• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fish Shelter Agustus 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fish Shelter Agustus 2006"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pengamatan Agustus 2006 &

Analisis Perkembangan Biota Bentik dan Ikan

Periode 2004-2006

Fish Shelter

24 – 25 Agustus 2006

Hawis Madduppa, S.Pi, M.Si

Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

(2)

1

1

.

.

P

P

e

e

n

n

d

d

a

a

h

h

u

u

l

l

u

u

a

a

n

n

1.1 Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu keunikan yang terdapat pada daerah perairan laut dangkal di wilayah iklim tropis. Dimana hanya pada iklim inilah ekosistem tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu ciri yang terdapat pada ekosistem ini adalah tempat berkumpulnya sebagian besar organisme perairan dangkal yang tersusun sebagian besar oleh karang scleractinian (karang pembentuk terumbu), dan menjadi salah satu ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Kawasan perairan terumbu karang Indonesia merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Hal ini terlihat dari tingkat produktivitas, keanekaragaman biota, dan estetika yang terkandung didalamnya. Semua sumberdaya ini dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan keberlanjutan dan kelestariannya. Upaya pemanfaatan yang optimal dan efektif perlu dilakukan agar dapat menunjang pembangunan secara berkelanjutan, serta menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan negara.

Namun kenyataan yang terjadi dewasa ini adalah, ancaman terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang semakin meningkat. Hal ini terutama akibat dari meningkatnya pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang sering kali kurang memperhatikan kelestarian sumberdaya itu sendiri. Untuk menanggulangi masalah tersebut, pemerintah telah melakukan upaya pengelolaan ekosistem terumbu karang secara terkoordinasi guna melestarikan sumberdaya ini. Hal ini juga diperkuat dengan adanya berbagai organisasi non

government atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik lokal maupun internasional

yang perduli terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang telah banyak tumbuh dan menciptakan program-program yang bergerak ke arah pelesterian ekosistem terumbu karang.

Program-program pengelolaan yang dilakukan pada prinsipnya adalah untuk mejaga pemanfaatan sumberdaya hayati dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelestarian dan keberlanjutan. Bentuk kegiatan yang dilakukan secara umum adalah dengan memberikan status perlindungan dari suatu kawasan, merehabilitasi ekositem yang

(3)

telah mengalami kerusakan, serta meningkatkan kapasitas masyarakat untuk dilibatkan dalam upaya pengelolaan.

Salah satu kebijakan pemerintah daerah DKI Jakarta dalam upaya merehabilitasi habitat serta untuk mengatasi pemanfaatan ikan dan terumbu karang yang berlebihan yaitu dengan melakukan penenggelaman Fish shelter di beberapa lokasi di Kepulauan Seribu. Fish shelter berfungsi untuk menarik ikan di sekitar lokasi penempatan, dan diharapkan dapat menjadi tempat perkembangbiakan ikan serta menambah kelimpahan dan keanekaragaman ikan dan terumbu karang. Sejak pengenggelaman Fish shelter beberapa pengamatan telah dilakukan untuk mengetahui tingkat efektifitas dari penempatan Fish shelter ini dan pengaruhnya terhadap komposisi ikan dan terumbu karang yang ada.

1.2 Tujuan

Pengamatan terhadap Fish shelter yang terlah dilakukan adalah untuk:

1. Mengetahui perkembangan dari penempelan komunitas benthik seperti turf alga, hard coral, dan lain-lain dilokasi penempatan Fish shelter

2. Mengetahui perubahan karakteristik dan struktur komunitas ikan karang yang terjadi di lokasi penenggelaman Fish shelter

(4)

2

2

.

.

M

M

E

E

T

T

O

O

D

D

O

O

L

L

O

O

G

G

I

I

2.1 Lokasi dan waktu pengamatan

Pengamatan ini merupakan pengamatan tahun ketiga sejak tahun 2004. Sejak penenggelaman pada tahun tersebut sudah dilakukan pengamatan sebanyak 7 kali dari rangkaian monitoring Fish shelter di Kepulauan Seribu, dan sekarang merupakan yang kedua pada tahun 2006. Pengamatan dilakukan pada tanggal 24 – 25 Agustus 2006 di 4 stasiun penenggelaman Fish shelter. Lokasi secara spesifik serta posisi dari stasiun-stasiun tersebut dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 2.1. Informasi pengambilan data di setiap lokasi

Time Depth Visibility

Dive Tanggal

in out m (m) Lokasi Posisi

1 24.08.2006 11:15 11:39 32 1 Karang Panjang 05o38’653” S 106o35’146” E

2 24.08.2006 14:35 14:56 26 1 Karang Kembar 05o39’362” S 106o32’474” E

3 24.08.2006 16:40 17:13 22 2 Karang Ceremai 05o45’239” S 106o34’632” E

4 25.08.2006 11:30 12:00 20 2 Balik Layar 05o44’119” S 106o33’913” E

(5)

2.2 Penentuan Stasiun dan Frekuensi Pengamatan

Kondisi komunitas benthik dan ikan karang diamati pada empat stasiun di sekitar Kepulauan Seribu Utara, yaitu Balik Layar, Karang Keling Dalam, Karang Kembar, Karang Ciremai dan Pulau Harapan. Pengamatan dilakukan pada tiga modul

Fish shelter yang dipilih secara acak. Frekuensi pengamatan akan dilakukan setiap

triwulan tiap tahunnya. 2.3 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah alat SCUBA, GPS, fish finder, kapal, sabak dan pensil, kamera bawah air, buku identifikasi karang dan ikan. 2.4 Metode Pengambilan data

2.4.1 Pengambilan Data Biota Bentik

¾ Pengamatan biota benthik yang menempel pada modul digunakan modifikasi

metode coral recruitment (English et al., 1997). Coral recruitment pada modul terumbu buatan digunakan sebagai alat untuk memahami aspek kehidupan karang. Individu yang menempel pada modul Fish shelter dicatat baik jenis dan jumlahnya. Selain itu, karena keterbatasan waktu maka ukuran dimensi hanya diambil dari dua sampel dari tiap jenisnya. Pengamatan dilakukan pada salah satu batang horizontal modul dengan ukuran 150 x 20 cm.

¾ Pengamatan dilakukan untuk tiga terumbu buatan.

¾ Pengamatan dilakukan dengan cara mencatat dan mengukur kisaran penutupan

bentuk pertumbuhan (life form), genus karang hidup, karang mati, biota lain dan komponen abiotik lain yang ditemukan.

2.4.2 Pengambilan data ikan karang

¾ Data ikan karang diperoleh dengan metode pengamatan visual secara stasioner, ¾ Pencatat data ikan karang mengamati tiga terumbu buatan selama masing-masing

5-10 menit sambil mencatat seluruh spesies ikan dan kelimpahannya.

¾ Keseimbangan komunitas ikan karang dilihat berdasarkan struktur komunitasnya dengan pendekatan penghitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi.

(6)

2.4.3 Identifikasi Ikan

Data ikan yang diambil pada saat penyelaman diidentifikasi langsung saat berada di darat. Buku yang dipakai untuk mengidentifikasi ikan adalah Lieske & Myers (2001).

2.5 Analisis Data 2.5.1 Data Biota Bentik

Pengamatan biota benthik yang menempel pada modul digunakan modifikasi metode coral recruitment (English et al., 1997). Coral recruitment pada modul terumbu buatan digunakan sebagai alat untuk memahami aspek kehidupan karang. Individu yang menempel pada modul Fish shelter dicatat baik jenis dan jumlahnya. Selain itu, karena keterbatasan waktu maka ukuran dimensi hanya diambil dari dua sampel dari tiap jenisnya. Pengamatan dilakukan pada salah satu batang horizontal modul dengan ukuran 150 x 20 cm.

2.5.2 Data ikan karang

- Kekayaan Jenis (Species richness)

Kekayaan jenis ini untuk melihat jumlah ikan yang berada dalam suatu kawasan tertentu. Hal ini berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman ikan karang. - Indeks keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman atau keragaman (H’) menyatakan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masing-masing bentuk pertumbuhan/genus ikan dalam suatu komunitas habitat dasar/ikan (Odum 1971). Indeks keragaman yang paling umum digunakan adalah indeks Shannon-Weaver (Odum 1971; Krebs 1985 in Magurran 1988) dengan rumus: Pi Pi H S i

= = 1 ln '

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman

Pi = Perbandingan proporsi ikan ke i S = Jumlah ikan karang yang ditemukan

Logaritma natural (In) digunakan untuk komunitas ikan karena ikan merupakan biota yang mobile (aktif bergerak), memiliki kelimpahan relatif tinggi dan preferensi habitat tertentu. Indeks keanekaragaman digolongkan dalam kriteria sebagai berikut:

(7)

H’≤ 2 : Keanekaragaman kecil

2 < H’≤ 3 : Keanekaragaman sedang

H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi - Indeks keseragaman (E)

Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata penyebaran individu antar spesies maka keseimbangan ekosistem akan makin meningkat. Rumus yang digunakan adalah (Odum 1971; Pulov 1969 in Magurran 1988):

maks

H H

E = '

Keterangan : E = indeks keseragaman

H maks = Ln S

S = Jumlah ikan karang yang ditemukan

Nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 – 1. Selanjutnya nilai indeks keseragaman berdasarkan Kreb (1972) dikategorikan sebagai berikut :

0 < E ≤ 0.5 : Komunitas tertekan 0.5 < E ≤ 0.75 : Komunitas labil 0.75 < E ≤ 1 : Komunitas stabil

Semakin kecil indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman populasi, hal ini menunjukkan penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama sehingga ada kecenderungan satu jenis biota mendominasi. Semakin besar nilai keseragaman, menggambarkan jumlah biota pada masing-masing jenis sama atau tidak jauh beda. - Indeks dominansi

Indeks dominansi berdasarkan jumlah individu jenis ikan karang digunakan untuk melihat tingkat dominansi kelompok biota tertentu. Persamaan yang digunakan adalah indeks dominansi (Simpson, 1949 in Odum, 1971), yaitu :

= = S i Pi C 1 2 ) (

dimana : C = Indeks dominansi

Pi = Perbandinga proporsi ikan ke i S = Jumlah ikan karang yang ditemukan

(8)

Nilai indeks dominansi berkisar antara 1 – 0. Semakin tinggi nilai indeks tersebut, maka akan terlihat suatu biota mendominasi substrat dasar perairan. Jika nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada perairan tersebut tidak ada biota yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai keseragaman (E) yang tinggi.

Sebaliknya, jika nilai indeks dominansi (C) mendekati satu, maka hal ini menggambarkan pada perairan tersebut ada salah satu biota yang mendominasi dan biasanya diikuti oleh nilai keseragaman yang rendah. Nilai indeks dominansi dikelompokkan dalam 3 kriteria, yaitu:

0 < C ≤ 0.5 : Dominansi rendah 0.5 < C ≤ 0.75 : Dominansi sedang 0.75 < C ≤ 1 : Dominansi tinggi

- Kategori fungsi Ikan Karang

Berdasarkan fungsi dalam sistem terumbu karang, ikan terumbu dibagi atas tiga (Adrim 1993) yaitu:

(1) Ikan mayor adalah ikan-ikan yang berperan secara umum dalam sistem rantai makanan di daerah terumbu karang,

(2) ikan target adalah ikan yang mempunyai nilai ekonomis dan dikonsumsi oleh masyarakat, dan

(3) ikan indikator adalah ikan yang menjadi parameter terhadap kesehatan terumbu karang dalam hal ini dari famili Chaetodontidae.

(9)

3

3

.

.

H

H

A

A

S

S

I

I

L

L

D

D

A

A

N

N

P

P

E

E

M

M

B

B

A

A

H

H

A

A

S

S

A

A

N

N

3.1 PENUTUPAN KOMUNITAS BENTHIK

Penyelaman I (Karang Panjang) dilakukan pada kondisi laut bergelombang besar dan arus sangat kencang. Penyelaman II (Karang Kembar) dilakukan pada pukul 14:35-14:42 WIB pada kedalaman 26 meter dengan kondisi perairan bergelombang, berarus dan visibilitynya buruk dengan jarak pandang < 1 meter. Dari hasil pengamatan, seluruh kerangka fish shelter telah ditutupi oleh komunitas benthik, karang maupun silt. Penutupan paling tinggi (tertinggi sampai terendah) adalah benthik, karang dan silt. Hasil pengamatan sebelumnya diinformasikan bahwa semua kerangka fish shelter telah ditutupi oleh komunitas benthik (alga, soft coral, spons, gorgonian, kerang, hydroid serta zoanthid) dan karang (Montipora, Porites dan Cynarina), tapi pada pengamatan kali ini ditemukan beberapa bagian fish shelter yang ditutupi oleh silt. Hal ini menggambarkan adanya penurunan pertumbuhan benthik, yaitu ada beberapa bagian benthik pada fish shelter yang tertupi oleh silt. Di diprediksi, ini terjadi karena arus membawa silt ke dalam kerangka fish shelter sehingga beberapa benthik mati.

Penyelaman III (Karang Ceremai) berlangsung pada pukul 16:40-17:13 WIB pada kedalaman 22 meter dengan kondisi perairan bergelombang (permukaan), tenang dan visibility yang cukup bagus dengan visibility > 1.5 meter. Pada stasiun ini, benthik masih tetap memiliki persentase yang lebih tinggi kemudian soft coral, spons, kerang, zoanthid, gorgonian dan hydroid. Berbeda dengan stasiun Penyelaman II dimana, pada Penyelaman III persentasi zoanthid lebih tinggi daripada persentase gorgonian dan hydroid karena pertumbuhan zoanthid lebih cepat dari pertumbuhan gorgonian dan hydroid. Informasi lebih lanjut adalah zoanthid tumbuh secara horizontal sehingga memiliki persentase lebih tinggi di bandingkan dengan pertumbuhan gorgonian dan hydroid yang pertumbuhannya relatif secara vertikal. Jenis karang yang ditemukan di kedua stasiun relatif sama yaitu Montipora, Porites dan Cynarina. Tetapi persentase penutupan karangnya lebih tinggi pada Penyelaman III, salah satu alasannya adalah faktor makanan/fotosintesis dan lokasi. Artinya,karang di Penyelaman III melakukan fotosintesis yang lebih baik dari pada di Penyelaman II karena intensitas cahaya yang diperoleh di Dive III lebih tinggi daripada Penyelaman II. Alasan lain kenapa persentase penutupan karang di Dive III lebih tinggi adalah karena Penyelaman III lebih dekat ke daerah ekosistem terumbu karang, sehingga pasokan zooxanthellae lebih banyak di bandingkan di Penyelaman II.

(10)

Penyelaman IV (Balik Layar) berlangsung pagi hari Jumat pada kedalaman 20 meter dengan kondisi perairan yang relatif tenang dan visibility yang bagus dengan jarak pandang > 2 meter. Yang menarik dari stasiun ini adalah ditemukannya jenis karang yang lebih tinggi daripada stasiun lain. Jenis karang yang di temukan adalah

Montipora, Porites, Plerogira, Favia, Favites, Fungia, Pectinia dan Cynarina.

Alasannya adalah lokasi, dimana letak fish shelter di Dive IV adalah dekat dengan ekosistem terumbu karang, sehingga peluang dan kuantitas larva karang yang akan menempel pada stasiun ini lebih besar di banding stasiun lain. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Dari semua stasiun pengamatan yang paling bagus adalah Penyelaman VI karena: 1) jenis karangnya banyak, 2) terdapat koloni-koloni soft coral, gorgonian, spons dan hydroid yang besar, 3) kuantitas kerangnya lebih tinggi, 4) persentase zoanthid lebih tinggi dari semua stasiun, 5) Lili laut hanya ditemukan di Penyelaman VI. 25, 34 24 ,1 8 32 ,9 8 14 ,9 8 11 ,4 9 17 ,9 1 19 ,5 0 20 ,8 5 27 ,3 6 19 ,7 0 26, 24 19 ,5 4 7, 09 13 ,4 3 6, 38 16 ,6 1 1, 69 5, 3,28 2,13 3,26 74 3, 88 20 ,6 1 16, 72 12 ,7 7 22 ,8 0 0, 68 0, 90 1,95 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 1 2 3 4 Stasiun Pe rs en Penu tup an ( % )

Alga Soft coral Spons Gorgonian Zoanthid Silt Hard coral Lili laut

Gambar 3.1. Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan pada 24 dan 25 Agustus 2006

Menurut Fabi & Fiorentini (1997), tujuan Artificial reefs sebagai persediaan dan penyimpanan larva dan telur berguna untuk pencegahan pengurangan dari juvenile sehingga meningkatkan peluang dalam pertumbuhannya, pengenalan dari AR tidak hanya membantu peningkatan produktivitas moluska tapi juga orgaisme lain terutama ikan. Misalnya; pada blok kubik digunakan di Itali sebagai kontruksi karang, hasilnya terbukti cocok untuk benthic dan nekton benthic dari terumbu dan organisme lainnya seperti ikan. Artificial reef dapat digunakan untuk memperbaiki karang alami ketika

(11)

mengalami kerusakan, hal ini dapat dicapai dengan menggunakan unit – unit karang buatan yang dapat dimodifikasi atau dengan sisa – sisa materi yang ada. (Harris et al. 1996). Menurut Kinget al. (2001) Kerusakan karang alami yang biasa terjadi dapat menyebabkan kerusakan substrat karang. Teknik perbaikan substrat karang dengan menggunakan blok Fish shelter untuk memulihkan fondasi karang, unit – unit karang buatan ini digunakan untuk menggantikan karang – karang yang rusak, dan menyambung kembali potongan – potongan karang yang hancur. Sehingga beberapa juvenil karang dapat menempel pada fondasi-fondasi tersebut.

3.2 KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN IKAN KARANG

Secara umum kelimpahan ikan karang meningkat yang mungkin disebabkan penenggelaman fish shelter sudah berumur hampir 3 tahun sehingga ikan-ikan merasa sudah punya rumah baru. Ikan-ikan yang ditemukan umumnya ikan yang dapat bermigrasi dari daerah dangkal ke daerah dalam. Selain itu, ditemukan juga berbagai macam juvenil ikan yang memanfaatkan fish shelter sebagai tempat perlindungan dari predator.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

Karang Panjang Karang Kembar Karang Ceremai Balik Layar Jumlah Spesies Jumlah Individu

Gambar 3.2. Komposisi dan kelimpahan ikan selama pengamatan pada 24 dan 25 Agustus 2006

(12)

Ikan-ikan yang ditemukan juga menyukai daerah berpasir dan berlumpur seperti ikan Kakap (Lutjanidae) baik yang sudah dewasa maupun juvenil. Keberadaan

fish shelter akan sangat terlihat signifikan apabila peletakan modul-modul

berdekatan, dan dekat dengan daerah ekosistem terumbu karang, karena semakin jauh dari daerah terumbu karang maka ikan-ikan yang berkumpul juga sangat sedikit. Hal ini terbukti dari beberapa stasiun pengamatan Karang Kembar dan Balik Layar. a. Karang Panjang

Terdapat 54 individu ikan dari 14 jenis ikan yang ditemukan di Fish shelter Karang Panjang. Adanya ikan jenis konsumsi Gnathanodon speciosus, Plectorhinchus sordidus dan Lutjanus kasmira memberikan indikasi yang baik pada perkembangan fish shelter sebagai rumah ikan. Namun letaknya yang cukup dalam dan bersubstrat lumpur berpasir memberikan kondisi dengan visibility yang rendah. Daerah ini sangat potensial sebagai rumah ikan seperti kakap merah karena substratnya yang berupa lumpur berpasir. Salah satu kendala yang dihadapi saat pengamatan adalah jarak pandang yang hanya sekitar 1 meter akibat dari arus yang sangat kencang membuat pencacahan ikan sulit untuk dilakukan terutama untuk ikan yang berukuran kecil dan yang berada di substrat dasar.

b. Karang Ceremai

Terdata sebanyak 165 individu ikan dari 16 jenis ikan, dari ikan yang terdata terlihat sudah banyak ditemukan juvenil ikan yang menandakan fish shelter ini sudah dapat dijadikan sebagai tempat pemijahan dan pengasuhan.

c. Karang Kembar

Didapatkan sebanyak 91 individu ikan dari 23 jenis ikan di lokasi Karang Kembar. Kondisi fish shelter di lokasi lebih banyak di huni oleh ikan-ikan karang karena letaknya yang sangat dekat dengan terumbu karang. Selain itu daerah ini sangat cocok untuk dijadikan daerah penyelaman pariwisata karena letaknya yang tidak terlalu dalam adn susunan dari fish shelter yang rapat yang menambah estetika site ini.

c. Balik Layar

Terdata sebanyak 49 individu ikan dari 17 jenis ikan di lokasi Balik Layar. Kondisi fish shelter di lokasi lebih banyak di huni oleh ikan-ikan karang karena letaknya yang sangat dekat dengan terumbu karang.

(13)

Tabel 3.1 Komposisi dan kelimpahan ikan karang pada bulan Agustus 2006 Kelimpahan

No Famili Spesies

1 2 3 4

1 Caesionidae Caesio teres 21 83

2 Caesionidae Caesio cuning 27 15

3 Carangidae Gnathanodon speciosus 7 11

4 Chaetodontidae Parachaetodon ocellatus 1 5 3

5 Chaetodontidae Chelmon rostratus 2 1

6 Ephippidae Platax pinnatus 4

7 Ephippidae Platax teira 1

8 Gobidae Istigobius nigroocelatus 1

9 Haemulidae Plectorhinchus sordidus 6 3

10 Labridae Cheilinus fasciatus 1 1 2

11 Labridae Cheilinus oxycephalus 1

12 Labridae Cheilinus trilobatus 1 1

13 Labridae Halichoeres ornatissimus 1 5

14 Labridae Halichoeres purpurescens 1

15 Labridae Labroides dimidiatus 1 1 2 1

16 Labridae Thalasoma lunare 1 3 1

17 Lethrinidae Gymnocranius griseus 1 1

18 Lutjanidae Lutjanus kasmira 1 5

19 Lutjanidae Lutjanus vitta 3 3

20 Lutjanidae Lutjanus bengalensis (juvenile) 4 12

21 Lutjanidae Lutjanus vitta (juvenile) 7 9 7

22 Mullidae Upeneus sp. 1 1 1

23 Nemipteridae Scolopsis lineatus 7 12

24 Nemipteridae Scolopsis trilineatus 1 3

25 Nemipteridae Scolopsis bilineatus 8

26 Pomacentridae Chrisyptera unimaculata 1 1

27 Pomacentridae Dischistodus melanotus 1 2

28 Pomacentridae Pomacentrus alexandrae 1

29 Pomacentridae Pomacentrus brachialis 1

30 Pomacentridae Pomacentrus lepidognys 1 1

31 Pomacentridae Pomacentrus milleri (juv.) 5

32 Pomacentridae Chromis analis 2

33 Pomacanthidae Pygoplites diachantus 5 1

34 Pomacanthidae Centropyge multifasciatus 1 2

35 Pomacanthidae Chaetodontoplus mesoleucus 3 2

36 Scaridae Scarus sp 1 1

37 Serranidae Diploprion bifasciatum 5

Jumlah Individu 54 91 145 49 Jumlah Spesies 14 23 16 17 Indeks Keanekaragaman (H') 1,980 2,521 1,668 2,219 Indeks Keseragaman (E) 0,750 0,804 0,602 0,783

(14)

3.3 ANALISIS STRUKTUR KOMUNITAS IKAN

Fish shelter di Kepulauan Seribu sepertinya sudah dapat dikatakan membentuk suatu ekosistem tersendiri. Hal ini terlihat dari indeks komunitas yaitu Komunitas yang stabil dicirikan dengan nilai indeks keanekaragaman (H’) yang tinggi, Keseragaman (E) tinggi, dan Dominansi (C) yang rendah. Secara umum, komunitas ikan karang pada setiap stasiun penenggelaman FADs di Kepulauan seribu sudah mulai tergolong dalam komunitas yang stabil.

Tabel 3.2 Nilai indeks komunitas ikan karang pada masing-masing stasiun penenggelaman fish shelter

H' E C

Stasiun

Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria

Karang Panjang 1,980 Rendah 0,750 stabil 0,198 Rendah Karang Kembar 2,521 Sedang 0,804 stabil 0,122 rendah Karang Ceremai 1,668 Rendah 0,602 labil 0,336 Rendah Balik Layar 2,219 sedang 0,783 Stabil 0,126 Rendah

Sampai pada tahun ketiga pada bulan Agustus 2006 ini, nilai indeks keanekaragaman bervariasi antar stasiun, namun komposisi dari ikan-ikan yang ditemukan cenderung seragam dan tidak ada pendominasian oleh salah satu jenis ikan. Nilai dari indeks-indeks tersebut pada setiap stasiun secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut (Tabel 3.2). Hal yang menarik dari sampling ini adalah nilai indeks keseragamannya sudah mulai stabil di semua stasiun pengamatan, kecuali di Stasiun Karang Cermai.

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0

Karang Panjang Karang Kembar Karang Ceremai Balik Layar

In de ks K om un it as H E C

Gambar 3.3. Indeks komunitas ikan selama pengamatan pada 24 dan 25 Agustus 2006

(15)

3.4 KATEGORI IKAN

Menurut Adrim (1993), komunitas ikan terumbu terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Kelompok ikan target, merupakan spesies-spesies ikan yang menjadi target

penangkapan para nelayan sebagai sumber mata pencaharian dan juga spesies-spesies ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat Kepulauan Seribu. Kelompok ikan target yang teramati saat pemantauan dilakukan adalah:

Kemungkinan besar keberadaan ikan target di modul Fish shelter adalah untuk mencari makan (feeding ground), yang berupa ikan-ikan kecil, invertebrata dan hewan bentik lain. Ikan target yang ditemukan ada 15 spesies yaitu dari famili Caesionidae, Haemulidae, Labridae, Serranidae dan Lutjanidae.

2. Kelompok ikan indikator, merupakan bio-indikator kondisi ekosistem terumbu karang dan hanya terdiri atas spesies-spesies yang berasal dari Famili Chaetodontidae. Spesies ikan indikator yang ditemui, yaitu Parachaetodon

ocellatus dan Chelmon rostratus.

3. Kelompok ikan mayor utama, merupakan spesies-spesies ikan yang tidak termasuk ke dalam dua kelompok di atas. Fungsi dan peran kelompok ikan ini di dalam ekosistem terumbu karang belum jelas kecuali sebagai mata rantai dalam sistem ekologi dan jejaring makanan ekosistem terumbu karang. Sejumlah jenis ikan dari kelompok ini, ada yang jadi target tangkapan nelayan ikan hias. Selama survei ditemukan 20 spesies ikan mayor utama yang berasal dari 8 famili.

(16)

4

4

.

.

A

A

n

n

a

a

l

l

i

i

s

s

i

i

s

s

P

P

e

e

r

r

k

k

e

e

m

m

b

b

a

a

n

n

g

g

a

a

n

n

K

K

o

o

m

m

u

u

n

n

i

i

t

t

a

a

s

s

B

B

e

e

n

n

t

t

i

i

k

k

d

d

a

a

n

n

I

I

k

k

a

a

n

n

d

d

i

i

F

F

i

i

s

s

h

h

s

s

h

h

e

e

l

l

t

t

e

e

r

r

2

2

0

0

0

0

4

4

-

-

2

2

0

0

0

0

6

6

4.1 PERIODE MONITORING

Pengamatan terhadap Fish shelter di Kepulauan Seribu sudah dilakukan sebanyak 7 kali. Pengamatan dilakukan pada 5 stasiun penenggelaman Fish shelter yang berbeda. Dalam kegiatan Fish shelter yang telah dilakukan monitoring selama hampir 3 tahun pengamatan dengan beberapa kegiatan inventarisasi substrat dan biota di dalamnya, terdapat trend yang menunjukkan perkembangan yang positif selama pengamatan.

Tabel 4.1 Periode monitoring fish shelter 2004-2006

Monitoring Date Fish Shelter Observer

1 28 - 30.06.2004 Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling

Dalam

Hawis Madduppa, Estradivari

2 31.8 - 1.09.2004 Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling

Dalam

Roby Anandra, Nani

3 9 - 10.12.2004 Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling

Dalam

Dede Suhendra, Hazmi

4 26 - 27.05.2005 Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling

Dalam

Hawis Madduppa, Beginer Subhan

5 24 - 25.08.2005 Karang Panjang, Karang Ceremai, Karang Kembar, Balik Layar, Keling

Dalam

Hawis Madduppa, Adriani

6 23 - 24.5.2006 Karang Panjang, Karang Ceremai, Balik Layar, Keling Dalam Hawis Madduppa, Anisa Budiayu, Dondi

(17)

4.2 KOMUNITAS BENTHIK

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, selama 7 kali pengamatan secara umum penempelan pada modul Fish shelter didominasi oleh turf algae dan ascidian. Pada periode pertama pengamatan komunitas benhik yang menempel pada modul Fish shelter hanya beberapa centimeter saja, dan secara visual masih terdapat bagian blok dari Fish shelter yang belum ada penempelan dari organisme benthik. Hal ini terkait dengan lamanya waktu penenggelaman yang masih berumur satu bulan. Jumlah individu dalam luasan 3000 cm2 di tiap-tiap stasiun pada pengamatan pertama dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 4.1) 0 10 20 30 40 50 60

Keling Dalam Karang Kembar

Karang Ciremai Pulau Harapan

P enu tu p a n ( % )

Turf Algae Ascidians Lili Laut Gorgonians Bivalvia

Gambar 4.1 Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan I (Juni 2004)

Dari grafik diatas dapat dilihat pertumbuhan organisme benthik paling cepat adalah alga dimana paling tinggi ditemukan pada Fish shelter di Karang kembar. Pertumbuhan alga mendominasi organisme yang lainnya karena alga merupakan organisme pioneer dari suatu suksesi, tahap suksesi selanjutnya apabila kondisi perairan mendukung akan diikuti dengan pertumbuhan karang lunak sebelum karang keras.

Selanjutnya ascidian menduduki urutan kedua, dimana ascidian akan melimpah keberadaannya pada kondisi perairan dengan turbiditas tinggi. Selebihnya pada modul ditemukan pula lili laut, gorgonian dan bivalva dengan jumlah yang

(18)

sedikit. Sama halnya dengan pengamatan yang pertama, pada pengamatan ke 2 penempelan tertinggi adalah alga dan ascidian (Gambar 4.2)

78.00 61.67 43.83 65.33 62.50 15.00 17.33 41.33 28.00 33.33 3.00 20.00 0.00 4.33 1.67 4.00 1.00 1.50 0.00 1.50 0.00 0.00 13.33 2.33 1.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

Keling Dalam Balik Layar Karang Panjang Karang Cermai Karang Kembar

Persen Penutupan (%)

Alga Ascidian Lili Hard Coral Teritip

Gambar 4.2. Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan II (Agustus 2004)

Penutupan alga yang paling tinggi terdapat pada modul di Keling dalam, yaitu sebesar 78 %, sedangkan ascidian yang tertinggi ditemukan pada modul di Karang Panjang dengan penutupan sebesar 41,33%. Hal yang menarik pada pengamatan ke 2 adalah ditemukannya penempelan karang keras pada beberapa modul penenggelaman Fish shelter. Menurut English et al. (1997) penempelan blok artificial reef oleh karang keras terjadi setelah satu tahun dengan kondisi perairan yang mendukung. Penempelan karang keras pada kali ini mungkin saja terjadi, karena penenggelaman blok yang berdekatan dengan area terumbu karang dimana sumber larva tersedia untuk menempel. Organisme benthik lainnya yang ditemukan selama pengamatan ke 2 adalah lili laut dan teritip.

Pada pengamatan yang ketiga, umumnya keseluruhan dari modul Fish shelter telah tertutupi oleh komunitas benthik. Sama halnya dengan pengamatan yang pertama dan kedua, kali ini penutupan paling tinggi juga ditempati oleh alga dengan penutupan sebesar 60% yang terdapat pada stasiun penenggelaman di Karang Kembar. Selanjutnya penutupan oleh ascidian dan spons laut menduduki urutan kedua dengan penutupan sebesar 25%. Secara lengkap

(19)

penutupan organisme benthik selama pengamatan periode ke 3 dapat dilihat pada grafik berikut (Gambar 4.3)

38 60 25 53 20 15 18 10 25 0 0 20 1 0 5 0 1 5 10 1 0 0 0 15 15 0 20 0 0 10 20 30 40 50 60 70

Kr. Panjang Kr.Kembar Keling Dalam Balik Layar

Stasiun P e rs e n pe nut upa n ( % )

alga ascidian spons lili laut gorgonoan soft coral teritip

Gambar 4.3. Penutupan organisme benthic pada periode pengamatan III (Desember 2004)

Pada pengamatan ke 3, secara mengejutkan pertumbuhan spons cukup tinggi, dan relatif sama dengan pertumbuhan ascidian, dimana ascidian pada pengamatan sebelumnya telah ditemukan sedangkan spons laut belum ditemukan penempelannya. Pertumbuhan spons laut didukung dengan kondisi perairan yang keruh dan kemungkinan besar bahan organik ikut terbawa oleh arus.

Tidak ditemukannya karang keras pada pengamatan kali ini dimungkinkan karena pengamatan dilakukan pada blok yang tidak sama dengan blok yang sebelumnya ditemukan penempelan karang keras. Hal ini memang merupakan kelemahan dari metode monitoring terumbu buatan yang ditenggelamkan pada perairan yang cukup dalam, dimana penyelam hanya memiliki waktu sekitar 15 menit dan tidak memungkinkan untuk mencari modul-modul yang sama dengan sebelumnya secara keseluruhan.

(20)

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 1 2 3 4 5 P enut up a n ( % )

Ascidian Sponge Bivalva Karang keras Karang lunak Gorgonian Hydroid

Keterangan : ST 1. Karang Panjang, ST 2. Karang Ceremai, ST 3. Karang Kembar, ST 4. Karang Balik Layar, ST 5. Karang Keling Dalam

Gambar4.4 Penutupan organisme benthic pada periode pengamatan IV (Mei 2005)

Terumbu buatan berfungsi untuk memberikan tempat ikan untuk berkumpul dan memilki fungsi seperti terumbu karang. Selain ikan ditemukan pula beberapa organisme lain yang yang menghuni terumbu buatan organisme tersebut antara lain sponge, tunikata, kerang, karang keras, karang lunak, gorgonian, dan hydroid. Penempelan organisme bentik pada modul terumbu buatan didominasi oleh sponge dan ascidian. Dari segi jumlah memang sponge tidak terlalu banyak namun ukuran koloni sponge cukup besar sehingga sponge tutupan sponge lebih besar dari pada ascidian. Bentuk sponge yang ditemukan adalah sponge bercabang dan sponge yang mengerak.

Pada pengamatan ini terlihat bahwa sudah terdapat beberapa jenis biota bentik baru seperti sponge, hydroid dan karang keras. Karang keras hanya ditemukan di stasiun balik layar. Hal ini terjadi karena daerah balik layar terletak diantara tiga pulau dan juga terletak didekat daerah terumbu karang. Daerah Balik layar ini terletak pada kedalaman 25 meter. Dengan substrat pasir berlumpur. Pada pengamatan ini, biota lili laut tidak terlihat lagi di karang kembar seperti pengamatan sebelumnya. Tetapi pada setiap stasiun sudah ditemukan beberapa bivalva dimana pada pengamatan sebelumnya hanya terdapat di Pulau Harapan walaupun secara jumlah tidak terlalu banyak. Pada modul yang diamati terlihat bahwa sponge menutupi cangkang bivalva. Hal ini menunjukkan sudah adanya persaingan ruang antara sponge dan biota lain terutama bivalva. Dimana sponge

(21)

memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari pada biota yang lain yang menempel pada modul.

0

10

20

30

40

50

60

1

2

3

4

5

P

e

nut

u

pa

n (

%

)

Ascidian Sponge

Bivalva Juvenil Karang keras

Karang lunak Gorgonian

Hydroid Bint ang Laut (Culcita sp) Cacing Laut T urf Algae

Lili Laut

Gambar 4.5 Penutupan organisme benthic pada periode pengamatan V (Agustus 2005)

Kondisi komunitas bentik yang menempel pada substrat Fish shelter memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini terlihat dari kepadatan komunitas bentik pada satuan luas pengamatan mengalami peningkatan dibandingkan pada pengamatan sebelumnya. Pada umumnya Ascidian masih mendominasi permukaan substrat di semua stasiun pengamatan. Biota Ascidian memang memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi dan merupakan organisme perintis. Selanjutnya diikuti oleh Spons dimana karakteristik dari spons juga memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dan tidak terlalu dipengaruhi oleh proses sedimentasi yang ada di lokasi penenggelaman

Fish shelter. Bentuk sponge yang ditemukan adalah sponge bercabang dan

sponge yang mengerak. Penutupan komunitas benthik paling besar ditemukan di Stasiun Karang Kembar mungkin dikarenakan banyaknya larva individu yang terbawa oleh gerakan dari arus untuk dapat cepat menempel pada modul. Selain itu juga, Stasiun Karang Kembar ini memiliki kondisi substrat yang lebih baik dibandingkan daripada stasiun yang lain yaitu pasir berlumpur serta jauh dari pemukiman penduduk selain itu juga posisi penenggelaman dari modul tersebut berdekatan dengan ekosistem terumbu karang.

(22)

Hasil dari pengamatan secara visual, larva karang sudah mulai menempel pada batang modul dan mulai menampakkan hasil. Hal ini berkaitan dengan waktu penenggelaman yang telah dilakukan sekitar enam bulan yang lalu. Umumnya, membutuhkan waktu kurang lebih satu tahun sampai larva karang yang menempel agar dapat terlihat oleh mata apabila kondisi dari perairan tersebut sesuai untuk pertumbuhan karang (English et al., 1997). Ukuran dari panjang individu benthik yang ditemukan relatif sudah mulai berkembangan dengan baik. Hal ini disebabkan waktu dari penengelaman modul sudah dilakukan sekitar 2 tahun. Pertumbuhan dari bentik yang ada pada modul ini didominasi atau dipegang oleh Ascidian, Sponge dan Turf Algae. Setiap stasiun sudah ditemukan beberapa bivalva dimana pada pengamatan sebelumnya hanya terdapat di Pulau Harapan walaupun secara jumlah tidak terlalu banyak. Pada modul yang diamati terlihat bahwa sponge menutupi cangkang bivalva. Hal ini menunjukkan sudah adanya persaingan ruang antara sponge dan biota lain terutama bivalva. Dimana sponge memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari pada biota yang lain yang menempel pada modul.

9. 76 12 .2 8 9. 76 7.22 26 .8 3 19 .30 14 .63 18 .5 6 7.32 5.26 2.44 17 .5 3 4. 88 3. 5 1 6.1 0 4. 12 51 .22 47 .3 7 41 .46 44.3 3 7.02 4.88 1.0 3 5.2 6 7.32 5. 15 13 .4 1 2.06 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Karang Panjang Karang Ceremai Balik Layar Keling Dalam

Stasiun P e rs e n P e nut upa n ( % )

Gorgonian ascidians spons kerang Alga Teritip soft coral Hard coral

Gambar 4.6 Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan VI (Mei 2006)

Di stasiun Karang Panjang dan Karang Ceremai alga mendominasi blok-blok Fish shelter, yang dikelilingi oleh organisme bhentik yang menempel. Pada pengamatan keempat, jika dibandingkan dengan pengamatan ke-tiga dlihat laju pertumbuhan algae terjadi penurunan akibat persaingan ruang dengan biota

(23)

lainnya seperti gorgonian, ascidian, spons, soft coral dan hard coral termasuk teritip dan bivalva yang dahulunya juvenile sekarang terlihat pertumbuhan yang bagus pada fish shelter.

Hal yang menarik terjadi di stasiun Balik Layar dan Keling Dalam yakni ditemukan juvenil karang (hard Coral) yang sudah besar dan jumlahnya lumayan banyak tidak sama dengan blok yang sebelumnya yang tidak ada penempelan karang keras. Dengan kecermatan dalam pengamatan, maka dapat diambil gambar juvenil karang yang menempel pada blok. Biasanya jenis karang-karang langka dan memiliki nilai jual tinggi yang biasa hidup di kedalaman yang cukup dalam seperti; Plerogyra, cynarina, Lobophyllia dan bebebrapa karang masif.

25 ,3 4 24 ,1 8 32 ,9 8 14 ,9 8 11 ,4 9 17 ,9 1 19 ,5 0 20 ,8 5 27 ,3 6 19 ,7 0 26 ,2 4 19 ,5 4 7, 09 13 ,4 3 6, 38 16 ,6 1 1, 69 5, 3,28 2,13 3,26 74 3, 88 20 ,6 1 16 ,7 2 12 ,7 7 22 ,8 0 0, 68 0, 90 1,95 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 1 2 3 4 Stasiun Pe rs en P en ut upa n ( % )

Alga Soft coral Spons Gorgonian Zoanthid Silt Hard coral Lili laut

Gambar 4.7 Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan VII (Agustus 2006)

Secara umum pada periode pengamatan Agustus 2006, Ascidian sudah tidak ditemukan pada semua lokasi, Zoanthid sudah tumbuh dengan persentase yang relatif tinggi, dan sebagian besar fish shelter sudah ditumbuhi oleh beberapa jenis karang seperti Pectinia, Cynarina, Favia dan Favites.

(24)

4.3 KOMUNITAS IKAN

A. KELIMPAHAN

Selama periode pengamatan, ikan-ikan yang tercacah pada setiap modul Fish shelter adalah ikan-kan yang mempunya habitat alami pada daerah terumbu karang (ikan karang). Dari segi kelimpahan dan jumlah jenis, ikan karang secara umum mengalami peningkatan disetiap lokasi penenggelaman fish shelter (Gambar 4.7). 0% 25% 50% 75% 100% Sp N Sp N Sp N Sp N Sp N Sp N Sp N

Mei Agustus Desember Mei Agustus Mei Agustus

2004 2005 2006

Keling Dalam Balik Layar Karang Panjang Karang Ceremai Karang Kembar

Gambar 4.7. Grafik perubahan jumlah jenis dan kelimpahan ikan selama 7 periode pengamatan pada masing-masing lokasi fish shelter

Tingginya kelimpahan ikan di lokasi Karang Kembar dimungkinkan berkaitan dengan jaraknya yang cukup dekat dengan terumbu karang alami sehingga ikan-ikan karang akan dengan mudah menemukan modul Fish shelter sebagai habitat baru bagi mereka.

Kepentingan dari ikan-ikan tersebut datang ke modul Fish shelter selain berlindung adalah untuk mencari makan. Hal ini terlihat secara visual banyak ditemukannya ikan dari famili Pomacentridae sebagai pemakan alga yang banyak tumbuh pada seluruh permukaan modul Fish shelter, Banyaknya ikan-ikan kecil juga mengundang datangnya kelompok predator pada daerah tersebut seperti ikan dari famili Lutjanidae, Caesionidae dan Muraenidae. Selanjutnya modul Fish shelter juga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi ikan-ikan pada stadia juvenil, hal ini terlihat dengan ditemukannya juvenil

(25)

Pomacentrus milleri serta ikan lain yang berukuran kecil pada modul di setiap

stasiun.

Berkaitan dengan fungsi terumbu buatan sebagai tempat hidup ikan karang maka Mottet (1985) membagi ikan-ikan yang datang ke terumbu buatan menjadi tiga kategori besar, yaitu: Pertama adalah ikan migratory permukaan dan kolom air (migratory surface and mid-waterfish). Contoh ikan yang termasuk dalam kelompok ini yang ditemukan hampir pada semua modul Fish shelter adalah ikan ekor kuning (Caesio teres). Selanjutnya adalah ikan migratory dasar (migratory bottom fish). Contohnya adalah ikan jenis kakap (Gymnocranius griseus, Lutjanus kasmira dan Lutjanus vitta) dari famili

Lutjanidae, ikan jenis ini ditemukan di semua modul Fish shelter. Ikan-ikan ini

tergolong kelompok pemangsa (piscivorous) yang juga merupakan ikan ekonomis tinggi dan menjadi target penangkapan nelayan. Ketiga adalah kelompok ikan-ikan menetap. Ikan dari famili Gobiidae dan Scorpionidae merupakan contoh dari kelompok ini yang ditemukan pada modul Fish shelter, mereka umumnya memiliki ruang lingkup pergerakan yang terbatas.

B. STRUKTUR KOMUNITAS

Hasil analisis mengenai struktur komunitas ikan karang (Keanekaragaman H’, Keseragaman E, dan Dominansi C) dapat dilitat pada tabel berikut (Tabel 4.2).

(26)

Tabel 4.2 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) pada masing-masing stasiun selama 6 periode pengamatan

H' E C

Stasiun Monitoring

Nilai Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria

1 1,6680 rendah 0,8020 stabil 0,2470 rendah

2 0,8100 rendah 0,7400 labil 0,4200 rendah

3 2,1104 sedang 0,8493 stabil 0,1380 rendah

4 1.562 Rendah 0.751 Stabil 0.098 Rendah

5 2.26 Sedang 0.81 Stabil 0.15 Rendah

6 2,290 Sedang 0,808 Stabil 0,124 Rendah

Karang Keling Dalam

7 - - - - - -

1 - - - - - -

2 0,6000 rendah 0,8600 stabil 0,5900 sedang

3 2,2189 sedang 0,8194 stabil 0,1535 rendah

4 1.908 Rendah 0.705 Labil 0.193 Rendah

5 1.62 Rendah 0.74 Stabil 0.26 Rendah

6 2,404 sedang 0,832 stabil 0,128 Rendah

Karang Balik layar

7 2,219 sedang 0,783 Stabil 0,126 Rendah

1 1,0470 rendah 0,7550 stabil 0,4200 rendah

2 0,3000 rendah 0,4400 tertekan 0,8300 tinggi

3 1,6660 rendah 0,8012 stabil 0,2594 rendah

4 1.752 Rendah 0.647 Labil 0.301 Rendah

5 1.81 Rendah 0.76 Stabil 0.26 Rendah

6 2,216 sedang 0,782 Stabil 0,164 rendah

Karang Panjang

7 1,980 Rendah 0,750 stabil 0,198 Rendah

1 0,3840 rendah 0,3490 tertekan 0,8090 tinggi

2 0,7400 rendah 0,6700 labil 0,5900 sedang

3 - - - - - -

4 1.685 Rendah 0.767 Stabil 0.244 Rendah

5 0.69 Rendah 1.00 Stabil 0.50 Rendah

6 1,305 Rendah 0,941 Stabil 0,289 Rendah

Karang Ciremai

7 1,668 Rendah 0,602 labil 0,336 Rendah

1 2,3540 sedang 0,8310 stabil 0,1160 rendah

2 2,3400 sedang 0,7800 stabil 0,1400 rendah

3 1,9242 rendah 0,7744 stabil 0,2118 rendah

4 1.752 Rendah 0.761 Stabil 0.248 Rendah

5 2.56 Sedang 0.92 Stabil 0.09 Rendah

6 - - - - - -

Karang Kembar

(27)

Komunitas yang stabil dicirikan dengan nilai indeks keanekaragaman (H’) yang tinggi, Keseragaman (E) tinggi, dan Dominansi (C) yang rendah. Dari keseluruhan hasil analisis, secara umum keanekaragaman ikan-ikan karang yang tercacah pada modul Fish shelter tergolong rendah sampai sedang, tidak ditemukan lokasi dengan criteria keanekaragaman yang tinggi, hal ini dikarenakan waktu dari penenggelaman yang belum lama (baru 6 bulan) sehingga proses suksesi pada modul Fish shelter belum sepenuhnya tercapai. Walaupun demikian, secara visual sudah terlihat adanya kecenderungan kea rah peningkatan stabilitas ekosistem. Hal ini dapat dilihat dengan ditemukannya beberapa modul yang sudah ditmpeli jenis karang keras serta coralin alga (alga penyemen) walaupun itu hanya sedikit.

Nilai indeks keseragaman yang menggambarkan stabilitas dari suatu komunitas, pada setiap stasiun secara umum termasuk kategori yang stabil, hanya beberapa lokasi saja yang tergolong labil sampai tertekan, itupun pada monitoring berikutnya sudah terlihat adanya perubahan kea rah yang lebih baik. Hal diatas didukung juga dengan nilai indeks dominansi, dimana secara umum tidak terjadi pendominasian oleh salahsatu jenis ikan, kecuali di daerah Karang Panjang dan ciremai, pada pengamatan kedua terdapat salah satu jenis ikan karang yang mendominasi. Selanjutnya pada pengamatan ke tiga sudah ada penyeimbang sehingga tidak lagi terdapat pendominasian salah satu jenis ikan. Fluktuasi perubahan struktur komunitas ikan karang pada masing-masing stasiun penenggelaman Fish shelter dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

a. Karang Keling Dalam

Dari grafik dapat dilihat indeks keanekaragaman di daerah Karang Keling Dalam mengalami penurunan secara drastic pada periore 1 ke periode 2, kemudian meningkat kembali, hingga pada periode pengamatan yang ke 3 keanekaragaman jenis ikan melebihi kondisi pada periode sebelumnya. Perubahan yang sama juga terjadi terhadap nilai indeks keseragaman, akan tetapi perubahan tidak terjadi secara drastic. Pada pengamatan ke 2 nilai indes keseragaman menurun hingga tergolong labil (0,74), selanjutnya pada periode pengamatan ke 3 menjadi stabil kembali (0,8493). Pada lokasi ini dari keseluruhan periode pengamatan, dominansi tergolong rendah. Peningkatan terjadi pada pengamatan ke 2, tapi masih tergolong pada criteria yang sama.

(28)

Namun terjadi peningkatan nilai H pada pengamatan ke-6. Pada pengamatan 7 tidak dilakukan karena lokasinya tidak ditemukan.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 1 2 3 4 5 6 7 Periode Pengamatan C E H'

Gambar 4.8. Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Keling Dalam

b. Karang Balik Layar

Pada lokasi ini, pengamatan pertama tidak dilakukan, karena modul Fish shelter tidak ditemukan pada saat itu. Tetapi berdasarkan pengamatan ke 2 dan ke 3 telah terjadi peningkatan keanekaragaman jenis ikan secara drastic dengan indeks keanekaragaman yang meningkat dari 0,6 menjadi 2,2189. Indeks keseragaman pada lokasi ini relatif tidak mengalami perubahan, hal ini menggambarkan bahwa jumlah individu dari spesies-spesies ikan yang ditemukan relatif seragam baik pada pengamatan ke 2 maupun pengamatan yang ke 3. Pendominasian oleh jenis ikan tertentu mengalami penurunan dari pengamatan ke 2 sampai pengamatan yang ke 3. Terjadi peningkatan semua nilai indeks komunitas H dan E, sedangkan C rendah. Pada pengamatan ke-7 keanerakagaman mulai tinggi, dengan keseragaman yang stabil dan tidak ada dominasi ikan.

(29)

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 1 2 3 4 5 6 7 Periode Pengamatan C E H'

Gambar 4.9. Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Balik Layar

c. Karang Panjang

Indeks keanekaragaman pada daerah ini selama 3 periode pengamatan tergolong rendah, dimana pada pengamatan pertama bernilai 1,0470, kemudian menurun drastic hingga mencapai nilai 0,3, selanjutnya meningkat kembali hingga mendekati criteria sedang dengan nilai 1,6660. Berdasarkan nilai indeks keseragaman, komunitas di lokasi stabil pada waktu pengamatan pertama dengan nilai 0,7550, kemudian indeks keseragaman menurun cukup tajam hingga mencapai nilai 0,440 dan termasuk dalam criteria komunitas tertekan. Pada saat pengamatan ke 3 mengalami peningkatan secara drastic hingga komunitas tergolong stabil kembali dengan ilai indeks sebesar 0,8012. Sampai pada pengamatan yang ke-6, komunitas ikan sudah mulai mengalami kestabilan terlihat semakin meningkatnya nilai H, dan stabilnya nilai E serta E yang tetap rendah. Pengamatan ke-7 menunjukkan nilai H, E dan C yang hamper sama dengan pengamatan ke-6.

(30)

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 1 2 3 4 5 6 7 Periode Pengamatan C E H'

Gambar 4.10 Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Panjang

d. Karang Ciremai

Pada lokasi ini hanya dilakukan 2 kali pengamatan, yaitu periode pertama dan ke 2. Pada periode ke 3 kondisi gelombang sangat besar dan arus cukup kencang sehingga modul tidak dapat ditemukan. Selama 2 periode pengamatan telah terjadi peningkatan struktur komunitas menjadi lebih baik. Hal ini terlihat nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman yang meningkat, dan diikuti pengan penurunan nilai indeks dominansi. Pada grafik terlihat adanya garis yang terputus, hal ini dikarenakan pada waktu trip pengamatan yang bersangkutan lokasi penenggelaman tidak ditemukan, sehingga tidak ada data pada kedua lokasi tersebut. Daerah ini tidak terlalu memberikan nilai perubahan yang signifikan. Pengamatan ke-7 pada lokasi ini juga menunjukkan nilai H, E dan C yang hampir sama dengan pengamatan ke-6.

(31)

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 1 2 3 4 5 6 7 Periode Pengamatan C E H'

Gambar 4.11 Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Ceremai

e. Karang Kembar

Indeks keanekaragaman pada lokasi ini mengalami penurunan secara perlahan antara pengamatan pertama (2,3540) dan ke 2 (2,34), akan tetapi selama rentang waktu ini keanekaragaman masih merupakan yang paling tinggi disbanding stasiun-stasiun lainnya, dan tergolong dalam criteria sedang. Kemudian mengalami penurunan hingga pada periode ke 3 tergolong dalam criteria keanekaragaman rendah. Indeks keseragaman dan dominansi tidak menunjukan perubahan yang berarti. Selama tiga periode pengamatan, lokasi ini tetap tergolong dalam criteria komunitas yang stabil dengan tingginya keseragaman dan tidak terjadi pendominasian oleh salah satu jenis ikan karang. Pada pengamatan ke-6 tidak dilakukan karena modul tidak ditemukan. Di daerah ini pada pengamatan ke-7 memperlihatkan struktur komunitas ikan karang yang cukup bagus, yang terlihat dari Indeks H, E dan C.

(32)

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 1 2 3 4 5 6 7 Periode Pengamatan C E H'

Gambar 4.12 Indeks komunitas ikan selama 7 periode pengamatan di lokasi fish shelter Karang Kembar

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. 2000. Marine Fishes Of South-East Asia. Periplus HK Ltd. Singaphore Adrim, M. 1993. Komunitas ikan di ekosistem terumbu karang. Modul pelatihan

pengamatan ekosistem terumbu karang. P30-LIPI. Jakarta.

Burton, W. H., J. S. Farrar, F. Steimle, and B. Conlin. 2002. Assessment of out-of-kind mitigation success of an artificial reef deployed in Delaware Bay, USA. ICES J. Mar. Sci. 59:S106–S110.

Brower, J.E. dan J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Method for General Ecology. Wm. C. Brown Company Publisher. America.

Clarke, K.R. dan R.M. Warwick. 1994. Change in Marine Communities: An Approach to Statistical Analysis and Interpretation. Natural Environment Research Council. U.K.

Daget, J. 1976. Les Modeles Mathematique en Ecologie. Collection d’Ecologie 8. Masson. Paris. 172 pp.

Dartnal, A. J dan M. Jones. 1986. A Manual Survey Method of Living Resources in Coastal Areas. The Australian Institut of Marine Science. Townsville. Davis, G. E. 1985. Artificial structures to mitigate marine construction impacts

on spiny lobster,Panulirus argus. Bull. Mar. Sci. 37: 151–156.

English, S., C. Wilkinson, dan V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources (2nd Edition). Australian Institute of Marine Science. Australia. x

+ 390 h.

Fabi, G. & Fiorentini, L., 1997. Molluscan aquaculture on reefs. In European Artificial Reef Research. Proceedings of the first EARRN conference. March 1996 Ancona, Italy, ed. A.C. Jensen, pp. 123-140. Southampton Oceanography Centre, Southampton.

Grove, R.S dan C.J Sonu. 1985. Fishing Reef Planning in Japan. p.187-252. In : Frank M. D’Itri (ed.), Artificial Reef : Marine and Freshwater Applications. Lewis Publisher, inc. Michigan.

Gomez, E.D. dan H. T. Yap. 1988. Monitoring Reef Condition. P:187-195 dalam R.A. Kenchington dan B.E.T. Hudson (eds.), Coral reef management handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology for South East Asia. Jakarta.

Harris, L.E. 2001. Submerged reef structures for habitat enhancement and shoreline erosion abatement. U.S. Army Corps of Engineers CHETN. In Press.

Harris, L.E., Mostkoff, B. and Zadikoff, G. 1996. Artificial reefs: from waste to resources. Oceans 96, MTS, Washington, D.C.

Harris, L.E. 1995. Engineering design of artificial reefs. Oceans 95, MTS, Washington, D.C.

Carr, M. H. and M. A. Hixon. 1997. Artificial reefs: the importance of comparisons with natural reefs. Fisheries 22: 28–33

(34)

Hutomo, M 1995. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dan metode pengkajiannya. in. : Materi kursus pelatihan metodologi penelitian penentuan kondisi terumbu karang. Pusaat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Lieske, E. Dan R. Myers. 2001. Reef fishes of the world: Indo Pacific and Carribean. (Revised edition). Periplus Edition. HarperCollins Publisher. Singapore.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurements. Princeton University Press. 179 pp.

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology (3rd edition). Toppan Company, Ltd.

xiv+574pp.

Krebs, C.J. 1972. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper & Row Publisher. New York.

Lieske, E. Dan R. Myers. 2001. Reef fishes of the world: Indo Pacific and Carribean. (Revised edition). Periplus Edition. HarperCollins Publisher. Singapore.

Magurran, A. E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurements. Princeton University Press. 179 p.

Mottet, M.G. 1985. Enhacement of the Marine Environment for Fisheries and Aquaticultur in Japan. p 13-112. In Frank M. D’Itri (ed), Artificial Reef : Marine and Freshwater Applications. lewis publisher, inc. Michigan. Suharsono. 1998. Kesadaran Masyarakat tentang Terumbu Karang (Kerusakan

Karang di Indonesia). P3O-LIPI. Jakarta, Indonesia. ix + 77 h.

Sale, P. F. 1991. The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, Inc. New York. xviii+754 pp

Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Thorhaug, A. 1989. Fish aggregation and fisheries nursery restoration by seagrass rehabilitation. Bull. Mar. Sci. 44: 1070–1071.

King, M.R., Barber, T.R., and Walsh, J. 2001. Asexual Coral Propagation for Reef Restoration Work using Reef Balls. Second International Conference

Gambar

Tabel 2.1. Informasi pengambilan data di setiap lokasi
Gambar 3.1.  Persen penutupan organisme benthik selama pengamatan pada 24 dan  25 Agustus 2006
Gambar 3.2.  Komposisi dan kelimpahan ikan selama pengamatan pada 24 dan 25  Agustus 2006
Tabel 3.1 Komposisi dan kelimpahan ikan karang pada bulan Agustus 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis Ability to Pay (ATP) pada responden calon pengguna Jalan Tol Solo - Karanganyar dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai ATP responden adalah

Dengan memilih menu tersebut, aplikasi akan mengakses GPS receiver yang terdapat pada handphone yang digunakan sales kemudian data posisi GPS tersebut akan

Setelah meninjau semua data yang terkait dengan topic penelitian, pengembangan modal manusia dianggap lebih penting daripada pembentukan modal material dikarenakan

Pada formula kontrol juga memiliki kekerasan yang sama dengan formula lain karena Sorbitol juga dapat berfungsi sebagai pengikat pada proses granulasi basah yaitu

Hal ini disebabkan oleh pengaruh iklim dingin dari Australia, suhu yang ideal untuk pertanaman gandum jatuh pada periode Juli-September namun kenda- lanya adalah

Ketika alat ortodonsia diaktivasi, gaya yang diberikan pada gigi disalurkan ke semua jaringan di sekelilingnya sehingga gigi akan bergerak lebih besar dibandingkan dengan

Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat infestasi larva dengan jumlah yang sama per tanaman pada tiga fase pertumbuhan tanaman jagung menyebabkan kehilangan hasil yang tidak

Dan dalam perspektif ekonomi Islam motivasi dijelaskan secara lebih terperinci dalam hal fisiologis yang meliputi motivasi dalam menjaga diri dan menjaga