• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dipegang oleh kelompok masyarakat keturunan China dan perdagangan kecil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dipegang oleh kelompok masyarakat keturunan China dan perdagangan kecil"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Surabaya berada di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya menjadi salah satu kota metropolitan di Indonesia yang memiliki luas wilayah 52.087 Ha, dengan luas daratan 33.048 Ha atau 63,45% dan selebihnya sekitar 19.039 Ha atau 36,55% merupakan wilayah laut yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya. Jumlah penduduk Kota Surabaya hingga Desember 2015 adalah sejumlah 2.939.421 jiwa.1 Hal ini kemudian yang memicu kepadatan jumlah pusat perbelanjaan modern. Berdasarkan Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012, lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran berperan sebesar 44,46% dari semua total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Surabaya di tahun 2012, di mana tahun sebelumnya hanya sebesar 43,90% saja.2

Sektor perdagangan ada 2 yaitu, perdagangan menengah biasanya dipegang oleh kelompok masyarakat keturunan China dan perdagangan kecil dipegang oleh penduduk lokal tradisional. Berdasarkan daerah tempat perdagangan, masyarakat keturunan China menempati daerah pecinan, di sekitar Jl. Kembang Jepun, Surabaya. Daerah tempat perdagangan masyarakat lokal mengelompok menjadi satu, kemudian menghilang pada tahun 1900-an.

1 Profil Kota Surabaya Tahun 2015. http://dinkominfo.surabaya.go.id/dki.php?hal=30. Diakses

pada Rabu, tanggal 1 Juli 2015. Pukul 20.17 WIB.

2 Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012 Bab 10 Pendapatan Regional. Pdf (online).

(2)

2

Pemerintah pada saat itu melakukan pembangunan fasilitas perdagangan ritel dalam bentuk pertokoan dan perpasaran secara formal terlihat ditingkatkan pada saat pemerintahan Gemeente Soerabaia berjalan hingga tahun 1940 dan Kota Surabaya mulai diperluas ke arah selatan. Fasilitas perdagangan yang tampak terbangun pada masa Gemeente Soerabaia antara lain, Tunjungan (shopping street), Pasar Pabean, Pasar Pegirian, Pasar Genteng, Pasar Tunjungan, Pasar Blauran.3

Urbanisasi yang terus berlangsung dan diikuti dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan adanya pertumbuhan dan perkembangan dalam segala sektor, salah satunya adalah berbelanja. Masyarakat sudah terbiasa adanya pusat-pusat perbelanjaan khususnya mall yang sudah banyak memakan tempat atau lahan terbuka hijau yang ada di Kota Surabaya, oleh karena itu pembangunan terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan perkembangan Kota Surabaya salah satu bentuknya dengan melakukan pembangunan-pembangunan mall atau pusat perbelanjaan, akan tetapi kota yang mendapat julukan sebagai kota Pahlawan ini menjadi salah satu tempat urbanisasi dari berbagai kalangan, maka dari itu terdapat pusat-pusat perbelanjaan seperti mall. Pengunjung mall juga dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Nge-mall begitu mudah diterima oleh masyarakat perkotaan, salah satunya di Kota Surabaya.

Mall dikenal dengan bangunan yang tertutup dan besar. Tidak hanya itu, di dalam mall menyiadakan berbagai kelengkapan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

3 Profil Kabupaten / Kota Surabaya Jawa Timur.

http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/surabaya.pdf. Diakses pada Rabu, tanggal 1 Juli 2015. Pukul 21.14 WIB.

(3)

3

Mall memberikan kenyamanan tersendiri bagi pengunjungnya dengan fasilitas ruang ac dan tempat yang bersih. Mall di Kota Surabaya sudah tersebar ke beberapa wilayah, seperti Surabaya bagian Barat, Timur, Utara, dan pusat Kota Surabaya. Tempat makan maupun tempat rekreasi yang dulunya menjadi pilihan utama untuk dikunjungi, sekarang semuanya sudah dikemas menjadi satu di dalam mall. Menjamurnya pembangunan mall, maka masyarakat secara perlahan mulai terjebak dalam dunia hiperrealitas, di mana realita asli tidak tampak. Masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih mengikuti trend yang semula adalah budaya Barat yang kini dijadikan kiblat oleh masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia dalam berperilaku.

Jangkauan pelayanan pada masing-masing pusat perbelanjaan ini didasarkan pada luasan masing-masing pusat perbelanjaan yang ada. Berdasarkan luasannya jangkauan pelayanan ini dibedakan menjadi dua yaitu pusat perbelanjaan skala distrik (17,72 km2 atau radius 2,37 km), dan regional (42,27 km2 atau radius 3,9 km). Hasil identifikasi dari total luas pusat perbelanjaan diketahui ada 3 pusat perbelanjaan skala distrik dan 19 pusat perbelanjaan skala regional.4 Skala distrik dimana skalanya mulai dari kelas menengah ke atas, berbeda halnya dengan skala regional yang skalanya mulai dari menengah ke bawah. Jumlah pusat perbelanjaan atau mall di Kota Surabaya yang mencapai 22 unit dinilai berlebihan. Banyaknya jumlah mal itu dikhawatirkan mengganggu perekonomian di pasar tradisional setempat. "Jumlah mal di Kota Surabaya perlu

4 Achmad Miftahur Rozak dan Putu Gde Ariastita. 2013. Pola Spatial Persebaran Pusat

Perbelanjaan Modern di Surabaya Berdasarkan Probabilitas Kunjungan. Jurnal Teknik Pomits Vol 2 No 2. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. ITS. Surabaya

(4)

4

pembatasan, meski tidak ada larangan membangun mall," ujar Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Agus Santoso, Jumat (16/9).5

Tabel 1. Data 22 mall yang ada di Surabaya

Nama Mall Alamat Nama Mall Alamat

BG Junction Utara Surabaya di daerah Blauran, arah ke Tanjung Perak, sebelum Tugu Pahlawan World Trade Center Surabaya (WTC Surabaya) Jl. Pemuda No. 27-31, Surabaya. Tepatnya terletak pada Surabaya bagian pusat City of Tomorrow (CITO) Jl. Jend. Ahmad Yani No. 288 (Bundaran Waru), Surabaya, Jawa Timur 60234, Indonesia JS Plaza Jl. Jemur Andayani No. 7, Kota Surabaya Hi-Tech Mall Jl. Kusuma Bangsa No. 116, Surabaya, Kec. Sidoarjo. Tepatnya terletak di Surabaya bagian utara Grand City Surabaya Jl. Kusuma Bangsa, Surabaya Jembatan Merah Surabaya daerah Surabaya utara, dekat dengan Tanjung Perak. Sebelum Polrestabes Surabaya Ciputra World Surabaya Jl. Mayjen Sungkono No.87 Dukuh Pakis, Kota Surabaya Pakuwon Trade Centre (PTC) Satu kompleks dengan Supermall Pakuwon. Kompleks mall yang terbesar di Surabaya bagian barat.

Lenmarc Jl. Bukit Darmo Golf, Surabaya

Royal Plaza Jl. Ahmad Yani No. 16-18, Surabaya Plaza Surabaya (Delta Surabaya) Jl. Pemuda No. 33-37, Surabaya

5 Jumlah Mal di Surabaya Berlebihan.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/09/16/lrm9gm-jumlah-mal-di-surabaya-berlebihan. Diakses pada Rabu, tanggal 1 Juli 2015. Pukul 22.05 WIB.

(5)

5 Surabaya Town Square (SUTOS) Jl. Adityawarman No. 55, Surabaya Golden City Mall Jl. Abdul Wahib Siamin No. 2-8, Surabaya Pusat Grosir Surabaya (PGS) Jl. Dupak No. 1 (Jl. Stasiun Pasar Turi), Surabaya. Darmo Trade Centre (DTC) daerah Darmo sebelum/setelah flyover Wonokromo Tunjungan Plaza (TP) Pusat kota Surabaya, berbatasan dengan Surabaya Utara, sebelum daerah Blauran Central Point Mall Jl. Raya Ngagel No. 137-141, Surabaya Pakuwon Indah Supermall (SPI) Terletak di Surabaya kota bagian barat Plaza Marina Jl. Margorejo Indah No. 97-99 Margorejo, Wonocolo, Surabaya Galaxy Mall Terletak di Surabaya kota bagian Timur Tunjungan Electronic center Jl. Tunjungan, Surabaya Sumber: http://www.infosby.asia6

Berdasarkan tabel di atas memaparkan mall yang ada di Kota Surabaya sudah mencapai 22 mall yeng tersebar di seluruh wilayah Kota Surabaya. Mall tersebut terbagi dalam wilayah Surabaya bagian Utara, Timur, Barat, Selatan, dan Surabaya bagian Pusat.

6 33 Mall dan Pusat Perbelanjaan di Kota Surabaya.

(6)

6

Gambar 1. Peta Persebaran Mall di Kota Surabaya

Sumber : Profil Keaneragaman Hayati Kota Surabaya Tahun 20127

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat dengan mudah mall yang berada di kawasan Pusat ke arah Utara lebih mendominasi dibandingkan mall yang berada di kawasan bagian Barat, Timur, Selatan. Jumlah mall sebanyak 22 mall tersebut tidak menutup kemungkinan adanya mall-mall baru yang akan berdiri di Kota Surabaya. Ada 4 (Empat) pusat tempat belanja baru yang beroperasi di Kota Surabaya, hingga 2016 mendatang. Keempat pusat belanja tersebut adalah Tunjungan Plaza V, Marvel City (E Square), Lippo Mall Gubeng, dan Supermal Pakuwon 2. Sementara yang masih dalam tahap perencanaan final sebanyak sembilan pusat belanja. Masing-masing akan direalisasikan mulai tahun 2015 hingga 2017 mendatang, yakni Hampton Square, Praxis, The Frontage, Maspion Square 2, Tunjungan Plaza VI, Mal Pasar Atum 2, One Galaxy Mall, Ciputra World Surabaya 2, dan Puncak Central Business District (CBD) Jajar.8

7

Profil Keaneragaman Hayati Kota Surabaya Tahun 2012.

lh.surabaya.go.id/.../2012/3.%20BAB%20II%20KEHATI%202012.pdf. Diakses pada Rabu, tanggal 1 Juli 2015. Pukul 23.32 WIB.

8http://properti.kompas.com/read/2014/08/26/172007121/Hingga.2016.Surabaya.Tambah.Empat.P

(7)

7

Realitanya kini banyak dijumpai pusat perbelanjaan yang ada di kota Surabaya salah satunya adalah mall yang terkenal di Indonesia yaitu Tunjungan Plaza yang terletak di Jl. Basuki Rachmat No. 8-12 Surabaya. Nge-mall merupakan kegiatan yang dilakukan sebagian besar masyarakat belakangan ini. Tampilan-tampilan yang ditawarkan oleh Mall semakin beragam mulai dari segi bangunan hingga produk yang ada di dalam mall sendiri, selain itu mall yang ada di Surabaya juga mempunyai kelas-kelas mulai dari masyarakat kelas menengah hingga menengah ke atas. Mall memiliki beberapa fasilitas antara lain, yaitu pusat perbelanjaan, tempat makan, tempat hiburan, tempat bermain, tempat olah raga.

Mall menjadi salah satu bentuk wujud dari adanya hiperrealitas yang tengah terjadi di masyarakat. Hiperrealitas yang terjadi di mall ditunjukkan melalui sign, fashion, citra, representasi, simulasi, simulakra. Masyarakat mulai ditawarkan dengan gedung bagus, bertingkat minimal tiga, kenyamanan dalam berbelanja, ruang yang disediakan lebih baik, dan kebersihan. Etalase-etalase yang ditawarkan di dalam sebuah mall menjadikan pola interaksi antar pengunjung dan pembeli lebih individualis karena di dalam mal tidak terjadi proses tawar menawar harga. Mall memberikan tampilan luar yang mengundang masyarakat untuk mengunjunginya. Hal ini diperkuat dengan adanya faktor pendorong berkunjung ke mall, yaitu menawarkan fasilitas yang lengkap, produk import dan berkualitas, keamanan, kenyamanan, hiburan dan promosi menarik lainnya.

Tunjungan Plaza (TP) Surabaya sendiri indentik dengan pengunjung kelas menengah ke atas. Harga barang yang mahal serta pengunjung yang dijumpai beragam mulai dari pengusaha, remaja, hingga anak-anak yang datang bersama kedua orantuanya. Tunjungan Plaza (TP) Surabaya merupakan salah satu mall

(8)

8

megah di antara beberapa mall yang ada di Kota Surabaya. Gerak operasionalnya sehari-hari, Tunjungan Plaza (TP) menjadi pusat pembelanjaan yang terdiri dari beberapa toko, swalayan, dan department store yang menyediakan berbagai aneka barang dengan berbagai jenis, merk, dan ukuran pada tingkat harga yang bervariasi. Berada di Tunjungan Plaza (TP) akan menemui pula beberapa merk internasional yang sudah terkenal seperti Sogo, Zara, Victoria Secret. Masyarakat dari waktu ke waktu cenderung menggabungkan kegiatan pemasaran dan rumah tangga dalam berbelanja dengan berbagai kegiatan lainnya seperti rekreasi atau sekedar jalan-jalan.

Pengunjung sebagian besar orang kelas menengah ke atas dan sebagian kecil orang kelas menengah ke bawah, karena ingin mendapat suatu pengakuan atau representasi diri sudah masuk mall. Mereka juga makan-makanan seperti KFC, Hoka-Hoka Bento, Solaria dan lain-lain dimana itu adalah makanan dengan tampilan luar negeri. Hiperrealitas yang ditawarkan oleh Tunjungan Plaza (TP) Surabaya kini semakin mengkhawatirkan. Hal ini membentuk konsep pada diri individu maupun masyarakat mengenai perkembangan yang ada menjadikan mereka mengikuti gaya hidup yang semakin modern. Saat ini, masyarakat perkotaan tidak hanya didorong oleh adanya kebutuhan akan fungsi barang tersebut, akan tetapi, didasari oleh keinginan yang sifatnya untuk menjaga gengsi. Membeli tidak lagi dilakukan karena produk tersebut dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan lain seperti sekedar mengikuti mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya. Kegiatan ini sudah menjadi bersifat „biasa‟, maka semakin lama kegiatan ini akan

(9)

9

menjadi sebuah kebutuhan dan membuat realitas antara kegiatan biasa dan „biasa‟ pada kehidupan sehari-hari menjadi tidak jelas lagi.

Gemerlapnya lampu dan besarnya bangunan maupun desain yang ada di mall, menjadikan masyarakat ingin mengunjunginya. Tampilan luar yang ada dikemas sedemikian rupa untuk menarik pengunjung dan pada akhirnya masyarakat yang mengunjungi mall mulai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tidak hanya masyarakat yang mengendalikan kebutuhan tetapi masyarakat dikendalikan akan teknologi yang berkembang dan tawaran-tawaran produk yang dikemas sedemikian menarik mungkin agar dapat menarik konsumen. Masyarakat kini menjadi penonton dari kegiatan-kegiatan di dalam mal, karena apa yang ada di etalase maupun papan reklame yang berada di luar mall hanyalah sebagai tampilan untuk menarik masyarakat.

Baudrillard (1983) melukiskan kehidupan post-modern sebagai hiperrealitas. Apa yang nyata disubordinasikan dan akhirnya dilarutkan sama sekali. Kini menjadi mustahil untuk membedakan yang nyata dari yang sekedar tontonan, sehingga apa yang ditampilkan oleh pengunjung mal dari mulai gaya hingga gadget yang digunakan itu sama halnya dengan merealialitaskan diri sendiri agar mendapatkan citra atau representasi diri. Konsumen hidup karena kebebasan, aspirasi, pilihan-pilihan perilaku pembeda, konsumen tidak hidup karena paksaan diferensiasi dan ketundukan pada undang-undang. Kebutuhan bukanlah sebagai buah dari produksi, tetapi sistem kebutuhan adalah produksi dari sistem produksi. Pada dasarnya adanya kekurangan kemampuan dan kesadaran masyarakat dalam memilah antara kebutuhan dan keinginan, seperti makanan, pakaian, rekreasi, dan barang elektronik. Kebutuhan yang akan dicapai mengikuti

(10)

10

apa yang sudah disediakan dengan hiperealitas yang sudah ditawarkan melalui etalase-etalase yang menarik konsumen.

Baudrillard melontarkan argumentasi brilian mengenai kebutuhan. Sesuai dengan analisis struktural, konsumsi merupakan efek saling ketergantungan tanda-tanda. Ironi terbesar dari definisi komsumsi menurut Baudrillard adalah bahwa perbedaan-perbedaan produksi industrial dianggap memungkinkan bagi seseorang untuk menjadi dirinya sendiri, memiliki gaya dan kepribadian, secara simultan menghapus perbedaan tunggal antar orang yang menggantinya dengan tanda-tanda perbedaan, secara terus menerus, menyesuaikan dengan model artifisial dan abstrak. Baudrillard juga mengemukakanselain heperrealitas juga mengenai simulasi, simulacra, serta citra.9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana Hiperrealitas Mall Bagi Pengunjung di Tunjungan Plaza Surabaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yakni untuk mendiskripsikan atau menggambarkan Hiperrealitas Mall Bagi Pengunjung di Tunjungan Plaza Surabaya.

9 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2010. Teori Sosiologi Modern, Jakarta. Kencana

(11)

11 1.4 Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Dapat memberikan kontribusi pengembangan teori yang menjadi landasan teori berkaitan dengan teori Jean Baudrillard yang berbicara salah satu konsepnya yaitu, hiperrealitas serta metode yang digunakan dalam penelitian Hiperrealitas Mall.

2. Praktis

Dapat menambah referensi bagi peneliti yang akan meneliti dengan tema yang sama serta menambah wawasan bagi mahasiswa serta dosen, selain itu berkenaan juga dengan pengambil kebijakan agar lebih memperhatikan dampak dari adanya pembangunan Mall sehingga mengakibatkan adanya Hiperrealitas Mall.

1.5 Definisi Konsep 1. Hiperrealitas

Hiperrealitas atau realitas semu adalah realitas yang dihasilkan dan reproduksi objek dengan referensi objek yang tidak nyata. Baudrillard merasa bahwa realitas sudah mati. Hiperrealitas adalah dimana tanda-tanda memiliki kehidupannya sendiri, lepas dari realitas dan mengambang bebas.10 Apa yang nyata (real) disubordinasikan dan akhirnya dilarutkan sama sekali. Kini menjadi mustahil untuk membedakan yang nyata dari sekedar tontonan. Di

10

(12)

12

kehidupan nyata, kejadian-kejadian “nyata” semakin mengambil ciri hiperriil (hyperreal).11

Hiperrealitas menciptakan satu kondisi yang di dalamnya kepalsuan berbaur dengan keaslian, masa lalu berbaur masa kini, fakta bersimpang siur dengan rekayasa, tanda melebur dengan realitas, dusta bersenyawa dengan kebenaran. Kategori-kategori kebenaran, kepalsuan, keaslian, isu-isu, realitas seakan-akan tidak berlaku lagi. Hiperrealitas membuat masyarakat modern menjadi berlebihan dalam pola mengkonsumsi sesuatu yang tidak jelas esensinya. Kebanyakan dari masyarakat ini mengkonsumsi bukan karena kebutuhan ekonominya melainkan karena pengaruh model-model dari simulasi yang menyebabkan gaya hidup masyarakat menjadi berbeda. Mereka jadi lebih konsen dengan gaya hidupnya dan nilai yang mereka junjung tinggi.12

1.6 Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang peneliti lakukan dengan kualitatif Pendekatan kualitatif sebagai prosedur yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang dan perilaku yang diamati.13 Secara umum penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami

11 George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern. Jakarta. Kencana

Prenada Media Group

12 Muhammad, Azwar. 2014. Teori Simulakrum Jean Baudrillard dan Upaya Pustakawan

Mengidentifikasi Informasi Realitas. Jurnal Ilmu Perpustakaan & Kearsipan Khizanah Al-Hikmah, Vol. 2 No. 1

13

(13)

13

(understanding) dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri.14

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif. Jenis penelitian ini data yang diperoleh berupa kata-kata atau tindakan, maka penelitian ini hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel. Penelitian diskriptif kualitatif merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan berupa angka-angka atau angket.15

Peneliti berusaha memotret peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian, kemudian menggambarkan sebagaimana adanya, seperti Mall Tunjungan Plaza yang menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Kota Surabaya dan menjadi salah satu bentuk terjadinya hiperrealitas.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat di mana peneliti melihat keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti yaitu, berada di Tunjungan Plaza (TP) Jl. Basuki Rachmat No. 8-12 Surabaya. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian tersebut karena peneliti melihat bahwa Tunjungan Plaza merupakan salah satu mall yang sudah terkenal di Indonesia dan menjadi kontruksi masyarakat sebagai high class mall.

14 Imam Suprayogo dan Tobroni, 2001. Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung. Remaja

Rosdakarya.

15

(14)

14 4. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan peneliti adalah pengunjung mall Tunjungan Plaza (TP) Surabaya Jl. Basuki Rachmat No. 8-12 Surabaya. Pengunjung yang notabene-nya sebagai penikmat mall, manusia yang konsumtif akan adanya mall, dan selalu ingin menikmati fasilitas atau tampilan yang ada di mall.

5. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik Pengambilan Sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Accidental sampling adalah teknik pengambilan sampel secara tidak sengaja atau secara acak, karena peneliti menentukan sampel secara acak.16 Pengunjung yang dijadikan informan dalam penelitian adalah pengunjung yang ditemui peneliti di dalam mall ketika peneliti melakukan observasi maupun wawancara.

6. Sumber Data a. Data Primer

Data primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti.17 Data primer diperoleh dari sumbernya (subjek penelitian). Peneliti mengamati, melakukan wawancara dan mecatatnya pada saat melakukan observasi di Tunjungan Plaza (TP) Surabaya.

16

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta

17

(15)

15 b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung atau melalui media perantara. Data sekunder berupa foto-foto yang dihasilkan sendiri dengan kamera. Foto yang terkait dengan hiperrealitas yang ada di Tunjungan Plaza (TP) Surabaya baik dari Kode, Fashion, Citra, Simulasi, Simulakra dan Representasi hingga foto pengunjung Tunjungan Plaza Surabaya.

7. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini tentu memerlukan adanya data-data, yakni sebagai bahan yang akan diteliti dan untuk memperolehnya perlu adanya metode yang dipakai sebagai bahan pendekatan. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

a. Observasi

Pengamatan dalam metode observasi dapat diklasifikasikan melalui cara berperanserta dan yang tidak berperan serta. Pada pengamatan tanpa peranserta pengamat atau peneliti hanya melakukan satu fungsi; yaitu mengadakan pengamatan. Pengamat atau peneliti berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu; sebagai pengamat atau peneliti dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamati.18

Berdasarkan macam-macam metode pengamatan tersebut, metode observasi yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu dilakukan secara terus terang. Dengan kata lain, dari beberapa subjek yang diteliti terutama

18

(16)

16

pengunjung Tunjungan Plaza mengetahui sejak awal bahwa peneliti melakukan kegiatan penelitian.

Situasi-situasi yang tidak diinginkan terjadi dalam hal ini tententu peneliti juga melakukan observasi secara tersamar. Misalnya, meniru perilaku subjek dengan mengikuti kegiatan menjadi pengunjung mall dan mengamati tindakan yang dilakukan oleh pengunjung, selain itu peneliti juga ikut duduk bersebelahan dengan subyek yang akan diteliti, karena berdasarkan studi pendahuluan oleh peneliti bahwa observasi secara terus terang dan dilakukan secara berulang-ulang akan membuat subjek menjadi resah, dan ada kemungkinan subjek akan memberi respon yang tidak baik.

b. Wawancara

Wawancara yang dilakukan oleh peneliti wawancara secara terstruktur dan tidak terstruktur karena peneliti mewawancari pengunjung yang ditemui ketika melakukan observasi dan pertanyaan yang diajukan adalah turunan dari 6 konsep teori yang digunakan untuk dapat menggambarkan hiperrealitas mall Tunjungan Plaza Surabaya.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan data-data yang telah ada di lokasi penelitian yang digunakan untuk membantu menganalisa penelitian. Hasil dokumentasi yang dihasilkan yaitu dengan adanya dokumentasi tempat penelitian, spanduk maupun banner yang terpasang, sebagian pengunjung, serta denah peta yang tertera di dalam mall Tunjungan Plaza. Pengambilan dokumentasi yang dilakukan pada saat melakukan observasi.

(17)

17 8. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau fakta empiris yang diperoleh dengan cara terjun ke dalam lapangan.

Gambar 2. Model Analisa Interaktif dari Miles dan Huberman

Sumber: Miles dan Huberman19

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh melalui observasi pada Tunjungan Plaza Surabaya yang menggambarkan hiperrealitas mall. Data ini berupa data sekunder yang berupa foto-foto serta pengamatan terhadap seluruh bagian dari Tunjungan Plaza Surabaya serta pengunjung yang mengunjungi mall.

b. Reduksi Data

Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus peneliti. Hasil observasi dan dokumentasi di lapangan, data yang peneliti peroleh masih luas dan banyak akan diolah sehingga peneliti akan menggolongkan hasil penelitian sesuai sub permasalahan yang sudah

19 Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial:Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif:Edisi Kedua. Jakarta. Erlangga

Pengumpulan Data Penarikan Kesimpulan Penyajian data Reduksi Data

(18)

18

dijabarkan pada rumusan masalah. Penjabaran mengenai hiperrealitas mall yang dikelompokkan menurut fokus penelitian masing-masing.

c. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti dengan cara hasil dari reduksi yang sudah dilakukan tentang hiperrealitas mall.

d. Penarikan Kesimpulan

Pengambilan kesimpulan dilakukan setelah penyajian data selesai, maka dilakukan tahap reduksi untuk memilah-milah data yang benar-benar dibutuhkan dalam penelitian, kemudian ditampilkan dalam pembahasan karena dianggap penting dan relevan. Setelah tahap reduksi selesai dilakukan penyajian data secara rapi dan sistematis, maka setelah itu diambil suatu kesimpulan. Kesimpulan yang ada adalah menjawab dari rumusan masalah dan temuan-temuan baru yang ada di lapangan.

Gambar

Tabel 1. Data 22 mall yang ada di Surabaya
Gambar 2. Model Analisa Interaktif dari Miles dan Huberman

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan pola manajemen laba yang dilakukan sebagian besar CEO lama pada periode akhir masa jabatannya, manajemen laba yang dilakukan sebagian besar CEO

Hambatan eksternalnya yaitu Kurangnya kepedulian masyarakat untuk bekerjasama dengan kepolisian dalam mengungkap tindak pidana perjudian. Penegakan hukum yang berasal dari

kemudian agar diperoleh titik tangkapyang konkruen, maka dua garis kerja gaya pengganti yang lain disatukan menjadi sebuah garis kerja (garis kerja persekutuan)., misalnya

Namun masyarakat Suku Dayak Losarang Indramayu menolak bantuan maupun layanan yang diajukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Indramayu (Nuhrison, 2012: 109). Akan

Penelitian Handayani, Faturokhman, & Pratiwi (2012) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pajak wajib pajak orang pribadi yang

Hal ini dapat ditunjukkan dari penurunan viskositas yang tidak terlalu tinggi baik pada tepung taka kontrol maupun tepung taka hasil fermentasi ketika dilakukan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh kesenangan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan pada Salon Agung di Kabupaten Gianyar Tahun 2013,

Dalam penelitian ini akan difokuskan pada elemen-elemen ekuitas merek (brand equity), yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association),