• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. Pendahuluan. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. Pendahuluan. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Pada tahun 2012 pemerintah Selandia Baru meluncurkan sebuah semboyan turisme,“100% Middle-earth1, 100% Pure New Zealand”2. Semboyan merujuk pada serangkain film Lord of the Rings, yang memang selama beberapa tahun terakhir mendapat dukungan intensif dari pemerintah negara tersebut. Peristiwa ini semakin mengukuhkan Lord of The Rings sebagai nation branding Selandia Baru. Atau dengan kata lain, Selandia Baru memanfaatkan serangkaian film Lord of The Rings untuk memasarkan dirinya di dunia internasional. Dalam melaksanakan strategi Lord of the Rings sebagai nation branding, pemerintah Selandia Baru tidak segan-segan mengeluarkan jutaan dolar, bahkan mengubah peraturan yang berskala nasional. Besarnya dukungan Selandia Baru pada sebuah film inilah yang membuat isu ini menarik untuk dibahas lebih mendalam.

Lord of the Rings (LOTR)3 adalah serangkaian film yang dibuat berdasarkan novel karya J. R. R Tolkien yang pertama terbit pada tahun 19544. Sejak kemunculannya, novel ini mendapat sambutan yang cukup besar dari para pembaca. Pada masa itu, The London Sunday Times menyebutkan bahwa orang-orang di dunia akan terbagi atas 2 tipe, yaitu: “those who have read The Lord of

The Rings and those who are going to”5. Pada tahun 1960an, Amerika Serikat

      

1

Middle-earth adalah dunia fiksi yang diciptakan oleh J. R. R. Tolkien, di mana semua petualangan Lord of the Rings berlangsung.

2

Tourism New Zealand, Tourism New Zealand Unveils New 100% Middle-Earth, 100%

Pure New Zealand Campaign (Online), 23 Agustus 2012,

<http://www.tourismnewzealand.com/news-and-features/latest-tourism-news/2012/08/tourism-new-zealand-unveils-new-100percent-middle-earth-100percent-pure-new-zealand-campaign/>, diakses 1 Maret 2013.

3

Film Lord of the Rings yang dimaksud dalam skripsi ini adalah serangkaian film yang terdiri dari 3 sequel LOTR, serta film prequelnya, yaitu The Hobbit, yang juga terdiri dari 3 film.

4 National Geographic Society, Influences on The Lord of The Rings (Online), 1996, <http://www.nationalgeographic.com/ngbeyond/rings/influences.html>, diakses 5 Maret 2013.

5

New Line Productions, Taking on Tolkien: Peter Jackson Brings The Fantasy to Life

(Online), 2002, <http://www.lordoftherings.net/film/filmmakers/fi_pjack_tolkien.html>, diakses 5 Maret 2013.

(2)

mempertimbangkannya sebagai literatur klasik yang menjadi bacaan wajib para pemuda6. Puncaknya, novel ini diterjemahkan ke dalam sekitar 40 bahasa dan menempati posisi ketiga buku best seller dunia dengan penjualan mencapai lebih dari 150 juta copy7. Meski telah lama memperoleh kepopuleran, namun LOTR baru diangkat ke layar lebar pada tahun 2001, berkat keinginan keras seorang sutradara dari Selandia Baru, Peter Jackson.

Fenomena ini menarik untuk dilihat dari kacamata hubungan internasional karena menunjukkan bahwa negara tidak hanya fokus pada isu power dalam arti tradisional seperti kekuatan militer dan ekonomi saja, melainkan juga power non-tradisional. Power non-tradisional dalam konteks ini mengacu pada soft power yang didefinisikan oleh Joseph S. Nye sebagai “the ability to get what you want

through attraction rather than coercion or payment”8. Soft power sebuah negara

dapat diperoleh melalui 3 sumber utama, yaitu: kebudayaan, political value, dan kebijakan luar negeri9. Kebudayaan sendiri dapat dibagi menjadi 2 jenis, high culture dan popular culture. High culture antara lain berbentuk literatur, seni, dan pendidikan. Sementara popular culture terdiri dari bentuk-bentuk mass entertainment, salah satunya adalah film.

Soft power sangat penting bagi negara dengan kekuatan militer dan geopolitik yang lemah untuk dapat bersaing di dunia internasional. Sebagaimana yang dikatakan Victor Hugo, “ There is one thing stronger than all the armies in

the world, and this is an idea whose time has come”10. Konsep soft power

memberikan celah bagi semua negara untuk dapat memperoleh kepentingannya tanpa harus menggunakan kekuatan militer ataupun tekanan ekonomi. Selandia Baru yang secara geografis kurang strategis membutuhkan soft power yang kuat

      

6 Ibid., 7

Goodreads Inc, The Lord of the Rings Series (Online), 2013,

<http://www.goodreads.com/series/66175-the-lord-of-the-rings>, diakses 13 Maret 2013. 8 Joseph S. Nye, Soft Power: The Means to Success in World Politics, PublicAffairs, New York, 2004, p.x.

9

Joseph S. Nye, p. 11. 10

Simon Anholt, Competitive Identity: The New Brand Management for Nations, Cities, and

(3)

agar dapat bersaing dengan negara lain. Skripsi ini ingin melihat besarnya pengaruh film terhadap upaya membangun soft power sebuah negara.

Rumusan Masalah

Keputusan pemerintah Selandia Baru dalam menggunakan film Lord of the Rings sebagai strategi nation branding kemudian memunculkan dua pertanyaan;

1. Mengapa pemerintah Selandia Baru menggunakan Lord of the Rings sebagai nation branding?

2. Apa usaha pemerintah Selandia Baru dalam mengembangkan Lord of the Rings sebagai nation branding?

Landasan Konseptual Nation Branding

Nation branding adalah sebuah konsep yang mulai dicetuskan pada tahun 1990an oleh Simon Anholt. Pada intinya, nation branding adalah mengaplikasikan strategi marketing yang biasa digunakan oleh perusahaan pada sebuah negara. Dengan strategi marketing ini, negara dapat menciptakan dan mempromosikan self-image yang akan membedakan mereka dari negara lain. Dengan begitu mereka akan memperoleh reputasi di dunia internasional. Reputasi yang baik akan membuat negara lebih mudah dalam mencapai kepentingan nasionalnya, seperti yang dijelaskan Simon Anholt, “the reputations of countries function like the brand images of companies and that they are equally critical to the progress and

prosperity of those countries”11. Nation branding yang berhasil dapat memberi

keuntungan pada negara, antara lain: menarik wisatawan, merangsang investasi dan meningkatkan ekspor, meningkatkan stabilitas mata uang, membantu memulihkan kredibilitas dan pengaruh politik negara di dunia internasional, mendukung kerjasama internasional yang lebih kuat, serta mendukung nation       

11

(4)

building (dengan cara meningkatkan confidence, pride, harmoni, ambisi, dan

national resolve)12.

Kunci dari keberhasilan nation branding adalah keunikan. Sebuah negara harus dapat menciptakan image yang tidak dapat ditemukan di negara lain. Contohnya saja Perancis yang berhasil menciptakan image sebagai negara romantis, Italia sebagai pusat mode dunia, dan Jepang yang tersohor dengan kemajuan teknologinya. Pemerintah Selandia Baru kemudian memilih sebuah film, yaitu Lord of the Rings untuk menciptakan keunikan.

Mekanisme penggunaan film sebagai nation branding berkaitan erat dengan faktor keunikan dan sifat film yang kepopulerannya menyebar ke seluruh dunia. Sebuah negara harus dapat menciptakan image yang tidak dapat ditemukan di negara lain. Keputusan Pemerintah Selandia Baru untuk menggunakan film sebagai nation brandingnya didasarkan atas pertimbangan keunikan tersebut. Penggunaan lokasi-lokasi di Selandia Baru sebagai tempat syuting tidak dapat ditemukan di tempat lain. Selain itu, menurut Walaiporn Rewtrakunphaiboon, film dapat menjadi strategi yang baik bagi pemasaran sebuah lokasi karena film dapat memberikan ikatan emosional pada para penontonnya13. Lokasi yang digunakan dalam sebuah film akan memiliki cerita tersendiri, sehingga pengunjung tidak hanya menikmati keindahan alam, namun juga memperoleh pengalaman emosional. Ketika hal ini berlangsung dengan baik, tidak hanya turis yang akan datang, investor juga akan tertarik untuk menginvestasikan dananya.

Sifat film yang kepopulerannya dapat menyebar ke seluruh dunia juga memberikan keuntungan bagi promosi negara. Karena ketika film ini diputar di negara lain, ia membawa serta pesan promosi negara tersebut. Dengan begitu, kepopuleran negara dapat meningkat tanpa harus mengirimkan misi kebudayaan ke negara lain. Seiring dengan meningkatnya kepopuleran negara, soft power negara itu juga akan ikut berkembang.

      

12

Keith Dinnie, p. 17. 13

Walaiporn Rewtrakunphaiboon, Film-induced Tourism: Inventing a Vacation to a

Location, p. 2, <http://www.bu.ac.th/knowledgecenter/epaper/jan_june2009/pdf/Walaiporn.pdf>, diakses 21 Februari 2013.

(5)

Dalam penerapan nation branding, setiap negara menghadapi tantangan yang berbeda, sehingga mekanisme pengembangan nation branding setiap negara pun berbeda satu sama lain. Meski begitu, KM Lee berusaha menjelaskan tingkah laku negara-negara dalam mengembangkan nation branding melalui sebuah model mekanisme yang didasarkan atas model input-process-output, sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Kyung Mi Lee, Nation Branding and Sustainable Competitiveness of Nations; PhD Thesis, University of Twente, Netherlands, 2009, p. 75.

Melalui tabel di atas, dapat dilihat bahwa mekanisme nation branding yang dikembangkan oleh KM Lee fokus pada proses, dengan stereotype sebagai dimensi input. Stereotype di sini merujuk pada pengertian sebagai mekanisme yang digunakan oleh manusia untuk menyederhanakan sesuatu yang rumit14, salah satunya negara. Stereotype inilah yang nantinya akan berperan besar dalam pengembangan reputasi negara, yang merupakan tujuan utama nation branding.

Selanjutnya, dimensi proses dimulai dengan creating a nation brand vision (penentuan visi). Dalam mengembangkan nation branding, pemerintah harus menentukan visi jangka panjang, sehingga nation branding tidak hanya bersifat       

14

(6)

sementara, namun dapat berpengaruh dalam waktu yang lama. Kemudian visi ini harus didukung dengan setting a nation brand goal (penentuan tujuan). Jika visi berjangkan panjang, maka goal adalah tindakan jangka pendek yang bertujuan untuk mencapai visi. Setelah visi dan goal ditentukan, tahap selanjutnya adalah penentuan strategi. Dalam proses ini, pemerintah tidak hanya berperan mengembangkan strategi (developing a nation brand strategy), namun juga harus berperan dalam penerapan strategi tersebut (operating a nation brand strategy). Pemerintah harus menentukan sebuah strategi yang dapat memasarkan negara secara efektif dan efisien, serta bertahan dalam jangka waktu yang lama. Film adalah salah satu strategi yang dianggap paling efisien dan efektif. Karena film mudah menyebar ke seluruh dunia, sehingga dampaknya dapat sangat luas. Ketika sebuah film yang mengandung pesan promosi suatu negara diputar, maka secara tidak langsung penonton juga akan memperoleh pesan promosi dari negara itu.

Dari keseluruhan tahap dalam proses mekanisme nation branding, KM Lee menjelaskan bahwa pemerintah memiliki peran besar dalam 3 tahap, yaitu creating a nation brand vision, developing a nation brand strategy, dan operating a nation brand strategy. Secara garis besar, skripsi ini akan fokus pada tahap operating a nation brand strategy. Sehingga yang akan banyak dibahas adalah peran pemerintah Selandia Baru dalam mengaplikasikan strategi nation branding mereka, yaitu Lord of the Rings. Peran pemerintah akan dilihat dari apa saja kebijakan yang dikeluarkan, serta bagaimana pemerintah mengatasi masalah-masalah yang muncul.

Competitive Identity

Competitive Identity adalah istilah yang dicetuskan oleh Simon Anholt untuk menggambarkan penggabungan antara brand management dengan public diplomacy dan perdagangan, investasi, turisme, serta promosi ekspor. Competitive Identity adalah model baru untuk meningkatkan national competitiveness di dunia internasional15. Competitive identity penting bagi sebuah negara karena reputasi

      

15

(7)

negara dapat berpengaruh kuat pada bagaimana orang di dalam dan luar negara tersebut berpikir, bertindak, dan bereaksi terhadap apa yang dibuat dan apa yang terjadi di negara tersebut. Contohnya saja jika kita berhadapan dengan produk buatan Cina dan Jepang. Masyarakat yang mementingkan mutu produk biasanya akan memilih produk buatan Jepang. Hal ini dikarenakan Jepang memiliki reputasi yang baik terkait dengan barang buatan mereka. Di sisi lain, Cina lebih sering dikenal sebagai negara yang memproduksi barang-barang bermutu rendah.

Konsep dasar competitve identity dapat dilihat melalui hexagon di bawah ini16:

Dasar competitive identity adalah ketika pemerintah memiliki gambaran yang baik, jelas, dapat dipercaya, dan positif tentang apa sebenarnya negara mereka, what it stands for dan where it’s going. Negara harus mampu mengatur dan mengomunikasikan keenam aspek dalam hexagon, sehingga mereka dapat membuktikan dan memperkuat gambaran tersebut, kemudian mengembangkannya menjadi competitive national identity baik secara internal maupun external. Ketika negara memiliki competitive identity yang baik, maka negara tersebut akan memiliki kekuatan tambahan ketika bersaing di dunia internasional.

      

16

(8)

Nation branding adalah salah satu aspek penting dalam peningkatan competitive identity sebuah negara, terutama dalam pengembangan brand. Ketika brand telah tercapai, negara dapat menggunakannya untuk meningkatkan sektor lain di negara tersebut, karena competitive identity memiliki sifat seperti magnet:

attracts dan transfers magnetism to other objects17. ‘Attracts’ memiliki arti

bahwa competitive identity akan menarik banyak turis, konsumen, investor, bahkan respect dan attention bagi sebuah negara. ‘Transfers magnetism to other objects’ menjelaskan bahwa melalui sebuah objek yang menjadi branding, perhatian masyarakat dunia dapat ditarik untuk melihat objek-objek lain di negara tersebut. Dalam kasus Selandia Baru, pemerintah menarik perhatian dunia melalui film LOTR, dengan harapan di masa depan masyarakat dunia juga akan memperhatikan sektor lain di negara tersebut, seperti budaya tradisional, politik, ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya.

Argumen Utama

Melihat besarnya pengaruh film terhadap upaya membangun soft power, penulis berargumen bahwa penggunaan Lord of the Rings sebagai nation branding oleh Selandia Baru didasari motivasi untuk meningkatkan competitive identity di dunia internasional. Peningkatan Competitive identity dibutuhkan oleh Selandia Baru untuk membantu menyelamatkan perekonomian negara yang sedang melemah. Competitive identity yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan sektor pariwisata, serta dalam jangka panjang menarik lebih banyak investor. Dengan begitu perekonomian Selandia Baru dapat meningkat.

Peran pemerintah Selandia Baru kemudian akan dilihat melalui Mekanisme Model Nation Branding yang disampaikan oleh KM Lee. Dalam model tersebut ditegaskan bahwa untuk mengembangkan nation branding yang baik pemerintah harus berperan besar dalam 3 tahap mekanisme nation branding, yaitu pada tahap creating a nation brand vision, developing a nation brand       

17

(9)

strategy, dan operating a nation brand strategy. Penulis berargumen bahwa pemerintah Selandia Baru sudah cukup baik dalam keterlibatan mereka di tiga tahapan ini. Selandia Baru memiliki visi yang jelas, membuat kebijakan yang mendukung, serta terjun langsung dalam mengatasi hambatan yang muncul.

Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengaplikasikan metode kualitatif berupa pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka, yang terdiri dari literatur buku-buku, jurnal-jurnal, ataupun bentuk dokumentasi seperti artikel yang dianggap relevan dengan penelitian mengenai pemanfaatan LOTR sebagai nation branding Selandia Baru. Adapun data-data yang diperoleh tersebut akan dikompilasikan, dievaluasi maupun dianalisa untuk kemudian dituliskan dalam skripsi sebagai hasil dari penelitian yang elaboratif.

Organisasi Penulisan

Skripsi ini akan dibagi menjadi 4 bab, di mana bab I berisi Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, landasan konseptual, argumen utama, metode penelitian, serta organisasi penulisan.

Bab II akan menjawab pertanyaan pertama, yaitu mengapa pemerintah Selandia Baru menggunakan Lord of the Rings sebagai nation branding mereka. Bab ini akan dibagi dalam 2 sub-bab, yaitu: urgensi nation branding bagi Selandia Baru, serta keunggulan Lord of the Rings sebagai nation branding.

Bab III merupakan jawaban dari pertanyaan kedua, yakni peran pemerintah Selandia Baru dalam mekanisme nation branding. Bab ini akan dibagi menjadi 2 sub bab, di mana sub bab I akan membahas mengenai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Selandia Baru dalam mengembangkan LOTR sebagai nation branding. Kebijakan-kebijakan ini akan akan diurutkan berdasarkan urutan tahapan dalam Mekanisme Model Nation

(10)

Branding, yaitu creating a nation brand vision, developing a nation brand strategy, dan operating a nation brand strategy. Sub bab II akan membahas mengenai tantangan yang dihadapi pemerintah dan bagaimana mereka mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Skripsi akan ditutup dengan bab IV yang berisi kesimpulan dan pelajaran yang dapat dipetik dari pembahasan.

Referensi

Dokumen terkait

Karyawan akan melakukan segala cara (dedikasi) agar organisasi mampu mencapai kesuksesan. Dalam diri karyawan yang komitmennya tinggi terjadi proses identifikasi, adanya

Otot-otot yang tidak terlatih karena sesuatu sebab, karena suatu kecelakaan misalnya, akan menjadi lemah karena serabutnya mengecil (atropi), dan jika hal ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran berbasis masalah mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa terbukti pada kelas eksperimen diperoleh

Meskipun demikian, memang tidak semua hadis sebelum kenabian tersebut, dapat dijadikan sebagai referensi yuridis, karena sebagiannya ada yang murni historis dan

Dispersi tanah secara fisik oleh pukulan hujan berarti terlepasnya ikatan agregat tanah (struktur tanah) yang berarti pula mudah hanyut atau mudah terangkut bila

Penelitian ini memberikan indikasi bahwa akuntabilitas yang dimiliki oleh pegawai pada Kantor Inspektorat Aceh mempunyai dampak terhadap peningkatan kinerja instansi baik secara

(2010) melakukan pengukuran kadar prolaktin serum pada 20 orang pasien dengan psoriasis tipe plak sebelum dan sesudah terapi topikal dengan tacalcitol , didapatkan hasil

(2) Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja