• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preceptorship

1. Pengertian Preceptorship

Preceptorship adalah suatu metode pengajaran dan pembelajaran kepada mahasiswa dengan menggunakan perawat sebagai model perannya. Preceptorship bersifat formal, disampaikan secara perseorangan dan individual dalam waktu yang sudah ditentukan sebelumnya antara perawat yang berpengalaman (preceptor) dengan perawat baru (preceptee) yang didesain untuk membantu perawat baru untuk menyesuaikan diri dengan baik dan menjalankan tugas yang baru sebagai seorang perawat. (CNA, 1995). Program preceptorship dalam pembelajaran bertujuan untuk membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk menjadi perawat yang profesional dan berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan sebuah pencapaian berupa memberikan perawatan yang aman, menunjukan akuntabilitas kerja, dapat dipercaya, menunjukan kemampuan dalam mengorganisasi perawatan pasien dan mampu berkomunikasi dengan baik terhadap pasien dan staf lainnya (CNA, 2004)

Menurut NMC (Nurse Midwifery Council di UK 2009) mendefinisikan preceptorship sebagai suatu periode (preceptorship) untuk membimbing dan mendorong semua praktisi kesehatan baru yang memenuhi persyaratan untuk melewati masa transisi bagi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan praktik mereka lebih lanjut (Keen, 200).

Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan preceptorship adalah sekurang-kurangnya 1-2 bulan. Lama waktu pelaksanaan biasanya ditentukan oleh institusi pendidikan atau pegawai yang mengetahui

(2)

2

karakteristik dari mahasiswa atau praktisi, persyaratan yang dibutuhkan dan karakteristik tempat di mana pelaksanaan preceptorship akan dilakukan.

Seorang preceptor adalah orang yang mampu melakukan dan telah mendapatkan kompetensi dasar yang dibutuhkan bagi seorang pemula. Beberapa kompetensi yang diberikan oleh preceptor akan disesuaikan oleh tempat di mana mereka bekerja dan disesuaikan oleh masing-masing bidang keperawatan oleh peran preceptor.

Peran serta preceptee terdapat dalam pengkajian dan evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi dalam program preceptorship dapat dilaporkan kepada institusi dengan meyakinkan bahwa mahasiswa telah mendapatkan kompetensi yang dibutuhkan dalam keamanan diri, etika dan praktek yang kompeten.

Kebanyakan sekolah perawat mempunyai program untuk mengikutsertakan preceptorship untuk membantu mahasiswa mendapatkan kompetensi klinik dan mempersiapkan mereka untuk masa transisi terhadap tempat bekerja, khususnya di fase akhir dari program. Institusi pendidikan keperawatan yang menerima mahasiswa dari unit lain tetapi ingin mendapatkan gelar di bidang keperawatan, juga menggunakan preceptorship untuk membantu menyesuaikan dengan peran yang baru. Pada akhirnya pengembangan staf di fasilitas layanan kesehatan yang menggunakan preceptorship untuk mengorientasikan pegawai baru atau perawat yang pindah dari unit yang berbeda telah menjadi hal biasa saat ini.

2. Elemen-elemen di dalam Preceptorship

Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul “Preceptorship Framework” elemen-elemen preceptorship meliputi perawat baru, preceptor, dan perawat klinik.

(3)

3 a. Perawat baru

1) Kesempatan untuk menerapkan dan mengembangkan pengetahuan, kemampauan dan nilai-nilai yang telah dipelajari. 2) Mengembangkan kompetensi spesifik yang berhubungan dengan

peran preceptee.

3) Akses dukungan dalam menanamkan nilai-nilai dan harapan-harapan profesi.

4) Personalisasi program pengembangan yang mencakup pembelajaran post-registrasi seperti kepemimpinan, manajemen, dan bekerja secara efektif dalam tim multi disiplin.

5) Kesempatan untuk merefleksikan praktek dan menerima umpan balik yang konstruktif.

6) Bertanggung jawab atas pembelajaran individu dan pengembangan dari pembelajaran tentang pengelolaan diri.

7) Kelanjutan dari pembelajaran sepanjang hayat.

8) Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil keperawatan.

b. Preceptor

1) Bertanggung jawab untuk mengembangkan orang lain secara profesional agar mencapai potensi.

2) Ikut merumuskan dan terus menunjukkan pengembangan profesional.

3) Bertanggung jawab untuk mendiskusikan praktek individu dan memberikan umpan balik.

4) Bertanggung jawab untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman individu yang dimiliki.

5) Memiliki wawasan dan empati dengan praktisi perawat baru selama fase transisi.

(4)

4

7) Menerima persiapan sebagai peran.

8) Meningkatkan cakupan prinsip-prinsip peraturan konsil keperawatan.

c. Perawat klinik

1) Proses penjaminan kualitas.

2) Menanamkan kerangka pengetahuan dan sikap diawal kerja. 3) Mempromosikan dan mendorong kultur kerja yang terbuka, jujur,

dan transparan diantara para staf keperawatan,

4) Mendukung pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas dan efisien.

5) Mengindikasikan komitmen organisasi dalam pembelajaran.

3. Keuntungan Preceptorship

Mahasiswa yang telah secara formal diberikan pendidikan oleh preceptor menunjukan tingkat sosialisasi dan performa yang lebih baik (Udlis, 2006).Program preceptorship juga telah terbukti bermanfaat dalam mengendalikan biaya melalui retensi perawat baru, peningkatan kualitas pelayanan, dan mendorong pengembangan professional. Studi deskriptif yang dilakukan oleh (Kim, 2007) menemukan bahwa kompetensi keperawatan diantara para mahasiswa perawat senior secara positif berhubungan dengan partisipasi dalam program preceptorship klinis.

Bagi partisipan, preceptorship sebagai sarana untuk memfasilitasi suksesnya proses masuk dan orientasi di profesi keperawatan, membantu dalam pengembangan kemampuan serta efektivitas waktu.

Bagi preceptor akan mendapatkan kepuasan ketika seorang pemula yang dibimbingnya menjadi lebih percaya diri (Neumanet. al.,2004; Wright, 2002). Preceptor mendapatkan keuntungan dari meningkatnya harga diri dan kesadaran diri sebagai seorang panutan.

(5)

5

Bagi institusi, preceptorship meningkatkan kualitas dari praktik profesi keperawatan dan lebih menghemat biaya dari pada orientasi secara manual. Program preceptorship memberikan keuntungan kepada semua komponen yang terdapat didalamya.

Canadian Nurse Association (CNA) menyebutkan ada tiga pihak yang mendapatkan keuntungan dari program preceptorship ini yaitu preceptee (partisipan), institutuion (institusi pendidikan) , dan profession (profesi)

a. Bagi peceptee (partsipan)

1) Adanya peningkatan kepuasan kerja. 2) Penurunan tingkat stress bagi mahasiswa. 3) Perkembangan diri yang signifikan. 4) Meningkatkan kepercayaan diri.

5) Penciptaan sikap, pengetahuan, dan kemampuan yang lebih baik. b. Bagi institusi

1) Penghematan biaya perawatan.

2) Meningkatkan perekrutan perawat baru.

3) Peningkatkan upaya penyembuhan terhadap pasien. 4) Meningkatkan loyalitas intsitusi.

5) Meningkatkan produktivitas. c. Terhadap profesi keperawatan

1) Meningkatkan dukungan terhadap lulusan baru.

2) Meningkatkan kualitas kerja bagi perawat yang sudah bekerja, 3) Mengurangi angka perekrutan perawat.

4) Meningkatkan jumlah perawat yang mempunyai nilai kepemimpinan dan pengajaran yang baik.

(6)

6

Menurut Ann Keen (2004) dalam bukunya yang berjudul “Preceptorship Framewok” terdapat keuntungan dalam mengimplementasikan preceptorship yang berdampak pada peningkatan kepuasan pasien. Ann Keen menyebutkan terdapat empat pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya program preceptorship ini.

a. Praktisi yang baru terdaftar

1) Meningkatkan kepercayaan diri.

2) Sosialisasi yang profesional ke dalam lingkungan kerja.

3) Meningkatkan kepuasan bekerja yang mengarah kepada perbaikan kepuasan pasien atau klien.

4) Merasa dihargai dan dihormati oleh organisasi pekerja. 5) Merasa diinvestasikan dan meningkatkan karir masa depan.

6) Merasa bangga dan berkomitmen terhadap strategi korporasi dan tujuan organisasi.

7) Mengembangkan pemahaman tentang komitmen dalam bekerja didalam profesi dan persyaraan badan pengawas.

8) Tanggung jawab pribadi untuk meningkatkan pengetahuan. b. Pegawai

1) Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien. 2) Meningkatkan rekrutment dan retensi.

3) Mengurangi sakit dan ketidakhadiran.

4) Meningkatkan pengalaman pemberian pelayanan yang baik. 5) Meningkatkan kepuasan staf.

6) Kesempatan untuk mengidentifikasi staf keperawatan yang membutuhkan dukungan tambahan atau pergantian peran.

(7)

7

8) Praktisi yang terdaftar yang mengerti tentang peraturan keperawatan, mereka memberikan dan mengembangkan suatu hasil dari pendekatan yang berbasis fakta.

9) Mengidentifikasi staf yang membutuhkan dukungan tambahan yang lebih lanjut.

c. Preceptor

1) Mengembangkan penilaian, supervisi, mentoring dan keterampilan pendukung.

2) Mengenali komitmen terhadap profesi mereka dan peraturan-peraturan yang dibutuhkan.

3) Mendukung pembelajaran sepanjang hayat. 4) Meningkatkan aspirasi karir masa depan. d. Profesi

Merangkul tanggung jawab profesi yang meliputi :

1) Menyediakan standar yang tinggi dari praktik dan pemberian pelayanan di semua sektor.

2) Membuat perawatan prioritas, memperlakukan pengguna jasa sebagai individu dan menghormati martabat mereka.

3) Bekerja dengan praktisi medis lain untuk melindungi dan mempromosikan kesejahteraan dan kesehatan mereka, keluarga mereka, dan masyarakat yang lebih luas.

4) Bersikap terbuka dan jujur, bertindak dengan integritas dan menegakan reputasi dari profesi.

(8)

8

4. Pertimbangan-pertimbangan Keberhasilan Program Preceptorship Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan program preceptorship, termasuk tingkat kecemasan pada preceptee, beban kerja preceptor, konflik dan kemitraan. Pengalaman dalam program preceptorship dapat menyebabkan stress yang signifikan terhadap preceptee (Yonge, Myrick, & Haase, 2002) dan dapat menimbulkan kekecewaan tentang profesi keperawatan. Keterbukaan dalam berbagi informasi antara preceptee dan preceptor maupun dengan koordinator program dan penasihat fakultas adalah satu hal yang sangat penting untuk dilakukan dan harus tetap dipertahankan. Seorang preceptor harus mengetahui tentang bagaimana mengenali stress pada preceptee, bagaimana cara membantu mereka mengatasi stress atau bagaimana cara memberikan bantuan lebih lanjut, misalnya konseling ketika itu memang dibutuhkan.

Sama halnya, beban kerja yang berlebih dapat mempengaruhi kepuasan kerja bagi sebagian preceptor (Lockwood-Rayerman, 2004). Beban kerja berlebih mungkin bersumber dari banyaknya pasien yang harus ditangani disamping harus berperan sebagai preceptor untuk memenuhi tanggung jawab, mempunyai preceptee yang terlalu banyak, dan tidak diberi pilihan dalam mengambil tanggung jawab tambahan sebagai seorang preceptor. Ini merupakan isu-isu etik yang harus dipertimbangkan ketika akan menjalankan program preceptorship di tempat kerja keperawatan.

Penting untuk mengenali bahwa konflik bisa saja timbul antara preceptor dan preceptee (Mamchur & Myrick, 2003). Program-program orientasi harus memberikan wawasan dan pendekatan bagi preceptor dan preceptee tentang bagaimana mengenali dan menyelesaikan masalah.

Secara ideal, preceptorship adalah suatu kemitraan antara preceptor (yang mana bertanggung jawab untuk mengajari, mengevaluasi, dan memberikan umpan balik) dan preceptee serta koordinator program / penasihat fakultas. Untuk mewujudkan program preceptorship yang sukses,

(9)

9

yang terakhir yang harus disiapkan adalah menyediakan kursus orientasi, dukungan evaluatif dan informatif untuk preceptor dan preceptee.

5. Simpulan Peneliti

Preceptorship merupakan suatu program yang dilakukan untuk memberikan dukungan kepada perawat baru atau mahasiswa yang sedang praktik di rumah sakit agar tercipta orientasi dan adaptasi yang sukses.Preceptorship merupakan salah satu bentuk pembelajaran klinik di rumah sakit.Preceptorship sendiri di Indonesia masih sangat jarang dikenal, terbukti dengan sulitnya mencari jurnal penelitian atau artikel terkait dengan preceptorship.Hasil wawancara terhadap 5 orang preceptor didapatkan bahwa 4 orang diantaranya belum mengetahui apa itu preceptorship.Kata bimbingan klinik jauh lebih dikenal oleh para praktikan, perawat, maupun CI (Clinical Instructur).

B. Preceptor

1. Definisi Preceptor

Preceptor didefinisikan sebagai seseorang yang sudah ahli dalam memberikan latihan praktikal kepada mahasiswa (Moyer & Wittmann-Price, 2008). Definisi lain dari preceptor adalah perawat yang sudah terdaftar yang memberikan supervisi melalui hubungan perseorangan dengan mahasiswa perawat selama dalam tatanan klinik (Barker, 2010). Preceptor adalah seseorang yang memberikan pengajaran, konseling, memberikan inspirasi, bekerja sebagai seorang panutan, mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari mahasiswa baru yang dibimbingnya dengan waktu yang terbatas dan dengan tujuan yang spesifik dari sosialisasi pemula menjadi peran yang baru (Morrow, 1984). Preceptor memberikan sarana yang efektif untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek dalam pendidikan keperawatan dan membantu menurunkan kecemasan bagi lulusan baru yang memasuki dunia kerja. Dengan adanya preceptorakan sangat membantu

(10)

10

mahasiswa maupun lulusan baru untuk lebih memahami karakteristik tempat kerja dan membantu beradaptasi dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa preceptor adalah seorang yang staff keperawatan yang sudah berpengalaman dan sudah terdaftar yang memberikan pengarahan dan supervisi secara formal dalam waktu yang sudah ditentukan dan dengan tujuan khusus terhadap mahasiswa yang baru lulus dan masuk dalam dunia kerja keperawatan agar lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memaksimalkan proses transisi dari seorang pemula menjadi perawat yang lebih berpengalaman.

2. Karakteristik Preceptor

Kemampuan berkomunikasi yang baik, bersikap positif selama menuju proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai kemampuan untuk menstimulasikan pemikiran yang kritis adalah pertimbangan yang penting dibutuhkan oleh seorang preceptor (Altman, 2006). Studi fenomena yang dilakukan oleh Ohrling dan Hellberg (2001) dimana 17 staff perawat menceritakan pengalaman mereka selama berperan menjadi preceptor menemukan bahwa perawat mengerti pemahaman tentang preceptorship seperti mengurangi perasaan ketidakberdayaan kepada mahasiswa ketika belajar dan memberdayakan mahasiswa ketika praktik. Preceptor harus mempunyai kemampuan untuk menghadapkan mahasiswa keperawatan kepada pengalaman klinik yang efektif yang secara langsung meningkatkan perkembangan kepercayaan dan kompetensi (Spouse, 2001). Seorang preceptor juga dapat mempengaruhi perkembangan sikap profesionalisme terhadap mahasiswa.

3. Kompetensi Preceptor

Seorang preceptor harus memiliki kompetensi yang sesuai agar perannya sebagai seorang preceptorakan lebih diakui dan akan mendukung profesionalitas kerja yang dilakukannya. Canadian Nurses Association

(11)

11

menjelaskan ada lima kompetensi yang harus dimiliki seorang preceptor, yaitu

a. Kolaborasi

1) Berkolaborasi dengan preceptee pada semua tahapan preceptorship. 2) Menyusun dan menjaga kerjasama dengan penasehat / kepala fakultas dan rekan lain (Universitas, profesi pelayanan kesehatan, dan klien)

3) Membuat jaringan dengan preceptor lain untuk mendiskusikan peningkatan praktik.

4) Membantu menginterpretasikan peran preceptee kepada individu, keluarga, komunitas dan populasi.

b. Karakter Personal

1) Menunjukan antusias dan tertarik pada preceptor.

2) Menunjukan ketertarikan dalam kebutuhan dan perkembangan pembelajaran preceptee.

3) Membantu perkembangan pembelajaran lingkungan yang positif. 4) Beradaptasi untuk berubah.

5) Menunjukan kemampuan komunikasi yang efektif dengan klien dan universitas.

6) Menunjukan kemampuan pemecahan masalah yang efektif.

7) Menunjukan kesiapan dan keterbukaan untuk belajar dengan preceptor.

8) Menunjukan tanggung jawab atas perbedaan preceptee (latar belakang pendidikan, ras, kultur dll)

9) Menggabungkan preceptee ke dalam budaya sosial. 10) Memiliki kepercayaan diri dan kesabaran.

(12)

12 c. Fasilitasi belajar

1) Menilai kebutuhan pembelajaran klinik preceptee dalam bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas / koordinator program dengan cara :

a) Meninjau kompetensi dasar sesuai dengan bidang ilmu (praktik, pendidikan), standar praktik, tempat (rumah sakit, klinik spesialis).

b) Membicarakan harapan hasil pembelajaran berdasarkan atas data pada kompetensi dasar.

c) Mengkaji pengalaman preceptee sebelumnya dengan tanggung jawab pengetahuan dan keahlian untuk menjaga pemahaman, perkembangan, dan kebutuhan pembelajaran yang spesifik pada tempat praktek.

d) Mengidentifikasi potensi belajar pada tempat praktek yang akan menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan belajar preceptee.

e) Membantu preceptee untuk mengembangkan hasil pembelajaran individu, peran saat praktek sesuai dengan panduan Specific (spesifik), Measurable and observable (dapat diukur dan diobservasi), Achievable (dapat dicapai dengan sumber yang memadai selama preceptorship), Relevant (relevan), Time (waktu).

2) Merencanakan aktivitas pembelajaran klinik dalam bekerjasama dengan preceptee dan dengan penasehat fakutas / koordinator program, dengan cara :

a) Membantu preceptee untuk mencari tempat kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan hasil pembelajaran dan untuk membuat waktu preceptee supaya optimal.

(13)

13

b) Ketika memungkinkan, pilihlah tugas klinik / aktivitas pembelajaran sesuai dengan yang teridentifikasi pada hasil pembelajaran dan cara belajar preceptee.

c) Ketika memungkinkan urutkan tugas klinik / aktivitas pembelajaran selama preceptorship dari hal yang kecil sampai yang kompleks guna meningkatkan pengetahuan.

3) Mengimplementasikan pembelajaran klinik dalam tempat praktek dengan bekerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas / koordinator program dengan cara :

a) Menyusun strategi pembelajaran klinik dengan tepat.

b) Membantu preceptee dalam menyiapkan fasilitas pembelajaran. c) Ketika memungkinkan, kaji aktivitas preceptee. Ini bertujuan

untuk mengetahui kemajuan dan mengatur aktivitas tersebut. d) Berdiskusi dengan preceptee terkait kendala-kendala dalam

praktek.

e) Mengklarifikasi peran preceptor dan preceptee untuk merencenakan kegiatan.

f) Memberikan umpan balik secara konstruktif (contohnya pelatihan, dukungan, dorongan dan pujian).

g) Melakukan intervensi secara cepat dalam hal-hal yang tidak diinginkan.

h) Penyesuaian level supervisi guna membantu perkembangan diri.

4) Mengevaluasi hasil pembelajaran klinik dalam kerjasama dengan preceptee dan penasehat fakultas dan koordinator program dengan cara :

a) Memberikan umpan balik secara konstruktif menggunakan lembar evaluasi (contohnya evaluasi formatif harian / mingguan)

(14)

14

b) Menanyakan pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan preceptee yang telah dipelajari.

c) Menjelaskan penilaian preceptor terhadap kegiatannya.

d) Mendiskusikan ketidakcocokan antara preceptor dan preceptee e) Berpartisipasi dengan mahasiswa dalam melengkapi lembar

evaluasi struktur yang menekankan pentingnya evaluasi diri, dan untuk mengetahui kemajuan hasil pembelajaran dan potensi berikutnya (contohya, evaluasi sumatif yang dilakukan saat tengah dan akhir pembelajaran klinik).

f) Memberikan pujian dan dukungan pembelajaran lingkungan dengan memfokuskan pada potensi mahasiswa, pencapaian dan kemajuan menjelang pertemuan melalui proses evaluasi.

g) Memberikan umpan balik yang positif tentang peningkatan atau kesalahan untuk mendapatkan fundamental, profesional atau sasaran diri.

h) Melakukan langkah yang tepat jika perkembangan hasil pembelajaran kurang memuaskan (contohnya berkonsultasi dengan pembimbing fakultas / koordinator program).

i) Menanyakan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa untuk menentukan pemahaman keefektifan intervensi preceptor untuk memfasilitasi pembelajaran klinik.

d. Praktik Profesional

1) Berperilaku otonomi dan konsisten sesuai dengan standar keperawatan yang diakui oleh peraturan provinsi dan kode etik keperawatan.

2) Bekerja.

3) Membantu mahasiswa untuk mendapatkan ilmu, keahlian dan keputusan peraturan provinsi dan kode etik keperawatan.

(15)

15

4) Mengklarifikasi peran, hak dan tanggungjawab yang berhubungan dengan pembelajaran klinik.

e. Pengetahuan Tatanan Klinik 1) Isi dasar pengetahuan

a) Misi dan filosofi.

b) Sistem perawatan (kelompok keperawatan, keperawatan utama).

c) Kebijaksanaan dan prosedur. d) Lingkungan fisik.

e) Peran dan fungsi interdisiplin.

f) Format, dokumentasi dan mekanisme pelaporan. g) Sumber pembelajaran.

2) Menunjukkan peran perawat dengan kelompok mutidisiplin (contohnya; farmasi, pekerja sosial, psikology, terapi okupasi). 3) Mengkaji garis besar institusi pendidikan bagi mahasiswa dan

preceptor / clinical instructor (contohnya; harapan dari pelaksanaan pembelajaran klinik, dan apa yang dilakukan mahasiswa selama pembelajaran klinik.

4. Peran Preceptor

Menurut Minnesota Department of Health (2005), seorang preceptor mempunyai 3 peran yaitu sebagai pengasuh, pendidik, dan sebagai panutan. Tugas atau peran seorang preceptor adalah menjembatani kesenjangan antara apa yang preceptee pelajari ketika di kampus dengan kenyataan yang ada di lapangan. Preceptor membantu preceptee untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan mendapatkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan ketika melakukan peran barunya sebagai perawat di klinik (Oerman & Heinrich, 2003)

(16)

16

Preceptor memfasilitasi pembelajaran mahasiswa melalui pengembangan sikap saling percaya dalam pelaksanaan preceptorship. Seorang preceptor harus melihat preceptee sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan dan ketertarikan untuk menjadi perawat yang berkompeten dengan segala kerentanannya selama proses pembelajaran (Ohlring, 2004). Seorang preceptor harus memiliki tanggung jawab sebagai,

a. Role Modelling (panutan)

1) Menunjukan praktik keperawatan profesional yang kompeten, mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinikal yang profesional.

2) Menunjukan kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan anggota tim dan pasien.

3) Mengetahui pengetahuan pasien tentang tempat, kebutuhan klinikal umum dan frekuensi penggunaan kemampuan klinikal. 4) Mengetahui kebutuhan utama pasien.

b. Skill Building (Pembangun kemampuan)

1) Mengembangkan sebuah pembelajaran kontrak atau menggabungkan keinginan preceptee tentang akuisisi kemampuan yang dimiliki untuk difungsikan di level yang diharapkan dari area kerja.

2) Memastikan preceptee menjadi tidak asing lagi dengan kompetensi utama dari area kerja.

3) Menyesuaikan gaya pengajaran agar cocok dengan gaya pembelajaran dari preceptee.

4) Menciptakan kesempatan pembelajaran, mengijinkan untuk praktik, pengulangan dan evaluasi diri.

(17)

17

c. Critical Thinking (Pemikir yang kritis)

1) Mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan serta kemampuan tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan. 2) Memberdayakan preceptee untuk berpikir melalui masalah. 3) Mendorong preceptee untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. 4) Menawarkan umpan balik yang konstruktif yang bersifat reguler. 5) Mempunyai kemampuan untuk mengartikulasikan rasional untuk

praktik mahasiswa.

6) Menciptakan lingkungan yang memfasilitasi pengambilan resiko dan pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk belajar dari kesalahan.

d. Socialization (Sosialisasi)

1) Bekerja dengan tim untuk menyambut anggota baru atau praktikan di tempat kerja.

2) Memastikan pemahaman tentang aspek sosial dari suatu ruang, peraturan yang tidak dikatakan, pemfungsian unit, rantai perintah dan sumber daya.

3) Mengorientasikan preceptee terhadap tempat kerja, pengenalan, komunitas di dalam praktik dan budaya tim.

Menurut Judith M. Scanlan (2008) tugas seorang preceptor adalah : a. Menjelaskan orientasi tempat bagi mahasiswa.

b. Mempertahankan pengetahuan dasar saat ini yang berfungsi sebagai sumber pengetahuan sebagai peran perawat.

c. Sebagai model praktik keperawatan professional. d. Memberikan pengawasan (supervise) klinik.

e. Membantu mahasiswa dalam beradaptasi dengan peran baru yang melekat dalam praktek professional.

(18)

18

f. Berkontribusi dalam evaluasi sistem yang mengukur kemajuan mahasiswa.

g. Berkomunikasi dengan dosen dan mahasiswa untuk memfasilitasi fungsi dari pengalaman preceptorship.

Menurut Departemen Kesehatan Minessota (2005) peran seorang preceptor adalah :

a. Bersama dengan departement administrasi kesehatan, mahasiswa, dan fakultas mengidentifikasi berbagai kesempatan belajar yang berbasis populasi sebagai tambahan pengalaman bagi mahasiswa keperawatan. b. Memastikan komunikasi yang berkelanjutan dengan departemen

kesehatan, sekolah keperawatan dan mahasiswa.

c. Bersedia meluangkan waktu untuk mahasiswa sebagaimana yang sudah dijadwalkan dan menghubungi mahasiswa apabila tidak bisa membuat jadwal pertemuan.

d. Mendukung kurikulum berbasis populasi dan membantu dalam penerapannya di kehidupan nyata dalam kerangka tujuan klinik.

e. Membantu mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuan untuk praktik yang berbasis populasi.

f. Bertindak sebagai departemen kesehatan dan narasumber masyarakat untuk fakultas.

g. Bertindak sebagai narasumber masyarakat dan mendukung mahasiswa keperawatan di dalam instansi keperawatan.

h. Mengintegrasikan teori pembelajaran orang dewasa dan prinsip-prinsip dalam interaksi dengan mahasiswa.

i. Memberikan umpan balik mengenai kemajuan siswa, mengidentifikasi masalah, dan menyarankan cara-cara untuk menyelesaikan masalah.

(19)

19 5. Simpulan Peneliti

Preceptor adalah seorang perawat ahli yang sudah terdaftar dan berpengalaman kerja yang memberikan pengarahan, bimbingan, dan supervisi kepada mahasiswa praktik atau perawat yang baru saja masuk ke rumah sakit.Bimbingan dan pengarahan bersifat formal, diberikan dalam rentang waktu tertentu dan mempunyai tujuan agar mahasiswa praktikan atau perawat baru mampu beradaptasi dengan sukses di area kerja klinik.Tugas utama seorang preceptor adalah untuk menjembatani kesenjangan antara teori yang didapatkan selama pembelajaran di kampus, dengan kenyataan yang ada di klinik.Preceptormerupakan bagian dari preceptorship.Preceptor sendiri di Indonesia lebih dikenal dengan istilah CI (Clinical Instructur). Kata preceptor masih sangat jarang dikenal di Indonesia. C. Kerangka Teori Gambar 2.1 Kerangka Teori Peran preceptor : 1. Panutan 2. Berpikir kritis 3. Membangun kemampuan 4. Sosialisasi Kompetensi preceptor : 1. Kolaborasi 2. Karakter personal 3. Fasilitasi pembelajaran 4. Praktik profesional 5. Pengetahuan tentang peraturan Preceptor Preceptorship Preceptee

(20)

20 D. Variabel Penelitian

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2009)

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang mempunyai variabel tunggal atau mandiri, yaitu peran seorang preceptor.

E. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran peran preceptor dalam pelaksanaan program preceptorshipdi Rumah Sakit Roemani Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini proses–proses yang dipercepat dengan deskripsi pekerjaan Drawing/Design yang pada awalnya dikerjakan 160 hari, setelah percepatan proses pengerjaan dapat

Dalam praktikum kali ini, alat yang digunakan yaitu, cawan petri berfungsi sebagai wadah untuk menampung bahan uji coba, pisau berfungsi untuk memotong buah

Untuk publikasi kegiatan, pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Belitung juga mengemas dalam bentuk digitalisasi yang di kemas dengan baik melalui media online seperti Youtube,

Grafik pada Gambar 3 di atas menjelaskan bahwa dari hasil pengguna parkir yang akan mengubah perilaku parkir jika diterapkan sistem parkir progresif pada badan jalan (

Sesuai dengan Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan tahun 2012, Jaminan Persalinan ini ditujukan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca.. melahirkan)

Universitas Brawijaya secara formal telah menganut Sistem Kredit Semester (SKS) yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Rektor Nomor 22/SK/1976 tanggal 3 Mei 1976.

Pertunjukan tayub biasanya dipandu oleh seorang pengarih, tetapi apabila pertunjukan itu melibatkan beberapa orang joged (biasanya lebih dari empat orang joged) maka

[r]