• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang lebih berfokus pada guru/dosen sebagai sumber pengetahuan sehingga ceramah menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Siswa atau mahasiswa sering bersikap pasif, bahkan ada kecenderungan hanya bersikap menerima saja pengetahuan dari pendidik. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan belajar yang memberdayakan peserta didik. Salah satu pembelajaran yang memberdayakan peserta didik adalah pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning).

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan “konsep belajar yang membantu dosen/guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan pemaparannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat” (Diknas, 2002: 1).

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa/mahasiswa dan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa belajar dan bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Melalui metode kontekstual , mahasiswa belajar melalui pengalaman, tidak menghafal. Dalam hal ini proses dan strategi pembelajaran lebih dipentingkan.

Menurut Muslich (2007: 41), salah satu metode dalam pembelajaran yang dapat merangsang aktivitas mahasiswa dalam belajar adalah pembelajaran kontekstual . Penerapan kontekstual sering digalakan dan dilaksanakan dalam

(2)

pelatihan-pelatihan dengan harapan berpengaruh positif terhadap hasil belajar mahasiswa.

Metode kontekstual merupakan salah satu alternatif pembelajaran, yakni pendidik memosisikan para mahasiswa sebagai subjek, bukan sebagai objek pembelajaran. Dengan kata lain, pendidik sebagai fasilitator. Pembelajaran kontekstual di kelas melibatkan tujuh komponen utama, yakni (1) konstruktivisme, (2) menemukan, (3) bertanya, (4) masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian yang sebenarnya. Berdasarkan komponen tersebut, dalam pembelajaran kontekstual mahasiswa diharapkan lebih aktif dan kreatif. Proses keterlibatan mahasiswa terjadi secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. Pendekatan kontekstual mendorong mahasiswa untuk dapat menerapkan keterampilan atau pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil pembelajaran tidak hanya mengharapkan mahasiswa memahami materi yang dipelajari, tetapi juga menghendaki agar pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, pengetahuan dan kemampuan seorang dosen/guru dalam menerapkan model pembelajaran yang tepat.

Menurut Buchori (dalam Khabibah, 2006:1) pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para mahasiswa untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi juga mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal itu tampak dari rata-rata hasil belajar siswa yang

(3)

senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri. Dalam arti yang lebih substansial proses pembelajaran hingga dewasa ini tampaknya masih mencirikan dominasi guru/dosen dan kurang memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikirnya.

Di pihak lain, secara empiris berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa rendahnya hasil belajar peserta didik disebabkan oleh salah satu proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran konvensional Pada pembelajaran ini suasana kelas cenderung berpusat pada dosen/guru sehingga mahasiswa menjadi pasif. Meskipun demikian, dosen/guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktik. Artinya, guru/dosen cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain. Dalam hal ini, siswa/mahasiswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri. Masalah ini banyak dijumpai dalam kegiatan proses belajar mengajar di kelas. Oleh karena itu, diperlukan penerapan suatu strategi belajar yang dapat membantu mahasiswa untuk memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan itu, berlakunya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan jenjang pendidikan formal. Perubahan tersebut harus pula diikuti oleh dosen/guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas.

(4)

Salah satu perubahan paradigma pembelajaran tersebut adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada dosen/ guru beralih berpusat pada murid, metodologi yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan pendekatan yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan. Untuk itu, dosen/guru harus bijaksana dalam menentukan suatu model pembelajaran yang sesuai dan dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Berbicara tentang masalah penggunaan metode dalam kaitan dengan proses pembelajaran, guru atau dosen harus tepat dalam memilih dan menentukan metode yang secara rasional dipandang paling cocok. Mengingat tujuan pembelajaran yang hendak dicapai sangat beragam, jenis metode dan pendekatan yang digunakan atau dipilih dosen/guru juga harus beragam sesuai dengan karakteristik tujuan pembelajaran tersebut. Metode kontekstual dapat dijadikan alternatif strategi belajar yang lebih memberdayakan mahasiswa. Penggunaan metode kontekstual ini sangat cocok untuk menyampaikan pelajaran karena merupakan konsep belajar yang membantu dosen/guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dan situasi dunia nyata mahasiswa dan mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2002).

(5)

Dengan metode kontekstual, diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi mahasiswa. Proses pembelajaran juga berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa belajar menemukan, bukan transfer pengetahuan dari dosen ke mahasiswa. Dalam hal ini, strategi dan proses pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dosen/guru juga mengupayakan perbaikan-perbaikan kualitas pembelajaran melalui serangkaian usaha yang langsung berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab profesional dosen/guru dengan harapan pengajaran dan pembelajaran bahasa berhasil dengan baik sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan.

Pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Jepang adalah suatu hal yang kompleks, terutama dalam bidang tata bahasa. Apa yang dipelajari pada tahap pemula atau tahap awal merupakan kunci keberhasilan penguasaan bahasa asing yang akan diperoleh di akhir pembelajaran. Bagi pelajar bahasa Jepang, tata bahasa bisa dianggap sebagai kompas dalam praktik bahasa pada kenyataannya. Pengajaran tata bahasa yang benar tidak semata-mata berpusat pada tata bahasa itu sendiri, tetapi juga harus diseimbangkan dengan empat aspek keterampilan berbahasa, yakni aspek menulis, aspek membaca, aspek mendengarkan (menyimak), dan aspek berbicara. Keempat aspek tersebut perlu dikuasai oleh mahasiswa. Di samping menguasai keempat aspek tersebut, pembelajar bahasa Jepang juga harus memahami struktur dan tata bahasa Jepang. Kemampuan seseorang memahami dan menguasai tata bahasa Jepang dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu tingkat dasar (shokyou), tingkat terampil (chukyou) dan tingkat mahir (jukyou).

(6)

Menurut Sudjianto (2004:14), dilihat dari aspek kebahasaan, bahasa Jepang memiliki karakteristik yang unik dan dapat diamati dari huruf yang digunakan, sistem pengucapan, gramatika, ragam bahasa, kosakata, kaidah-kaidah, aturan penggunaan yang berbeda dengan bahasa lainnya. Bahasa Jepang mempunyai gramatika yang berbeda sekali dengan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bahasa Jepang memiliki gramatika yang sangat unik, yaitu susunan kalimat berpola S-K-O-P (subjek- keterangan - objek- predikat). Di antara sela-sela S-K-O-P tersebut mutlak harus disisipi dengan kata bantu atau partikel. Contoh: 大学生 は カンチン で ごはん を 食べます

Daigakusei wa kantin de gohan o tabemasu mahasiswa part tempat part nasi part makan „ Mahasiswa makan nasi di kantin‟.

Kata daigakusei dalam bahasa Indonesia berarti “mahasiswa”, yang berfungsi sebagai subjek (shugo) dalam kalimat dan disertai partikel wa (は). Kantin (joukyougo) adalah serapan dari bahasa Inggris berarti “keterangan tempat”, dalam penulisan bahasa Jepang ditulis dengan huruf Katakana disertai partikel de(で)yang berarti “di”. Unsur objek (taishougo) adalah gohan berarti “nasi” dan selalu diikuti partikel o ( を ) . Kata tabemasu berarti “makan” berfungsi sebagai predikat (jutsugo) dan selalu terletak di akhir kalimat. Hal itu berbeda dengan bahasa Indonesia yang susunan kalimatnya berpola S-P-O-K. Contoh: “Rita membaca buku di perpustakaan”. Setiap bahasa memilki gramatika atau tata bahasa yang memuat kaidah-kaidah, aturan bentuk, struktur dan ciri-cirinya.

(7)

Dalam berbahasa seseorang perlu mengetahui tata bahasa yang baik dan benar, terutama pada saat hendak berkomunikasi kepada orang asing dalam hal ini kepada orang Jepang. Hal ini amat penting bila ingin menjalin hubungan komunikasi dengan baik. Sudjianto (1996:22) mengemukakan perlunya pembelajar bahasa mempelajari gramatika karena bahasa tidak boleh ditulis dan diucapakan secara sembarangan. Bahasa harus digunakan dengan baik, benar, dan efektif agar dapat memahami apa yang ingin disampaikan ataupun pesan yang diterima dalam komunikasi atau memahami wacana. Dengan kata lain, apabila pembelajar mengetahui dan memahami gramatika dengan baik, dengan sendirinya ia dapat menggunakan bahasa yang dipelajarinya untuk berkomunikasi dengan baik pula. Artinya, dapat dengan mudah menyampaikan ide, pesan kepada lawan bicara. Di pihak lain, pesan yang disampaikan lawan bicara akan mudah dimengerti. Sehubungan dengan itu, Poerwadaminta (1976:1024) mengemukakan bahwa tata bahasa adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kelimat. Pada waktu berkomunikasi, khususnya dalam bahasa Jepang pemahaman tata bahasa sangatlah penting, karena bahasa Jepang memiliki karakteristik unik, baik huruf, ucapan, maupun struktur kalimatnya. Untuk menanamkan pemahaman tata bahasa Jepang yang baik dan benar, pendidik harus tepat menentukan dan memilih metode pembelajaran bahasa yang diberikan kepada para pelajar bahasa Jepang tahap pemula dalam proses belajar mengajar. Untuk itu, metode kontekstual dapat dijadikan salah satu alternatif yang efektif dalam pembelajaran tata bahasa.

(8)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1) Bagaimana hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi

mahasiswa semester III Sastra Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar, baik kuantitatif maupun kualitatif, sebelum menerapkan metode kontekstual ?

2) Bagaimana hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar, baik kuantitatif maupun kualitatif, setelah menerapkan metode kontekstual ?

3) Faktor apa sajakah yang memengaruhi hasil belajar mahasiswa semester III Sekolah Tinggi Bahasa Asing Saraswati Denpasar dalam pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan diuraikan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah memberikan referensi tentang penggunaan metode kontekstual dalam pengajaran dan pembelajaran tata bahasa Jepang dasar(shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar.

(9)

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini merujuk pada apa yang dimuat dalam rumusan masalah sebelumnya, yakni seperti di bawah ini.

1) Untuk mendeskripsikan hasil belajar tata bahasa Jepang dasar (shokyou bunpo) bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar sebelum diterapkan metode kontekstual di dalam kelas.

2) Untuk mengetahui hasil belajar tata bahasa Jepang dasar bagi mahasiswa semester III Sastra Jepang STIBA Saraswati Denpasar sesudah menggunakan metode kontekstual di dalam kelas.

3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar mahasiswa dalam pembelajaran tata bahasa Jepang dasar dengan metode kontekstual

1.4 Manfaat hasil Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua manfaat, yakni manfaat praktis dan teoritis. Kedua manfaat penelitian ini secara terperinci terlihat pada paparan di bawah ini.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian terhadap penerapan metode kontekstual dalam pembelajaran bahasa Jepang, khususnya pada pembelajaran tata bahasa Jepang dasar. Model pembelajaran yang dihasilkan dapat meningkaktan aktifitas belajar mahasiswa dan memberikan sumbangan terhadap metode dan teori pembelajaran bahasa, khususnya tata bahasa Jepang dasar. Hal ini penting, mengingat masih langkanya bahan referensi

(10)

yang membahas metode kontekstual dalam meningkatkan pembelajaran dan pengajaran bahasa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yang relevan, terutama bagi peningkatan profesional dosen dalam menyusun dan mengelola pengajaran dan pembelajaran bahasa Jepang menjadi lebih inovatif. Kecermatan atau ketepatan dosen dalam menerapkan metode pembelajaran akan memengaruhi hasil belajar mahasiswa.

Bagi mahasiswa pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar mahasiswa, karena pembelajaran kontekstual menekankan pada interaksi kerja sama di antara mahasiswa sebagai kelompok belajar. Mahasiswa terlatih untuk lebih aktif bertanya, menemukan sendiri dan mengonstruksi proses materi pembelajaran. Selain itu, juga mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluaga dan masyarakat.

Manfaat bagi lembaga, yaitu dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dengan memperhatikan dan menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang memadai seperti laboratorium bahasa, tape recorder beserta kasetnya, TV beserta DVD dan CD-nya. Pada hakikatnya hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

aureus resisten terhadap antibiotik ciprofloxacin (15%), cefotaxime (31%), dan cefadroxil (8%), sedangkan bakteri Gram negatif yang mengalami resistensi tertinggi

Dari uraian di atas, maka peneliti merancang penelitian yang akan dilakukan pada peserta didik di SMAN 3 Polewali untuk menganalisis tingkat keterampilan berpikir

Seperti halnya penerapan ICT berdasarkan sarana dan prasarana (infrastruktur) yang ada di Museum Angkut, dimana penerapan ICT ini bertujuan untuk mempermudah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nama-nama panggilan unik remaja di Desa Losari, Kecamatan Rawalo, Kabupaten Banyumas sebanyak 50 data, dengan perincian: Jenis penamaan

Analisis data berisi uraian data yang diolah untuk proses pemilihan strategi permesinan (toolpath strategy), penentuan cutter yang digunakan, feedrate, spindel speed, plungerate

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural

Setelah dilakukan penelitian dan pengamatan mengenai media Augmanted Raality serta penerapannya dalam pembelajaran menulis teks deskripsi dapat dikatakan bahwa, dalam