• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYISIHAN RADIOSESIUM DARI AIR OLEH TANAMAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYISIHAN RADIOSESIUM DARI AIR OLEH TANAMAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam Mendukung Pembangunan Nasional

55

PENYISIHAN RADIOSESIUM DARI AIR OLEH TANAMAN

ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)

Neneng Nur Aisyah, Eko Susanto, Poppy Intan Tjahaja dan Putu Sukmabuana

Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Badan Tenaga Nuklir Nasional

Jl. Tamansari No. 71, Bandung, 40132

ABSTRAK

PENYISIHAN RADIOSESIUM DARI AIR OLEH TANAMAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes). Penelitian penyisihan radiosesium dari air oleh tanaman eceng gondok telah dilakukan

untuk mempelajari kemampuan tanaman mengakumulasi radiosesium sehingga radiosesium dapat disisihkan dari air. Tanaman eceng gondok ditumbuhkan pada media air yang mengandung 134Cs dengan aktivitas sebesar 2253,6 Bq (perlakuan 1), 3663,33 Bq (perlakuan 2), dan 11859,39 Bq (perlakuan 3) serta tanpa 134Cs (kontrol). Pengamatan dilakukan setelah tanaman berada dalam media air terkontaminasi radiosesium selama 2 jam, 4 jam, 6 jam, 1 hari, 5 hari , 7 hari dan seterusnya sampai 35 hari. Setiap kali pengamatan, diambil 3 individu tanaman eceng gondok beserta air sebanyak 100 mL dari masing-masing perlakuan. Eceng gondok dicuci, dipisahkan menjadi bagian daun, akar dan vakuola kemudian dikeringkan dan diukur menggunakan spektrometer gamma. Radioaktivitas 134Cs dalam tanaman dibandingkan dengan radioaktivitas 134Cs dalam air untuk memperoleh nilai rasio konsentrasi (CR) yang menyatakan kemampuan akumulasi tanaman. Hasil perhitungan CR memberikan nilai di atas rerata yang diberikan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) yaitu 121,07 L/kg; 64,13 L/kg dan 100,87 L/kg masing-masing untuk perlakuan 1, 2 dan 3. Nilai CR tertinggi untuk semua perlakuan dicapai pada hari ke 28. Nilai maksimum persen penyisihan perlakuan 1, 2 dan 3 masing-masing adalah sebesar 42,11 %; 76,81 % dan 89,24 %. Tingginya nilai CR dan persen penyisihan yang diperoleh menjadikan eceng gondok layak dipertimbangkan untuk digunakan dalam pemulihan perairan terkontaminasi radiosesium.

Kata kunci: eceng gondok, radiosesium, rasio konsentrasi

ABSTRACT

RADIOCESIUM REMOVAL FROM WATER BY WATER HYACINTH PLANTS (Eichornia crassipes). A research on radiocaesium removal from contaminated water using water hyacinth plants

has been conducted to study the accumulation capacity of the plants in removing radiocaesium from the water. Water hyacinth plants were grown in water containing 134Cs of 2253.6 Bq (treatment 1), 3663.33 Bq (treatment 2), and 11859.39 Bq (treatment 3) and without 134Cs (control). Radiactivity measurement were carried out after the plants were introduced to the radiocesium contaminated water for 2 hours, 4 hours, 6 hours, 1 day, 5 days, 7 days and up to 35 days. Three plants and three water samples of 100 mL were collected for each treatment. Each individual of water hyacinth was washed, separated into leaves, roots and vacuoles, then dried and measured using a gamma spectrometer. The 134Cs radioactivity in plants were compared with those in the water to obtain concentration ratio (CR) value expressing the accumulation capacity of the plant. The obtained CR values are above the average value given by the International Atomic Energy Agency (IAEA), i.e, 121.07 L /kg, 64.13 L/kg and 100.87 L/kg for treatments 1, 2 and 3, respectively. The highest CR value for all treatments were achieved at the day 28. Maximum value of removal percentage for treatment 1, 2 and 3 are 42.11%, 76.81% and 89.24%, respectively. The high value of CR and removal percentage obtained makes water hyacinth is worth to be considered in the remediation of contaminated waters with radiocesium.

(2)

56

1. PENDAHULUAN

Keberadaan reaktor nuklir dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak negatif dari teknologi terhadap lingkungan terutama apabila terjadi kecelakaan atau insiden yang menyebabkan terpaparnya bahan-bahan radioaktif ke lingkungan, misalnya radiosesium [1,2]. Zat radioaktif yang terpapar ke lingkungan dapat mencemari ekosistem, salah satunya adalah badan air. Salah satu cara penanggulangan pencemaran air yang sekarang banyak dikembangkan adalah dengan memanfaatan tanaman air yang dikenal dengan istilah fitoremediasi.

Tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Walaupun tanaman eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya tanaman ini berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok telah dilakukan dengan hasil diantaranya adalah dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing - masing sebesar 1,35 mg/g; 1,77 mg/g dan 1,16 mg/g bila logam-logam tersebut tak bercampur serta mampu menyerap Cd 1,23 mg/g; Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Penyerapan maksimal logam Cr sebesar 51,85% oleh eceng gondok terjadi pada pH 7 [3].

Tanaman Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat gandakan tanaman dua kali dalam waktu 7-10 hari. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba tahun 2003 melaporkan bahwa satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area seluas 7 m2 [3]. Pertumbuhan yang cepat ini menjadi salah satu pertimbangan untuk menggunakan eceng gondok dalam pemulihan perairan yang terkontaminasi radiosesium. Radiosesium merupakan salah satu radionuklida yang terpapar ke lingkungan apabila terjadi kecelakaan nuklir [2] dan termasuk golongan logam, namun data akumulasi radiosesium oleh eceng gondok masih jarang ditemukan sehingga penelitian penyisihan radiosesium oleh tanaman eceng gondok perlu dilakukan.

Penelitian penyerapan 134Cs oleh eceng gondok pernah dilakukan TJAHAJA PI [4] untuk konsentrasi 134Cs sebesar 10 Bq/mL. Hasilnya memperlihatkan dalam waktu lima hari aktivitas sesium dalam air sudah banyak berkurang. Pada penelitian ini penyerapan 134Cs dalam berbagai konsentrasi oleh tanaman eceng gondok diuji pada waktu pengamatan yang lebih singkat yaitu 2 jam, 4 jam, 6 jam, 1 hari, 5 hari , 7 hari dan seterusnya sampai 35 hari.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya sesium dalam air yang dapat disisihkan oleh tanaman eceng gondok yang dinyatakan sebagai nilai rasio konsentrasi dan persen penyisihan. Selain itu ingin diketahui juga lama waktu yang paling optimum bagi tanaman eceng gondok untuk menyerap dan mengakumulasi radiosesium secara maksimal sehingga nantinya dapat diaplikasikan untuk pemulihan kawasan perairan yang tercemar radiosesium.

2. TATA KERJA 2.1. Alat dan Bahan

Pada penelitian ini digunakan bak berkapasitas lebih kurang 300 L air, pot dari paralon berukuran diameter 11,5 cm dan tinggi 35 cm sebanyak 105 buah, gunting dan penggaris untuk preparasi sampel tanaman eceng gondok, botol plastik ukuran 200 mL untuk menampung sampel air, neraca digital dengan ketelitian 0,01 gram, oven untuk pengeringan sampel, dan spektrometer gamma dengan detektor NaI(Tl) yang terhubung dengan Single Channel Analyzer (SCA) digunakan untuk mengukur aktivitas radiosesium dalam sampel. Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman eceng gondok, air PDAM, larutan

134CsNO

3 dengan konsentrasi 508772,5 Bq/mL dan

aluminium foil untuk wadah sampel.

2.2. Cara Kerja

Tanaman eceng gondok diperoleh dari berbagai kolam atau sawah di daerah sekitar Bandung. Tanaman dipilih yang berukuran kecil dan masih muda, kemudian ditempatkan di dalam bak adaptasi selama 1 minggu sebelum digunakan untuk penelitian. Sementara itu, 90 pot diisi air sebanyak 1 L kemudian ditambahkan larutan

134CsNO

3 dengan konsentrasi 508772,5 Bq/mL

dan ditambah lagi air sampai volumenya menjadi 2300 mL. Dibuat 3 variasi konsentrasi 134Cs dalam 2300 mL air, yaitu 2253,6 Bq (perlakuan 1), 3663,33 Bq (perlakuan 2), dan 11859,39 Bq (perlakuan 3), masing – masing sebanyak 30 pot.

(3)

57

Untuk kontrol disiapkan 15 pot berisi 2300 mL air tanpa penambahan larutan 134CsNO3 (perlakuan

kontrol).

Tanaman eceng gondok yang telah mampu beradaptasi dengan kondisi tempat penelitian dipilih yang ukurannya seragam kemudian dipindahkan ke dalam setiap pot yang telah disediakan. Pengamatan dilakukan pada waktu 2 jam, 4 jam, 6 jam, 1 hari, 5 hari , 7 hari dan seterusnya sampai 35 hari. Setiap kali pengamatan, diambil 3 individu tanaman eceng gondok beserta media air sebanyak 100 mL dari masing-masing pot perlakuan. Setiap sampel tanaman dicuci dengan air yang mengalir kemudian dipisahkan menjadi bagian daun, akar dan vakuola selanjutnya ditimbang. Bagian-bagian tanaman tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC sampai diperoleh berat kering tetap, kemudian radiosesium dalam sampel tanaman eceng gondok dan sampel air diukur menggunakan spektrometer gamma dengan detektor NaI(Tl) yang terhubung dengan

Single Channel Analyzer (SCA) selama 1 menit

sebanyak 3 kali pengulangan.

Data pengukuran yang diperoleh berupa laju cacah diolah menjadi data aktivitas, konsentrasi

134

Cs dalam tanaman dan air, rasio konsentrasi (CR) dan persen penyisihan 134Cs dari air oleh tanaman eceng gondok. CR diperoleh dengan membandingkan konsentrasi 134Cs dalam tanaman eceng gondok dengan konsentrasi 134Cs dalam air, sedangkan persen penyisihan ditentukan dari perbandingan antara selisih aktivitas 134Cs awal dalam media air dan aktivitas 134Cs sisa dalam media air dengan aktivitas 134Cs awal dalam media air.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambungan, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut [5]. Oleh karena itu setiap bagian tanaman eceng gondok mempunyai kemampuan mengakumulasi 134Cs dengan konsentrasi yang berbeda-beda sesuai fungsinya. Gambar 1 menyajikan distribusi konsentrasi 134Cs dalam bagian tanaman eceng gondok dari perlakuan 1. Terlihat bahwa konsentrasi tertinggi 134Cs terdapat pada bagian akar.

Akar merupakan bagian tanaman eceng gondok yang bersinggungan langsung dengan air yang terkontaminasi 134CsNO3 menyebabkan

radiosesium yang terdapat dalam media air

menempel pada akar. Selain itu sifat ionik 134Cs di dalam air menyebabkan 134Cs mudah terserap oleh akar bersama-sama dengan unsur lain (zat makanan tanaman) sehingga akumulasi 134Cs di dalam akar pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan akumulasi 134Cs pada bagian lainnya.

Gambar 1. Distribusi konsentrasi 134Cs dalam bagian eceng gondok dari perlakuan 1.

Setelah 134Cs dan unsur lainnya dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya mengikuti alur metabolisme tanaman zat makanan termasuk sesium harus diangkut ke bagian tanaman lainnya (daun dan vakuola) untuk pemanfaatan selanjutnya. Radionuklida 134Cs memiliki kemiripan sifat dengan unsur K sehingga akan sampai ke daun karena unsur K berperan penting dalam proses fotosintesis. Tanaman eceng gondok mempunyai daun yang bulat, tekstur seperti kulit yang kuat, dan permukaan atas yang hidrofobik untuk menjaga agar tidak basah [6] yang memberikan keleluasaan untuk menyerap air melalui transpirasi dari daun sehingga menyebabkan akumulasi 134Cs dalam daun.

Vakuola merupakan bagian tanaman eceng gondok yang berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan makanan. Dari penelitian ini diperoleh distribusi konsentrasi radiosesium dalam bagian tanaman eceng gondok secara berurutan dari yang tertinggi adalah akar, daun dan terakhir vakuola sedikit berbeda dengan pernyataan SHUTEs [7] yang menyatakan bahwa tingkat konsentrasi logam berat dalam jaringan tanaman adalah sebagai berikut: akar > rizoma > daun. Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya perbedaan tanaman dan atau desain yang digunakan untuk penelitian.

Data akumulasi 134Cs dalam tanaman ditampilkan pada Gambar 2. Sejak pengambilan sampel pertama yaitu pada jam ke 2 diperoleh data konsentrasi tanaman eceng gondok dari tidak terdeteksi menjadi 2,29 Bq/gram (perlakuan 1); 6,1 Bq/gram (perlakuan 2) dan 40,22 Bq/gram (perlakuan 3). Semakin lama waktu pengambilan

(4)

58

sampel semakin tinggi konsentrasi 134Cs yang terakumulasi dalam tanaman eceng gondok.

Gambar 2. Rerata penyerapan 134Cs oleh tanaman untuk perlakuan 1, 2 dan 3 terhadap waktu.

Akumulasi konsentrasi 134Cs dalam eceng gondok terus meningkat dan mengalami puncaknya pada hari ke 21 untuk perlakuan 2 yaitu sebesar 27,57 Bq/gram, pada hari ke 28 untuk perlakuan 1 dan 3 masing-masing sebesar 80,56 Bq/gram dan 53,22 Bq/gram. Setelah hari ke 21 konsentrasi tanaman eceng gondok pada perlakuan 2 mengalami penurunan sedangkan pada perlakuan 1 dan 3 mengalami penurunan setelah hari ke 28. Ini menunjukan bahwa pada waktu tersebut penyerapan 134Cs oleh tanaman eceng gondok sudah tidak sebanding dengan pertambahan biomassa tanaman.

Pada penelitian ini media air yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman eceng gondok adalah air PDAM yang ditambah larutan 134CsNO3

dengan berbagai variasi aktivitas yaitu 2253,6 Bq; 3663,33 Bq dan 11859,39 Bq serta kontrol. Selama penelitian (35 hari) telah dilakukan 10 kali pengambilan dan pengukuran radiosesium dalam sampel air sehingga diperoleh data seperti yang diperlihatkan pada kurva penurunan aktivitas 134Cs dalam air dari ketiga perlakuan selama penelitian (Gambar 3).

Gambar 3 menunjukan aktivitas 134Cs dalam air selama penelitian mengalami fluktuasi dan memiliki kecenderungan terus mengalami penurunan sejalan dengan pertambahan akumulasi

134Cs di dalam tanaman eceng gondok. Pada akhir

penelitian (hari ke 35) dari ketiga perlakuan semua aktivitas 134Cs yang tersisa dalam air berkisar antara 1228 Bq s.d 1398 Bq. Media air perlakuan 1 mengalami penurunan aktivitas 134Cs dari 2253,6 Bq menjadi 1228,51 Bq, perlakuan 2 mengalami penurunan aktivitas dari 3663,33 Bq menjadi 1397,75 Bq dan perlakuan 3 mengalami penurunan aktivitas dari 11859,39 Bq menjadi 1283,77 Bq. Data perlakuan 1 dan 2 selama penelitian mengalami penurunan aktivitas yang tidak terlalu

besar apabila dibandingkan dengan perlakuan 3. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan serapan tanaman eceng gondok terhadap unsur di dalam media tanam sesuai dengan besar konsentrasi unsur yang terkandung di dalam media [8] dan mengindikasikan bahwa semakin besar konsentrasi logam dalam media tanam maka semakin besar pula konsentrasi logam yang dapat diserap sampai batas maksimum dimana pada kondisi maksimum kenaikan aktivitas tidak lagi menyebabkan kenaikan penyerapan [9].

Dari ketiga perlakuan, data penurunan aktivitas 134Cs tertinggi di dalam air terjadi pada perlakuan 3 yaitu pada hari ke tiga puluh lima sebesar 89,18%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan penurunan aktivitas 134Cs dalam air terjadi pada hari ke lima belas yaitu dari aktivitas sebesar 4,63 MBq menjadi sebesar 0,09 MBq atau sebesar 98,06% [4]. Kemungkinan hal ini terjadi karena faktor besarnya konsentrasi awal radiosesium dalam media air dan kemampuan tumbuhan untuk mengakumulasi logam / unsur pada tiap individu tanaman yang berbeda [8].

Gambar 3. Rerata penurunan aktivitas 134Cs dalam air terhadap waktu dari perlakuan 1, 2 dan 3.

Nilai konsentrasi 134Cs dalam tanaman eceng gondok dibandingkan dengan nilai konsentrasi

134Cs yang tersisa dalam air dan diperoleh nilai

rasio konsentrasi. Selama 35 hari pengamatan, dari ketiga perlakuan diperoleh nilai rasio konsentrasi tertinggi terjadi pada hari ke 28 masing – masing secara berurutan perlakuan 1, 2 dan 3 sebesar 121,07 L/kg; 64,13 L/kg dan 100,87 L/kg. Nilai rasio konsentrasi yang tinggi menunjukan bahwa pada waktu tersebut tanaman sedang mengakumulasi radiosesium dalam jumlah yang optimal sehingga radiosesium yang tertinggal dalam air berkurang dalam jumlah yang signifikan dibandingkan sebelumnya. Menurut data dari

International Atomic Energy Agency (IAEA) rerata

rasio konsentrasi 134Cs dari air ke tanaman air adalah 9,7 L/kg, nilai minimal sebesar 1,9 L/kg

(5)

59

dan maksimal sebesar 3300 L/kg [10]. Hasil penelitian membuktikan bahwa tanaman eceng gondok mempunyai kemampuan yang besar dalam menyerap dan mengakumulasi radiosesium dalam tubuhnya (Gambar 4).

Gambar 4. Kurva sebaran rasio konsentrasi 134Cs pada eceng gondok dari perlakuan 1, 2 dan 3.

Besarnya aktivitas 134Cs dalam air yang disisihkan oleh eceng gondok dapat dilihat dari kurva persen penyisihan 134Cs seperti diperlihatkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Persen penyisihan aktivitas 134Cs dalam air dari ketiga perlakuan terhadap waktu.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa penurunan aktivitas yang paling besar terjadi pada media air perlakuan 3, hal ini ditunjukan oleh persen penyisihan yang terbesar terjadi pada hari ke 35 yaitu sebesar 89,24 %. Tanaman eceng gondok merupakan salah satu tanaman hiperakumulator yang tahan terhadap akumulasi logam sampai kadar yang mematikan [8]. Selama pengamatan secara visual, tanaman eceng gondok dalam pot perlakuan 3 (aktivitas sesium tertinggi) tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan penyerapan berlangsung normal. Tidak kurang dari 40% aktivitas 134Cs dalam air dapat disisihkan selama penelitian. Perlakuan 1 dan 2 mampu menyisihkan maksimal

berturut-turut sebesar 42,11 % dan 76,81% pada hari ke 28, sedangkan untuk perlakuan 3 maksimal menyisihkan sesium pada hari ke 35 sebesar 89,24%.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tanaman eceng gondok memiliki nilai rasio konsentrasi yang tinggi, melebihi nilai minimal dan rerata data dari IAEA untuk ketiga perlakuan, yaitu 121,07 L/kg; 64,13 L/kg dan 100,87 L/kg pada hari ke 28. Tanaman eceng gondok mampu menyisihkan radiosesium dari air sampai dengan 89,24 %. Jadi tanaman eceng gondok dapat dipertimbangkan sebagai salah satu fitoremediator lingkungan perairan tawar seperti danau atau waduk yang tercemar radiosesium.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdri. Aneu, Bapak Widanda dan Bu Juni yang telah membantu dalam penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. GLASSTONE, S., “Nuclear Power And It‟s Environmental Effects, American Nuclear Society, United States of America (1981). 2. LIPUTAN 6, Zat radioaktif terdeteksi di laut,

Available:

http://berita.liputan6.com/read/325712/zat_radi oaktif_terdeteksi_di_laut, diakses 11-06-2011. 3. PASARIBU, G. dan SAHWALITA.

Pengolahan eceng gondok sebagai bahan baku kertas seni, Makalah Utama pada Ekspose Hasil-Hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan, Padang (2006).

4. TJAHAJA P.I,, dkk., Studi awal fitoremediasi lingkungan perairan tawar: Penyerapan radiosesium oleh tanaman eceng gondok (Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 2003), BATAN, Yogyakarta (2003) 192.

5. PRIYANTO, B. dan PRAYITNO, J.

“Fitoremediasi Sebagai sebuah Teknologi Pemulih Pencemaran, Khususnya Logam Berat”

Available:http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflor

(6)

60

6. GUNTENSPERGEN, G.R., STEARN, F.,

AND KADLEC, J.A., “Wetland Vegetation”,

HAMMER, D.A., ed., Constructed Wetlands for Wastewater Treatment. Municipal, Industrial and Agricultural, Lewis Publishers, Michigan (1989) 73-88.

7. SHUTES, R.B., ELLIS, J.B., REVITT,

D.M., AND ZHANG, T.T., “The Use of

Thypa latifolia for heavy metal pollution

control in urban wetlands”, In MOSHIRI, G.A., Constructed Wetlands for Water Quality Improvement, Lewis Publishers, Boca Raton, Florida, (1993) 533.

8. EDDY, S. “The Ability of Water Hyacinth as Phytoremediation Agens of Lead

Contamination water”

Available:http://jurnalilmupertanian.blogspot.c om/2011/01/tumbuhan-lahan-basah-sebagai-pembersih.html, diakses 31-03-2011.

9. GREGER, M. Uptake of nuclides by plants, Department of Botany, Stockholm University. Technical report TR - 04 – 14. Svensk Kärnbränslehantering AB Swedish Nuclear Fuel and Waste Management Co, Stockholm, Sweden (2004).

10. IAEA, “Handbook of Parameter Values for The Prediction of Radionuclide Transfer in Terrestrial and Freshwater Environments”, Technical Report Series No. 472. IAEA, Vienna, (2010).

7. DISKUSI Irawan Sugoro:

Apakah tahap selanjutnya setelah radiosesium diakumulasi oleh eceng gondok?

Neneng Nur Aisyah:

Selama ini eceng gondok dilimbahkan, belum ada perlakuan lebih lanjut. (Drs. Putu Sukmabuana, M.Eng):

Tujuan fitoremediasi adalah untuk mengekstraksi cemaran oleh tanaman, setelah itu tanaman diperlakukan sebagai limbah radioaktif dan dikelola dengan cara volumenya diperkecil yaitu dengan dibakar.

Lela Lailatul K.:

1. Apakah ada karakter tertentu untuk tanaman yang dapat dipakai untuk pemulihan perairan terkontaminasi radisesium?

2. Dari hasil yang diperoleh, tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) layak digunakan untuk fungsi tersebut. Apa yang menyebabkan eceng gondok dapat digunakan sebagai penyisihan radiosesium dari air?

3. Apakah berkaitan dengan komponen „x‟ (metabolit sekunder) yang ada pada suatu tanaman (dalam hal ini eceng gondok)?

Neneng Nur Aisyah:

1. Untuk radiocesium secara spesifik tidak ada, tanaman yang dijadikan tanaman penelitian untuk fitoremediasi radiocesium biasanya berdasarkan kemampuan tanaman tersebut dalam menyerap logam berat secara umum, sehingga penelitian ini perlu dilakukan secara berkesinambungan.

2. Eceng gondok layak, karena:

a. Dari hasil penelitian diperoleh rasio konsentrasi (CR) yang tinggi, di atas nilai minimal CR untuk tanaman air (ref:IAEA)

b. Pertumbuhannya sangat cepat dan pertambahan biomassanya besar

c. Nilai persen penyerapannya sangat besar; mampu mengakumulasi radiocesium dalam jumlah besar (dipengaruhi kemampuan eceng gondok dalam menyerap air)

d. Dengan 3 aktivitas radiocesium yang kami gunakan, terbukti tidak ada gejala stress atau kematian terhadap eceng gondok tersebut (toleran terhadap kontaminan)

e. Penanganan limbahnya dengan memperkecil volume eceng gondok

3. Penyerapan radiocesium oleh eceng gondok tidak berkaitan dengan metabolit sekunder, tapi dikarenakan kemiripan unsure Cs dengan unsur K yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam proses fotosintesis (metabolism primer) walaupun mungkin unsure tersebut (Cs) tidak digunakan pada proses metabolism. Cs di dalam air, tersedia dalam bentuk ion. Tanaman eceng gondok bersentuhan langsung dengan Cs, Cs menempel di akar eceng gondok dan ada yang terserap langsung masuk ke dalam jaringan tanaman eceng gondok karena proses metabolisme. Cs terus bergerak menuju jaringan tanaman sesuai dengan proses metabolisme, sehingga Cs bisa ditemukan pada akar (yang paling banyak), daun dan vakuda.

Gambar

Gambar 1. Distribusi konsentrasi  134 Cs dalam bagian  eceng gondok dari perlakuan 1.
Gambar  2.  Rerata  penyerapan  134 Cs  oleh  tanaman  untuk perlakuan 1, 2 dan 3 terhadap waktu
Gambar  4.  Kurva  sebaran  rasio  konsentrasi  134 Cs  pada eceng gondok dari perlakuan 1, 2 dan 3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan nilai Indeks LG pada tingkat kepentingan sebesar 4,49, yang artinya bahwa menurut pakar untuk memiliki daya saing SMEs cokelat bean to

Penggunaan pemodelan berbasis video dibantu dengan folder belajar dapat secara efektif digunakan untuk melatih kejelasan berbicara pada pengucapan fonem dan kata

Taggart (1998) mengadopsi dari Suranto, 2000; 49, model ini menggunakan sistem spiral yang dimulai dari rencana, tindakan, pengamatan, refleksi dan perencanaan kembali

Dalam hal ini agen memiliki akses ke informasi yang lebih luas dibandingkan prinsipal, hal inilah yang mengakibtkan adanya ketidak seimbangan informasi yang dimiliki

Telah dibuat sebuah sistem irigasi tanaman otomatis menggunakan wireless sensor network dengan 2 node , 1 router dan 1 server yang dapat berkomunikasi antar modul

Berdasarkan wawancara dengan informan (guru MY) dan observasi kelas masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahan ajar menulis teks nonfikdi berbasis pendekatan genre berdasarkan velidasi ahli, penilaian guru, dan respon siswa memperoleh persentase

Judul Proposal Skripsi : Realisasi Prinsip Kesopanan pada Wacana Politik dalam Acara “Rosi” Di Kompas TV dan Implikasinya dalam KI dan KD Di Sekolah Menengah