana pun. Membantu bisa dengan tenaga, pikiran, ilmu pengetahuan, nasehat dan sebagainya.

Menurut Sayyid Quthub yang dikutip oleh Quraish Shihab bahwa mungkin jawaban al-Qur`an tentang siapa yang mendustakan agama atau “hari kemudian” yang dikemukakan dalam surat al-Ma`un ini cukup mengagetkan jika dibandingkan dengan pengertian iman secara tradisional (iman berarti percaya), tetapi yang demikian itulah inti persoalan dan hakekatnya. Hakekat pembenaran ad-din tidak cukup dengan lidah, tetapi perlu perubahan nyata dalam jiwa yang mendorong kepada kebaikan dan kebajikan terhadap manusia lain yang membutuhkan pelayanan dan perlindungan.6

Kiai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923), pendiri Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330/18 November 1912, pernah membuat murid-muridnya bertanya-tanya keheranan saat memberi pelajaran tafsir. Ketika menafsirkan surah Al-Ma’un (Alquran surah 107) secara berulang-ulang tanpa diteruskan dengan surah-surah lain, Dahlan sebenarnya sedang menguji kepekaan batin para muridnya dalam memahami Al-Quran, apakah sekadar untuk dibaca atau langsung diamalkan.

Baru para murid itu paham bahwa Al-Quran tidak saja menyangkut dimensi kognitif, tetapi sekaligus sebagai pedoman bagi aksi sosial. Mulailah para murid itu mencari orang-orang miskin dan anak yatim di sekitar Yogyakarta untuk disantuni dan diperhatikan. Maka, berdirinya Panti-Panti

12 Asuhan dan Rumah Sakit PKU tahun 1923 adalah salah satu perwujudan dari aksi sosial ini.

Surat Al-Ma’un adalah salah satu di antara surat-surat Makkiyah. Surat ini tidak tanggung-tanggung mengategorikan sebagai pendusta terhadap agama mereka yang tidak peduli atas nasib anak yatim dan orang miskin. Rupanya Ahmad Dahlan telah menangkap isyarat Al-Quran itu sehingga kajian tafsirnya perlu diulang-ulang sampai para muridnya benar-benar memahami betul tentang apa tujuan pengulangan itu.7

C. Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah

Revitalisasi merupakan salah satu jenis atau bentuk perubahan (transformasi) yang mengandung proses penguatan, meliputi peneguhan terhadap aspek-aspek yang selama ini dimiliki (proses potensial) maupun dengan melakukan pengembangan (proses aktual) menuju pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi sebelumnya. Revitalisasi sebagai proses perubahan yang direncanakan meliputi tahapan-tahapan penataan, pemantapan, peningkatan dan pengembangan yang dilakukan secara berkesinambungan.

Revitalisasi gerakan Muhammadiyah dapat dimaknai sebagai proses penguatan kembali sistem paham dan jati diri sesuai dengan prinsip-prinsip ideal gerakan menuju pada tercapainya kekuatan mMuhammadiyah sebagai gerakan Islam yang menjalankan fungsi dakwah dan tajdid menuju  terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

7 Ma’arif, Ahmad Syafi’i, 

13 1. Langkah-langkah Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah

Melakukan penguatan seluruh aspek gerakan dan menggerakkan segenap potensi Muhammadiyah dalam menjalankan amanat Muktamar dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memperluas peran Muhammadiyah dalam dinamika kehidupan masyarakat di atas lokal, nasional, dan global dengan menjalankan fungsi dakwah dan tajdid serta mengembangkan ukhuwah dan kerjasama dengan semua pihak yang membawa pada pencerahan dan kemaslahatan hidup.

b. Meneguhkan dan mewujudkan kehidupan Islami sesuai dengan paham agama dalam Muhammadiyah yang mengedepankan uswah hasanah dan menjadi rahmat bagi kehidupan.

c. Mengembangkan pemikiran Islam sesuai dengan prinsip Manhaj Tarjih dan ijtihad yang menjadi acuan/pedoman Muhammadiyah. d. Pengembangan infrastruktur dan perbaikan sistem pengelolaan

organisasi yang mampu menjalankan fungsi-fungsi gerakan dan semakin mengarah pada pencapaian tujuan Muhammadiyah. e. Mendinamisasi kepemimpinan Persyarikatan di semua tingkatan

(Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting).

f. Peningkatan kualitas dan memperluas jaringan amal usaha Muhammadiyah menuju tingkat kompetisi dan kepentingan misi Persyarikatan yang tinggi, serta menjadikannya sebagai pelaksana usaha yang terikat dan memiliki ketaatan pada kepemimpinan Persyarikatan.

g. Pengembangan model-model kegiatan/aksi yang lebih sensitif terhadap kepentingan-kepentingan aktual/nnyata umat, masyarakat, dan dunia kemanusiaan dengan pengelolaan yang lebih konsisten.

14 h. Menggerakkan seluruh potensi angkatan muda dan organisasi otonom Muhammadiyah sebagai basis kader dan pimpinan Persyarikatan.

i. Meningkatkan bimbingan, arahan, dan panduan kepada seluruh tingkatan pimpinan dan warga Muhammadiyah.

j. Menggerakkan kembali Ranting dan jama’ah sebagai basis gerakan Muhammadiyah

2. Aspek Revitalisasi Gerakan a. Revitalisasi Teologis

Revitalisasi teologis menyangkut ikhtiar merekonstruksi atau menafsir ulang pemikiran-pemikiran dasar kegamaan (keislaman) dalam Muhammadiyah sebagaimana prinsip-prinsipnya tentang agama Islam, dunia, ibadah sabilullah dan ijtihad. Dalam revitalisasi teologis ini dapat dikaji ulang dan dirumuskan epistemologi keislaman Muhammadiyah seperti tentang kalam (falsafah) atau pandangan ke-Tuhanan, pandangan tentang Fiqh, dan pemikiran-pemikiran keislaman lainnya.

b. Revitalisasi Ideologis

Revitalisasi ideologis menyangkut penyusunan ulang dan penguatan sistem paham disertai langkah-langkah pelembagaannya yang menjadi landasan membangun kesadaran dan ikatan kolektif dalam memperjuangkan gerakan Muhammadiyah. Pemikiran dasar Kyai Dahlan, dua belas langkah dari Kyai Mas Mansur, muqaddimah anggaran dasar, kepribadian Muhammadiyah, matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, khittah perjuangan Muhammadiyah,  dan pedoman hidup islami warga Muhammadiyah merupakan rujukan

15 dasar sekaligus perlu disistematisasi dalam konsep terpadu sehingga menjadi basis ideologi gerakan Muhammadiyah yang mengikat seluruh anggota Muhammadiyah dalam melaksanakan gerakan. Ketika dirasakan adanya krisis kemuhammadiyahan, maka krisis tersebt harus dibaca dalam konteks pelemahan ideologis di kalangan Muhammadiyah karena tuntutan-tuntutan dan pertimbangan-pertimbangan yang biasanya serba pragmatis.

c. Revitalisasi Pemikiran

Revitalisasi pemikiran menyangkut upaya mengembangkan wawasan pemikiran seluruh anggota, termasuk kader dan pemimpin, baik mengenai format pemikiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bercorak dakwah dan tajdid, maupun dalam memahami permasalahan-permasalahan dan perkembangan kehidupan tingkat lokal, nasional, dan global. Dikotomi yang keras tentang pemikiran literal versus liberal, pemurnian versus pembaruan atau pengembangan, ekslusif versus inklusif, organisasi versus alam pikiran, struktural versus kultural menggambarkan masih terperangkapnya sebagian kalangan dalam Muhammadiyah mengenai orientasi pemikiran pada wilayah orientasi atau paradigma yang sempit atau terbatas. Sejauh menyangkut pemikiran perlu dijelaskan domain relativitas setiap pemikiran agar tidak terjadi pengabsolutan setiap pemikiran, lebih-lebih jika klaim pemikiran tertentu dijadikan alat pemukul dan saling menegaskan terhadap pemikiran yang lain, sehingga yang terjadi ialah perebutan dominasi dan bukan sikap tasamuh. 

16 d. Revitalisasi Organisasi

Revitalisasi organisasi berkaitan dengan perbaikan-perbaikan sistem pengelolaan kelembagaan persyarikatan seperti menyangkut penataan struktur dan fungsi organisasi, birokrasi, pengelolaan dan pelayanan administrasi, hingga pengembangan organisasi yang mengarah pada peningkatan kualitas, efisiensi-efektivitas, dan menjadikan organisasi sebagai instrument gerakan untuk kemajuan dan pencapaian tujuan Muhammadiyah.

e. Revitalisasi Kepemimpinan

Revitalisasi kepemimpinan merupakan langkah penguatan kualitas fungsi efektivitas pimpinan persyarikatan diseluruh lini, termasuk di lingkungan organisasi otonom dan amal usaha, yang secara langsung menjadi kekuatan dinamik dalam menggerakan Muhammadiyah. Kepemimpinan Muhammadiyah juga tidak cukup dikonstruksi dengan idealis normatif semata seperti mengenai hak akhlaq dan standar-standar ideal kepemimimpinan, tetapi juga harus disertai format aktualisasi kepemimpinan yang nyata (bukan kepemimpinan yang berumah diatas angin tetapi harus membumi), karena kepemimpinan Muhammadiyah merupakan kepemimpinan sistem dan bukan kepemimpinan figur. Faktor figur pun tidak dapat dikonstruksikan sekadar dari kejauhan sebagaimana konsep kepemimpinan pesona Ratu adil. Kepemimpinan Muhammadiyah juga bukan sekadar domain diniyyah (aspek-aspek kemampuan aktual dalam mengelola kehidupan  yang dipimpin), sehingga dapat menjalankan misi kerisalahan islam.

17 f. Revitalisasi Amal Usaha

Revitalisasi amal usaha menyangkut pengembangan kualitas amal usaha Muhammadiyah diberbagai bidang yang dapat tumbuh diatas misi dan visi gerakan sekaligus dapat memenuhi hajat hidup masyarakat. Amal usaha Muhammadiyah bukan ladang mencari nafkah bagi para penghuninya, tetapi harus menjadi sarana atau media dakwah dan perwujudan misi Persyarikatan.

g. Revitalisasi Aksi

Revitalisasi aksi menyangkut pengembangan model-model kegiatan atau aktivitas gerakan Muhammadiyah yang secara langsung dapat memenuhi kepentingan masyarakat luas dengan misi dakwah dan tajdid seperti dalam pemberdayaan ekonomi kaum miskin, advokasi kaum marjinal dan tertindas, memperkuat, potensi dan peran masyarakat madani, advokasi lingkungan hidup, resolusi konflik gerakan anti kekerasan, gerakan anti korupsi, kegiatan-kegiatan pembinaan umat yang bercorak partisipatif, dan aktivitas sosial masyarakat lainnya semangat etos Al-Ma’un.

3. Peneguhan Kembali Gerakan Muhammadiyah

Peneguhan kembali gerakan Muhammadiya dikarenakan adanya masalah perserikatan antara lain,

a. Longgarnya penjagaan identitas dan ideologi gerakan, sehingga lemah dalam ikatan organisasi dan kolektivitas.

b. Lemahnya dinamika organisasi.

c. Mulai dirasakan kekurangan kader potensi untuk memenuhi kebutuhan kepemimpinan

18 d. Terjadi perpindahan aktivitas-warga-kader persyarikatan ke jamaah

lain

e. Amal usaha cenderung jalan sendiri / lepas kendali dari misi otoritas persyarikatan

f. Beberapa amal usaha terutama pendidikan keadaannya amat memprihatinkan.

4. Solusi dalam Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah

a. Menggerakkan kembali Ranting dan jama’ah sebagai basis gerakan Muhammadiyah

b. Menggerakkan kembali pengajian persyarikatan yang terstruktur (terprogram), kurikulum jelas dan tersedia narasumber yang kompeten.

c. Optimalisasi masjid wakaf Muhammadiyah sebagai basis pembinaan warga persyarikatan.

d. Menggerakkan seluruh potensi angkatan muda dan organisasi otonom Muhammadiyah sebagai basis kader dan pimpinan Persyarikatan.

e. Pendataan kebutuhan kader (termasuk kader pengelola) cross cek dengan ketersediaan/potensi yang ada.

f. Meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan pengkaderan formal. 5. Kritik dan Kelemahan-kelemahan terhadap Gerakan Sosial

Muhammadiyah

Muhammadiyah sering menuai kritik sebagai gerakan sosial yang mulai terjangkit penyakit elitisme. Perkembangan Muhammadiyah yang kian pesat dari hari ke hari dalam banyak hal menyebabkan terjadinya pergeseran orientasi, termasuk orientasi gerakan sosialnya. Jika pada mulanya, amal usaha Muhammadiyah, khususnya dalam bidang sosial 19 lebih banyak “berbicara” pada bidang-bidang sosial yang berorientasi voulentaire, kini hampir bisa dipastikan bahwa seluruh amal usaha Muhammadiyah berorientasi pada persoalan ekonomi dan sampai batas-batas tertentu cenderung profit oriented.

. Hal itu tidak sepenuhnya salah, karena sebagai sebuah organisasi, Muhammadiyah harus profesional, dan profesionalitas itu antara lain harus diwujudkan dalam bentuk-bentuk seperti itu, sedangkan pola-pola volunteerism tentu memiliki potensi yang kontra produktif dengan kenyataan tersebut. Tetapi hal itu sekaligus menimbulkan dilema: pada satu sisi Muhammadiyah memang harus terus mengembangkan profesionalitasnya, tetapi yang juga harus diingat adalah, jangan sampai profesionalitas yang hendak dicapai itu melupakan fungsi-fungsi sosial Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan.

Jika dikaitkan dengan teori gerakan, maka Muhammadiyah cenderung berada pada posisi peripheral, tidak “Kiri” tidak juga “Kanan”. Maka tidak ada salahnya jika Muhammadiyah mengambil peran gerakan Kiri, bukan dalam bentuk, tetapi dalam fungsi, untuk melakukan keberpihakan ulang terhadap kaum proletar seperti pada masa-masa awal berdirinya organisasi ini. Secara umum, Kiri diartikan sebagai kelompok yang cenderung radikal, sosialis, “anarkis”, reformis, progresif atau liberal. Dengan kata lain, Kiri selalu menginginkan kemajuan (progress) yang memberikan inspirasi bagi keunggulan manusia atas “takdir sosial” yang dialaminya. Kelemahan Muhammadiyah dalam bidang gerakan sosial lainnya adalah pendasaran pembinaan sosial pada jenis kelamin dan usia yang pada gilirannya menjadikan Muhammadiyah seolah-olah tidak peduli dengan interest group, seperti petani, buruh, nelayan kalangan  proletar lainnya. Akibatnya, Muhammadiyah seolah-olah membiarkan warganya yang menjadi buruh berbondong-bondong ke organisasi lain

20 yang dirasa lebih aspiratif dengan kepentingannya, seperti APSI, atau petani yang ke HKTI dan sebagainya. Maka proletarisasi Muhammadiyah, nampaknya merupakan suatu persoalan yang sangat urgen untuk dilakukan dalam diri Muhammadiyah. Mau tidak mau harus diakui, bahwa apapun yang dilakukan oleh Muhammadiyah kurang menyentuh massa di kalangan grass root.

Jika hal ini terus berlanjut, maka sedikit demi sedikit Muhammadiyah akan mulai kehilangan basis massa pendukungnya, khususnya dari kalangan kelas menengah ke bawah. Kecuali jika Muhammadiyah memang sudah puas dengan basis massa kalangan menengah ke atas yang saat ini dimilikinya.8

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 

Teologi Al-Maun yang merupakan dasar ajaran nilai sosial-kemanusiaan Muhammadiyah mengajarkan bahwa ajaran Islam tidak pernah memisahkan ibadah ritual dengan ibadah sosial antara duniawi dan ukhrowi, atau membiarkan ibadah tersebut berjalan sendiri-sendiri. Selain itu, teologi Al-Ma’un juga mengajarkan arti keikhlasan, dan kesediaan untuk mengulurkan bantuan kepada orang-orang lemah yang membutuhkan dalam bentuk apa pun dan sekecil apapun. Bahkan KH Ahmad Dahlan merasa perlu harus mengulang-ulang tafsir dari surat Al-Ma’un tersebut agar murid-muridnya benar-benar memahami ajaran dalam surat Al-Ma’un, apakah sekadar untuk dibaca atau langsung diamalkan sebagai aksi sosial.

Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan Asia Tenggara yang telah berdiri selama dua abad dan memiliki banyak bidang yang dijalankan, Muhammadiyah dihadapkan pada berbagai persoalan. Muhammadiyah diibaratkan seperti gajah gemuk yang semakin lamban dalam memberikan respons terhadap tantangan zaman. Oleh karena itu, Muhammadiyah perlu merevitalisasi gerakannya diberbagai aspek antara lain aspek teologi, ideologi, pemikiran, organisasi, kepemimpinan, amal usaha dan aksi agar terus dapat memberikan kontribusi positif kepada masyarakat luas.

3.2. Saran-saran 

Nilai-nilai ajaran sosial-kemanusiaan dalam teologi Al-Ma’un (Al-Maunisme) perlu benar-benar dihayati dan diamalkan oleh seluruh masyarakarat pada umumnya dan anggota Muhammadiyah pada khususnya agar tercipta masyarakat yang sejahtera dan memiliki jiwa sosial dan nilai-nilai

22 moral dalam membangun masyarakat. Selain itu, Muhammadiyah juga harus terus merevitalisasi gerakannya agar dapat menghadapi tantangan perkembangan zaman dan terus berkontribusi positif bagi memaslahatan umat.

3.3. Penutup 

Demikian penjelasan yang dapat penulis sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan disebabkan kerena terbatasnya pengetahuan, kurangnya rujukan atau juga mungkin referensi yang penulis peroleh. Diharapkan dengan makalah ini, para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik maupun saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya pada diri penulis sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir.2015.Tafsir Ibnu Kasir Terj. Cet Ke-6.Bandung:Sinar Baru Algensindo

Ahmad,Bojes. Makna Muhammadiyah dalam Gerakan Sosial.www.academia.edu Batutah, Ridwan. Makalah Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah Kel.12.

http://dokumen.tips/documents/makalah-revitalisasi-gerakan-muhammadiyah-kel12.html

Biyanto.Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah Biyanto November 2009.pdf. http://eprints.uinsby.ac.id/47/ https://hendarriyadi.wordpress.com/risalah-2/ http://htq.uin-malang.ac.id/2015/03/08/kajian-tafsir-al-quran-1-surat-al-maun/ https://id.wikipedia.org/wiki/Teologi http://staincurup.ac.id/orang-yang-mendustakan-agama/ http://www.khazanahalquran.com/tafsir-surat-al-maun-bag-1 http://www.khazanahalquran.com/tafsir-surat-al-maun-bag-2

 

Referensi

Dokumen terkait

SMP Muhammadiyah 8 Surakarta berdiri pada tahun 1979, tepatnya pada tanggal 1 Juli 1979, berdasarkan Piagam Pendirian Perguruan Muhammadiyah No. SMP Muhmmadiyah 08 Surakarta

antara keduanya. Gerakan Muhammadiyah menggunakan sistem organisasi modern, yang dicanangkan sejak berdirinya pada tahun 1912. Penilaian bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu perguruan tinggi yang didirikan oleh organisasi Muhammadiyah yang berada di Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah

Muhammadiyah, dengan jumlah keanggotaannya yang sangat besar (terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara), misi serta prestasinya dalam berbagai bidang kehidupan, serta

Ahmad Dahlan initiated the Muhammadiyah organization on November 18, 1912. Muhammadiyah has adopted a curriculum concept that integrates religious knowledge and general

Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang

Pelaksanaan Pelaksanaan praktik mengajar dimulai pada tanggal 18 September sampai dengan 18 November 2017 sehingga mahasiswa praktikan mengajar selama 8 minggu dengan

Ini berarti bahwa Ho di tolak dan Ha diterima, yang menyatakan bahwa mahasiswa memahami bahwa muhammadiyah didirikan pada bulan November 1912.Hasil analisis t test pada indikator