• Tidak ada hasil yang ditemukan

Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Pengaruh Asupan Makanan dan Aktivitas Fisik Terhadap Osteoporosis

Pada Wanita Lanjut Usia Suci Dewi Anugrah, Eli Halimah Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,

Jl. Raya bandung, Sumedang Km. 21 Jatinangor 45363Telp./Fax. (022) 779 6200 sucidewianugrah@gmail.com

ABSTRAK

Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya masa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang. Metode yang dilakukan adalah penelusuran pustaka melalui jurnal-jurnal publikasi ilmiah yang terpercaya, juga menggunakan beberapa text book. Tingkat kecukupan kalsium dan aktivitas fisik lebih berpeluang terhadap terjadinya osteoporosis, karena kalsium memiliki keterkaitan yang cukup konsisten dengan kesehatan tulang. Dan kurangnya aktivitas fisik berdampak pada penurunan kepadatan tulang di masa lanjut usia. Mengkonsumsi teh hijau Jepang dapat meningkatkan kepadatan mineral tulang sehingga mencegah terjadinya osteoporosis.

Kata Kunci: Osteoporosis, mikroarsitektur, kalsium, aktivitas fisik, teh hijau Jepang.

ABSTRACT

Osteoporosis is a disease characterized by decreased bone changes and time microarsitektur bone tissue which resulted in decrease bone strength and increased bone fragility and risk of fracture. The method does is search the library through the publication of scientific journals are reliable, also use some of the text book. The level adequacy of calcium and physical activity more likely against the onset of osteoporosis, because calcium is a concistent coupled with bone health. And lack of physical activity impact on the decrease of bone density in the elderly. Consume green tea Japan can increase bone mineral density, thus preventing the occuttence of osteoporosis.

(2)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 PENDAHULUAN

Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya masa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang serta risiko terjadinya patah tulang1.

Usia lanjut diartikan sebagai usia saat memasuki masa pensiun berkisar diatas 55 tahun. Di Indonesia Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) meningkat dari 1.1% menjadi 6.3% dari total populasi. Peningkatan ini memengaruhi aspek kehidupan mereka seperti terjadinya perubahan fisik, biologis, psikologis, dan sosial sebagai akibat proses penuaan. Selain itu, salah satu perubahan fisik yang terjadi seiring pertambahan usia adalah terjadinya penurunan massa tulang yang sering disebut osteoporosis2.

Faktor yang dapat menyebabkan osteoporosis diantaranya konsumsi pangan dan aktivitas fisik3, selain itu usia yang

menyangkut kadar hormone steroid, genetik, gaya hidup, konsumsi alkohol, rokok, kualitas asupan makanan, penggunaan obat-obatan (glukokortikoid, tiroid), wanita menopouse4,5.

Studi epidemiologis yang dilakukan menunjukkan bahwa asupan zat gizi dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang dapat memperlambat kejadian osteoporosis di masa lanjut usia. Selain memenuhi asupan zat gizi, perlu juga memperhatikan aktivitas fisik2. Kurangnya aktivitas fisik pada seorang individu pada masa muda akan berdampak pada penurunan kepadatan tulang di masa lanjut usia6.

Berdasarkan etiologi, osteoporosis terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu osteoporosis tipe 1, osteoporosis tipe 2, dan osteoporosis sekunder7. Osteoporosis tipe 1 biasanya terjadi pada wanita yang telah menopause, osteoporosis tipe 2 terjadi setelah usia 75 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 2:1, osteoporosis sekunder

(3)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 dapat terjadi pada setiap usia dan

dipengaruhi oleh jenis kelamin. Osteoporosis sekunder dapat dilihat dari kehilangan masa tulang yang merupakan efek peradangan, maupun kekurangan gizi. Osteoporosis merupakan masalah utama untuk pasien yang mengalami penyakit inflamasi dalam jangka waktu panjang, terutama rheumatoid arthritis, systemic lupus erythematosus, anchylosing spondylitis, dan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) 8,9.

METODE

Pencarian sumber data dan istilah yang akan dijadikan referensi dalam membuat review article dilakukan dengan penelusuran pustaka menggunakan mesin pencari (search engine) yaitu google.com, kemudian mengetik kata yang berhubungan dengan jurnal/artikel/text book yang akan dicari. Sumber yang dipilih berupa jurnal-jurnal publikasi ilmiah yang terpercaya, juga menggunakan beberapa text book. Situs jurnal yang dipakai merupakan situs yang

sudah terpercaya dalam publikasi ilmiahnya, seperti google scholar, ncbi, Elsevier yang dapat diakses secara online melalui www.sciencedirect.com, dan situs penyedia jurnal lainnya. Agar mempermudah pencarian digunakan beberapa keyword yaitu osteoporosis, fracture risk of osteoporosis, fracture. Kemudian jurnal yang sesuai didownload dan disimpan untuk melalui tahap skrining terhadap jurnal-jurnal yang dapat digunakan sebagai sumber artikel. HASIL

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marjan dan Marliyati (2013) telah dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone densitometer pada subjek sebanyak 37 orang wanita lanjut usia yang berusia diatas 55 tahun2.

Sebaran subjek berdasarkan kategori nilai densitas tulang disajikan pada Tabel 1.

(4)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Tabel 1. Sebaran Subjek Berdasarkan

Kategori Nilai Densitas Tulang (t score).

Kategori n % WHO 1994: Normal (-1≤SD<2,5) 2 5.4 Osteopenia Risk (-2,5≤SD<-1) 6 16.2 Osteoporosis (<-2,5) 29 78.4 Anlene Bone Health

Check

Normal (>-2,5) 8 21.6

Osteoporosis (≤-2,5) 29 78.4

Muraki et al. (2007) melakukan penelitian lain di Jepang mengenai asupan makanan dan gaya hidup yang dihubungkan dengan kepadatan mineral tulang (bone mineral density). Subjek penelitian ini adalah wanita berjumlah 632 orang dengan usia ≥ 60 tahun yang sedang menjalani rawat jalan di Tokyo Metropolitan Geriatric Medical Center14. Hasil penelitian tersebut tercantum pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Karakteristik dan Gaya Hidup Pada 632 Wanita Berusia ≥ 60 Tahun.

Umur (Tahun) 71.8 ± 7.5 Tinggi Badan (cm) 148.5 ± 6.7 Berat Badan (kg) 48.7 ± 7.7 IMT (kg/m2) 22.1 ± 3.2 KMT (g/cm2) 0.802 ± 0.198 T score -1.634 ± 1.633 Rokok (%) 20.6 Alkohol 19.7 Susu (%) 30.9 Keju (%) 16.8 Yogurt (%) 36.8 Ikan (%) 31.0 Sayuran (%) 70.9 Tahu (%) 30.2 Natto (%) 24.2 Kopi (%) 28.3 Teh Hijau (%) 91.8

Keterangan: IMT, indeks massa tulang; KMT, kepadatan mineral tulang.

(5)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Tabel 3. KMT (Kepadatan Mineral Tulang) Pada Tulang Belakang Sesuai Gaya Hidup.

KMT pada tulang belakang lumbar

YA TIDAK Kebiasaan KMT (g/cm²) Tscore KMT (g/cm2) Tscore Merokok 0.772 ± 0.176** -1.89 ± 1.45** 0.808 ± 0.194 -1.59 ± 1.60 Alkohol 0.842 ± 0.199* -1.31 ± 1.65* 0.792 ± 0.198 -1.72 ± 1.64 Susu 0.802 ± 0.191 -1.64 ± 1.58 0.802 ± 0.20 -1.64 ± 1.71 Keju 0.767 ± 0.209* -1.93 ± 1.72* 0.812 ± 0.191 -1.56 ± 1.58 Yogurt 0.800 ± 0.205 -1.66 ± 1.70 0.805 ± 0.195 -1.61 ± 1.61 Ikan 0.791 ± 0.192 -1.73 ± 1.59 0.809 ± 0.201 -1.58 ± 1.66 Sayuran 0.793 ± 0.191 -1.71 ± 1.58 0.818 ± 0.208 -1.50 ± 1.71 Tahu 0.799 ± 0.186 -1.66 ± 1.54 0.804 ± 0.204 -1.62 ± 1.69 Natto 0.797 ± 0.191 -1.68 ± 1.58 0.803 ± 0.201 -1.63 ± 1.66 Kopi 0.809 ± 0.199 -1.62 ± 1.64 0.805 ± 0.198 -1.58 ± 1.65 Teh Hijau 0.807 ± 0.187* -1.59 ± 2.70* 0.733 ± 0.182 -2.17 ± 2.08 Aktivitas Fisik 0.856 ± 0.203* -1.19 ± 1.68* 0.794 ± 0.198 -1.70 ± 1.64 Keterangan: KMT, kepadatan mineral tulang

Student t-test digunakan untuk membandingkan BMD antara subjek dengan kebiasaan dan tanpa kebiasaan masing-masing variabel

* P <0,05 ** P <0,1

(6)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 Tabel 4. Gaya Hidup Terkait dengan KMT

(Kepadatan Mineral Tulang) Pada Wanita ≥ 60 Tahun. Variasi koefisien SE P Umur (tahun) -0,002 0,001 <0,05 IMT(kg/cm2) 0,017 0,003 <0,0001 Merokok (ya vs. tidak) -0,058 0,034 <0,05 Alkohol (ya vs. tidak) 0,054 0,022 <0,05 Keju (ya vs. tidak) -0,032 0,024 NS Teh Hijau (ya vs. tidak) 0,064 0,033 <0,05 Aktifitas Fisik (ya vs. tidak) 0,060 0,030 <0,05 Keterangan:

SE, kesalahan standar

Variabel dipilih menurut hasil t-test (Tabel 2, P<0,01)

Analisis regresi digunakan untuk menentukan gaya hidup yang berhubungan dengan KMT (Kepadatan Mineral Tulang) setelah disesuaikan dengan usia dan IMT (Indeks Masa Tubuh)nya.

Tabel 5. Penanda Tulang Sesuai Gaya Hidup Terkait dengan KMT (Kepadatan Mineral Tulang).

(7)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157

Pada Tabel 2 Menunjukkan

karakteristik dan gaya hidup. KMT lebih tinggi pada subjek dengan kebiasaan minum alkohol, minum teh hijau, dan aktifitas fisik; lebih rendah pada orang-orang dengan kebiasaan merokok dan mengonsumsi keju (Tabel 3.). Tabel 4. menunjukkan hasil analisis regresi dari KMT dengan usia, IMT, dan gaya hidup. Faktor-faktor yang terkait dengan KMT adalah usia, IMT, merokok, konsumsi alkohol, minum teh hijau, dan aktivitas fisik. Faktor lain yang tidak signifikan, kecuali alkali fosfatase dan iPTH, antara perokok dan bukan perokok (Tabel 5). PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan oleh Marjan dan Marliyati (2013), untuk mendiagnosis osteoporosis dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang dengan bone densitometer yang merupakan pemeriksaan akurat dan presisi untuk menilai kepadatan tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai prediksi fraktur. Berdasarkan Anlene

Bone Health Check yang sesuai dengan Harvey dan Cooper (2004), diketahui bahwa bagi individu yang berusia lanjut, nilai normal densitas tulang (tscore) adalah -1≤SD<2.5. Subjek dengan nilai densitas tulang ≤-2.5 tergolong dalam kategori osteoporosis atau telah berisiko mengalami osteoporosis. Berdasarkan kategori nilai t score Anlene Bone Health Check, sebagian

besar subjek (78.4%) mengalami

osteoporosis dan sebesar 21.6% subjek tidak osteoporosis (t-score>-2.5) 2.

Pada penelitian ini jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer ini meliputi karakteristik subjek, kebiasaan makan, status gizi, konsumsi pangan, aktivitas fisik dan nilai densitas tulang2.

Konsumsi Makanan

Frekuensi makan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marjan dan Marliyati (2013) yang dilakukan terhadap 37 orang wanita lanjut usia berusia diatas 55 tahun

(8)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek

memiliki kebiasaan mengonsumsi nasi sebesar 20.5 kali/minggu, dan subjek yang tidak mengalami osteoporosis rata-rata mengonsumsi nasi sebesar 21 kali/minggu sehingga rata-rata dari keseluruhan subjek mengonsumsi nasi 2—3 kali/hari. Telur (5-6 kali/minggu), susu (3 kali/minggu), tahu dan tempe (8.8±4.1 kali/minggu), wortel (3.8 kali/minggu), jeruk (2.3 kali/minggu), kalsium misalnya kacang-kacangan (5.2 kali/minggu ) adalah makanan yang sering dikonsumsi subjek yang mengalami osteoporosis. Menurut Setyorini et al. (2009), frekuensi konsumsi pangan sumber kalsium oleh seseorang akan memengaruhi jumlah kalsium yang masuk ke dalam tubuh10.

Kebiasaan makan dan minum. Sebagian besar subjek memiliki kebiasaan makan yang sudah cukup baik dengan persentase sebesar 89.2% dan subjek yang mengalami

osteoporosis sebagian besar mengonsumsi air putih <6 gelas sehari2.

Rata-rata konsumsi energi dan protein dari keseluruhan subjek adalah 1 648 kkal dan 51 g. Rata-rata tingkat kecukupan energi (100.7%) dan protein (102.3%) total subjek berada pada kategori normal. Berdasarkan kategori osteoporosis, subjek yang tidak osteoporosis memiliki rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein sebesar 97.3% dan 95.9%, sedangkan tingkat kecukupan energi dan protein subjek yang osteoporosis adalah 101.6% dan 104.0%.2.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marjan dan Marliyati (2013) yang dilakukan terhadap 37 orang wanita lanjut usia berusia diatas 55 tahun menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi kalsium dan fosfor dari keseluruhan subjek adalah 595 mg dan 838 mg. Tingkat kecukupan kalsium rata-rata keseluruhan subjek masih berada dalam kategori kurang yaitu 74.4%, sedangkan tingkat kecukupan

(9)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 fosfor rata-rata keseluruhan subjek adalah

139.7% yang sudah berada dalam kategori cukup. Berdasarkan kategori osteoporosis, subjek yang tidak osteoporosis memiliki rata-rata tingkat kecukupan kalsium dan fosfor sebesar 72.2% dan 139.7%, sedangkan tingkat kecu kecukupan kalsium dan fosfor subjek yang osteoporosis adalah 75.0% dan 139.7%2.

Pengaruh Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Kalsium, dan Fosfor dengan Kejadian Osteoporosis

Tingkat kecukupan energi yang lebih berpeluang dalam menurunkan terjadinya osteoporosis dibandingkan dengan tingkat kecukupan energi yang normal. Hal ini sesuai dengan peningkatan jumlah energi akan berdampak pada status gizi yang lebih dan memiliki efek positif terhadap kepadatan mineral tulang11. Tingkat kecukupan protein yang kurang dapat berpeluang menjadi faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis dibandingkan dengan tingkat kecukupan protein yang normal. Namun, asupan protein

yang berlebih juga dapat memicu terjadinya osteoporosis karena dapat meningkatkan pengeluaran kalsium lewat urin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, tingkat kecukupan kalsium kurang merupakan faktor risiko atau penyebab terjadinya osteoporosis. Varenna et al. (2007) yang menyatakan bahwa tingkat kecukupan kalsium memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian osteoporosis12. Wanita menopause yang kurang konsumsi

kalsium berisiko untuk terkena

osteoporosis15.

Namun, tingkat kecukupan fosfor normal dapat berpeluang menjadi faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis dibandingkan dengan tingkat kecukupan fosfor kurang. Jumlah fosfor yang lebih besar daripada kalsium akan menyebabkan berkurangnya massa tulang, karena kelebihan fosfor dapat meningkatkan sekresi hormon paratiroid. Hormon paratiroid

merupakan hormon yang mencegah

(10)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 cara meningkatkan pengambilan kalsium

pada tulang sehingga dapat menyebabkan kepadatan mineral tulang menjadi berkurang16.

Pengaruh Status Gizi dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Osteoporosis

Berdasarkan hasil analisis antara subjek yang memiliki status gizi lebih dengan status gizi normal menunjukkan bahwa status gizi normal cenderung berpeluang menjadi faktor risiko terhadap kejadian osteoporosis dibandingkan status gizi lebih. Individu dengan berat badan lebih tinggi cenderung untuk mempunyai kepadatan tulang lebih tinggi dibandingkan individu yang berat badannya rendah. Hal ini diduga karena cadangan lemak berfungsi sebagai bahan baku hormon androgen untuk diubah menjadi hormon estrogen. Oleh karena itu, individu terutama wanita yang gemuk jarang mengalami osteoporosis. Menurut Sizer & Whitney (2006), aktivitas fisik yang baik memiliki efek positif terhadap kepadatan mineral tulang lebih

tinggi dibandingkan individu yang hanya melakukan aktivitas fisik ringan13.

Pada penelitian Muraki et al (2007) di Jepang asupan makanan dan kebiasaan gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol, minum teh hijau, dan aktivitas fisik berkaitan dengan peningkatan KMT (kepadatan mineral tulang). Sebuah studi epidemiologi menunjukkan bahwa teh hijau Jepang telah terbukti memiliki efek estrogenik lemah, yang dapat meningkatkan KMT. Bukti terbaru menunjukkan bahwa -epigallocatechin-3-gallate, merupakan salah satu flavonoid utama yang terkandung dalam teh hijau, yang dapat menginduksi apoptosis osteoklas17. Ini menghambat resorpsi tulang, yang dapat menyebabkan peningkatan KMT14.

Berdasarkan data yang diperoleh diantara penduduk Jepang, subjek yang meminum teh hijau memilik KMT yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak meminum teh hijau. KMT diukur

(11)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 pada lumbar tulang belakang. Saat ini

pengukuran lumbar tulang belakang merupakan standar terbaik untuk memperkirakan osteoporosis pada usia lanjut. Teh hijau asal Jepang memiliki berbagai macam jenis dengan efek yang berbeda pada metabolisme tulang14.

SIMPULAN

Berdasarkan data primer yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat kecukupan kalsium lebih mempengaruhi terjadinya osteoporosis jika dibandingkan dengan asupan pangan lainnya. Karena konsumsi kalsium memiliki keterkaitan yang cukup konsisten dengan kesehatan tulang. Semakin kurang melakukan aktivitas fisik maka berpeluang mengalami patah tulang 2 kali lebih besar daripada yang sering melakukan aktivitas fisik. Selain itu, orang yang mengkonsumsi teh hijau Jepang memiliki KMT (Kepadatan Mineral Tulang) yang lebih tinggi, sehingga dapat mencegah terjadinya osteoporosis.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Eli Halimah, M.Si., Apt yang telah membimbing penulis melalui diskusi-diskusi terkait tema dan telah memberikan pencerahan dengan memberikan saran serta perbaikan-perbaikan dalam penulisan review article ini. Serta kepada dosen mata kuliah metodologi penelitian karena telah memberikan ilmu yang begitu bermanfaat bagi penulis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harvey N & Cooper C. Pencegahan Penyakit Osteoporosis dan Fraktur Panggul, dalam Buku Gizi Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition). Jakarta: EGC; 2004.

2. Marjan, A. Q dan Marliyati, S. A. Hubungan Antara Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Osteoporosis Pada Lansia di Panti Werdha Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 2013; 8(2): 123-128.

3. Lane, N. E. Lebih Lengkap tentang Osteoporosis Edisi ke-2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 2003.

4. Gunawan, S. G., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi, Ed 5. Jakarta: FKUI, 2007; Hal 540, 452-453.

5. Costa, D. A. L., Da silva M. A. C. N., Oliveira, L. M, Brito, N. A.C.B., Barbosa, L. M. C., Batista, E. J. Osteoporosis in primary care: an

(12)

Printed : 1693–1424 Online : 2089-9157 opportunity to approach risk factor. Rev

Bras Reumatol. 2016; 56(2):111-116. 6. Hoger & Hoeger. Lifetime Physical

Fitness and Wellness, a Personalized Prog. Edisi ke-5. Thomson Wadsworth, USA. 2005.

7. Karakas, Y. E., Yetisgin, A., Cadirci, D., Sezen, H., Altunbas, R., Kas, F., Demir, M., Ulas, T. Usefulness of ceruloplasmin testing as a screening methodology for geriatric patients with osteoporosis. J Phys Ther Sci 2016; 28: 235-239.

8. Sabit R, Bolton CE, Edwards PH, Pettit RJ, Evans WD, McEniery CM, Wilkinson IB, Cockcroft JR, Shale DJ. Arterial stiffness and osteoporosis in chronic obstructive pulmonary disease. Amj J Respir Crit Care Med. 2007. 175: 1259-1265.

9. Cho JH, Kim MT, Lee HK, Hong IS, Jang HC. Factor analysis of biochemical markers associated with bone mineral density in adults. J. Phys. Ther. Sci. 2014. 26: 1225-1229.

10. Setyorini, A. Pencegahan osteoporosis dengan suplementasi kalsium dan

vitamin D pada pengunaan

kortikosteroid jangka panjang. E-Jurnal Universitas Udayana. 2009; 11(I): 32-8. 11. Hsu, Y. H., Venners, S. A., Terwedow,

H. A., Feng, Y., Niu, T., Li, Z., Laird, N., Brain, J. D., Cummings, S. R., & Bouxsein, M. L., Rosen, C. J., Xu, X. Relation of body compotition, fat mass, serum lipids to osteoporosis fractures and bone mineral density in Chinese men and women. Am J Clin Nutr. 2006; 83: 146-154.

12. Varenna, M., Binelli, L., Casari, S., Zucchi, & Sinigaglia, L. Effect of dietary calcium intake on body weight and prevalence of osteoporosis in early postmenopausal women. Am J Clin Nutr . 2007; 86: 639-644.

13. Sizer F & Whitney EN. 2006. Nutrition Concept and Controversies 10th Edition. Thomson Adwords, USA.

14. Muraki, S., Yamamoto, S., Ishibasi, H., Oka, H., Yoshimura, N., Kawaguchi, H., Nakamura, K. Diet and lifestyle associated with increased bone mineral density: cross-sectional study of Japanese elderly women at an osteoporosis outpatient clinic. J Orthop Sci. 2007; 12: 317-320.

15. Heaney, R. P. 2003. Long latency deficiency disease: insight from calcium and vitamin D. Am J Clin Nutr. 2007; 78: 912-919.

16. Nakamura, K., Ueno, K., & Nishiwaki, T. Nutrition, mild hyperparathyroidism and bone mineral density in young Japanese women. Amj J Clin Nutr. 2005; 82: 1127-1133.

17. Nakawaga, H., Wachi, M., Woo, J. T., Kato, M., Kasai, S., Takahashi, F. Fenton reaction is primarily involved in a mechanism of epigallocatechin-3-gallate to induced osteoclastic cell death. Biochem Biophys Res Commun. 2002; 292: 94-101.

Gambar

Tabel 3. KMT (Kepadatan Mineral Tulang) Pada Tulang Belakang Sesuai Gaya Hidup.
Tabel  4.  Gaya  Hidup  Terkait  dengan  KMT  (Kepadatan  Mineral  Tulang)  Pada  Wanita  ≥  60 Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil akhir pada tiap-tiap siklus yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Team Assited Individualization

komunitas global dalam bidang ilmu pengetahuan, (4) peningkatan budaya ilmiah masyarakat Indonesia, dan (5) pelaksanaan dukungan manajemen. 2) Indikator jumlah industri

Tujuan dari Penelitian ini adalah (1) dapat memprediksi volume ekspor non migas untuk pakaian jadi dengan metode K- means Clustering dan Gath-Geva Clustering; (2)

Observasi non partisipan dilakukan dengan mengamati bahan ajar digital yang sebelumnya telah disusun oleh guru materi pelajaran yang diunggah pada situs youtube

Karena Perusahaan tidak dapat mengontrol metode, volume, atau kondisi aktual penggunaan, Perusahaan tidak bertanggung jawab atas bahaya atau kehilangan yang disebabkan dari

Sebagaimana pada soal pilihan ganda, soal jawaban singkat dengan bentuk melengkapi sebenarnya merupakan soal dengan bentuk pertanyaan yang tersirat, sehingga

3) Proses pengajaran lebih menarik siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan Melihat kelebihan metode demonstrasi di atas, maka metode

Dengan didukung semangat belajar dan motivasi yang tinggi maka siswa akan lebih mandiri dan mempunyai keyakinan yang tinggi dalam memecahkan masalah dalam belajar