• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 Unsur Kebudayaan Suku Betawi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "7 Unsur Kebudayaan Suku Betawi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

“7 unsur kebudayaan

suku betawi”

DISUSUN OLEH :

- Muh. Ihsan Nur A.

- Dinda Bestari

XI TKJ A

SMKN 02 KONAWE SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2016/2017

▸ Baca selengkapnya: pertanyaan untuk suku betawi

(2)

Jakarta yang berstatus sebagai ibu kota negara Republik Indonesia merupakan suatu kawasan administrative. Jakarta, selain menjadi pusat pemerintahan juga dikenal sebagai kota perdagangan dan kebudayaan. Di Jakarta ada suku yang sangat unik, metropolis, mengenal budaya kota jauh lebih dulu ketimbang New York yang urban, suku itu adalah suku Betawi. Bagi kita yang tinggal di Jakarta suku Betawi sesungguhnya tidak asing bahkan menjadi bagian budaya dari orang- orang yang lahir dan besar di Jakarta.

Suku betawi ini mengaku dirinya adalah suku asli dari jakarta padahal Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Jakarta waktu itu.

Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Melayu serta suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.

Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.

Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Suku Betawi merupakan perpaduan dari beberapa etnis yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti: etnis Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa. Dari beberapa suku-suku tersebut kemudian terjadi perkawinan silang antar suku dan munculah suku betawi yang mendiami daerah Jakarta dan sekitarnya.

(3)

1. Sistem Religi

Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Menurut H. Mahbub Djunaidi kebudayaan betawi sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam. Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan Betawi terlihat dalam berbagai kegiatan masyarakat betawi dalam menjalani kehidupan.

Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak terjadinya proses pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis dengan penduduk lokal. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.

Umumnya masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat terlihat dari kegiatan keagamaan sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik, dan seni suara. Tapi pada suku Betawi juga terdapat upacara adat yang berkaitan dengan religius. Upacara-upacara tersebut antara lain:

a. Kekeba/upacara nujuh bulan

Kekeba adalah upacara nujuh bulan yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan, dan biasanya dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.

b. Potong Rambut

Potong rambut adalah upacara pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah bayi berumur 36 hari dan upacara ini sering disebut upacara selapanan.

c. Upacara Kerik tangan

Upacara kerik tangan adalah upacara serah terima perawatan bayi kepada pihak keluarga yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus diiringi dengan pembacaan shalawat Nabi sebanyak 7 kali.

d. Upacara Khitanan

Upacara khitanan adalah upacara peralihan dari masa kanak-kanak memasuki masa remaja dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan. Upacara ini biasanya juga disebut dengan upacara sunatan/sunat.

2. Sistem Bahasa Suku Betawi

Bahasa Betawi merupakan bahasa sehari-hari suku asli ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta. Bahasa ini mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang

(4)

digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di Pulau Jawa, walaupun ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa Betawi yang bersumber kepada Bahasa Melayu sepertihalnya Bahasa Indonesia. Bagi Orang Malaysia mendengar Bahasa ini mungkin agak sedikit tidak faham, kerana bahasa ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-bahasa lainnya. Tetapi Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang Malaysia dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.

Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”. sebagai contoh,Siape, Dimane, Ade Ape, Kenape. Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lai n di Indonesia maupun kebudayaan yang berasal dari negara – negara asing. Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saatini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.

Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti bahasa Jawa,bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Batak, bahasa Madura, bahasa Bugis, dan jugabahasa Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu.

Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia. Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang terkadang dicampur dengan bahasa asing. Beberapa contoh penggunaan bahasa ini adalah Please dong ah!, Cape deh!, dan So what gitu loh! Berikut beberapa contoh pengelompokan bahasa Betawi adalah sebagai berikut :

(5)

- Bahasa Betawi yang apabila pada bahasa Indonesia berakhir dengan vokal a ´, maka dalam bahasa Betawi diganti dengan vokal e´.

Contoh : apa = ape gula = gule tua = tue saya = saye

- Secara fonologis juga ditandai dengan hilangnya konsonan h´ yang pada tiap kata bahasa Indonesia menggunakan vokal h´.

Contoh:

duapuluh = duapulu tujuh = tuju pilih = pili boleh = bole

- Penggunaan partikel dong, deh, sih, yang tidak terdapat kesamaannya dengan bahasa Melayu klasik. Bahasa Betawi juga mendapat pengaruh dari bahasa Cina yaitu:

lu = kau, dari bahasa hokkian ³lu´

nya = ibu, dari bahasa Cina Mandarin ³nyiang´

3. Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian orang Betawi juga dapat dibedakan antara yang berdiam di tengah kota dan yang tinggal di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani buah-buahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin lama areal pertanian mereka makin menyempit, karena makin banyak yang dijual untuk pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh, pedagang, dan lain-lain. Berikut beberapa contoh mata pencaharian dari beberapa kampung yang termasuk dalam masyarakat Suku Betawi :

- Kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.

- Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah.

- Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.

4. Sistem IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

(6)

a) Rumah Bapang atau sering disebut rumah kebaya.

Ciri khas rumah ini adalah teras rumahnya yang luas disanalah ruang tamu dan bale tempat santai pemilik rumah berada, semi terbuka hanya di batasi pagar setinggi 80 cm dan biasanya lantainya lebih tinggi dari permukaan tanah dan terdapat tangga terbuat dari batubata di semen paling banyak 3 anak tangga. Depan dan sekeliling rumah adalah halaman rumah yang luas baru pagar paling luar dari rumah tersebut. Bentuknya sederhana dan terbuat dari kayu dengan ukiran khas betawi dengan bentuk rumah kotak ( dibangun diatas tanah berbetuk kotak). Rumah Bapang terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar mandi, dapur dan teras extra luas.

b) Rumah Gudang.

Rumah Betawi berstruktur rangka kayu atau bambu, sementara alasnya berupa tanah dan di tekel atau di semen. Keunikannya dan ciri khas dari rumah betawi terletak pada lisplank rumah ini adalah terbuat dari material kayu papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’ khas banget betawinya. Di bagian tengah dari rumah tersebut di pakai sebagai ruang tinggal di dalamnya ada kamar tidur, ruang makan, dapur dan kamar mandi dibatasi dinding kayu tertutup dan beberapa jendela untuk ventilasi udara, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah yang juga bermaterialkan kayu, genteng untuk atab rumah bermaterialkan tanah. Dinding bagian depan dari rumah ini biasanya bersistem knock down atau bisa di bongkar pasang berguna jika pemilik rumah menyelenggarakan hajatan yang membutuhkan ruang lebih luas.

5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Betawi

Pada masyarakat betawi, sistem kekerabatannya sesuai dengan sistem kekerabatan di dalam budaya Islam yaitu sistem kekerabatan parental atau bilateral. Artinya kerabat dekat dan kerabat jauh dapat ditelusuri dari kerabat Ayah dan kerabat Ibu. Kedudukan dalam keluarga baik laki-laki maupun wanita hampir mempunyai kedudukan dan hak-hak yang sama. Misalnya dalm memperoleh warisan, pendidikan dan lain-lain, hanya dalam pembagian warisan anak laki-laki biasanya memperoleh dua kali lipat lebih banyak dari perempuan. Tetapi untuk pendidikan masyarakat dahulu lebih mementingkan laki-laki, sedang yang perempuan hanya tinggal dirumah. Sebab masyarakat Betawi dahulu beranggapan bahwa, perempuan itu setelah menikah pasti ruang lingkup pekerjaannya hanya dapur, sumur, dan kasur. Berbeda dengan sekarang, dalam hal pendidikan dan yang lain-lain perempuan sudah disamakan, kecuali pada pembagian warisan hukum adat masih berlaku sampai sekarang.

Tetapi pada umumnya masyarakat Betawi atau Jakarta asli dalam hal susunan masyarakat dan sistem kekerabatanya, menganut sistem patrilineal yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui garis keturunan laki-laki saja. Karena

(7)

itu mengakibatkan tiap-tiap individu dalam masyarakat memasukan semua kaum kerabat ayah dalam hubungan kekerabatannya, sedangkan semua kaum kerabat ibu diluar garis hubungan kekerabatannya. Misalnya dalam memperoleh warisan, pendidikan dan lain-lain. Dalam pembagian warisan anak laki-laki biasanya memperoleh dua kali lipat lebih banyak dari perempuan. Tetapi untuk pendidikan masyarakat dahulu lebih mementingkan laki-laki, sedangkan yang perempuan hanya tinggal dirumah. Sebab masyarakat Betawi dahulu beranggapan bahwa, perempuan itu setelah menikah pasti ruang lingkup pekerjaannya hanya dapur, sumur, dan kasur. Berbeda dengan sekarang, dalam hal pendidikan dan yang lain-lain perempuan sudah disamakan, kecuali pada pembagian warisan hukum adat masih berlaku sampai sekarang.

Ada beberapa hal yang positif yang dimiliki oleh masyarakat Betawi antara lain, jiwa sosial mereka tergolong sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius atau fanatik. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai – nilai agama yang tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang beragama Islam) kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta. Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain. Berikut penjelasannya agar lebih dipahami:

- Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan adat Betawi ditandai dengan serangkaian prosesi. Didahului masa perkenalan melalui Mak Comblang. Dilanjutkan lamaran. Pingitan. Upacara siraman. Prosesi potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu digunting. Malam pacar, mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.

Puncak adat Betawi adalah Akad nikah. Mempelai wanita memakai baju kurung dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Dahi mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis saat menikah. Mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta kopiah. Ditambah baju Gamis berupa Jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai.

Perkawinan adat betawi lebih bernafaskan Islam. Hal ini dapat terlihat dari upacara ijab qabul dan tarian-tarian pengantar dari acara yang dilaksanakan keluarga. Dalam pelaksanaan adat perkawinan mempunyai beberapa tahapan yaitu:

a) Pengiriman utusan, dalam pengiriman utusan ini pemuda yang sudah mempunyai ketetapan hati pada kekasihnya akan mengirim utusan untuk melamar sigadis pujaannya. Hal ini dimaksudkan bahwa si pemuda adalah

(8)

orang yang baik, serta orang yang mempunyai latar belakang baik. Dalam pengiriman utusan biasanya si pemuda didampingi oleh kedua orang tuanya. b) Penentuan hari perkawinan, pada saat inilah diadakan rembukan kedua

keluarga untuk menentukan hari, tanggal, dan tahun yang baik uantuk mengadakan perkawinan. Pada saat inilah si pemuda mulai memikirkan mas kawin apa yang yang diberikan pada si gadis. Mas kawin yang lazim diberikan biasanya berupa seperangkat alat shalat dan perhiasan emas untuk pihak gadis.

c) Ijab qabul, yaitu upacara pengesahan antara seorang laki-laki dan wanita untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga.

d) Upacara adat, setelah upacara ijab qabul selesai maka telah syah hubungan suami istri keduanya, namun ada kalanya kedua belah pihak ingin mengadakan resepsi yang dilaksanakan secara adat asal kedua belah pihak mempelai.

6. Sistem Peralatan Hidup Suku Betawi

Betawi memiliki perkembangan yang bisa dikatakan paling pesat dari semua daerah yang tersebar di Indonesia. Begitu juga dengan pesatnya perkembangan teknologi yang dialami di Jakarta. Teknologi Suku Betawi didatangkan dari negara asing, seperti senjata api, kapal laut, kompas, teropong, peralatan pabrik dan bercocok tanam, dan lain sebagainya.

Masyarakat Betawi banyak mengadaptasi perkembangan peralatan teknologi yang di buat di Jepang. Sayang untuk dikatakan, tetapi masyarakat Betawi merupakan konsumen yang memiliki sifat ‘konsumtif’ yang secara langsungmempengaruhi negara kita.

a. Senjata Tradisional Betawi Genre Awal - Rotan

Rotan adalah jenis senjata tradisional Betawi yang digunakan pada permainan Seni Ketangasan Ujungan, termasuk kategori senjata alat pemukul. Disinyalir dari Seni Ujungan inilah awal beladiri berkembang. Pada masa awal terbentuknya Seni Ketangkasan Ujungan, rotan yang digunakan mencapai panjang 70-100cm. Pada ujung rotan disisipkan benda-benda tajam seperti paku atau pecahan logam, yang difungsikan untuk melukai lawan.

- Punta

Punta adalah senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20cm. Senjata ini lebih berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial pada waktu itu, karena senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung. Di Jawa Barat mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi bentuk dan motif ciung.

(9)

Beliung adalah sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan, umumnya digunakan sebagai perkakas untuk membuat kayu. Beliung Gigi Gledek merupakan jenis kapak dengan mata kapak terbuat dari batu, merupakan teknik pembuatan senjata sisa peninggalan zaman batu baru di Betawi yang masih tersisa antara abad 1-3M. Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan ini sebagai senjata andalannya adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin kelompok Si Pitung. Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam melakukan aksi perampokan maupun pelarian dengan memanjat pagar tembok.

- Cunrik (Keris Kecil Tusuk Konde)

Cunrik merupakan senjata tradisional para perempuan Betawi, biasa digunakan oleh para resi perempuan yang tidak ingin menonjolkan kekerasan dalam pembelaan dirinya, terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm. Salah seorang resi perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit, pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di Pager Resi Cibinong.

b. Senjata Tradisional Betawi yang dipakai dalam Maen pukulan - Kerakel (Kerak Keling) / Blangkas

Kerakel (Kerak Keling) merupakan jenis senjata pemukul, merupakan perkembangan dari senjata rotan Ujungan. Orang Betawi Rawa Belong lebih mengenalnya dengan sebutan Blangkas. Batang pemukul pipih memiliki panjang lebih pendek dari rotan (40-60cm), terbuat dari hasil sisa pembakaran baja hitam (kerak keling) yang dicor. Ujung gagang lancip yang difungsikan juga sebagai alat penusuk. Pada gagang dibuat lebih ringan dengan bahan terbuat dari timah. Agar tidak licin para jawara zaman dulu melapisinya dengan kain. Sekilas bentuk Kerakel mirip dengan Kikir, sejenis perkakas yang difungsikan sebagai pengerut besi.

Pada akhir abad 17 orang-orang peranakan cina di luar kota memodifikasi kerakel menjadi sebuah bilah dengan dua mata tajam, di sebut Ji-Sau (Ji, berarti dua-Sau, berarti bilah). Seiring dengan perkembangan waktu, lidah masyarakat Betawi memetaforkan kata ji-sau menjadi pi-sau, sekalipun pi-sau hanya bermata satu.

- Golok

Golok merupakan jenis senjata tajam masyarakat Melayu yang paling umum ditemukan, walaupun dengan penamaan yang berlainan berdasarkan daerahnya. Sebagian besar masyarakat di pulau Jawa sepakat menamakan senjata tajam jenis “bacok” ini dengan golok. Pada masyarakat Betawi keberadaan golok sangat dipengaruhi kebudayaan Jawa Barat yang melingkupinya. Perbedaan diantara keduanya dapat dilihat dari model bentuk dan penamaannya, sedangkan kualitas dari kedua daerah ini memiliki kesamaan mengingat kerucut dari sumber pande besi masyarakat Betawi mengacu pada tempat-tempat Jawa Barat, seperti Ciomas di Banten dan Cibatu di Sukabumi.

(10)

Golok Gobang, adalah golok yang berbahan tembaga, dengan bentuk yang pendek. Panjang tidak lebih dari panjang lengan (sekitar 30cm) dan diameter 7cm. Bentuk Golok Gobang yang pada ujung (rata) dan perut melengkung ke arah punggung golok, murni digunakan sebagai senjata bacok. Di Jawa Barat model Golok Gobang ini dinamakan Golok Candung. Bentuk gagang pegangan umumnya tidak menggunakan motif ukiran hewan, hanya melengkung polos terbuat dari kayu rengas. Masyarakat Betawi tengah menyebutnya dengan istilah “Gagang Jantuk”. Bilah golok gobang polos tanpa pamor atau wafak yang umum dipakai sebagai golok para jawara, dengan diameter 6cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya

- Golok Ujung Turun

Golok jenis ini adalah golok tanding dengan ujung yang lancip, panjang bilah sekitar 40cm, dengan diameter 5-6cm. Umumnya golok Ujung Turun ini menggunakan wafak pada bilah dan motif ukiran hewan pada gagangnya. Gagang dan warangka golok lebih sering menggunakan tanduk, hal ini dimaksudkan sebagai sarana mengurangi beban golok ketika bertarung. Di Jawa Barat golok jenis ini merupakan perpaduan antara jenis Salam Nunggal dan Mamancungan.

- Golok Betok & Badik Badik

Golok Betok adalah golok pendek yang difungsikan sebagai senjata pusaka yang menyertai Golok Jawara, begitupun Badik Badik yang berfungsi hanya sebagai pisau serut pengasah Golok Jawara. Kedua senjata tajam ini digunakan paling terakhir manakala sudah tidak ada senjata lagi di tangan.

- Siku

Orang Betawi menyebutnya sebagai Siku, karena bentuknya yang terdiri dari dua batang besi baja yang saling menyiku atau menyilang. Ujung tajam menghadap ke lawan. Dalam setiap permainan siku selalu digunakan berpasangan. Dalam istilah lain senjata tajam jenis ini disebut Cabang atau Trisula.

7. Sistem Kesenian Suku Betawi

Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesenian atau kebudayaan betawi adalah hasil peleburan dari beberapa macam kebudayaan yang ada di Tanah Betawi melalui masa gradual change yang tidak sekejap. Hasil peleburan atau alkuturasi itu membentuk kebudayaan baru yang “terlepas” dari masing-masing kebudayaan yang mempengaruhinya. Kesenian Betawi yang didapat dari peleburan atau pencampiran tersebut adalah sebagai berikut :

- Tari-tarian

Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul senitari dengan gaya dan koreografi yang dinamis. Berikut beberapa tarian yang berasal asli dari betawi :

(11)

a. Tari cokek

Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, di samping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tarian khas Tangerang ini diwarnai budaya etnik Cina. Penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.

Pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki. Setelah itu mereka mengajak tamu untuk menari bersama, dengan mengalungkan selendang. pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari, maka mulailah mereka ngibing; menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna. Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan mencolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.

b. Tari belenggo

Salah satu jenis musik dan tari dari Betawi. Kata belenggo mungkin sama artinya dengan "tari". Kemungkinan ucapan belenggo merupakan perkembangan dari kata "lenggo", namun bisa pula kata "lenggo" itu diambil dari bahasa Jawa, yang artinya "duduk". Dalam kenyataan, pemain musik memang duduk di tikar dan penari-penari pun hampir tidak sepenuhnya berdiri, kecuali hampir berjongkok sambil menggerak-gerakkan tangannya sebagaimana lazimnya tarian padang pasir.

Belenggo sebagai suatu pementasan musik dan tari telah dikenal di Batavia sejak zaman penjajahan Belanda. Merupakan suatu pementasan khas Betawi dengan pengaruh Cina, mirip tari Ronggeng. Diiringi dengan tiga rebana yang berbeda ukurannya, satu atau dua rebab yang lazim digunakan dalam gamelan Sunda, yang kadang-kadang diganti dengan biola dan alat musik menyerupai kecapi yang disebut sampan cina. Gerak tarian sangat terbatas dan semua pemainnya lelaki. Gerak tarian mempunyai banyak persamaan dengan tarian Melayu dan Gambus Zapin, musik dan tari yang dikenal di Batavia pada masa penjajahan Belanda. Tariannya tidak memiliki pola yang tetap. Pada umumnya gerak tarinya diambil dari gerak-gerak pencak silat dan tergantung dari perbendaharaan gerak pencak

(12)

silat yang dimiliki penari yang bersangkutan. Lagu pengiringnya berupa lagu-lagu Melayu. Pakaian penari seragam hitam (seperti yang biasa dipakai pemain pencak silat).

Dahulu alat musik pengiringnya orkes yang alat-alatnya terdiri dari tiga buah rebana yang tidak sama besarnya, sebuah rebab yang umum digunakan dalam gamelan Sunda, atau diganti dengan biola, dan sebuah "moon guitar" yang terkenal dengan nama ''Cina Sampan." Berdasarkan musik pengiringnya, tari Belenggo dibagi menjadi dua macam:

1) Belenggo Rebana, O yang dimainkan oleh anggota grup Rebana Biang secara bergantian. Pada masa lalu Rebana Biang baru dimainkan apabila malam telah larut. Sebelumnya hanya dimainkan lagu dzikir dan lagu-lagu Sunda Gunung, misalnya lagu Kangaji, Anak Ayam, Sanggreh atau Sangrai Kacang, dan sebagainya. Apabila telah banyak yang mengantuk, maka barulah dimainkan tari Belenggo. Seniman Belenggo pada umumnya adalah petani. 2) Belenggo Ajeng, yang dimainkan dengan iringan Gamelan Ajeng. Penari

dalam Belenggo Ajeng bukan hanya anggota rombongan Ajeng, tetapi orang-orang luar terutama yang bermaksud membayar kaul. Belenggo Ajeng dimainkan setelah 'nyapun', yaitu menaburi kedua mempelai dengan beras kuning, uang, dan bunga-bunga diiringi lagu khusus semacam kidung. Siapa saja yang berminat, dengan mendahulukan yang berkaul, dipersilakan untuk menari.

Tari Belenggo bersifat improvisatoris dan tidak membawa tema cerita ataupun lukisan tertentu. Tari Belenggo dilakukan di tengah-tengah pemain musik. Tari Belenggo ini diwariskan secara turun-temurun dan merupakan tontonan yang digemari masyarakat di wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan. Masyarakat pendukung tari Belenggo Ajeng dengan sendirinya menjadi pendukung Gamelan Ajeng. Masyarakat tersebut adalah Kelapa Dua Wetan, Gandaria, dan Cijantung (Jakarta Timur).

c. Tari japin/ zapin

Jenis tari ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah dan berirama. Pada awalnya tarian ini hidup di kalangan santri, terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka setelah selesai belajar ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Melihat gerak dan komposisinya, maka dapat diduga tarian ini merupakan penyesuaian tari-tari kepahlawanan dari Timur Tengah, dan masuk ke Indonesia bersamaan dengan awal pengembangan agama Islam.

Tari Zapin merupakan ragam seni tari yang berkembang di daerah Betawi. Artinya Tari Zapin sendiri merupakan tari langkah yang tidak banyak [removed][removed] mempergunakan gerakan tangan ataupun anggota tubuh lainnya. Biasanya Tari Zapin hanya dibawakan oleh dua orang lelaki yang mengambil tempat di tengah-tengah lingkaran musik yang mengiringnya. Tarian Zapin tidak membawa tema cerita atau lukisan tertentu dan mempunyai susunan gerakan yang pasti.

Musik pengiring tarian ialah Rebana Zapin atau Orkes Gambus. Jika dilihat dari segi fungsinya, Tari Zapin dikelompokkan ke dalam tarian pergaulan dan dalam

(13)

penampilannya tidak ada jarak antara penari dan penonton. Penonton bebas untuk tampil di arena sebagai penari. Tari Zapin telah berkembang sedemikian rupa, dan banyak dipengaruhi oleh seni tari setempat. Umumnya dikembangkan oleh masyarakat dari rumpun bangsa Melayu, misalnya di Bengkalis, Siak, Pekanbaru, di Riau. Kemudian juga di Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Betawi (Jakarta).

Gerakan tari terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki, dan kelenturan tubuh melakukan gerak berputar, maju mundur dengan cepat. Keharmonisan tari ini terlihat jika ditarikan secara berpasangan, atau oleh beberapa orang penari yang bergerak serentak, demikian cepat, lincah sehingga mendebarkan hati yang melihat. Pada dasarnya hanya dibawakan oleh penari pria, dengan mengandalkan irama rentak kaki dan jentikan jari tangan. Tetapi pada masa kini sering pula ditarikan oleh penari puteri berpakaian muslim, tanpa kehilangan kelincahannya. Ragamnya yang cukup banyak menunjukkan bahwa tari ini cukup diminati. Hanya saja tari ini jarang dipertontonkan sebagai hiburan di tempat-tempat umum.

d. Tari samrah

Salah satu tarian masyarakat Betawi yang merupakan hasil kebudayaan Melayu. Pengaruh Melayu tampak pada kostum, musik, tari, dan teaternya. Gerakan tarinya banyak menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu, mengutamakan gerak langkah kaki dan lenggang berirama. Tari Samrah biasa dilakukan berpasangan atau perorangan. Mereka menari dengan diiringi nyanyian seorang biduan dengan nyanyian berupa pantun.

Tarian ini diiringi musik gambus yang terdiri dari harmonium, gendang, biola, dan gambus. Cara menarinya hanya melenggak-lenggok sambil menggerakkan kedua belah tangan seperti tarian Melayu. Tarian itu bertujuan menghibur dan memperluas pergaulan. Sambil menari, para penari juga dapat berkenalan dengan gadis-gadis cantik yang kemudian dapat dijadikan pacarnya.

Perbedaan antara tari Samrah dengan tari Zapin, Belenggo, Cokek, dan Topeng terletak pada gerakan jongkok, yang di dalam Samrah disebut Salawi, yaitu gerakan jongkok hampir seperti duduk bersila. Persamaan tari Samrah dengan tarian Betawi lainnya terlihat pada posisi tubuh yang agak membungkuk, dan tari ini dapat dijadikan sebagai tari pergaulan. Dalam menari, penari turun secara berpasangan dan berjoget dengan diiringi nyanyian yang dilantunkan seorang biduan, nyanyiannya berupa pantun dengan tema lagu tentang cinta keagamaan dan cinta wanita (dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri sebagai orang tak punya, buruk rupa, namun bertekad untuk mencintai wanita cantik. Berdasarkan iramanya, tari Samrah terbagi menjadi dua macam:

1) Tarian yang berirama lembut: tari Sawo Matang, tari Musalma, tari Mamira, dll.

2) Tarian yang berirama cepat: tari Bayang-bayang, tari Jali-jali, tari Cendrawasih, dll.

(14)

Penari Samrah umumnya adalah kaum lelaki. Busana yang dikenakan berupa baju potongan teluk belanga yang sewarna dengan celananya. Pelekat dikenakan di luar baju sampai batas lutut, mengenakan selendang yang berwarna kontras dengan warna baju. Mengenakan kopiah berwarna hitam dari beludru. Dari lagu maupun tariannya dapat diketahui bahwa kesenian ini berasal dari Melayu. Di samping kesenian, kebudayaan Melayu yang memberikan pengaruh terbesar di Betawi adalah bahasa, dimana bahasa Melayu adalah penyusun bahasa Betawi dengan berbagai sub dialeknya. Tokoh-tokoh Samrah berjasa mempertahankan kelangsungan hidup kesenian ini antara lain Harun Rasyid, Jajang S, Ali Sabeni dll.

e. Tari uncul

Salah satu jenis tarian masyarakat Betawi. Merupakan bagian yang biasa diselipkan dalam pertunjukan Ujungan Betawi (yang disebut juga gitikan atau sabetan). Tari Uncul berfungsi sebagai rangsangan dan tantangan kepada lawan dalam arena ujungan yang diselenggarakan dalam pesta panen atau pesta-pesta lainnya.

Musik pengiringnya disebut Sampyong. Terdiri dari sebuah atau lebih Sampyong, sejenis gambang yang sederhana sekali yang bilahannya terbuat dari bambu atau kayu, jumlah bilahnya biasanya empat buah, ditambah kentongan bambu dan tanduk kerbau. Suara Sampyong yang monoton bagi penggemar Ujungan menimbulkan semangat bertanding yang menggelora. Kostum yang dipakai pemain atau penari Uncul dan Ujungan biasanya tidak ditetapkan, tetapi umumnya terdiri dari celana pangsi hitam, berkaos oblong berwarna hitam atau bertelanjang dada. Sambil memegang pukulan dari rotan sebesar jari kaki, panjangnya lebih kurang 80 cm. Penari Uncul yang tampil di arena terlebih dahulu memberi hormat kepada penonton dengan membungkukkan badannya. Setelah itu baru menari dengan gerakan-gerak pukulan, tangkisan dan sebagainya dengan alat pemukulnya, secara berirama sesuai iringan musik Sampyong, ada pula yang menari dengan gerakan-gerakan yang lucu seperti gerakan-gerakan kera, atau gerakan-gerakan-gerakan-gerakan yang dapat memancing dan memanaskan hati lawan. Pemain kesenian ini umumnya adalah para petani. Di Jakarta, Uncul dapat ditemui di Jakarta Timur mulai dari Ceger, Bambu Apus, Kampung Setu, Kali Malang, Cakung, Sukapura, dan daerah-daerah perbatasan dengan Bekasi. Tokoh-tokoh tari Uncul di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta antara lain; Yakub, Mamad, Peto, Sapri dll, yang umumnya telah berusia lanjut.

f. Tari pencak silat

Salah satu jenis kesenian masyarakat Betawi. Tarian ini sepenuhnya merupakan aneka gerak pencak silat dengan diiringi oleh tabuhan khusus yang disebut gendang pencak. Iringan lainnya yang sering juga digunakan ialah Gambang Kromong serta Gamelan Topeng. Tarian Pencak Silat belum lama berkembang, hal ini dikarenakan ahli-ahli pencak silat Betawi pada masa lalu lebih mengutamakan 'isi' daripada 'kembangan' silat. Kembangan hanya dianggap membuang waktu dan mereka berpendapat bahwa pencak silat bukan untuk dipamerkan, melainkan untuk membela diri. Kemudian Tari Pencak Silat dikembangkan untuk mengelabuhi penguasa saat mereka menggembleng anak didiknya dalam mempelajarai ilmu silat

(15)

dan ilmu bela diri. Gaya-gaya tari yang terkenal antara lain gaya sera, gaya pecu, gaya rompas, dan gaya bandul. Tari silat Betawi menunjukkan aliran atau gaya yang diikuti penarinya masing-masing.

Di wilayah Betawi, berkembang beberapa aliran pencak silat seperti Lintau, Cimande, Cikalong, Syahbandar, Kwitang, Tanah Abang (Cingkrik), Kemayoran, dsb. Juga terdapat berbagai macam gaya seperti gaya Sera, Pecut, Rompas, Bandul, dsb. Tari Pencak Silat dilakukan dengan diiringi musik orkes Gambang Kromong, Rebana Biang, ataupun Gendang Pencak.

g. Tari yapong

Satu jenis tarian tradisional yang diciptakan untuk pertunjukan. Yapong bukan tari pergaulan seperti Jaipongan, yang berasal dari Jawa Barat, namun kemudian dalam perkembangannya kadang kala berfungsi sebagai tari pergaulan untuk mengisi acara menari sesuai permintaan karena tarian ini penuh dengan variasi. Yapong mula-mula diorbitkan dalam rangka mempersiapkan acara peringatan HUT Kota Jakarta ke-450 pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI menyiapkan sebuah pergelaran tari massal yang spektakuler dengan mempergelarkan cerita . perjuangan Pangeran Jayakarta. Pergelaran berbentuk sendratari ini dipercayakan penggarapannya kepada seniman Bagong Kussudiarjo. Untuk mempersiapkan pergelaran itu, Bagong mengadakan penelitian selama beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat Betawi melalui perpustakaan, film, slide maupun langsung pada masyarakat Betawi. Akhirnya pergelaran tari ini berhasil dipentaskan pada tanggal 20 dan 21 Juni 1977 di Balai Sidang Senayan. Pementasannya didukung 300 orang artis dan musikus.

Tari Yapong merupakan suatu tari gembira dengan gerakan yang dinamis dan erotis. Dalam adegan tersebut dipertunjukkan suasana gembira menyambut kemenangan Pangeran Jayakarta. Adegan ini dinamai Yapong dan tidak mengandung arti apapun. Namun istilah Yapong ini lahir dari bunyi lagunya ya, ya, ya, ya, yang dinyanyikan artis pengiringnya serta suara musik yang berkesan pong, pong, pong, sehingga lahirlah "ya-pong" dan berkembang menjadi Yapong.

h. Tari topeng betawi

Tarian Topeng sebenarnya merupakan salah satu ciri khas budaya tari di Indonesia. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan China seperti Jaipong dan Tari Topeng yang para pemainnya menggunakan kostum penari khas pemain Opera khas negeri Tirai Bambu tersebut. Tari Topeng adalah visualisasi gerak, yang dibuat tanpa melalui konsep yang khusus. Di dalamnya ada pengaruh budaya Sunda, namun memiliki ciri khasnya berupa selancar. Para penarinya menggunakan topeng yang mirip dengan Topeng Banjet Karawang Jawa Barat, namun dalam topeng Betawi memakai Bahasa Betawi. Dalam Tarian Topeng Betawi sendiri ada tiga unsur di dalamnya yaitu musik, tari dan teater. Tarian dalam Topeng Betawi inilah yang disebut Tari Topeng.

Secara umum, Tari Topeng adalah jenis tarian yang penarinya mengenakan topeng. Topeng sendiri telah ada di Indonesia sejak zaman pra-sejarah. Secara luas

(16)

digunakan dalam tari yang menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Makna topeng dalam keseharian masyarakat Indonesia, khususnya Betawi kabarnya dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat menjauhkan dari petaka. Tari Topeng Betawi, gerakannya lincah dan riang. Biasanya, tarian ini diiringi musik rebab, kromong tiga, gendang besar, kulanter, kempul, kecrek dan gong buyung.

Karena tarian ini bersifat teatrikal dan memiliki unsur komunikasi meski lewat gerak, maka biasanya Tari Topeng Betawi memiliki tema besar dalam setiap pertunjukannya. Biasanya tema yang diangkat adalah kritik sosial mengenai kemiskinan di pada masa kolonial, atau terkadang hanya menyajikan guyonan semata. Awalnya Tari Topeng Betawi disajikan secara berkeliling oleh para seniman, terutama sebagai bagian hiburan dari pesta pernikahan atau khitanan. Pertunjukan Tari Topeng Betawi biasa digelar semalam suntuk.

Unsur magis dari topeng sendiri perlahan-lahan bergeser. Awalnya, jika orang yang menyelenggarakan pesta atau hajat kemudian menggundang kelompok Tari Topeng, maka orang tersebut memiliki tujuan agar dia dan keluarganya dijauhkan dari petaka. Tetapi, kemudian hal tersebut bergeser lebih pada kemeriahan yang diberikan tarian ini dapat pula memeriahkan pestanya. Pesta-pesta besar sepertinya kurang lengkap tanpa adanya Tari Topeng Betawi.

Di Betawi sendiri, tari topeng ini mempunyai beberapa varian seperti Tari Lipet Gandes, Tari Topeng Tunggal, Tari Enjot-enjotan, Tari Gegot, Tari Topeng Cantik, Tari Topeng Putri, Tari Topeng Ekspresi, dan Tari Kang Aji.

- Musik

Musik Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur priburni dengan unsur Cina, Eropa dan budaya barat lainnya. Beberapa kesenian music yang berasal dan ada di Suku Betawi adalah :

a. Tanjidor

Salah satu jenis musik Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari musik Eropa. Pada musik Tanjidor alat musik yang paling banyak dimainkan adalah alat musik tiup, seperti klarinet, piston, trombone serta terompet. Jenis musik ini muncul pada abad ke-18, yang ketika itu dimainkan untuk mengiringi perhelatan atau mengarak pengantin. Namun akhir-akhir ini musik tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu agung. Merupakan suatu ansambel musik yang namanya lahir pada masa penjajahan Hindia Belanda di Betawi (Jakarta). Kata "tanjidor" berasal dari kata dalam bahasa Portugis tangedor, yang berarti "alat-alat musik berdawai (stringed instruments)". Tetapi dalam kenyataannya, nama Tanjidor tidak sesuai lagi dengan istilah asli dari Portugis itu. Namun yang masih sama adalah sistem musik (tonesystem) dari tangedor, yakni sistem diatonik atau duabelas nada berjarak sama rata (twelve equally spaced tones). Ansambel Tanjidor terdiri dari alat-alat musik seperti berikut: klarinet (tiup), piston (tiup), trombon (tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup), drum (membranofon), simbal (perkusi), dan side drums (tambur).

(17)

Pemain-pemainnya terdiri dan 7 sampai 10 orang. Mereka mempergunakan peralatan musik Eropa tersebut, untuk memainkan reportoir laras diatonik maupun lagu-lagu yang berlaras pelog bahkan slendro. Tentu saja terdengar suatu suguhan yang terpaksa, karena dua macam tangga nada yang berlawanan dipaksakan pada peralatan yang khas berisi kemampuan teknis nada-nada diatonik. Karena gemuruhnya bahan perkusi, dan keadaan alat-alat itu sendiri sudah tidak sempuma lagi memainkan laras diatonik yang murni, maka adaptasi pendengaran lama kelamaan menerimanya pula.

Para pemain Tanjidor kebanyakan berasal dari desa-desa di luar Kota Jakarta, seperti di daerah Tangerang, Indramayu dll. Dalam membawakannya, mereka tidak dapat membaca not balok maupun not angka, dan lagu-lagunya tidak pula mereka ketahui dan mana asal-usulnya. Namun semua diterimanya secara aural dari orang-orang terdahulu. Ada kemungkinan bahwa orang-orang-orang-orang itu merupakan bekas-bekas serdadu Hindia Belanda, dan bagian musik. Dengan demikian peralatan musik Tanjidor yang ditemui kemudian tidak ada yang masih baru, kebanyakan semuanya sudah bertambalan pateri dan kuning, karena proses oksidasi.

b. Gambang Kromong

Gambang kromong (atau ditulis gambang keromong) adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).

Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru batu, manggarawan atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada yang digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik Cina, yang sering disebut salendro Cina atau salendro mandalungan. Instrumen pada gambang kromong terdiri atas gambang, kromong, gong, gendang, suling, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan sebagai pembawa melodi. Orkes gambang kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik gesek yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukkan sifat pribumi, seperti lagu-lagu Dalem (Klasik) berjudul: Centeh Manis Berdiri, Mas Nona, Gula Ganting, Semar Gunem, Gula Ganting, Tanjung Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar Tumpah dan sebagainya, dan lagu-lagu Sayur (Pop) berjudul: Jali-jali, Stambul, Centeh Manis, Surilang, Persi, Balo-balo, Akang Haji, Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat Karem, Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning dan sebagainya, terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun liriknya, seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma Cun Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu dan sebagainya.

(18)

Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang kromong adalah lagu-lagu yang isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran. Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai lawannya

c. Orkes Samrah

Samrah adalah salah satu budaya Betawi. Orkes Samrah berasal dari Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, dan Cik Minah dengan corak Melayu, di samping lagu-lagu khas Betawi, seperti Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung, dan sebagainya. Tarian yang biasa diiringi orkes ini disebut Tari Samrah.

Gerak tariannya menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan langkah-langkah dan lenggang lenggok berirama, ditambah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti pukulan, tendangan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari Samrah turun berpasang-pasangan. Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertema percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa hina papa tidak punya apa-apa.

Orkes Samrah biasa digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian. Lagu-lagu pokoknya adalah lagu Melayu seperti: Burung Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang, Sirih Kuning, dan Masmura. Di samping itu, terkadang membawakan lagu khas Betawi, antara lain: Kicir-kicir, Jali-jali, dan Lenggang Kangkung.Alat musik yang membentuk orkes Samrah adalah harmonium, biola, gitar, dan tamborin. Kadang-kadang dilengkapi dengan rebana bahkan gendang. Mengenai alat musik bernama harmonium ini memang sudah langka.

Kostum yang dipakai pernain musik Samrah ada dua macam yakni peci, jas, dan kain pelekat atau peci, baju sadariah, dan celana batik. Sekarang ditambah lagi dengan model baru yang sebenarnya model lama yang disebut "Jung Serong" (ujungnya serong) yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan pentolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan di bawah jas, dilipat menyerong, ujungnya menyempul ke bawah.

Daerah penyebaran Samrah terbatas di daerah tengah dari wilayah budaya Betawi, yaitu di Tanah Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah Besar, dan Petojo.

d. Rebana

Istilah umum bagi jenis gendang yang dinamakan rebana atau robana, yaitu "frame drums", berupa gendang yang memakai bingkai, karena badan gendang (kelawang), tinggi atau dalamnya hanya beberapa inci saja jika dibandingkan dengan jenis-jenis gendang lainnya. Permukaan yang paling lebar dari bingkai tadi, diberi kulit dan direnggangkan, sedangkan muka yang sebelah lagi dibiarkan terbuka. Wujud rebana itu hampir mirip dengan sebuah pasu kayu untuk tempat air, pada zaman dahulu saat panci besi dan plastik belum dikenal.

(19)

Di Betawi, rebana (robana) dikenal sebagai alat musik bermembran yang di beberapa daerah disebut juga terbang. Merupakan gendang pipih bundar yang dibuat dari tabung kayu pendek dan agak lebar ujungnya, pada salah satu bagiannya diberi kulit. Nama rebana diperkirakan berasal dari kata robbana, yang berarti Tuhan Kami. Sebutan itu timbul karena alat musik ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu bernafaskan agama Islam yang sering melagukan syair yang mengundang kata robbana. Lama-kelamaan alat musiknya disebut "rebana" atau "robana".

Sebagai instrumen tradisional dari Jakarta, keberadaan rebana masih bertahan di beberapa tempat seperti Kampung Bojong. Biasanya dimainkan saat memperingati hari-hari besar agama Islam, seperti peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW Kesenian ini dimainkan oleh para remaja putra dan remaja putri Kampung Bojong yang biasa latihan di masjid atau madrasah. Kadangkala juga dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, pernikahan, khitanan, kenduri, dsb. Instrumen rebana di Betawi memiliki berbagai ragam jenis, diantaranya Rebana Ketimpring, Rebana Hadroh, Rebana Dor, Rebana Qasida, Rebana Maukhid, Rebana Burdah, Rebana Biang.

e. Keroncong Tugu

Musik keroncong digemari oleh masyarakat Tugu di Jakarta Utara. Jenis musik inilah yang menjadi cikal bakal keroncong asli Betawi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Keroncong Tugu. Di tengah para pemukim Tugu, keroncong memang menemukan bentuk yang khas, dibandingkan dengan kroncong Jawa, dari segi tempo keroncong Tugu lebih cepat dan dinyanyikan lebih bersemangat. Karena itu, keroncong Tugu mudah dipakai untuk mengiringi dansa. Perbedaan lainnya, gitar Tugu lain dari yang lain. Ukurannya lebih kecil dari gitar biasa. Senarnya lima. Dan di kalangan penduduk Tugu, gilar mini ini disebut "jitera" yang dibuat dati batang pohon waru yang dibobok. Di zaman dulu, "empu" jitera yang paling termasyur adalah Leonidas Salomons - kini sudah mendiang.

Jejak-jejak Portugis yang masih terlihat dalam keroncong Tugu, di antaranya ialah lagu lama yang hampir setiap orang Indonesia pernah dilelapkan tidurnya dalam buaian atau gendongan dengan lagu tersebut, yang bernama. "Nina Bobok."

Dari blantika keroncong Tugu, tak bisa dilupakan nama Jacobus Quiko, yang pada tahun 1975 menerima piagam penghargaan Gubernur DKI Jakarta. Dialah, sejak 1939, memimpin Orkes Keroncong Tugu yang terbilang unik itu. Bersamanya, dikenal Tante Christina, biduanita yang menerima penghargaan yang sarna setahun sebelumnya. Moresco tentulah "lagu wajib" yang tak bisa dipisahkan dari keroncong Tugu. Moresco asli bercerita tentang seorang perawan Muslim asal Moro, yang kemudian termasyur sebagai penari. Ada sepenggal kuplet Moresco dalam dialek Tugu: Anda-anda na bordi de mare/Mienja korsan nunka contenti/Io buskaja mienja amadal Nunka sabe ela ja undi. Adapun maknanya: Jauh-jauh mengarungi samudra/Hatiku tak pernah ceria/Terus mencari belahan sukma/Tapi kini di manakah dia. Selain Moresco, terdapat sejumlah lagu lain, yaitu: Kafrinyo, Prounga, Jankagaletti.

(20)

- Ondel-ondel

Ondel-ondel merupakan salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 m dengan garis tengah 80 cm, dibuat dari anyarnan barnbu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih.

Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.

- Teater tradisional

a. Lenong

Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.[1] Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi. Masarakat Betawi sangat mencintai kesenian lenong betawi. Sederhananya, lenong merupakan bentuk teater tradisional yang dikembangkan oleh orang-orang Betawi. Secara praktis, kesenian tradisional ini memainkan pertunjukan seperti halnya teater dengan diiringi musik gambang kromong. Alat-alt musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, kecrek, dan alat musik khas Tionghoa, misalnya: tehyan, kongahyang, dan sukong.

Dalam seni pertunjukan lenong betawi, dimuat lakon yang mengandung pesan moral, misalnya menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Pengantar bahasa dalam kesenian ini adalah bahasa Melayu dengan dialek khas Betawi.

Dalam catatan sejarah, kesenian lenong berkembang pada akhir abad ke-19. Menurut pengamat kesenian, pertunjukan Lenong Betawi merupakan hasil adaptasi masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti yang sedang berkembang saat itu. Lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan yang sudah dikenal sejak 1920-an. Di dalam penggunaan musik khas Tionghoa, hal itu mengindikasikan adanya perkawinan budaya antara pribumi dan pendatang (Tionghoa). Masyarakat betawi pada waktu itu telah menjadi

(21)

masyarakat yang majemuk dan menghargai perbedaan. Terdapat dua jenis lenong yaitu :

1) Lenong Denes sendiri adalah perkembangan dari bermacam bentuk teater rakyat Betawi yang sudah punah, seperti wayang sumedar, wayang senggol ataupun wayang dermuluk. Lenong yang menyajikan cerita-cerita kerajaan seperti, indra Bangsawan, Danur Wulan dan sebagainya, menurut istilah setempat disebut Lenong Denes. Bahasa yang digunakan dalam pentaspun, bukan bahasa Betawi sehari-hari, melainkan bahasa "Melayu Tinggi", dengan kata-kata ; "hamba", "kakanda", "adinda", "beliau", "daulat tuanku", "syahdan", berdatang sembah dan sebagainya. Bahasa demikian dewasa ini sudah sedikit sekali yang dapat menghayati, termasuk para seniman lenong sendiri. Oleh karenanya penggunaanya tampak kaku, sulit untuk dapat melahirkan humor spontan. Oleh karena itu pula makin menyusut peminatnya.

2) Lenong preman sendiri adalah Lenong Preman membawakan cerita tentang kehidupan drama rumah tangga sehari-hari. Lenong Preman sering disebut juga Lenong jago, karena cerita yang dibawakan umumnya kisah para jagoan, tuan tanah, seperti: Si Pitung, Mirah dari Marunda atau Pandekar Sambuk Wasiat. Cerita tentang kepahlawanan dan kriminal pun menjadi tema utama lakon Lenong ini. Bersifat humor dan bahasa yang digunakan cenderung kasar dan tidak sopan karena spontan.

- Kuliner

Jakarta memiliki beragam masakan khas sebagai kekayaan kuliner Indonesia. Sebagai kota metropolitan Jakarta banyak menyediakan makanan khas. Salah satu ciri dari makanan khas Jakarta adalah memiliki rasa yang gurih. Makanan-makanan khas dari Betawi / Jakarta diantaranya yaitu :

a. Kerak Telor

Kerak telor merupakan salah satu makanan khas daerah Betawi. Makanan ini dibuat dari bahan-bahan antara lain seperti beras ketan putih, telur ayam atau telur bebek, ebi (udang kering) dan parutan kelapa yang disangrai kering, serta bawang goreng, cabai merah, kencur, jahe, merica, garam dan gula pasir sebagai bumbu pelengkapnya.

Cara membuat makanan ini cukup unik karena tidak dimasak di atas kompor namun dimasak diatas bara api. Pedagang kerak telor sesekali membalikkan wajan agar permukaan dari kerak telor tersebut juga terpanggang dan matang merata sambil dikipas-kipas agar bara api tetap menyala. Setelah kering dan matang kerak telor siap untuk disajikan

Kerak telor terbuat dari bahan-bahan yaitu ketan putih, telur ayam atau bebek, bawang merah goreng, udang goreng, cabai merah, kencur, jahe, kelapa sangrai,

(22)

gula, garam, dan merica. Kerak telor memiliki rasa yang gurih dan enak dinikmati selagi hangat.

b. Kembang Goyang

Kembang goyang mungkin aslinya adalah makanan orang Cina Peranakan. Camilan yang satu ini bisa dibilang sejenis crackers karena renyah dengan rasa manis dan gurih. Kembang goyang adalah penganan yang terbuat dari tepung beras, lalu adonan dicetak dalam cetakan berbentuk bunga sehingga terciptalah bentuk kembang ini. Camilan ini cocok dimakan di sore hari sambil menikmati teh hangat. Kembang goyang biasa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Jakarta, meski keberadaannya kini juga sudah mulai jarang ditemukan. Jika punya cukup waktu, sebenarnya Anda bisa mencoba membuat kembang goyang ini di rumah karena prosesnya tidak terlalu rumit.

c. Roti Buaya

Buaya adalah binatang yang paling setia dengan pasangannya. Buaya berbentuk roti dalam masyarakat Betawi merupakan representasi dari kesetiaan. Oleh karena itu harus diberikan sepasang. Roti buaya adalah salah satu prasayarat yang harus ada dalam upacara pernikahan Betawi. Roti buaya ini berbentuk buaya kecil yang lucu. Namun sayang, roti ini juga sekarang mulai sulit didapatkan. Toko-toko roti modern lebih banyak menjual berbagai jenis roti dari luar dari pada roti khas Betawi ini.

d. Kue Rangi

Kue rangi atau biasa disebut sagu rangi terbuat dari tepung kanji dicampur dengan kelapa yang diparut kasar. Dahulu, orang memanggang kue rangi dengan memanfaatkan api yang berasal dari kayu bakar atau arang. Alhasil, kue tersebut menjadi lebih wangi. Kue rangi adalah salah satu makanan khas Betawi yang juga mulai jarang didapatkan. Rasanya gurih karena mengandung parutan kelapa dan juga manis karena di permukaan kue ditaburi gula merah. Aromanya jangan tanya, harum dan menggugah selera.

Referensi

Dokumen terkait

· Review and approve audit reports to the extent that BACC Chairman may issue directives to Senior Management to develop and implement the necessary corrective actions in a

Perempuan di wilayah penelitian mela- kukan berbagai upaya pengentasan kemiski- nan mulai dari mencari sumber pendapatan dengan melakukan kegiatan ekonomi sampai mengelola

Dalam Suliswati, Payopo, Maruhawa, dkk (2005) mengatakan stress adalah kondisi dinamis dengan rasa tegang dan cemas pada individu atau kumpulan individu

Communication Strategy Public Relations of Angkasa Pura 1 (Ltd) Juanda International Airport Surabaya to Socializing the new Terminal (T2).. On February 14, 2014, 2 nd terminal

[r]

Penggunaan data khusus yang disusun pemerintah (Statistik Potensial Desa, PODES), yang untuk pertama kalinya berusaha memetakan konflik di seluruh 69.000 desa dan lingkungan

Pihak kepolisian umumnya memfasilitasi penyelesaian di luar pengadilan karena adanya permintaan yang umumnya dilakukan oleh para pelaku tindak pidana, bentuk fasilitas

“Cara untuk mengembangkan ekonomi masyarakat desa Gondosuli sebagai kawasan Minapolitan melalui budidaya ikan lele adalah salah satunya dengan meningkatkan kualitas sumber daya