• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desinfeksi Air dengan Proses Berbasis Membran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Desinfeksi Air dengan Proses Berbasis Membran"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Desinfeksi Air dengan Proses Berbasis Membran

Gallo Ibnu Fajar

Teknik Kimia, ITB, Jl. Ganesha No. 10, Bandung, Indonesia gallomaskar@gmail.com

Abstrak

Kebutuhan akan air semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan industri. Khusus untuk air minum, air harus melewati proses disinfeksi agar aman untuk dikonsumsi. Pada umumnya, disinfeksi dilakukan dengan penambahan bahan kimia. Akan tetapi, proses disinfeksi kimiawi menghadapi kendala utama, yaitu kemungkinan terbentuknya produk samping disinfeksi yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Teknologi membran merupakan salah satu proses alternatif yang dapat digunakan untuk proses disinfeksi air tanpa menghasilkan produk samping disinfeksi karena proses membran tidak melibatkan penambahan bahan kimia sebagai disinfektan. Terdapat beberapa proses membran yang mampu digunakan sebagai proses pengolahan dan juga desinfeksi air. Sistem filtrasi pada membran membuat patogen dan kotoran lainnya tersaring sehingga tidak terbawa oleh air produk. Teknologi membran juga dapat digunakan untuk menyisihkan senyawa-senyawa organik yang berperan sebagai pre-kursor produk samping disinfeksi, sehingga dapat mencegah terbentuknya produk samping disinfeksi apabila pada tahap akhir ataupun pada proses distribusi masih memerlukan penambahan dosis disinfektan kimiawi. Teknologi membran juga dapat digunakan sebagai filter poin-of-use sehingga dapat menyisihkan kontaminan yang mungkin terbawa selama proses distribusi air dari sistem pengolahan air terpusat. Kelebihan dari sistem desinfeksi air dengan membran adalah proses yang lebih baik, penggunaan energi yang lebih sedikit, air yang lebih baik kualitasnya, dan biaya produksi yang lebih rendah.

Kata kunci: pengolahan air, desinfeksi air, filtrasi membran, ultrafiltrasi, reverse osmosis

1. PENDAHULUAN

Air merupakan sumber kehidupan yang sangat penting. Jumlahnya sangat melimpah di bumi ini tetapi kualitasnya selalu mengalami penurunan diakibatkan aktivitas manusia. Menurunnya kualitas air dapat mengancam tingkat kesehatan manusia. Menipisnya jumlah air bersih khususnya air tawar disebabkan oleh aktivitas manusia berupa penggunaan pada rumah tangga dan sebagai bahan pabrik atau industri. Dampak yang dihasilkan pada aktivitas manusia berupa limbah yang merusak dan mencemari lingkungan.

Di Indonesia sendiri, krisis air bersih juga dialami oleh sebagian besar penduduk. Krisis ini ditandai oleh sulitnya mendapatkan air bersih dan tercemarnya sungai dan danau yang ada di Indonesia. Krisis yang dihadapi juga tidak terlepas oleh permasalahan pengolahan limbah yang ada. Banyak industri di Indonesia yang menggunakan air bersih dalam jumlah yang besar, namun tidak memperhatikan pengolahan limbahnya. Limbah air industri bila dibuang begitu saja tanpa melewati proses pengolahan dapat merusak ekosistem yang ada. Jika air limbah yang ada dapat diolah dan digunakan ulang tanpa membeli air bersih untuk digunakan sebagai keperluan industri, sebenarnya ini akan memotong ongkos produksi yang cukup besar.

Terdapat banyak metode pendekatan yang digunakan untuk melakukan disinfektan air. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa teknik pemurnian air seperti disinfektan halogen dan radiasi saat ini belum dapat memberikan solusi yang optimum dalam masalah disenfektan.

Disinfektan air dengan teknologi membran merupakan salah satu cara terbaik untuk menggantikan teknik konvensional. Teknik pengolahan air konvensional terbatas pada kemampuan dalam mengolah air minum. Proses membran akan menjadi teknik yang penting untuk peningkatan pengolahan air.

2. TEKNOLOGI FILTRASI MEMBRAN

Filtrasi dapat diartikan sebagai pemisahan antara fluida yang mengalir melewati suatu medium yang membuatnya terpisah menjadi komponen-komponennya. Beberapa fungsi membran yaitu [2]: 1. Untuk menghasilkan air minum dari air laut. 2. Membersihkan air limbah dari buangan pabrik. 3. Membersihkan urea dan racun dalam aliran darah

Secara fisik, membran dapat memisahkan partikel, mikroorganisme atau bahkan virus yang berukuran lebih besar dari pori-porinya. Kemampuan ini dimanfaatkan untuk menghasilkan air bersih dari air laut, membersihkan limbah pabrik, mengonsentrasikan dan memurnikan larutan yang sensitif terhadap suhu, mengeluarkan urea dan racun lainnya dari darah pada ginjal sintetis, membantu untuk mengeluarkan obat tertentu dengan kecepatan yang sudah ditentukan [2].

Sistem filtrasi membran terbagi menjadi 4 yaitu Reverse Osmosis, Nanofiltrasi, Ultrafiltrasi dan Mikrofiltrasi. Secara garis besar, Reverse Osmosis dapat digunakan untuk memisahkan komponen ionik dan desalinasi air laut dan air payau untuk menghasilkan air tawar [1]. Dengan Mikrofiltrasi kita dapat memisahkan partikel, dengan Ultrafiltration kita dapat memisahkan makromolekul dan dengan Nanofiltrasi kita dapat memisahkan ion.

Kekuatan RO yaitu dapat menahan 99.5% garam yang disaring melaluinya. Di Amerika Serikat terdapat sekitar 1900 unit desalinasi dengan kapasitas lebih dari 15% produksi dunia [3].

Sistem RO cocok digunakan untuk daerah yang air tawarnya mengalami intrusi oleh air laut sehingga berubah menjadi air payau [1]. Unit Sanibel Island berkapasitas 13.600 m3/hari dengan tingkat perolehan

(2)

80% dan rejeksi garam sebesar 86.3% (umpan 3.300 ppm dan produkk 450 ppm) [4].

Gambar 1. Instalasi sistem RO skala besar [5] Nanofiltrasi juga memiliki fungsi yang sama dengan RO yaitu dapat memfiltrasi senyawa hingga tingkatan ion. Nanofiltrasi jarang digunakan pada pengolahan air dibandingkan RO.Hal ini disebabkan nanofilter tidak maksimal dalam penyaringan karena berukuran 0,01 µ – 0,001µ sedangkan RO memiliki ukuran pori-pori yang lebih kecil yaitu 0,001µ – 0,0001µ atau sampai sepersepuluh ribu mikron.

Gambar 2. Proses membran nanofiltrasi [12]

Nanofiltrasi lebih sering digunakan pada aplikasi pengolah makanan seperti susu, untuk konsentrasi simultan dan parsial demineralisasi.

Ultrafiltrasi merupakan variasi dari membran filtrasi. Molekul yang berukuran besar kana tertahan pada membran, namun yang partikel kecil akan lolos. Proses pemisahan menggunakan proses ultrafiltrasi biasanya digunakan di bidang industri dan penelitian untuk penjernihan air karena ukuran yang dapat diolah adalah air pekat.. Pengolahan menggunakan Ultra filtrasi pada umumnya menggunakan membran berukuran 0.001 mikron – 0.01 mikron [12].

Mikrofiltrasi memiliki fungsi yang sama dengan jenis membran lainnya. Hal yang membedakan hanyalah ukuran partikel yang mampu melewati membrannya saja. Secara garis besar, gambaran umum perbedaan membran filtrasi dapat dilihat pada Gambar 3.

3. DESINFEKSI MEMBRAN

Banyak perancang teknologi membran dan RO yang menyatakan bahwa tidak ada virus yang ditemukan setelah proses pemurnian air dilakukan dari membran. Pernyataan ini berdasarkan pada ukuran pori membran yang secara teori lebih kecil dibandingkan ukuran virus. Pada hasil percobaannya, tetap saja virus (seperti polovirus) masih bisa ditemukan setelah melewati membran Selulosa Asetat. Meskipun begitu, tingkat penyaringan virus dapat mencapai rentang 99,2-100 persen [6]. Lolosnya virus ini bisa disebabkan adanya kecacatan pada permukaan membran dan bagiannya.

Proses membran merupakan aplikasi yang baik untuk desinfektan air karena proses non-adiktifnya. Secara teknis, proses membran dengan cara terbaik untuk membersihkan patogen adalah dengan reverse osmosis. Namun, peneliti telah menemukan metode lain dengan tepat guna menangkat seluruh pathogen termasuk virus dari umpan yang terkontaminasi yaitu dengan Ultrafiltrasi. Lyonnaise des Eaux Dumes telah mencoba mengoperasikan pabrik dengan ultrafiltrasi dengan kapasitas 40 meter kubik per jam. Dia memperkirakan, untuk pabrik yang lebih besar, biaya operasi akan lebih besar dua kali dari ozon dan peroksida diikuti dengan karbon aktif glanular. Walaupun kemunduran dan pengalaman pemurnian dari proses membran akan terus berlangsung.

(3)

Gambar 3. Filtrasi berbasis membran [12] 3.1. Rejection

Pembuangan partikel termasuk koloid biologis dan non-biologis tergantung pada beberapa faktor termasuk ukuran membran. Untuk disinfektan menggunakan membran, dapat diasumsikan bahwa parameter paling kritis adalah ukuran pori. Dari sana dapat diambil kesimpulan bahwa ukuran pori lebih kecil daripada ukuran mikroorganisme. Namun, dapat dilihat bahwa ukuran pori bisa lebih besar daripada ukuran partikel untuk mengurangan secara signifikan.

Terdapat dua mekanisme yang digunakan untuk memisahkan parikel, yaitu Sieve Retention dan Adsorption Sequestration. Dalam Sieve Retention, media berpori bertindak sebagai penghalang masuknya partikel. Partikel tertahan di permukaan membran dan membentuk lapisan yang ketebalannya bertambah selama filtrasi tetap berlangsung. Mekanisme kedua melibatkan masuknya dan tertangkapnya partikel ke matrik membran. Teori Stabilitas koloid dapat diterapkan pada interaksi antara koloid dan matrik membran. Mekanisme yang dapat menstabilkan suspensi koloid ke permukaan dalam membran. Faktor yang dapat menghasilkan interaksi lebih banyak dapat menambah penolakan. Jika partikel dan membran di beri muatan yang berbeda atau potensial zeta bernilai cukup, partikel akan menghadapi matrik membran menghasilkan pembuangan partikel yang lebih kecil daripada pori membran [7].

Membran sangat efektif dalam membuang koloid biologis yang berukuran lebih besar atau kecil daripada pori membran. Untuk koloid non biologis yang berukuran lebih kecil atau lebih besar daripada pori membran sudah pernah dilaporkan. Dalam kondisi tertentu, seperti adsorpsi elektrostatik, secara virtual, semua partikelnya dapat dibuang tanpa memperhitungkan ukurannya. Pembuangan total

partikel non-biologis pertikel yang lebih kecil daripada pori membran dengan memodifikasi permukaan membran untuk menghasilkan muatan berlawanan dengan partikel. Kondisi yang dinginkan ini dapat dicapai dengan mengubah pH. Rejection yang lebih rendah terhadap pertikel latex pada pH rendah pernah dilaporkan [7]. Muatan permukaan yang dapat membuat penghalang elektrostatik adalah fungsi dari pH [8]. Sehingga dapat dibuktikan bahwa variasi pH dapat mengubah interaksi elektrostatik dari tarik menarik hingga saling menolak dan karakteristik penolakan.

Besarnya penolakan tergantung pada ukuran partikel, pori membran dan ketebalan membran [9]. Walaupun jumlah pori sama, membran dapat memberikan rejection yang berbeda-beda. Hal ini membuktikan bahwa material yang berbeda akan memiliki kemampuan adsorpsi dan penangkapan terhadap partikel yang sama karena faktro intrinsik yang berbeda dari segi ukuran pori dan distribusinya, muatan dan karakter hidrofilik.

Kondisi operasi seperti tekanan antarmembran dan fluks dapat memberikan dampak pada rejection. Bakteri yang melewati membran dengan ukuran nominal pori lebih kecil sudah pernah dilaporkan. Deformasi bakterial diduga merupakan penjelasan dari fenomena ini. Deformasi bakterial ini diusulkan oleh [7].

Penjelasan yang juga logis adalah perubahan ukuran mikreoorganisme. Mikroorganisme merupakan masalah dalam kondisi hidup atau mati benda tersebut. Mereka bisa bertambah dengan kelajuan logaritmik. Mereka adalah sumber phyrogens [10]. Steril hanya kondisi sementara yang dapat dirusak oleh satu mikrooganisme.

Salah satu metode yang paling pasti dalam menghasilkan cairan steril adalah dengan panas atau sterilisasi kimia dan filtrasi. Dua metode pertama akan

(4)

membunuh kontaminan. Namun, membunuh kontaminan tidak mengeluarkannya dari larutan. Sebuah percobaan normal bakterial terhadap air minum dapat menentukan E.coli yang terdapat di dalam air. Pembuangan total E.coli menggunakan membran Selulosa Asetat. Mereka menyatakan bahwa teknik ini dapat menghasilkan air yang berkualitas cukup. Berbagai percobaan telah menunjukkan bahwa membran sangat efektif untuk menghasilkan air dengan jumlah bakteri yang sudah direduksi.

RO dapat membuang bakteri dalam jumlah yang besar [11]. Sebuah percobaan dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi membran ultrafiltrasi untuk membuang partikel dan bakteri dari permukaan sumber air.

3.2. Fouling

Fouling dapat diartikan sebagai deposisi irreversible material diluar atau didalam membrane yang menyebabkan hilangnya fluks dan dorongan yang berubah. Keseluruhan permeabilitas, pembusukan terjadi disebabkan sumbatan pada pori yang membentuk lapisan pada permukaan membran [13]. Dengan tekanan pump yang konstan, fouling membran akan menghasilkan fluks yang berbeda, sedangkan pada arus konstan filtrasi, fouling akan menyebabkan naiknya hilang tekanan sepanjang membrane [14].

Fouling secara partikular adalah suatu masalah yang mana umpan larutannya berasal dari [15]. Hingga sekarang, fouling adalah factor yang sangat penting yang membatasi penggunaan teknologi membrane untuk mengeluarkan mikro-organisme dari air.

Fluks adalah fungsi dari kedua ukuran pori dan densitas pori. Ketika fluida melewati membran, pori menjadi terhalang dengan partikel sehingga densitas pori menjadi berkurang menghasilkan beda laju filtrasi. Penyebab lainnya turunnya fluks adalah akumulasi dari fouling material, bahan anorganik maupaun anorganik pada permukaan membran.

Industri pengolahan air menggunakan membran, mengembangkan lapisan biofilm yang menyebabkan turunnya fluks. Proses utama yang dilibatkan dalam tatanan biofilm adalah penambahan mikro organisme pada permukaan membrane. Partkel non-biologi juga dilibatkan dalam pengembangan biofilm dengan peran substrat nutrisional.

Gaya yang memungkinkan yang dikenai mikroorganisme pada lapisan membrane adalah elektrostatis, van der Waals, ionic, ikatan hydrogen dan interaksi hidrofobik. Ikatan hidrogen dan gaya elektrostatis adalah faktor yang tidak begitu penting pada proses adesi. Interaksi hidrofobik dengan mempertimbangkan energi bebas untuk membawa 2 molekul larutan dan bagian lainnya adalah fungsi pelarut.

4. APLIKASI TEKNOLOGI MEMBRAN PADA PROSES DESINFEKSI AIR

Teknologi membran dapat diaplikasikan sebagai pengolahan air di Indonesia. Teknologi ini memiliki banyak kelebihan yang memungkinkan untuk diterapkan di berbagai kondisi [1]. Kelebihan penggunaan membran dibandingkan teknologi konvensional yang ada yaitu tahapan yang lebih sederhana, tidak memerlukan bahan kimia, dan tambahan energi yang dapat diminimunkan bahkan unit-unit filtrasinya dapat diopreasikan tanpa penggunaan listrik sekalipun [1].

Pemanfaatan teknologi membran juga dapat diaplikasikan saat bencana terjadi di Indonesia. Salah satu produk berbasis membran yang digunakan saat bencana alam yaitu bencana tsunami dan gempa bumi Aceh adalah unit IGW green UF.

Gambar 1. Unit ultrafiltrasi tanpa listrik [16] 4.1. Ultrafiltrasi

Ultrafiltrasi merupakan proses pengolahan air yang cukup baik untuk diterapkan. Sejauh ini, Ultrafiltrasi merupakan proses membran yang perkembangannya sangat pesat diterapkan di berbagai perusahaan. Sistem UF mampu beropeprasi pada tekanan rendah yaitu sekitar 0,5-5 bar [1].

Material membran UF sendiri, dapat disintesis dengan polimer organik ataupun polimer non organik. Beberapa sifat-sifat khusus pemilihan material juga dipertimbangkan dalam pembuatan membran seperti berat molekul, felksibilitas rantai, interaksi rantai dan lainnya. Beberapa dari bahan ini adalah polisulfon, polietersulfon, polisulfon tersulfonasi, polivinildenfluorida, poliakrilonitril, selulosa, polimid, polieterimid, poliamid alifatik dan polieterketon. Contoh bahan anorganik juga seperti alumina dan zirkonia [17].

Struktur pori pada membran UF ada yang simetris ataupun non simetris. Ketahanan terhadap transfer massa ditentukan oleh tebal total membran. Jika membran semakin tipis maka laju permeasi akan semakin tinggi. Ketebalan membran simetris berkisar

(5)

antara 10-200 mikrometer sedangkan asimetris berkisar 0,1-0,5 mikrometer [1].

Membran berpori, dimensi porinya akan menentukan karakteristik pemisahannya. Oleh karena itu diperlukan modifikasi bahan membran yang baik agar morfologinya sesuai untuk melakukan pemisahan yang spesifik. Teknik pembuatan memrabn berupa sintering, stretching, track-etching, inversi fasa, proses sol-gel, dan solution coating. Akan tetapi, membran UF biasanya dibuat dari inversi fasa dan proses sol-gel [1]. Pada umumnya, pengolahan air konvensional terdiri dari pengolahan fisik dan pengolahan kimia [18]. Ultrafiltrasi memiliki sistem pengolahan yang lebih baik dari konvensional. Hal ini disebabkan pada proses ultrafiltrasi tidak diperlukannya bahan kimia, filtrasi berbasis ukuran, kualitas produk yang baik dan konsisten khususnya terhadap penghilangan partikel mikroba, proses dan plant yang kompak, dan otomisasi yang sederhana [18]. Pada Ultrafiltrasi, erdapat tahapan-tahapan seperti presipitasi kimia, adsorpsi, sedimentasi dan filtrasi [18]. Namun, sekarang Ultrafiltrasi sudah mampu diperbaiki tahapannya menjadi klarifikasi dan sedimentasi saja.

Membran Ultrafiltrasi adalah membran yang memiliki pori namun seluruh partikulat kontaminan seperti virus dan bakteri dapat direjeksi. Hal ini baik pada proses desinfeksi membran. Pada pengoperasiannya, kualitas umpan juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan karena langsung berpengaruh terhadap kinerja membran.

Saat ini, lebih dari 2 juta m3/hari air minum didunia diproduksi dengan proses membran Ultrafiltrasi [1]. Lebih dari 50 plant UF memproduksi air minum dari air permukaan telah beroperasi di dunia [19]. Pengoperasian Ultrafiltrasi selama 6 tahun di Amoncourt, Prancis, menunjukkan tidak adanya penurunan kinerja dari segi kapasitas produksi dan kualitas air. Sifat mekanin material membran juga tidak menunjukkan adanya penururan [20].

4.2. Reverse Osmosis

Reverse Osmosis (RO) merupakan aplikasi proses membran yang pertama kali mengolah air laut menjadi air minum. Sistem RO ini memiliki kemampuan untuk memisahkan ion-ion pada umpannya dengan melewati membran semipermeabelnya. Prinsipnya, air akan dilewatkan dan solut akan ditahan pada membrannya. RO juga dapat digambarkan sebagai proses difusi dimana transfer massa ion melewati membran RO tersebut dikontrol oleh difusi [1].

Terdapat empat tipe modul yang ada pada RO. Keempat tipe tersebut adalah plate and frame, tubular, hollow fibre, dan spiral wound. Tipe modul yang digunakan untuk pengolahan air minum adalah elemen spiral. Konfigurasi RO itu sendiri meliputi satu-tahap, dua-tahap dan sistem two-pass. Sistem satu tahap

merupakan sistem sederhana dan paling umum untuk diaplikasikan sebagai desalinasi. Untuk dua-tahap cenderung digunakan untuk mengolah air payau untuk meningkatkan rasio recovery keseluruhan [21].

Sekarang ini, sistem RO terkenal dengan teknologi pengolahan air untuk industri seperti desalinasi namun juga dapat meningkatkan rasa dengan menghilangkan kontaminan dalam air tersebut. Keberhasilan teknologi RO disebabkan operasinya yang sangat sederhana dan ekonomis. Kemampuan merejeksi garam dalam air laut dari 97% hingga 99.5% didorong dengan tipe membran yang memiliki efisien pemisahan tinggi [22]. Kesederhanaan proses desalinasi RO dibandingkan dengan proses desalinasi termal skala besar juga memperlihatkan kelebihan RO.

Meski digunakan pada proses desalinasi, membran RO yang ada tidak dapat langsung dioperasikan pada umpan air laut [23]. Hal ini disebabkan memban RO lebih sensitif terhadap scalling, fouling, kimia dan serangan biologis dibandingkan proses desalinasi termal. Maka dari itu perlunya perhatian terhadap proses membran yang harus dipenuhi dari segi kebutuhan pre-treatment. Bila terjadi tendensi fouling yang tinggi terhadap membran, dibutuhkan serangkaian unit pre-treatment yang kompleks.

5. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

TEKNOLOGI MEMBRAN

Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa penggunaan membran untuk pengolahan air dan desinfektan memiliki kelebihan dan kekurangan.

Keunggulan teknologi membran sebagai sistem perlakuan terhadap air adalah [10, 13]: memproduksi air dengan kualitas superior, hanya sedikit penambahan senyawa kimia pada proses pemurnian air, hanya membutuhkan sedikit energi untuk operasi dan pemeliharaan, kemungkinan diwujudkannya dalam ukuran yang lebih kecil, kemampuan untuk menghasilkan air yang memiliki kualitas konstan, kemampuan untuk mengeluarkan berbagai macam substansi, merupakan solusi bagi sumber air yang memiliki kualitas berbeda-beda, ketidaktergantungan efesiensi terhadap kecepatan aliran dan perbedaan tekanan untuk partikel yang berukuran lebih besar daripada pori membran, dan terbentuknya filter kedalaman oleh partikel berukuran besar yang dapat menahan partikel berukuran lebih kecil dari pori membran.

Sementara itu, teknologi membran juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: proses filtrasi spesimen kecil seperti koloid dan virus bisa tidak sempurna dan tergantung dengan larutan komposisi dan kondisi operasi. Performanya tidak dapat dengan mudah diprediksi, dan penurunan fluks karena fouling pada membran dan ini tidak dapat dengan mudah diprediksi.

(6)

DAFTAR PUSTAKA REFERENCES

[1] I.G. Wenten. Teknologi Membran dalam Pengolahan Air dan Limbah, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2005.

[2] S.S. Madaeni, (1999) The Application of Membrane Technology for Water Desinfection, Razi University

[3] Semiat, R., (2000) Desalination: Present and Future. Water International. 25(1): p. 54-65. [4] Sourirajan, S. and Matsuura, T., (1985) RO/UF

Process Principles., Canada.

[5] I.G. Wenten. “Teknologi Membran dan Aplikasinya di Indonesia.” Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2010.

[6] Eisenberg, Talbert N., and E. Joe Middlebrooks. (1986) Reverse osmosis treatment of drinking water. Boston: Butterworths.

[7] Pall D. B., Kirnbauer E. A. and Allen B. T. (1980) Particulate retention by bacteria retentive membrane filters. Colloids and Surfaces 1, pg 235±256.

[8] Hunter R. J., (1981) Zeta Potential in Colloid Science.Academic Press, London.

[9] Ho W. S. W. and Sirkar K. K. (1992) Membrane Handbook. Van Nostrand Reinhold, New York. [10] Fifield C. W. and Leahy T. J. (1983) Sterilization

filtration. In Disinfection, Sterilization and Preservation, ed. S. S. Block. Lea and Febiger, Philadelphia, pp. 125±153.

[11] Siveka E. H. (1966) Reverse osmosis pilot plants. In Desalination by Reverse Osmosis, ed. U. Merten. The M.I.T. Press, Cambridge, pp. 239±271.

[12] Membran Mikrofiltrasi, Ultrafiltrasi, Available :

https://waterpluspure.wordpress.com/2010/11/21/t eknologi-membran-mikro-filtasi-ultrafiltrasi/, diakses 09-04-2016

[13] Cabassud C., Anselme C., Bersillon J. L. and Aptel P. (1991) Ultrafiltration as a nonpolluting alternative to traditional clarification in water treatment. Filtration and Separation 28(3), 194±198.

[14] Bicknel E. A., Dziewulski D. M., Sturman L. S. and Belfort G. (1985) Concentration of seeded and naturally occurring enteroviruses from waters of varying quality by hollow fibre ultrafiltration. Water Science and Technology 17, 47±62.

[15] Aptel P. and Clifton M. (1983) Ultrafiltration. In Synthetic Membranes: Science, Engineering and Applications, ed. P. M. Bungay, H. K. Lonsdale and M.N. de Pinho. NATO ASI Series, 249-305. [16] I.G. Wenten, P.T.P. Aryanti, A.N. Hakim:

Teknologi Membran dalam Pengolahan Air. Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung, 2014.

[17] www.aquaclearllc.com, Teknologi Filtrasi,

http://www.aquaclearllc.com/technical- info/reverse-osmosis-vs-nanofiltration-and-other-filtration-technologies/, diakses 09-04-2016. [18] Anselme, C. and Jacobs., E.P., (1996),

Ultrafiltration in Water Treatment Membrane Processes, J. Mallevialle, P. Odendall, and M.R. Wiesner, Editors. AWWA Association Research Foundation. Lyonnaise des Eaux. Water Research Commission of South Africa. McGraw Hill. [19] Delgrange-Vincent, N., Cabassud, C., Cabassud,

M., Durand-Bourlier, L., and Laínê, J.M. (2000) Neural networks for long term prediction of fouling and backwash efficiency in ultrafiltration for drinking water production. in the Conference on Membranes in drinking and Industrial Water Production. Desalination Publications.

[20] Laîné, J.M., Vial, D., and Moulart, P. (2000) Status after 10 years of operation – overview of UF technology today. in the Conference on Membranes in Drinking and Industrial Water Production.

[21] Fawzi, N. and Al-Enezi, G. (2002) Design consideration of RO units: case studies. Desalination, 153: p. 281-286.

[22] Nicolaisen, B., (2002) Developments in membrane technology for water treatment. Desalination, 153: p. 355-360.

[23] Ebrahim, S., Abdel-Jawad, M., Bou-Hamad, S., and Safar, M., (2001) Fifteen years of R&D program in seawater desalination at KISR. Part I. Pretreatment technologies for RO systems. Desalination, 135: p. 141-153.

Gambar

Gambar 2. Proses membran nanofiltrasi [12]
Gambar 3. Filtrasi berbasis membran [12]
Gambar 1.  Unit ultrafiltrasi tanpa listrik [16]

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakteristik membran kitosan dengan membran kitosan-silika, mengetahui pengaruh penambahan massa

Dapat dilihat pada grafik, membran keramik dengan penambahan silika dibandingkan dengan penambahan karbon aktif, silika lebih menunjukkan penurunan.. Jurnal Teknik

Penggunaan membran hibrid polisulfon-lempung diharapkan dapat menaikkan pH, menurunkan warna dan menyisihkan senyawa organik dalam air gambut, sehingga memenuhi

Telah dilakukan penelitian pengaruh komposisi membran (persentase zeolit), siklus (waktu operasi) dan tekanan pada pengolahan limbah air asam tambang menggunakan teknologi

Karakterisasi sifat fisis membran, menunjukkan bahwa semakin besar penambahan silika semakin baik kualitas filtrasi membran karena sebaran butir silika yang dihasilkan

Membran distilasi dinilai memiliki banyak keunggulan dibandingkan proses lain diantaranya dari segi biaya, penggunaan energi yang lebih hemat dibandingkan teknologi

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pengaruh kinerja selulosa asetat terhadap kualitas air olahan Sungai Siak yaitu membran selulosa asetat mampu menurunkan kadar pengotor

TUGAS AKHIR Program Studi Teknik Kimia Jurusan Teknologi Industri dan Proses Institut Teknologi Kalimantan Balikpapan, 2019 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI MEMBRAN HOLLOW FIBER