• Tidak ada hasil yang ditemukan

132387832 Visum Et Repertum Pada Korban Hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "132387832 Visum Et Repertum Pada Korban Hidup"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1. PENDAHULUAN BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang

Di dalam

Di dalam melakumelakukan kan tugas dan tugas dan profesprofesinya, seorang dokter mempunyai tugasinya, seorang dokter mempunyai tugas ut

utamama a adadalalah ah memenenegakgakkakan n didiagagnonosisis s memedidis s bagbagi i penpendederirita ta ununtutuk k kekemumudidianan memberikan terapi yang tepat dan rasional dengan tujuan mengembalikan kondisi memberikan terapi yang tepat dan rasional dengan tujuan mengembalikan kondisi tubuh penderita tersebut sefisiologis mungkin. Terdapat pula tugas lain yang patut tubuh penderita tersebut sefisiologis mungkin. Terdapat pula tugas lain yang patut diperhatikan oleh setiap dokter dalam kaitan dengan pengabdian kepada masyarakat, diperhatikan oleh setiap dokter dalam kaitan dengan pengabdian kepada masyarakat, yai

yaitu tu memmembanbantu tu proproses ses penpenegakegakan an hukhukum um dengdengan an melmelakuakukan kan pempemerieriksaksaan an dandan  perawatan

 perawatan korban korban sebagai sebagai akibat akibat suatu suatu tindak tindak pidana, pidana, baik baik korban korban hidup hidup maupunmaupun korban mati, juga pemeriksaan terhadap barang bukti lain yang diduga berasal dari korban mati, juga pemeriksaan terhadap barang bukti lain yang diduga berasal dari tubuh manusia. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka pihak yang berwenang tubuh manusia. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka pihak yang berwenang (penyidik) akan menyertainya dengan surat permintaan visum et repertum (SPVR), (penyidik) akan menyertainya dengan surat permintaan visum et repertum (SPVR), dengan demikian maka dokter akan melaporkan hasil pemeriksaannya secara tertulis dengan demikian maka dokter akan melaporkan hasil pemeriksaannya secara tertulis kepada pihak peminta visum et repertum tersebut. Hasil dari pemeriksaan secara kepada pihak peminta visum et repertum tersebut. Hasil dari pemeriksaan secara tertulis tersebut dituangkan dalam bentuk surat keterangan ahli yang lazim disebut tertulis tersebut dituangkan dalam bentuk surat keterangan ahli yang lazim disebut visum et repertum.

visum et repertum. Pem

Pembuatbuatan an visvisum um et et repereperturtum m dimdimaksaksudkudkan an sebsebagai agai ganganti ti barbarang ang bukbukti,ti, dimana barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin dihadapkan di sidang dimana barang bukti yang diperiksa tersebut tidak mungkin dihadapkan di sidang pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan karena barang pengadilan dalam keadaan sebagaimana adanya. Hal ini dimungkinkan karena barang bukti tersebut yang ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat, bukti tersebut yang ada hubungannya dengan tubuh manusia (misalnya: luka, mayat, atau bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk. atau bagian tubuh lainnya) segera akan berubah menjadi sembuh atau membusuk.

Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses persidangan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seo

seoranrang g terterdakwdakwa a melmelakukakukan an perperbuatbuatan an pidpidana ana sebsebagaiagaimanmana a yanyang g diddidakwakwakanakan penuntut umum, oleh karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan penuntut umum, oleh karena pembuktian merupakan bagian dari proses peradilan

(2)

pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim tidak boleh

tidak boleh menjamenjatuhkan pidana kepada tuhkan pidana kepada seseoseseorang kecuali apabila rang kecuali apabila dengan sekurang-dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak  kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak   pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”.

 pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”. Dari bunyi pa

Dari bunyi pasal 183 Undansal 183 Undang-Undang-Undang nomor g nomor 8 tahun 1981 kir8 tahun 1981 kiranya dapatanya dapat dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila:

dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila: 1.

1. TerTerdapdapat sedat sedikiikitnytnya dua ala dua alat buat bukti ykti yang sang sahah 2.

2. Dua alat buktDua alat bukti i tertersebsebut menimut menimbulbulkan keyakikan keyakinan hakim tentnan hakim tentang telah terjang telah terjadiadinyanya  perbuatan pidana

 perbuatan pidana 3.

3. Dan Dan perbuaperbuatan ptan pidana idana tersetersebut but dilakudilakukan okan oleh tleh terdakwerdakwaa

Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 adalah:

1981 adalah: 1.

1. KeKeteterarangngan an sasaksksii 2.

2. KeKeteterarangngan an ahahlili 3

3.. SSuurraatt 4.

4. KeKeteterarangngan an teterdrdakakwawa 5

5.. PPeettuunnjjuuk k 

Menurut pendapat dr. Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal Menurut pendapat dr. Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal yang

yang pentipenting ng dalam pembuktian karena dalam pembuktian karena mengganmenggantikan sepenuhnyatikan sepenuhnya corpus corpus delicdelictiti (ta

(tanda nda buktbukti). i). SepSeperterti i dikdiketaetahui hui daldalam am suasuatu tu perperkarkara a pidpidana ana yang yang menmenyanyangkutgkut  perusakan

 perusakan tubuh tubuh dan dan kesehatan kesehatan serta serta membinasakan membinasakan nyawa nyawa manusia, manusia, maka maka tubuh tubuh sisi korban merupakan

korban merupakan corpus delicti.corpus delicti. Dalam perkara pidana yang lain dimana tandaDalam perkara pidana yang lain dimana tanda  buktinya

 buktinya ((corpus delicti)corpus delicti) merupmerupakan akan suatu benda suatu benda (tida(tidak k bernyabernyawa) misalnya senjatawa) misalnya senjata ta

tajajam/m/apapi i yanyang g didipapakakai i ununtutuk k memelalakukukan kan susuatatu u titindndak ak pipidadanana, , barbaranang g hahasisill curian/penggelapan, mata uang yang dipalsukan dan lain-lain pada umumnya selalu curian/penggelapan, mata uang yang dipalsukan dan lain-lain pada umumnya selalu dapat diajukan di muka sidang pengadilan sebagai barang/tanda bukti. Akan tetapi dapat diajukan di muka sidang pengadilan sebagai barang/tanda bukti. Akan tetapi

(3)

pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang pidana, maka tata cara pembuktian tersebut terikat pada Hukum Acara Pidana yang berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

berlaku yaitu Undang-Undang nomor 8 tahun 1981.

Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim Dalam pasal 183 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 dinyatakan: “Hakim tidak boleh

tidak boleh menjamenjatuhkan pidana kepada tuhkan pidana kepada seseoseseorang kecuali apabila rang kecuali apabila dengan sekurang-dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak  kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak   pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”.

 pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya”. Dari bunyi pa

Dari bunyi pasal 183 Undansal 183 Undang-Undang-Undang nomor g nomor 8 tahun 1981 kir8 tahun 1981 kiranya dapatanya dapat dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila:

dipahami bahwa pemidanaan baru boleh dijatuhkan oleh hakim apabila: 1.

1. TerTerdapdapat sedat sedikiikitnytnya dua ala dua alat buat bukti ykti yang sang sahah 2.

2. Dua alat buktDua alat bukti i tertersebsebut menimut menimbulbulkan keyakikan keyakinan hakim tentnan hakim tentang telah terjang telah terjadiadinyanya  perbuatan pidana

 perbuatan pidana 3.

3. Dan Dan perbuaperbuatan ptan pidana idana tersetersebut but dilakudilakukan okan oleh tleh terdakwerdakwaa

Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun Alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat 1, Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 adalah:

1981 adalah: 1.

1. KeKeteterarangngan an sasaksksii 2.

2. KeKeteterarangngan an ahahlili 3

3.. SSuurraatt 4.

4. KeKeteterarangngan an teterdrdakakwawa 5

5.. PPeettuunnjjuuk k 

Menurut pendapat dr. Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal Menurut pendapat dr. Tjan Han Tjong visum et repertum merupakan suatu hal yang

yang pentipenting ng dalam pembuktian karena dalam pembuktian karena mengganmenggantikan sepenuhnyatikan sepenuhnya corpus corpus delicdelictiti (ta

(tanda nda buktbukti). i). SepSeperterti i dikdiketaetahui hui daldalam am suasuatu tu perperkarkara a pidpidana ana yang yang menmenyanyangkutgkut  perusakan

 perusakan tubuh tubuh dan dan kesehatan kesehatan serta serta membinasakan membinasakan nyawa nyawa manusia, manusia, maka maka tubuh tubuh sisi korban merupakan

korban merupakan corpus delicti.corpus delicti. Dalam perkara pidana yang lain dimana tandaDalam perkara pidana yang lain dimana tanda  buktinya

 buktinya ((corpus delicti)corpus delicti) merupmerupakan akan suatu benda suatu benda (tida(tidak k bernyabernyawa) misalnya senjatawa) misalnya senjata ta

tajajam/m/apapi i yanyang g didipapakakai i ununtutuk k memelalakukukan kan susuatatu u titindndak ak pipidadanana, , barbaranang g hahasisill curian/penggelapan, mata uang yang dipalsukan dan lain-lain pada umumnya selalu curian/penggelapan, mata uang yang dipalsukan dan lain-lain pada umumnya selalu dapat diajukan di muka sidang pengadilan sebagai barang/tanda bukti. Akan tetapi dapat diajukan di muka sidang pengadilan sebagai barang/tanda bukti. Akan tetapi

(4)

tidak demikian halnya dengan

tidak demikian halnya dengan corpus delicticorpus delicti yang berupa tubuh manusia, oleh karenayang berupa tubuh manusia, oleh karena misalnya luka-luka pada tubuh seseorang akan selalu berubah-ubah yaitu mungkin misalnya luka-luka pada tubuh seseorang akan selalu berubah-ubah yaitu mungkin akan sembuh, membusuk atau akhirnya menimbulkan kematian dan mayatnya akan akan sembuh, membusuk atau akhirnya menimbulkan kematian dan mayatnya akan menjadi busuk dan dikubur, jadi kesimpulannya keadaan itu tidak pernah tetap seperti menjadi busuk dan dikubur, jadi kesimpulannya keadaan itu tidak pernah tetap seperti  pada

 pada waktu waktu pemeriksaan pemeriksaan dilakukan, dilakukan, maka maka oleh oleh karenanyakarenanya corpus corpus delicdelictiti yangyang demikian itu tidak mungkin disediakan/diajukan pada sidang pengadilan dan secara demikian itu tidak mungkin disediakan/diajukan pada sidang pengadilan dan secara mutlak harus diganti oleh visum et repertum.

mutlak harus diganti oleh visum et repertum. In

Inti ti dardari i susuatatu u vivisusum m et et rereperpertutum m papada da dadasasarnrnya ya teterlrletetak ak papada da bagbagiaiann kesimpulan karena di dalamnya terdapat jenis luka, kekerasan luka, dan kualifikasi kesimpulan karena di dalamnya terdapat jenis luka, kekerasan luka, dan kualifikasi luka. Dalam proses peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya luka. Dalam proses peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya "pe

"perisristitiwa wa hukhukum"um", , sedsedangangkan kan kualkualifiifikaskasi i lukluka a mammampu pu menmenggamggambarbarkan kan "ak"akibaibatt hukum" suatu kecederaan. Kualifikasi luka dapat membantu penegak hukum untuk  hukum" suatu kecederaan. Kualifikasi luka dapat membantu penegak hukum untuk  menjatuhkan keputusan hukum, kualifikasi luka ini dapat berdasarkan:

menjatuhkan keputusan hukum, kualifikasi luka ini dapat berdasarkan: 1.

1. KUHKUHP P paspasal al 352 352 yaiyaitu tu pengpenganianiayaayaan an yanyang g tidtidak ak menmenimbimbulkulkan an penypenyakiakit t ataatauu halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (sebagai halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian (sebagai  penganiayaan ringan).

 penganiayaan ringan).

2. KUHP pasal 351 ayat 1 yaitu penganiayaan yang menimbulkan penyakit atau 2. KUHP pasal 351 ayat 1 yaitu penganiayaan yang menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian. halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian. 3. KUHP pasal 351 ayat 2 yaitu penganiayaan yang menimbulkan luka berat. 3. KUHP pasal 351 ayat 2 yaitu penganiayaan yang menimbulkan luka berat.

1.2 Tujuan 1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum 1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari refrat ini adalah mengetahui tentang visum et repertum Tujuan umum dari refrat ini adalah mengetahui tentang visum et repertum  pada korban hidup sekaligus tentang kualifikasi luka.

 pada korban hidup sekaligus tentang kualifikasi luka. 1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2 Tujuan Khusus 1.

1. Mengetahui Mengetahui tentang tentang visum visum et et repertumrepertum 2.

2. Mengetahui tMengetahui tentang visum entang visum et et repertum pada repertum pada korban hidupkorban hidup 3.

(5)

4.

4. Mengetahui Mengetahui dasar-dasar dasar-dasar hukum hukum atau undang-undang atau undang-undang yang bersyang bersangkutan denganangkutan dengan visum et repertum

visum et repertum 1.3 Permasalahan 1.3 Permasalahan

1. Pengertian visum et repertum 1. Pengertian visum et repertum

2. Landasan hukum visum et repertum 2. Landasan hukum visum et repertum 3. Bentuk dan susunan visum et repertum 3. Bentuk dan susunan visum et repertum

4. Macam-macam visum et repertum korban hidup 4. Macam-macam visum et repertum korban hidup 5. Landasan hukum kualifikasi luka

5. Landasan hukum kualifikasi luka 6. Pembagian kualifikasi luka

(6)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Visum et Repertum

2.1.1 Definisi Visum Et Repertum

Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran forensik atau dokter bukan ahli kedokteran forensik. Keterangan ini dibuat dalam  bentuk tulisan yang dahulu dikenal sebagai Visum et Repertum yang berisi tentang

seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana.

 Menurut dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F, pengertian Visum et Repertum (VR) secara hukum adalah (Idries, 1997):

1. “Laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh dokter, dan di dalam perkara pidana”

2. Surat keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji (jabatan/khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya

3. Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.

 Dalam kamus hukum tahun 1972 (oleh Prof. Subekti, SH dan Tjirosudibio), V.e.R  adalah suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu  pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk 

menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan oleh hakim dalam suatu perkara.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat didefinisikan visum et repertum sebagai laporan tertulis untuk yustisi yang dibuat oleh dokter atas sumpah tentang segala sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada

(7)

 benda yang diperiksa. (Visum=dilihat, Repertum=ditemukan). Istilah Visum et Repertum ini dapat ditemukan dalam lembaran Negara tahun 1937 Nomor : 350 Pasal I yang terjemahannya :

“Visa et Reperta pada dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Negeri Belanda atau Indonesia, maupun atas sumpah khusus seperti tercantum dalam pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara pidana selama Visa et Reperta tersebut berisi keterangan mengenai hal-hal yang diamati oleh dokter itu pada  benda-benda yang diperiksa”. (Anonim, 2006)

Dengan berlakunya KUHAP maka Lembaran Negara tahun 1937 Nomor 350 ini seharusnya dicabut. Namun karena isi Lembaran Negara tersebut tidak bertentangan dengan KUHAP sedang istilah Visum et Repertum tidak ditemukan dalam KUHAP, maka Menteri Kehakiman dalam peraturan Nomor: M.04.UM.01.06 tahun 1983 pasal 10 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik disebut Visum et Repertum. Oleh karena itu keterangan ahli/keterangan hasil pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik seperti dimaksud KUHAP tidak lain adalah Visum et Repertum.

2.1.2 Dasar Hukum Dari Visum Et Repertum

Visum et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya barang bukti yang diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum et Repertum pada hakekatnya adalah menjadi alat bukti yang sah. Baik di dalam kitab hukum acara pidana yang lama, yaitu RIB maupun kitab hukum acara pidana (KUHAP) tidak ada satu pasalpun yang memuat perkataan Visum et Repetum. Hanya di dalam lembaran negara tahun 1973 no 350 pasal 1 dan pasal 2 yang menyatakan bahwa visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti dalam perkara- perkara pidana.

Didalam KUHAP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan kewajiban dokter untuk membantu peradilan, yaitu dalam bentuk keterangan ahli, pendapat

(8)

orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter, dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP: pasal 187 butir c).

Bila kita lihat perihal apa yang dimaksudkan dengan alat bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184 ayat 1 yaitu:

1. Keterangan saksi 2. Keterangan Ahli 3. Surat

4. Petunjuk 

5. Keterangan Terdakwa

Maka visum et repertum dapat dikatakan sebagai keterangan ahli maupun sebagai surat. Hal ini tercantum dalam

Pasal 186

“Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli katakan di sidang pengadilan”. Keterangan ahli dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik  atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. (Idries, 1997).

Di dalam penjelasan pasal 186 diterangkan bahwa keterangan ahli ini dapat  juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu  pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.

Pasal 187

Visum et Repertum dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

(9)

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu

 b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal sesuatu keadaan yang diminta secara resmi  padanya.

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat  pembuktian lain.

2.1.3 Tujuan Visum Et Repertum

Tugas seorang dokter dalam bidang Ilmu Kedoteran Forensik adalah membantu para petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana yang behubungan dengan pengrusakan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, sehingga bekerjanya harus obyektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkannya satu sama lain secara logis untuk  kemudian mengambil kesimpulan, maka oleh karenanya pada waktu memberi laporan dalam pemberitaan dari Visum et Repertum itu harus sesungguh-sungguhnya dan seobyektif-obyektifnya tentang apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu  pemeriksaan, dan demikian Visum et Repertum merupakan kesaksian tertulis.

Visum et Repertum merupakan rencana (verslag) yang diberikan oleh seorang dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan  pemeriksaan secara obyektif, sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.

(10)

Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana yang tertulis dalam pasal 184 KUHAP. Visum et repertum turut berperan dalam proses  pembuktian suatu proses perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang dalam bagian pemberitaan sehingga dapat dianggap sebagai pengganti benda  bukti.

Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksan medik tersebut yang tertuang dalam ba gian kesimpulan.

Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga dapat diketahui dengan jelas apa yang terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh atau jiwa manusia. (Bagian Kedokteran Forensik FKUI, 1997)

2.1.4 Macam-macam Visum et Repertum 1. Visum et repertum korban hidup

a. Visum et Repertum

Diberikan bila korban setelah diperiksa atau diobati, tidak terhalang menjalankn jabatan/ mata pencaharian.

 b. Visum et Repertum sementara

Diberikan apabila setelah diperiksa, ternyata: - Korban perlu dirawat/ diobservasi

- Korban terhalang menjalankan pekerjaan jabatan/mata  pencaharian

Visum et repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti untuk  menahan terdakwa. Dan karena belum sembuh, maka visum et repertumnya tidak memuat kualifikasi luka.

c. Visum et Repertum lanjutan

Diberikan apabila setelah dirawat/ diobservasi, ternyata: - Korban sembuh

(11)

- Korban belum sembuh, pindah rumah sakit atau dokter lain - Korban belum sembuh, kemudian pulang paksa atau

melarikan diri

- Korban meninggal dunia

Kualifikasi luka dalam visum et repertum lanjutan dibuat setelah korban selesai dirawat.

2. Visum et repertum mayat

3. Visum et repertum pemeriksaan TKP 4. Visum et repertum penggalian mayat 5. Visum et repertum mengenai umur  6. Visum et repertum psikiatrik 

7. Visum et repertum mengenai bukti lain (Hoediyanto, 2007; Mabes Polri, 1985)

2.1.5 Yang Berhak Meminta Visum et Repertum adalah: 1. Penyidik 

Landasan hukum: Pasal 6 KUHAP (1) Penyidik adalah:

a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;

 b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Pasal 7 KUHAP

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan  pemeriksaan perkara;

(12)

(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Pasal 133 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Penyidik adalah polri dengan pangkat serendah-rendahnya AIPDA (ajudan inspektur dua), namun di daerah terpencil mungkin saja seorang polisi berpangkat BRIPDA dapat diberi wewenang sebagai penyidik,oleh karena di daerah tersebut tidak ada yang pangkatnya lebih tinggi.

2. Penyidik pembantu Landasan hukum: Pasal 1 KUHAP

(3) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 10 KUHAP

(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.

Pasal 11 KUHAP

Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

(13)

Pangkat terendah untuk penyidik pembantu adalah BRIPDA (Brigadir Dua).

3. HakimPidana Landasan hukum: Pasal 180

(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. Hakim pidana biasanya tidak langsung meminta visum et repertum pada dokter, akan tetapi hakim dapat memerintahkan kepada jaksa untuk  melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP) dengan vsum et repertum, kemudian jaksa melipahkan pemberitaan hakim kepada penyidik.

4. Hakim Perdata

Hakim perdata berwenang meminta visum et repertum. Hal ini diatur dalam HIR (Herziene Inlands Reglement). Hal ini dikarenakan disidang pengadilan  perdata tidak ada jaksa, maka hakim perdata dapat langsung meminta visum et

repertum kepada dokter. 5. Hakim Agama

Bahwa hakim agama boleh meminta visum et repertum telah diatur dalam undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok  kekuasaan kehakiman Pasal 10. Hakim agama hanya mengadili perkara yang menyangkut agama Islam.

(Hoediyanto, 2007; http://asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhap; Mabes Polri, 1985)

(14)

Pasal 120 KUHAP

(1)Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.

Pasal 133 KUHAP

(1)Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik  luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak   pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pasal 1 KUHAP

(28)Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara  pidana guna kepentingan pemeriksaan.

Seperti yang tercantum dalam pasal-pasal di atas, telah ditentukan bahwa yang  berhak membuat visum et repertum adalah:

1. Ahli kedokteran kehakiman 2. Dokter atau ahli lainnya (Hoediyanto, 2007)

2.1.7 Tata Cara Permintaan Visum Et Repertum

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu mengajukan permintaan visum et repertum untuk korban hidup adalah:

1. Permintaan harus diajukan secara tertulis (KUHAP Pasal 133(3)). Tidak  dibenarkan meminta secara lisan, melalui telepon atau melalui pos.

a. Di sudut kiri atas dicantumkan alamat pemohon visum et repertum.

 b. Di sudut kanan atas dijelaskan kepada siapa permintaan visum et repertum tersebut ditujukan. Surat permintaan visum et repertum tersebut dapat dialamatkan kepada pimpinan Rumah Sakit atau dokter yang dikehendaki  pemohon.

(15)

c. Keterangan tentang identitas korban dengan menyebutkan nama, jenis kelamin, umur, kebangsaan, agama, alamat, dan pekerjaan.

d. Keterangan tentang peristiwa yang dialami korban seperti kejahatan kesusilaan, kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, dan sebagainya.

e. Permintaan pengobatan dan perawatan korban.

f. Harap dilaporkan kepada pihak pemohon visum et repertum bila korban sembuh, pindah rumah sakit lain, pulang paksa, melarikan diri atau meninggal.

g. Kolom untuk keterangan lain.

h. Keterangan tentang identitas pemohon visum et repertum dilengkapi dengan tanda tangan dan cap dinas di sudut kanan bawah.

i. Keterangan tentang identitas penerima visum et repertum disertai tanda tangan, tanggal dan jam di sudut kiri bawah.

2. Korban adalah barang bukti, maka surat permintaan visum et repertum harus diserahkan sendiri oleh polisi bersama-sama korban kepada dok ter.

3. Tidak dibenarkan mengajukan surat permintaan visum et repertum tentang  peristiwa yang telah lampau mengingat rahasia kedokteran (Instruksi Kapolri  No.Inst/E/20/IX/75).

Pasal 170 KUHAP

(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. (2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

(Hoediyanto, 2007; Atmodirono, 1980; Ranoemihardja, 1991) 2.2 Kualifikasi Luka

2.2.1 Pengertian Luka

Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu yang

(16)

disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda tajam, bahan kimia, dan sebagainya.

Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak jarang  penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuan

masing-masing. Bilamana bantuan ini berhubungan dengan bidang kedokteran, maka sudah selayaknya bahwa yang diminta bantuan adalah seorang dokter.

Salah satu peranan seorang dokter adalah ikut menegakkan dan membela kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk visum et repertum. Tidak   jarang dokter dihadapkan untuk ikut memeriksa korban yang menderita luka atas  permintaan penyidik.

2.2.2 Landasan Hukum Kualifikasi Luka

Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang atau korban hidup, yaitu pada visum et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Dalam proses  peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya “Peristiwa hukum”, sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan “akibat hukum sesuatu kecederaan”. Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan  pidana.Pasal 351 :

(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.

4.500,-(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. (KUHP 90).

(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun (KUHP 358).

(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.

(5) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum. (KUHP 37, 53, 184 s, 353 s, 356, 487)

Pasal 352 KUHP

(1) Selain daripada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau

(17)

 pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga  bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,- hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja  padanya atau yang ada dibawah perintahnya.

(2) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.

Pasal 353 KUHP

(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum  penjara selama-lamanya empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya ia dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Pasal 354 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, si tersalah dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 90 KUHP

Yang dikatakan luka berat pada tubuh yaitu : KUHP 184, 213 s, 288, 306, 333 s, 358, 360, 365, 495 s.

Dari pasal-pasal KUHP di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu tindak pidana “penganiayaan” itu mengakibatkan :

(18)

1. Luka derajat pertama (Luka golongan C) ialah : “Luka yang tidak berakibat  penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan” – pasal 352

KUHP (penganiayaan ringan).

2. Luka derajat kedua (Luka golongan B) ialah : “Luka yang berakibat penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan untuk sementara waktu” –   pasal 351 (1) KUHP (penganiayaan).

3. Luka derajat ketiga (Luka golongan A) ialah : “Luka yang menyebabkan rintangan/halangan tetap dalam menjalankan jabatan, pekerjaan atau  pencaharian”. -- pasal 351 (2), 353 (2), 354 (1), dan pasal 90 KUHP

(penganiayaan yang mengakibatkan Luka Berat = Zwaarlichamelijk letsel). 2.2.3 Pembagian kualifikasi luka

Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak   jarang penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli dalam bidang pengetahuan

masing-masing. Bilamana bantuan ini berhubungan dengan bidang kedokteran, maka sudah selayaknya bahwa yang diminta bantuan adalah seorang dokter.

Salah satu peranan seorang dokter adalah ikut menegakkan dan membela kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk visum et repertum. Tidak   jarang dokter dihadapkan untuk ikut memeriksa korban yang menderita luka atas  permintaan penyidik.

Suatu luka dapat didefinisikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh suatu trauma. Ada bermacam-macam penyebab luka, yaitu yang disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda tajam, bahan kimia, dan sebagainya.

Pada kesimpulan visum et repertum untuk orang atau korban hidup, yaitu  pada visum et repertum lanjutan, harus dilengkapi dengan kualifikasi luka. Dalam  proses peradilan, jenis luka dan kekerasan luka membuktikan adanya “Peristiwa hukum”, sedangkan kualifikasi luka mampu menggambarkan “akibat hukum sesuatu kecederaan”. Kualifikasi luka ini akan memudahkan hakim untuk menjatuhkan  pidana.

(19)

Kualifikasi luka ini dapat didasarkan pada:

1. Luka derajat pertama (luka golongan C), pada KUHP pasal 352 yaitu: “Luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian” (penganiayaan ringan).

2. Luka derajat kedua (luka golongan B), pada KUHP pasal 351 ayat 1 yaitu: “Luka yang berakibat penyakit atau halangan untuk sementara waktu” (penganiayaan). 3. Luka derajat ketiga (luka golongan A), pada pasal 351 (2), 353 (2), 354 (1), jo

 pasal 90 KUHP yaitu: “Luka yang menyebabkan rintangan/halangan menjalankan  jabatan, pekerjaan atau pencaharian” (penganiayaan yang menimbulkan luka berat  –Zwaar Lichamelijk Letsel).

Yang harus diperhatikan ialah: a. Jenis luka apa yang terjadi

 b. Jenis senjata apa yang menyebabkan terjadinya luka itu c. Kualifikasi dari pada luka itu.

Dari pasal-pasal dalam KUHP tentang “penganiayaan” merupakan istilah hukum yang tidak dikenal dalam istilah kedokteran. Dan karena penganiayaan  biasanya menimbulkan luka, maka dalam kesimpulan visum et repertum kata  penganiayaan diganti dengan kata “LUKA”. Di dalam KUHP tidak disebutkan kriteria luka sedang dan ringan. Tetapi untuk luka berat menurut KUHP pasal 90, maka “luka berat” meliputi:

1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut.

2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau  pekerjaan pencaharian.

3. Kehilangan salah satu panca indera. 4. Mendapat cacat berat.

(20)

5. Menderita sakit lumpuh.

6. Terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih.

7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberikan harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya maut. Bahaya maut disini haruslah ditinjau dari keadaan penderita pada waktu diperiksa untuk pertama kali, dan keadaan setelah perawatan. Misalnya: seseorang tertusuk pisau diperutnya sehingga ususnya keluar. Keadaan ini menimbulkan bahaya maut. Bila setelah dirawat (operasi) kemudian sembuh, haruslah tetap dianggap luka yang menimbulkan bahaya maut.

2. Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau  pekerjaan pencaharian. Misalnya: seorang pianis professional mengalami luka  pada jari-jarinya, dan setelah sembuh terjadi ankilosis sendi-sendi tangan dan  jarinya, sehingga dia tidak lagi biasa memainkan piano dengan baik.

3. Kehilangan salah satu panca indera.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa panca indera manusia terdiri dari:  penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecap. Kehilangan salah satu panca indera misalnya karena lukanya menyebabkan sebelah matanya buta. Satu mata buta sudah termasuk kehilangan salah satu panca inderanya, walaupun mata yang satunya masih dapat berfungsi dengan baik. Sebaliknya kehilangan daun telinga tidak termasuk dalam kategori ini.

4. Cacat berat.

Misalnya: kehilangan salah satu lengan atau tungkai, wajah menjadi rusak karena disiram air keras atau dibakar. Gigi rontok tidak termasuk dalam kategori ini.

Untuk menambah pengetahuan sejauh mana pihak Asuransi Jasa Raharja memberi ganti rugi terhadap korban kecelakaan lalu lintas, berikut PP No.18 tahun 1965 tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan dalam kecelakaan lalu lintas jalan  pasal 10 ayat

(21)

Dalam hal cacat tetap yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b pasal ini,  pembayaran dana dihitung menurut daftar dan ketentuan-ketentuan perhitungan lebih

lanjut sebagai berikut:

Bagian cacat Kanan Kiri

- Dua lengan atau dua kaki 100% 100%

- Satu lengan dan satu kaki 100% 100% - Penglihatan dari kedua mata 100% 100% - Akal budi seluruhnya dan tidak dapat sembuh yang

menyebabkan tidak dapat melakukan suatu pekerjaan 100% 100%

- Lengan dari sendi bahu 70% 60%

- Lengan dari atau diatas sendi siku 65% 55% - Tangan dari atau diatas sendi pergelangan tangan 60% 50%

- Satu kaki 50% 50%

- Penglihatan dari satu mata 30% 30%

- Ibu jari tangan 25% 20%

- Telunjuk tangan 15% 10%

- Kelingkingtangan 10% 5%

- Jari tengah atau jari manis tangan 10% 5%

- Tiap-tiap jarikaki 5% 5%

5. Menderita Lumpuh.

Luka yang diderita korban, menyebabkan kelumpuhan. Misalnya: korban menderita trauma di collumna vertebralis yang akhirnya mengalami kelumpuhan. 6. Terganggu kekuatan akal selama 4 minggu atau lebih.

Jika karena suatu trauma kepala akibat kecelakaan, seorang korban dapat menderita amnesia atau aphasia sensorik atau motorik selama waktu 4 minggu atau lebih. Yang menjadi persoalan jika timbulnya gangguan jiwa ini jauh setelah  peristiwa dan yang bersalah telah dijatuhi pidana. Tentunya pidana yang telah

dijatuhkan lebih ringan dari semestinya. Sekali pidana telah dijatuhkan oleh hakim, tidak bisa diulang disidang pengadilan. Sesuai dengan Nebis in idem pasal 76 KUHP, tetapi dalam perkara perdata bukan merupakan halangan untuk  menuntut ganti rugi.

(22)

Yang dimaksud disini adalah jika oleh karena suatu ruda paksa terhadap seorang perempuan (yang hamil), baik disengaja ataupun tidak mengakibatkan  perempuan tersebut mengalami keguguran atau matinya kendungan. Ini harus dibedakan dengan penguguran, yang dalam KUHP pasal 346, 347 dan 348 diartikan sebagai: “sengaja menggugurkan kandungan yang dilakukan perempuan itu sendiri atau orang lain atas permintaan perempuan itu sendiri atau orang lain dengan atau tanpa persetujuannya”.

Dalam kualifikasi luka tersebut diatas dapat dijumpai istilah “pekerjaan  jabatan” dan “pekerjaan pencaharian”. Siapa yang mempunyai pekerjaan jabatan, ditentukan dalam pasal 92 KUHP, antara lain semua anggota angkatan perang,  pegawai negeri. Sedangkan yang mempunyai pekerjaan pencaharian ialah karyawan

atau orang dengan profesi tertentu.

Yang harus diperhatikan pada kualifikasi luka ialah: 1. Keadaan luka pada tubuh korban, apakah:

- Luka itu sudah sembuh

- Luka itu belum sembuh, namun korban tidak perlu dirawat lebih lanjut dirumah sakit.

- Korban perlu diobservasi dirumah sakit sebelum dapat ditemukan kualifikasi lukanya.

2. Pekerjaan korban, apakah:

- Korban mempunyai tugas jabatan seperti pegawai negeri. - Korban mempunyai pekerjaan pencaharian seperti karyawan. - Korban tidak mempunyai pekerjaan seperti ibu rumah tangga.

2.2.3 Tujuan dan Manfaat Kualifikasi Luka

Untuk menjawab jenis tindak pidana yang terjadi, perlu dijelaskan dalam kesimpulan VeR tentang jenis luka pada korban. Secara morfologis suatu luka dapat

(23)

memiliki karakteristik tertentu sehingga deskripsi jenis luka dapat diasosiasikan dengan benda penyebabnya, besarnya energi pada jaringan, dan konsekuensinya pada korban. Luka dengan jenis kekerasan mekanik, misalnya deskripsi luka lecet yang terdiri dari luka lecet gores, luka lecet geser, atau luka lecet tekan, dengan bentuk  tertentu dapat memberi gambaran benda penyebabnya. Selain itu, arah luka lecet juga  perlu dicantumkan untuk memberi petunjuk terhadap arah kekerasan yang terjadi. Sedangkan pada memar, warna, dan luas luka dapat memberi petunjuk mengenai waktu dan besar kekerasan yang terjadi. Sehingga kualifikasi luka bermanfaat dalam membantu penegak hukum untuk menjatuhkan keputusan hukum.

BAB 3. PEMBAHASAN

(24)

3.1.1 Bentuk dan susunan visum et repertum korban hidup

Bentuk visum et repertum yang sekarang dipakai adalah warisan para tokoh kedokteran kehakiman FK Unair/RSU dr. Soetomo Surabaya, yaitu: Prof. H. Muller, Prof. Mas Soetejo, dan Prof. Soetomo Tjokronegoro, ketiganya telah almarhum.

Bentuk visum et repertum yang telah diatur oleh pemerintah adalah visum et repertum psikiatrik, yang tidak banyak berbeda dengan bentuk visum et repertum diatas (Hoediyanto, 2005).

BAGIAN-BAGIAN VISUM ET REPERTUM 1. PRO JUSTISIA

Kata ini dicantumkan di sudut kiri atas, dan dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermaterai.

2. PENDAHULUAN

Bagian ini memuat antara lain:

a. Identitas pemohon visum et repertum

 b. Identitas dokter yang memeriksa/membuat visum et repertum

c. Tempat dilakukannya pemeriksaan (misalnya rumah sakit X Surabaya) d. Tanggal dan jam dilakukannya pemeriksaan

e. Identitas korban

f. Keterangan dari penyidik mengenai cara kematian, luka, dimana korban dirawat, dan waktu korban meninggal dunia.

g. Keterangan mengenai orang yang menyerahkan atau mengantar korban pada dokter dan waktu saat korban diterima di rumah sakit

3. PEMBERITAAN

Yang dimaksud dalam bagian ini ialah:

a. Identitas korban menurut pemeriksaan dokter, berupa umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, serta keadaan umumnya

 b. Hasil pemeriksaan berupa kelainan yang ditemukan pada korban c. Tindakan-tindakan atau operasi yang telah dilakukan

(25)

Di dalam bagian ini memakai bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga orang awam (bukan dokter) dapat mengerti, hanya kalau perlu disertai istilah kedokteran/asing di belakangnya dalam kurung. Angka harus ditulis dalam huruf, misalnya 4 cm ditulis “empat sentimeter”. Tidak dibenarkan menulis diagnosa luka, misalnya luka bacok, luka tembak, luka harus dilukiskan dengan kata (to describe, beschrijven).

Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai apa yang diamati, terutama apa yang dilihat dan ditemukan pada korban/benda oleh dokter. 4. KESIMPULAN

Bagian ini berupa pendapat pribadi dari dokter yang memeriksa, mengenai hasil pemeriksaan sesuai dengan pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Seseorang melakukan pengmatan dengan kelima panca indera (penglihatan, pendengaran,  perasa, penciuman dan perabaan).

5. PENUTUP

Memuat kata “Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan”. Diakhiri dengan tanda tangan, nama lengkap/NIP dokter.

Yang dimaksud dengan sumpah adalah:

- Untuk dokter pemerintah: sumpah pegawai negeri

- Untuk dokter swasta: sumpah lafal dokter yang diucapkan pada waktu dilantik   jadi dokter 

- Untuk ahli lain: sumpah pegawai negeri atau disumpah khusus Di samping hal-hal tersebut di atas perlulah diketahui pula:

- Dalam pemberitaan tidak boleh ditulis apa yang diketahui dokter dari orang lain. - Kesimpulan bersifat subjektif, dan jika dalam keraguan harus berpegang pada

asas “in dubio pro rea”.

- Visum et repertum dibuat sejujur-jujurnya, bila sengaja menyimpang dapat dituntut karena memberi keterangan palsu berdasarkan pasal 242 KUHP. (Hoediyanto, 2005)

(26)

3.1.2 Macam-macam Visum et Repertum Korban Hidup

Selama ini orang mengenal istilah visum et repertum pada bedah mayat,  padahal pasien korban perlukaan dan keracunan pun berhak mendapatkan prosedur 

ini kalau memang laporan medisnya dijadikan bahan pemeriksaan secara hukum. Yang menjadi pusat pelayanan pertama pada korban, umumnya untuk korban hidup adalah ruang Instalasi Gawat Darurat (IRD). Dari seluruh kasus yang ditangani IRD Rumah Sakit, sekitar 50-70% merupakan kasus perlukaan dan keracunan dan kasus –  kasus itu berupa forensik klinik. Saat datang berobat atau beberapa hari sesudah kejadian, pasien dilengkapi dengan surat permintaan visum et repertum dari penyidik  untuk rumah sakit.

Macam-macam visum et repertum korban hidup melipiti : 1. visum et repertum luka

2. visum et repertum sementara 3. visum et repertum lanjutan 1. Visum et repertum luka

Diberikan bila korban setelah diperiksa/diobati, tidak terhalang menjalankan  pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006). Dengan demikian dapat dikatakan visum et repertum luka diberikan bila korban tidak  memerlukan perawatan lebih lanjut (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).

Dalam visum et repertum ini pada kesimpulannya digolongkan pada luka kualifikasi C (sesuai dengan penganiayaan ringan). Tetapi dalam visum et repertum, dokter sama sekali tidak boleh menulis kata “penganiayaan” dalam kesimpulannya, karena istilah penganiayaan adalah istilah hukum (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).

2. Visum et Repertum Sementara

Diberikan apabila setelah diperiksa ternyata korban perlu perawatan lebih lanjut baik di rumah sakit ataupun di rumah, dan atau korban terhalang menjalankan  pekerjaan jabatan/mata pencaharian (Apuranto, Hariadi dan Hoediyanto, 2006). Jadi,

(27)

 bila seseorang masih dipandang perlu oleh dokter untuk mendapatkan pengawasan, maka dibuatlah visum et repertum sementara.

Visum et repertum sementara dapat digunakan sebagai bukti untuk menahan terdakwa (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980). Jadi dengan menggunakan visum et repertum sementara, seseorang yang telah melakukan  penganiayaan sehingga menyebabkan luka yang membuat korban terhalang untuk 

menjalankan pekerjaan atau pencaharian dapat ditahan.

Pada kesimpulan visum et repertum sementara tidak mencantumkan kualifikasi luka, karena masih dalam pengobatan atau perawatan belum selesai (Atmodirono, Haroen dan Atmodirono, Anna Haroen, 1980).

3. Visum et Repertum Lanjutan

Diberikan apabila setelah korban dirawat/diobservasi ternyata korban sembuh, meninggal, pindah rumah sakit, atau pindah dokter. Dalam visum ini dimuat kualifikasi luka setelah korban dirawat. Bila ternyata korban meninggal maka dibuat visum et repertum jenazah.

3.1.3 Tata Cara Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup

Petunjuk pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup adalah sebagai  berikut:

A. Petunjuk Umum

1. Karena untuk kepentingan penegakan hukum, maka Visum et Repertum dibuat degan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh penegak hukum.

2. Isi harus relevan dengan maksud dan tujuan dimintakannya keterangan tersebut, yaitu untuk membuat terang perkara pidana, dan harus mampu menjawab masalah yang dihadapi penegak hukum dalam proses peradilan perkara pidana.

3. Memenuhi persyaratan formal, yaitu dibuat dengan sumpah atau janji yang diucapkan di depan penegak hukum atau dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan.

B. Petunjuk membuat diskripsi luka

(28)

1. Jumlah luka

2. lokasi luka, meliputi :

a. lokasi berdasarkan regio anatominya.

 b. Lokasi berdasarkan garis garis koordinat atau bagian-bagian tubuh tertentu. 3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan  b. Bentuk setelah dirapatkan 4. Ukuran luka, meliputi :

a. Ukuran sebelum dirapatkan  b. Ukuran setelah dirapatkan 5. Sifat-sifat luka, yaitu :

a. Garis batas luka

- Bentuk (teratur atau tidak teratur) - Tepi (rata atau tidak)

- Sudut luka (ada atau tidak, jumlahnya berapa dan bentuknya runcing atau tidak)

 b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi :

- Tepi luka (rata atau tidak serta terdiri dari jaringan apa saja) - Antara kedua tebing ada jembatan jaringan atau tidak 

- Dasar luka (terdiri atas jaringan apa, warnanya, perabaannya, ada apa saja di atasnya.

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi : - Memar (ada atau tidak)

- Tatoase (ada atau tidak) - Jelaga (ada atau tidak)

- Bekuan darah (ada atau tidak) - Lain-lain (ada atau tidak)

C. Petunjuk pembuatan kesimpulan Kesimpulan harus memuat :

(29)

1. Jenis luka /kelainan yang ditemukan 2. Jenis benda penyebabnya

3. Bagaimana cara benda itu menimbulkan luka/kelainan 4. Apa akibatnya dan derajat lukanya.

Cara menyatakan derajat luka pada kesimpulan :

1. Luka derajat I ( luka yang tidak menimbulkan penyakit, atau halangan untuk  menjalankan pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian)

Contoh: Pada laki-laki yang berumur tujuh belas tahun ini didapatkan luka-luka lecet dan memar akibat benda tumpul. Luka-luka tersebut tidak berakibat penyakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan.

2. Luka derajat II ( luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan jabatan atau pencaharian untuk sementara waktu)

Contoh: Pada laki-laki berumur sekitar dua puluh satu tahun ini didapatkan adanya luka memar dan luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul. Luka-luka tersebut mengakibatkan penyakit atau halangan melakukan jabatan atau pekerjaan selama dua minggu.

3. Luka derajat III (luka berat, atau yanmg mengancam jiwa)

Contoh: Pada perempuan yang berumur sekitar dua puluh lima tahun ini didapatkan luka-luka lecet, memar serta robeknya jaringan limpa. Luka-luka tersebut selain mendatangkan bahaya maut juga tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna. (Idries,2002)

Pokok-pokok isi kesimpulan Visum Et Repertum yang berhubungan dengan kualifikasi luka adalah sebagai berikut:

1. Kasus tindak pidana dengan korban hidup (V et R)

Pokok-pokok isi kesimpulan Contoh bunyi kesimpulan pada VR  

(30)

ditemukan

2. Bagaimana cara benda itu menimbulkan luka / kelainan 3. Apa akibatnya atau derajat

lukanya

Ditemukan sebuah luka oleh senjata tajam yang dibacokkan ke kepalanya sehingga mengakibatkan kerusakan pada otak. Sebab kematian karena rusaknya otak tersebut

2. Cara menyatakan derajat luka pada bagian kesimpulan a. Luka ringan

Definisi Luka Ringan Contoh cara menulis kesimpulan Luka yang tidak menimbulkan

 penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan  jabatan atau pekerjaan  pencahariannya

1. Pada dahi orang tersebut ditemukan memar akibat  persentuhan dengan benda tumpul yang tidak 

menimbulkan penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan mata pencahariannya sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, petani,  pedagang, dll

2. Pada orang tersebut ditemukan luka lecet di  pergelangan tangan sebelah kiri akibat  persentuhan dengan benda tumpul. Luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatannya sebagain mahasiswa (belajar) atau ibu rumah tangga

 b. Luka sedang

Definisi luka sedang Contoh cara menulis kesimpulan Luka yang dapat

menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan  jabatan/pekerjaan

1. Pada orang tersebut ditemukan luka tusuk di bahu kiri akibat persentuhan dengan benda tajam. Akibatnya korban menderita penyakit tetanus selama satu bulan 2. Ditemukan luka robek pada pelipis sebelah kanan. Luka

(31)

 pencaharian untuk  sementara waktu. (Sementara waktu harus dinyatakan berapa hari/berapa bulan

tumpul. Akibatnya korban tidak dapat menjalankan  pekerjaan mata pencahariannya sebagai sopir selama

tujuh hari

3. Pada perut orang tersebut ditemukan luka iris akibat  persentuhan dengan benda tajam sehingga menyebabkan yang bersangkutan mendapatkan halangan menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai  pelajar selama lima hari

4. Ditemukan luka etsa (luka bakar) akibat persentuhan dengan zat kimia asam keras akibatnya korban tidak  dapat menjalankan pekerjaan jabatannya sebagai ibu rumah tangga selama delapan hari

5. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang sebelah kanan akibat persentuhan dengan benda tumpul. Patah tulang tersebut sekarang belum sembuh dan sudah 1,5  bulan lamanya menyebabkan korban tidak dapat menjalankan pekarjaan mata pencahariannya sebagai  polisi. Diharapkan patah tulang tersebut akan sembuh sempurna dalam waktu setengah bulan lagi dan selama waktu tersebut korban juga tidak akan dapat menjalankan pekerjaannya

c. Luka Berat

Definisi Luka Berat Contoh cara menulis kesimpulan a.Penyakit atau luka

yang tak dapat diharapkan sembuh

1. Pada orang tersebut ditemukan luka robek pada kornea (selaput bening mata) kiri akibat persentuhan dengan  benda tumpul. Luka tersebut tidak dapat diharapkan

(32)

dengan sempurna  b. Luka yang datang / mendatangkan  bahaya maut c. Rintangan tetap menjalankan pekerjaan  jabatan atau pekerjaan

mata pencaharian

d. Kehilangan salah satu panca indra

e.Cacat besar atau kudung

f. Menyebabkan kelumpuhan

g. Mengakibatkan gangguan daya pikir 4 minggu lamanya atau lebih

sembuh dengan sempurna (fungsinya tidak dapat pulih kembali)

2. Pada perut sebelah kiri orang tersebut ditemukan luka tusuk menembus limpa dan mengakibatkan perdarahan sebanyak (500 cc) di rongga perut. Keadaan tersebut dapat mendatangkan bahaya maut

3. Pada tangan kiri orang tersebut ditemukan luka-luka serta remuknya tulang-tulang sehingga menyebabkan kekakuan pada kelima jari tangannya. Akibatnya korban mendapat rintangan tetap (selamanya) dalam menjalankan pekerjaan mata pencahariannya sebagai  pemain biola

4. Pada orang tersebut ditemukan luka memar pada kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul menyebabkan ia menderita gegar otak dan tidak   berfungsinya syaraf pendengaran

5. Pada orang tersebut ditemukan luka-luka pada wajahnya serta hilangnya daun telinga sebelah kiri karena persentuhan dengan benda tumpul. Akibatnya yang bersangkutan menderita cacat besar 

6. Pada orang tersebut ditemukan patah tulang punggung (vertebra) akibat persentuhan dengan benda tumpul. Akibatnya ia mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya

7. Pada orang tersebut ditemukan 5 buah memar pada kepalanya akibat persentuhan dengan benda tumpul. Akibatnya ia mengalami gangguan daya pikir selama 38 hari

(33)

h. Mengakibatkan keguguran atau matinya janin dalam kandungan

8. Pada orang tersebut ditemukan memar pada perutnya akibat persentuhan dengan benda tumpul sehingga bayi yang dikandungnya meninggal dunia

D. Visum et Repertum Korban Hidup dan Permasalahannya

Terkait dengan visum et repertum korban hidup, ada kalanya seorang korban mendapat dua atau lebih visum et repertum sementara dan lanjutan. Sebagai contoh, seseorang bernama X dianiaya oleh majikannya bernama Y. Si X yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Y mengalami luka bakar akibat disetrika oleh majikannya, dan tangan kanannya patah setelah dipukuli bertubi-tubi. Lalu si X dibawa ke rumah sakit A, kemudian dokter membuatkan visum et repertum sementara. Lalu ternyata keluarga X memindahkan X ke rumah sakit B di kotanya. Dokter di rumah sakit A membuatkan visum et repertum lanjutan untuk korban X. Kemudian dokter di rumah sakit B menerima korban X atas rujukan dari rumah sakit A, membuat visum et repertum sementara korban X. Bila setelah dirawat di rumah sakit B korban X sembuh dan pulang, dokter rumah sakit B membuatkan visum et repertum lanjutan, yang dalam kesimpulannya memuat kualifikasi luka korban X. Sementar bila ternyata setelah dirawat di rumah sakit B ternyata korban X meninggal dunia, maka dokter membuat visum et repertum jenazah.

Perlu ditekankan, kapan seorang dokter berhak dan atau berkewajiban memberikan visum et repertum korban hidup. Visum et repertum diberikan bila ada SPVR (Surat Permintaan Visum et Repertum) dari kepolisian. Bila ada SPVR  seorang dokter berkewajiban memberikan visum et repertum sebagai bukti tertulis untuk peradilan.

Pada beberapa kasus, mungkin suatu saat dokter menemukan kejanggalan  pada pasiennya, dan merasa curiga kalau pasiennya telah mengalami penganiayaan, maka dokter berhak menghubungi pihak berwajib, untuk menindak lanjuti,

(34)

selanjutnya pihak berwajib akan membuatkan SPVR, sehingga dokter yang  bersangkutan dapat membuatkan visumnya.

3.1.4 Waktu penyerahan visum et repertum kepada penyidik 

Memang tidak ada batasan kapan visum et Repertum harus selesai dan diserahkan kepada penyidik. Tetapi sebaiknya secepatnya karena hal ini berkaitan dengan penahanan seorang tersangka yang belum tentu bersalah.

Menurut pasal-pasal di KUHAP

KUHAP Oleh Lama Penahanan

Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Penyidik 

Diperpanjang oleh penuntut umum Penuntut umum

Diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri Hakim Pengadilan negeri

Diperpanjang oleh ketua pengadilan agama Hakim pengadilan tinggi

Diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi Hakim Mahkamah Agung

Diperpanjang oleh ketua mahkamah agung

Max 20 hari Max 40 hari Max 20 hari Max 30 hari Max 30 hari Max 60 hari Max 30 hari Max 60 hari Max 50 hari Max 60 hari

Jadi disarankan untuk menyerahkan visum et repertum sebaiknya kurang dari 20 hari.

3.2 Contoh Aplikasi Kualifikasi Luka

Untuk mendapatkan gambaran yang konkrit dalam hal luka yang disebabkan oleh suatu tindak pidana, maka di bawah ini digambarkan berbagai kemungkinan dari luka itu, misalnya dalam kasus sebagai berikut :

(35)

Sebagai akibat daripada tendangan si A itu maka timbul beberapa kemungkinan pada tubuh si B yaitu :

Kemungkinan I :

Pada perut si B kulitnya bengkak, merah dan sakit, tetapi hal itu tidak menyebabkan  penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau pekerjaan.

Bagi dokter hal itu berarti luka derajat pertama (luka ringan), dan bagi hakim  perbuatan itu merupakan “penganiayaan ringan”.

Jadi dalam Visum et Repertum harus dicantumkan :

“Luka yang tidak berakibat penyakit atau halangan menjalankan jabatan atau  pekerjaan”.

Kemungkinan II :

Perut si B luka sehingga terpaksa harus diobati dan dirawat di Rumah Sakit, misalnya selama seminggu, dan setelah itu si B sembuh dan tidak menunjukkan akibat-akibat lain lagi.

Bagi dokter hal itu berarti luka derajat kedua (luka sedang), dan dicantumkan dalam visum et repertum : “Luka yang berakibat penyakit atau halangan menjalankan  jabatan atau pekerjaan untuk sementara waktu/seminggu”.

Kemungkinan III :

Tendangan si A mengakibatkan limpa si B robek, sehingga menimbulkan perdarahan dalam rongga perut dan jika tidak segera ditolong dengan jalan operasi, maka tentu mengakibatkan maut.

Si B dapat ditolong dengan cepat dan tepat yaitu dioperasi dan setelah dirawat/diopname di Rumah Sakit selama kurang lebih sebulan, maka kesimpulan dalam Visum Et Repertum ialah : “Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut”. (Luka derajat ketiga).

Misalkan si B itu adalah wanita yang sedang hamil dan tendangan si A tersebut menyebabkan keguguran dalam kandungannya atau kematian janin dalam rahimnya, maka kesimpulan dalam Visum Et Repertum ialah: “Luka yang menyebabkan keguguran kandungan atau kematian janin dalam rahimnya”.

(36)

Kemungkinan IV :

Karena tendangan itu si B limpanya robek dan menimbulkan pendarahan dalam rongga perutnya serta tidak tertolong lagi dan meninggal dunia.

Dengan demikian berubahlah sifat pemeriksaannya, yaitu harus dilakukan  pemeriksaan bedah mayat, untuk menentukan hubungan sebab akibat (causal verband) apakah benar sebab kematian si B itu karena limpanya koyak yang diakibatkan oleh tendangan/ kekerasan sehingga menimbulkan pendarahan dalam  perutnya dan meninggal dunia.

Pemeriksaan bedah mayat dilakukan oleh dokter atas permintaan tertulis dari  penyidik. Meliputi pemeriksaan mayat di bagian luar dan pemeriksaan dalam yaitu membuka dan memeriksa ketiga rongga besar daripada tubuh yakni rongga dada, rongga perut dan rongga tengkorak.

Dalam ilmu kedokteran kehakiman ada suatu hukum yaitu : “Untuk menentukan sebab mati seseorang harus dilakukan periksa bedah mayat”. Jadi tanpa periksa bedah mayat tidak mungkin ditentukan sebab mati seseorang.

Hal ini sesuai dengan Instruksi Kapolri No. Pol. INS/E/20/IX/75 tanggal 19 September 1975 yang menyatakan bahwa : “dengan Visum Et Repertum atas mayat,  berarti mayat harus dibedah. Sama sekali tidak dibenarkan mengajukan permintaan

Visum Et Repertum atas mayat berdasarkan pemeriksaan luar saja”.

Kemudian perlu dikemukakan lagi di sini bahwa barang siapa dengan sengaja menghalang-halangi, merintangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk   pengadilan, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda

setinggi-tingginya Rp. 4.500,- .

3.3 Contoh Aplikasi Pembuatan Visum et Repertum Korban Hidup

INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO SURABAYA

(37)

SEMENTARA  No : KF 04.392

PRO JUSTISIA

Berhubung dengan surat saudara

---Nama : Sugeng Mujiat, Pangkat : AIPTU, NRP : 50031122, Alamat : Jl. Raden Saleh No 2 Surabaya, Jabatan : a.n. kepala Kepolisian Resort Kota surabaya Utara, No Polisi : VER/031/V/2004/RESTA UTARA, tertanggal : 24 Mei 2004---Yang kami terima tanggal 24 Mei 2004 pukul : 20.10 WIB, maka saya dr. Gunawan, sebagai dokter pemerintah pada instalasi Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal RSU Dr. Soetomo Surabaya, telah memeriksa seorang penderita, pada tanggal 24 Mei 2004  pukul 20.30 WIB di Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Dr. SOETOMO

yang menurut surat saudara tersebut di atas

:--- Nama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 Surabaya

Umur : 32 tahun Dengan Kejadian : KLL

HASIL PEMERIKSAAN

• Anggota gerak atas : ditemukan memar berjumlah satu buah, lokasi di sisi luar 

lengan atas kiri, sepuluh sentimeter dari pelipatan siku. Bentuk teratur, ukuran tiga kali empat sentimeter. Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.

Ditemukan luka berjumlah satu buah, lokasi di sisi luar lengan bawah kiri, dua sentimeter dari pergelangan tangan bentuk tidak teratur, ukuran dua puluh kali delapan sentimeter, garis batas luka tidak teratur di beberapa tempat masih terlihat adanya kulit ari, permukaannya ditutupi oleh serum yang telah mengering.

• Anggota gerak bawah : ditemukan luka terbuka, berjumlah satu buah, lokasi

di sisi depan tungkai bawah kiri, bentuknya berupa robekan, simetris, ukuran  panjang tiga sentimeter, lebar setengah sentimeter, dalam nol koma enam

sentimeter. Kedua sudut tumpul, di sekitar luka terlihat memar.

Ditemukan pembengkakan disertai warna merah kebiruan di daerah sisi depan dan sisi dalam tungkai bawah kanan.

• Pemeriksaan tambahan :

Foto rontgen dari tungkai bawah kanan menunjukkan adanya patah tulang kering setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah.

(38)

Didapatkan luka memar pada lengan kiri atas, luka lecet pada lengan kiri bawah, luka robek pada tungkai kiri bawah, patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah.

Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul .

Untuk keperluan pengobatannya, penderita tersebut dirawat di Poliklinik / Masuk  Rumah Sakit Dr. SOETOMO pada tanggal 24 Mei 2004 dengan daftar nomor  1000285.

Visum Et Repertum Lanjutan mengenai kerusakan tersebut diatas, hanya dapat dibuat oleh dokter yang merawat penderita segera setelah perawatannya selesai.

Demikian Visum Et Repertum Sementara ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya.

Surabaya, 24 Mei 2004 Dr. Gunawan

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO KOTA SURABAYA

---VISUM ET REPERTUM LANJUTAN

(penderita sembuh) Pro JUSTISIA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter   pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat

(39)

seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARA

 Nama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 Surabaya Umur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan Bank   Dan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari  perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.

HASIL PEMERIKSAAN : Anggota gerak atas :

• Sudah tidak ditemukan warna merah kebiruan pada sisi luar lengan atas kiri. • Sudah tidak ditemukan bentukan luka yang tidak teratur, yang bergaris batas

tidak teratur dengan kulit ari di beberapa tempat pada sisi luar lengan bawah kiri.

Anggota gerak bawah :

• Ditemukan benjolan memanjang satu buah pada sisi depan tungkai bawah kiri,

simetris, permukaan halus, panjang tiga sentimeter, lebar dua milimeter, disekelilingnya terlihat lubang-lubang bekas jahitan yang teratur. Sudah tidak  didapatkan benang jahitan.

• Ditemukan benjolan memanjang satu buah pada sisi dalam tungkai bawah

kanan, simetris, permukaan halus, panjang tujuh sentimeter, lebar dua milimeter, disekelilingnya terlihat lubang-lubang bekas jahitan yang teratur. Sudah tidak didapatkan benang jahitan.

KESIMPULAN :

• Ditemukan jaringan parut dari bekas luka robek yang telah dilakukan

 penjahitan pada sisi luar tungkai bawah kiri.

• Ditemukan jaringan parut dari bekas luka iris tejahit pada operasi pemasangan

 plat pada tulang kering yang patah pada sisi dalam tungkai bawah kanan. Setelah penderita dirawat selama tiga minggu (telah dilakukan penjahitan luka robek, perawatan luka lecet, dan operasi pemasangan plat pada tulang kering kanan yang patah) penderita dinyatakan sembuh.

Kualifikasi luka termasuk sedang yang berarti mengakibatkan halangan dalam menjalankan pekerjaan atau pencaharian untuk waktu tidak selamanya.

Besar harapan ia akan sembuh jika sekiranya tidak ada hal yang menambah  penyakit (komplikasi).

Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya.

(40)

Surabaya, 14 Juni 2004

Dr. Didik Subekti

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO KOTA SURABAYA

---VISUM ET REPERTUM LANJUTAN

(penderita meninggal) Pro JUSTISIA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter   pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat

(41)

seorang penderita, yang menurut surat dari : Sugeng Mujiat tertanggal 24 Mei 2004 nomor VER/031/V/2004/RESTA UTARA

 Nama : Joko Susanto Alamat: Karang Menjangan Jenis Kelamin : Laki-laki I/5 Surabaya Umur : 32 tahun Pekerjaan : Karyawan Bank   Dan pada tanggal 14 Juni 2004 penderita tersebut diatas telah dikeluarkan dari  perawatan di Rumah Sakit Dr. Soetomo. Adapun VISUM ET REPERTUM SEMENTARA penderita tersebut, telah dibuat oleh Dokter Gunawan pada tanggal 24 Mei 2004 nomor 04.392.

HASIL PEMERIKSAAN :

---KESIMPULAN :

Korban mengalami luka memar pada lengan kiri atas dan luka lecet pada lengan kiri  bawah yang telah dilakukan rawat luka, juga luka robek pada tungkai kiri bawah yang telah dilakukan penjahitan, juga patah tulang tertutup pada tulang kering kanan setinggi sepertiga atas dari tungkai bawah yang telah dilakukan operasi pemasangan  plat.

Kerusakan tersebut diatas disebabkan oleh persentuhan dengan benda tumpul. Setelah penderita dirawat selama sepuluh hari, penderita meninggal dunia.

Untuk mengetahui sebab kematian penderita, perlu dilakukan otopsi, untuk hal tersebut penyidik dapat mengajukan SPVR jenazah.

Demikian Visum Et Repertum Lanjutan ini dibuat atas Sumpah Dokter pada saat memangku jabatan saya.

Surabaya, 14 Juni 2004

Dr. Didik Subekti

RUMAH SAKIT Dr. SOETOMO KOTA SURABAYA

---VISUM ET REPERTUM LANJUTAN

(penderita pulang paksa/melarikan diri) Pro JUSTISIA

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Dokter Didik Subekti sebagai Dokter   pemerintah pada Rumah Sakit Dr. Soetomo, sejak tanggal 24 Mei 2004 telah merawat

Referensi

Dokumen terkait

• Untuk daerah yang tidak memiliki dokter spesialis Kedokteran Forensik, pemeriksaan dilakukan oleh dokter umum serendah-rendahnya di rumah sakit tipe D.. Untuk

Mengungkap kasus perkosaan yang demikian, tentunya pihak Kepolisian selaku penyidik akan melakukan upaya-upaya lain yang lebih cermat agar dapat ditemukan kebenaran

Berdasarkan alat bukti yang sah seperti disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, maka jikalau seumpama tidak ada dokter ahli kedokteran Forensik, maka hakim

Seperti pada alat-alat bukti yang lain, maka seumpama suatu Visum et Repertum dibuat baik oleh dokter ahli Kedokteran Kehakiman atau oleh dokter bukan ahli,

Jawaban yang paling esensial dan pertanyaan tersebut adalah bahwa ilmu kedokteran kehakiman berperan dalam hal menentukan hubungan kausalitas antara sesuatu perbuatan

1. Sebagai alat bukti yang sah. Bukti penahanan tersangka. Di dalam suatu perkara yang mengharuskan penyidik melakukan penahanan tersangka pelaku tindak pidana, maka

Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan

Mengungkap kasus perkosaan yang demikian, tentunya pihak Kepolisian selaku penyidik akan melakukan upaya-upaya lain yang lebih cermat agar dapat ditemukan kebenaran