• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSPLORASI MINERAL LOGAM DENGAN METODE INDUKSI POLARISASI DAERAH MEKAR JAYA - CIDOLOG, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSPLORASI MINERAL LOGAM DENGAN METODE INDUKSI POLARISASI DAERAH MEKAR JAYA - CIDOLOG, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI MINERAL LOGAM DENGAN METODE INDUKSI POLARISASI DAERAH MEKAR JAYA - CIDOLOG, KABUPATEN SUKABUMI

JAWA BARAT Sapto Heru Yuwanto

Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

INTISARI

Penelitian menggunakan metode geofisika resistivitas dan induksi polarisasi (IP) kawasan waktu (time domain) dengan masing – masing parameter pengukuran adalah tahanan jenis batuan dan chargeability batuan. Pengambilan data lapangan menggunakan konfigurasi elektroda dipole – dipole dengan panjang lintasan pengukuran 250 m yang berjumlah 14 lintasan. Hasil penelitian dan interpretasi terpadu dari beberapa lintasan, berdasar data anomali resistivitas daerah telitian tersusun oleh batuan yang telah mengalami alterasi (ubahan), alterasi argilik dan alterasi propilitik dicirikan dengan nilai resistivitas < 100 Ohm.m dan alterasi silisifikasi dicirikan dengan nilai resistivitas > 200 Ohm.m. Berdasarkan data anomali chargeability secara horizontal penyebaran alterasi – mineralisasi mengikuti arah dugaan vein sesuai dengan arah sebaran singkapan geologi permukaan yang secara umum berarah Barat Laut (NW) – Tenggara (SE), daerah potensi mineralisasi ditandai dengan nilai chargeability > 100 M.sec.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya alam yang melimpah, salah satunya adalah sumber daya mineral logam yang dimanfaatkan untuk bahan material industri seperti bijih besi, tembaga, alumunium, timbal, nikel dan seng dan untuk perhiasan seperti emas dan perak. Pada saat ini kebutuhan pasar akan mineral logam mengalami peningkatan, sehingga diperlukan keseimbangan antara kebutuhan pasar dengan produksi mineral logam. Produksi mineral logam juga harus didukung dengan ketersediaan bahan galian mineral logam yang tersedia di alam, sehingga diperlukan kegiatan eksplorasi untuk melokalisir daerah – daerah yang memiliki potensi bahan galian mineral logam.

Kegiatan eksplorasi awal yang dilakukan di daerah telitian adalah kegiatan eksplorasi geologi. Eksplorasi geologi dilakukan untuk mengetahui informasi awal tentang potensi keberadaan cebakan mineral logam yang ada di permukaan pada daerah telitian berdasar pada jenis litologi batuan dan singkapan urat kuarsa yang membawa mineral logam. Eksplorasi lanjutan yang dilakukan adalah eksplorasi geofisika untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan data anomali geofisika yang terukur. Pada penelitian ini eksplorasi geofisika menggunakan metode resistivitas dan induksi polarisasi (IP) karena metode tersebut efektif dan efisien untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan yang berkaitan dengan mineralisasi hidrothermal dan batuan intrusi.

Penelitian dengan menggunakan metode resistivitas dan induksi polarisasi (IP) dengan masing – masing parameter tahanan jenis dan chargeabilitas batuan digunakan untuk pendekatan model geologi bawah permukaan dengan korelasi data pendukung data geologi permukaan daerah telitian.

Penelitian ini berada di daerah Mekar Jaya, dengan batas koordinat UTM X = 7040000 – 7060000 dan Y = 9191000 – 9192500. Secara administratif Daerah

(2)

Mekar Jaya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi mineralisasi bawah permukaan dan membuat pendekatan model geologi berdasarkan data anomali resistivitas dan induksi polarisasi (IP) daerah telitian.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

TINJAUAN GEOLOGI

A. Endapan Hidrothermal

Sistem hidrotermal didefinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (50° - >5000C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervariasi di bawah permukaan bumi. Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu sumber panas dan fase fluida (larutan). Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding (wall rock) menjadi tidak stabil dan cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru, yang dikenal sebagai ubahan (alteration) hidrotermal. Endapan mineral hidrotermal dapat terbentuk karena sirkulasi fluida hidrotermal yang melindi (leaching), mentransport, dan mengendapkan mineral – mineral baru sebagai respon terhadap perubahan fisik maupun kimiawi (Pirajno, 1992, dalam Sutarto, 2004).

Alterasi merupakan perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam keadaan padat) karena adanya pengaruh Suhu (T) dan Tekanan (P) yang tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia yang menghasilkan mineral lempung (clay), kuarsa (silica), oksida atau sulfida logam. Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, berbeda dengan metamorfisme yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air meteorik (meteoric water) untuk dapat mengubah komposisi mineralogi batuan. Semua mineral bijih yang terbentuk sebagai mineral ubahan pada fase ini disebut sebagai endapan hidrotermal.

Menurut Linggren (1933) fase endapan hidrotermal dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan temperatur, tekanan dan kondisi geologi pada saat pembentukannya yaitu : endapan hipotermal, endapan mesotermal dan endapan epitermal.

White dan Hedenguist (1995) membagi sistem epitermal menjadi dua tipe

(3)

sulphidation) dan sulfida tinggi (high sulphidation). Pembagian tersebut juga dapat

berdasarkan alterasi dan mineraloginya sehingga kadang – kadang dua tipe ini disebut sebagai tipe acid sulphate (sulfida tinggi) dan adularia sericite (sulfida rendah).

B. Geologi Regional Jawa Barat

Fisiografi Jawa Barat menurut Van Bemmelen, 1949 dibagi ke dalam empat zona fisiografi yaitu : Dataran Pantai Jakarta menempati bagian Utara Jawa Barat, Zona Bogor menempati sebelah selatan Dataran Pantai Jakarta memanjang dari arah barat ke timur melalui Kota Bogor, Purwakarta dan Bumiayu (Jawa Tengah), Zona Bandung merupakan zona depresi antar gunung (Intermountain Depression) memanjang dari arah Barat – Timur dan Pegunungan Selatan Jawa Barat berada pada bagian selatan Jawa Barat yang merupakan deretan Pegunungan memanjang dari arah Barat ke Timur.

Stratigrafi Jawa Barat oleh Soejono M, 1984 dikelompokan berdasarkan sedimen pembentuknya dibagi menjadi 3 (tiga) mandala sedimentasi yaitu :

 Mandala Paparan Kontinen

Mandala Paparan Kontinen dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok batuan yaitu: Pertama kelompok batuan metamorf berumur Jura – kapur yang diterobos oleh intrusi granit yang berumur Kapur – Eosen Awal, Kedua batuan vulkanik Formasi Jatibarang berumur Kapur Akhir – Eosen dan Ketiga batuan sedimen yang berumur Miosen Awal., Mandala Cekungan Banten dan Mandala Cekungan Bogor.

 Mandala Cekungan Banten

Mandala ini mempunyai dua kelompok batuan yakni batuan beku dan batuan sedimen. Kelompok tertua adalah breksi dan lava Cikotok yang dianggap sebagai Formasi Jatibarang. Satuan kedua adalah Formasi Bayah yang berumur Oligosen terdiri dari batupasir kuarsa konglomeratan dengan sisipan lempung dan batubara di bagian atas. Formasi berikutnya adalah Formasi Cimapag yang terdiri dari breksi andesit dengan fragmen gamping mekanisme pengendapannya adalah aliran gravitasi. Satuan ini seumur dan sebanding dengan Formasi Jampang di Mandala Cekungan Bogor.

 Mandala Cekungan Bogor

Satuan batuan ini ditutupi oleh Formasi Cileutuh yang terdiri dari lempung pasir dengan sisipan breksi yang diendapkan dalam kondisi laut dalam. Formasi Cileutuh ini ditutupi oleh Formasi Bayah secara tidak selaras ditutupi oleh Formasi Batuasih dan bersilang jari dengan Formasi Rajamandala. Formasi Rajamandala ditutupi oleh Formasi Citarum dan secara selaras ditutupi oleh Formasi Saguling yang umumnya berupa breksi yang berumur Miosen Tengah.

Struktur geologi Jawa Barat Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan citra indera (citra landsat) daerah Jawa Barat diketahui adanya banyak kelurusan bentang alam yang diduga merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah Barat – Timur, Utara – Selatan, Timur Laut – Barat Daya

(4)

dan Barat Laut – Tenggara. Secara regional struktur sesar berarah Timur Laut – Barat Daya dikelompokan sebagai Pola Meratus, sesar berarah Utara – Selatan dikelompokan sebagai Pola Sunda dan sesar berarah Barat – Timur dikelompokan sebagai Pola Jawa.

Struktur sesar dengan arah Barat – Timur umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi. Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat ada tiga struktur regional yang memegang peranan penting yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis dan Sesar Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Van Bemmelen (1949) dan diduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.

C. Geologi Daerah Telitian

Geomorfologi daerah telitian dibagi menjadi 2 satuan yaitu: Satuan Perbukitan bergelombang Sedang (D1) menempati 70% area telitian dengan

penyebarannya hampir merata di bagian timur Daerah Telitian mempunyai beda elevasi 110 – 160 meter dpl dengan kemiringan sebesar 200 – 400

. Litologi pada daerah ini didominasi oleh satuan batupasir dan batulempung yang pada umumnya ditempati oleh penduduk (perkampungan), area persawahan dan perkebunan dan satuan batuan beku dan piroklastik yang telah mengalami alterasi dan oksidasi dan lapisan alluvial. Satuan Perbukitan Sesar (S1) menempati 30% area telitian

mempunyai beda elevasi 160 – 210 meter dpl dengan kemiringan sebesar 450 – 750

dan banyak di jumpai struktur sesar diantaranya sesar naik dan sesar mendatar geser kiri. Litologi pada daerah ini didominasi oleh batuan beku dan batuan piroklastik yang telah mengalami alterasi dan oksidasi.

Stratigrafi daerah telitian terdiri dari Formasi Jampang (Tmjp), Porfiri Cilegok (Tmcs) dan Formasi Bentang (Tmbp). Struktur geologi dan kedudukan batuan berdasarkan penampang terukur sehingga pembagian stratigrafi daerah telitian disusun oleh Formasi Bentang (Tmbp) terdiri atas Satuan Batupasir sisipan karbonatan yang diperkirakan berumur Miosen Akhir, Formasi Jampang (Tmjp) terdiri atas Satuan Batuan Piroklastik, Lava Andesit yang diperkirakan berumur Miosen Awal dan Formasi Porfiry Ciegok (Tmcs) terdiri atas Batuan Intrusi Andesit yang diperkirakan berumur Miosen Awal.

Struktur geologi daerah telitian secara umum dikontrol oleh adanya kekar – kekar yang secara umum berkedudukan N 44o E / 80o dan N 140o E / 80o. Kekar – kekar ini sebagian besar tersisi oleh urat – urat (vein) kuarsa dengan ukuran 30 – 100cm. Pada daerah telitian dijumpai sesar mendatar geser kiri dengan arah sesar N 182o E dan dijumpai sesar naik dengan arah kedudukan N 130o E. Pola struktur pada daerah telitian mengontrol terjadinya proses mineralisasi hal ini ditandai dengan adanya urat – urat kuarsa yang mengisi kekar – kekar pada zona tersebut.

Alterasi (ubahan) yang dijumpai pada daerah telitian (konsesi IUP) diantaranya adalah alterasi silisik (silisifikasi), alterasi argilik (argilisasi) dan alterasi propilitik (kloritisasi). Mineralisasi pada daerah telitian, mineral logam yang hadir pada umumnya adalah mineral kalkopirit, galena, pirit, sphalerit yang dijumpai pada batuan yang teralterasi yang terdapat pada urat – urat kuarsa yang mengisi rekahan dan pada batuan alterasi tersebut (wall rock). Alterasi propilitik dan alterasi argilik penyebarannya hampir mendominasi area telitian. Secara umum sulit untuk dibuat batas antara alterasi propilitik dan alterasi argilik akan tetapi pembagiannya didasarkan pada kelimpahan dari masing – masing mineral utamanya. Alterasi silisik penyebarannya hanya sebagian kecil menempati area telitian. Alterasi propilitik dan

(5)

argilik pada batuan lava andesit mempunyai ciri – ciri abu – abu keputihan, massif – lunak, mineral yang dijumpai mineral klorit, kaolin dan mineral lempung lainnya dan mineral logam yang hadir pirit dan kalkopirit. Alterasi argilik pada batuan diorit dicirikan oleh warna putih abu – abu terang oleh penyebaran mineral lempung, dijumpai juga beberapa mineral klorit, mineral logam yang hadir adalah mineral kalkopirit, pirit dan sedikit galena. Alterasi argilik pada batuan andesit dicirikan oleh warna abu – abu keputihan, dijumpai mineral kaolin dan klorit, mineral logam yang hadir adalah mineral pirit dan kalkopirit. Alterasi propilitik pada batuan diorit dicirikan oleh warna abu – abu merah kehijauan, mineral logam yang hadir adalah mineral pirit, kalkopirit dan galena. Alterasi propilitik pada batuan andesit dicirikan oleh warna abu – abu kehijauan, dijumpai mineral klorit dan mineral kaolin, mineral logam yang hadir adalah mineral kalkopirit, pirit, bornite dan malakit.

(6)

TINJAUAN GEOFISIKA

Penelitian geofisika yang pernah dilakukan berkaitan dengan endapan emas sistem epitermal adalah penelitian yang dilakukan oleh Amazon (1940). Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat dengan target berupa zona mineralisasi logam. Hasilnya selalu menunjukkan respon yang khas yaitu zona mineralisasi sering berkaitan dengan respon IP tinggi dan resistivitas rendah. Penelitian tersebut memberikan beberapa kesimpulan antara lain :

 Zona Alterasi argilik secara umu memiliki ciri – ciri resistivitas rendah – sedang yang disebabkan oleh adanya mineral lempung berasosiasi dengan IP sedang – tinggi.

 Zona Alterasi propilitik secara umu memiliki ciri – ciri resistivitas tinggi karena adanya mineral klorit berasoisasi dengan IP sedang – tinggi.

 Zona Alterasi silisifikasi secara umum memiliki ciri – ciri resistivitas sedang – tinggi karena kekompakkan batuan dan mineral silika berasosiasi dengan IP yang sedang.

Selain itu, penelitian geofisika yang berkaitan dengan endapan emas sistem epitermal juga pernah dilakukan oleh R.G. Allis (1990) dan Irvine dkk, yang dipublikasikan dalam jurnal Geophysical Exploration For Ephitermal Gold Deposits (1990). Hasil penelitian tersebut memberikan beberapa kunci untuk interpretasi data resistivitas dan IP pada sistem epitermal. Secara singkat diuraikan sebagai berikut :

 Alterasi argilik menghasilkan mineral lempung dan zeolit dengan kapasitas tukar kation (KTK) yang besar. Karena KTK besar maka zeolit akan melakukan penggantian (replacement) feldspar dan piroksen dengan mineral lempung. Hal tersebut mengakibatkan adanya penurunan nilai resistivitas. Penurunan nilai resistivitas ini sangat tergantung pada kandungan mineral lempung pada zona argilik tersebut.

 Pada sistem geotermal aktif, salinitas dan temperatur juga merupakan faktor yang sangat penting yang dapat mengakibatkan penurunan resistivitas. Studi pada batuan hasil alterasi hidrotermal menunjukkan bahwa kenaikan temperatur menyebabkan penurunan resistivitas secara eksponensial.

Berdasarkan penelitiannya, R.G. Allis (1990) menyimpulkan bahwa pada daerah argilik – propilitik, resistivitas cenderung rendah kemudian pada zona argilik lanjut (advanced argillic) lebih rendah lagi.

 Kehadiran mineral – mineral sulfida pada zona argilik menyebabkan IP pada daerah argilik sangat tinggi. Dengan demikian pada eksplorasi menggunakan metode IP, zona argilik ditandai dengan adanya kenaikan nilai IP.

 Pada zona silisifikasi, terjadi kenaikan resistivitas secara signifikan, oleh karena itu urat kuarsa dan zona alterasi silisik (silisifikasi) diidentifikasi dengan tingginya resistivitas pada daerah terukur.

METODE PENELITIAN

A. Metode Pengukuran

Dalam penelitian ini digunakan pengukuran resistivitas dan induksi polarisasi kawasan waktu (time domain). Parameter yang terukur (tercatat) pada metode ini adalah nilai resistivitas (tahanan jenis) pada batuan dan nilai

(7)

chargeabilitas pada batuan. Parameter – parameter yang terukur tersebut digunakan untuk mengetahui variasi nilai resistivitas batuan dan variasi nilai chargeabilitas batuan pada daerah telitian untuk dicocokan dengan data geologi permukaan.

Konfigurasi elektroda yang digunakan pada pengukuran ini adalah konfigurasi dipole – dipole. Konfigurasi ini dapat memberikan gambaran baik secara lateral maupun vertikal sampai kedalaman tertentu yang terbagi dalam beberapa lapisan semu (lapisan pengamatan yang besarnya tergantung jarak elektroda).

B. Metode Pengolahan Data

Pada penelitian ini data resistivitas dan chargeabilitas yang terukur di lapangan dilakukan pemodelan geofisika dengan menggunakan komputer, dengan bantuan perangkat lunak (software) Res2DInv. Hasil pemodelan geofisika dengan perangkat lunak Res2DInv adalah model penampang inversi 2D untuk resistivitas dan chargeabilitas. Penampang inversi ini menggambarkan keadaan bawah permukaan dalam bentuk penampang 2D, penampang inversi resistivitas dan penampang inversi chargeabilitas. Metode inversi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil (least square). Untuk proses penyempurnaan (editting) penampang inversi 2D resistivitas dan chargeabilitas menggunakan perangkat lunak Surfer.

(8)

C. Metode Interpretasi Data

Pada penelitian ini Interpretasi penampang resistivitas dan chargeabilitas dilakukan tiap lintasan geofisika dengan korelasi (pencocokan) data geologi permukaan daerah telitian. Interpretasi pada penelitian menggunakan interpretasi terpadu secara kuantitatif dan kualitatif.

 Interpretasi Kuantitatif

Interpretasi ini berdasarkan data resistivitas dan chargeabilitas yang terukur di lapangan dan kemudian di lakukan pemodelan inversi menggunakan perangkat lunak Res2DInv. Hasil keluarannya adalah penampang inversi 2D variasi nilai resistivitas dan chargeabilitas pada tiap lintasan geofisika.

 Interpretasi Kualitatif

Interpretasi ini berdasarkan model penampang inversi 2D variasi nilai resistivitas dan chargeabilitas yang dikorelasikan dengan data geologi permukaan daerah telitian, digunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan.

INTERPRETASI TERPADU PENAMPANG 2D

Data – data hasil pengukuran diperlukan untuk membantu interpretasi hasil perhitungan data geologi permukaan yang telah diselidiki. Dalam eksplorasi bahan tambang tidak semua hasil penyelidikan lapangan memberikan hasil yang memuaskan, oleh karena itu seluruh kegiatan penyelidikan mulai dari geologi, geokimia, geofisika dan pemboran sangat diperlukan sebagai perbandingan dan penunjang antara penyelidikan yang satu dengan penyelidikan yang lainnya.

Analisis dan pengolahan data IP dengan parameter ukur nilai chargeabilitas batuan, nilai chargeabilitas merupakan indikator adanya kehadiran mineral logam pada suatu batuan, makin besar nilai chargeabilitas yang terukur mengindikasikan zona tersebut makin besar deposit mineral logam atau disebut juga zona potensi mineralisasi. Pada daerah telitian nilai chargeabilitas terukur memiliki rentang 0 – 850 M.sec, dapat diklasifikasikan dalam 3 zona mineralisasi yaitu :

1. Zona mineralisasi lemah

Memiliki rentang nilai chargeabilitas < 100 M.sec. 2. Zona mineralisasi sedang

Memiliki rentang nilai chargeabilitas 100 – 300 M.sec 3. Zona mineralisasi kuat

Memiliki rentang nilai chargeabilitas > 300 M.sec

Analisis dan pengolahan data resistivitas dengan parameter ukur nilai resistivitas batuan, nilai resistivitas merupakan suatu parameter ukur untuk

(9)

mengetahui besarnya tahanan jenis (daya hambat) suatu medium dalam mengalirkan arus listrik, makin besar nilai resistivitas mengindikasikan zona tersebut terdapat litologi batuan yang sangat kompak (massif) yang sukar untuk mengalirkan arus listrik. Pada daerah telitian litologi permukaan banyak dijumpai batuan yang telah mengalami alterasi, alterasi yang dominan dijumpai adalah alterasi proplitik dan alterasi argilik dan beberapa alterasi silisifikasi. Pada alterasi propilitik dan alterasi argilik didominasi oleh mineral – mineral lempung dan mineral klorit sehingga struktur batuannya menjadi lunak dan banyak terisi oleh air, menyebabkan nilai resistivitas menjadi rendah, apabila banyak dikelilingi oleh deposit mineral logam maka nilai resistivitas akan semakin rendah. Nilai resistivitas yang terukur pada daerah telitian memiliki rentang 0 – 3.000 Ohm.m, dapat dibuat klasifikasi litologi batuan daerah telitian yaitu :

1. Lapisan penutup (Soil) dan batuan teralterasi kuat

Memiliki rentang nilai resistivitas < 100 Ohm.m yang terdiri dari soil, pasir lepas, lempung, kerikil dan batuan teralterasi kuat.

2. Satuan batuan batupasir

Memiliki rentang nilai resistivitas 50 hingga 150 Ohm.m yang terdiri dari pasir lempungan, batupasir karbonatan dan batupasir halus hingga kasar.

3. Satuan batuan piroklastik dan batuan breksi

Memiliki rentang nilai resistivitas 150 hingga 500 Ohm.m, batuan piroklastik terdiri atas tuff, lapili tuff dan lava andesit dan batuan breksi.

4. Satuan batuan intrusi

Memiliki rentang nilai resistivitas > 500 Ohm.m, terdiri atas batuan intrusi yang masih kompak (massif) dan masih segar.

Penampang 2D variasi nilai resistivitas dan chargeabilitas yang dihasilkan, disatukan dalam sebuah peta penampang 2D variasi nilai resistivitas dan peta penampang 2D variasi nilai chargeabilitas. Pada peta penampang 2D variasi nilai resistivitas menunjukan bahwa daerah telitian didominasi oleh nilai resistivitas yang cenderung rendah < 150 Ohm.m, ini menunjukan bahwa daerah telitian sebagian besar susunan batuannya telah banyak mengalami alterasi (ubahan) dan alterasi yang dominan dijumpai dipermukaan adalah alterasi propilitik dan alterasi argilik yang didominasi oleh mineral lempung sehingga nilai resistivitas akan cenderung menurun (rendah), pada beberapa zona terdapat nilai resistivitas yang sedang hingga tinggi < 200 Ohm.m diinterpretasikan sebagai batuan yang kompak yang diduga dekat dengan batuan intrusi dan juga batuannya teralterasi silsisifikasi sehingga meningkatkan nilai resistivitas.

Pada peta penampang 2D variasi nilai chargeabilitas menunjukan terdapat zona – zona potensi mineralisasi > 100 M.sec yang relatif mengikuti arah sesar atau kekar umum yang diduga fluida hidrothermal yang keluar mengikuti jalur kekar pada batuan mengendapkan mineral – mineral logam pada batuan dinding dan juga pada urat – urat (vein) kuarsa, arah sesar atau kekar umum relatif berarah Barat Laut (NW) – Tenggara (SE).

(10)

Gambar 4. Penampang 2D Resistivitas

(11)

Gambar 6. Peta zona potensi mineralisasi

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di Daerah Mekar Jaya – Cidolog, Kabupaten Sukabumi ini adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan data anomali resistivitas dan chargeabilitas penyebaran alterasi yang diikuti dengan pengendapan mineral logam pada arah vertikal mencapai kedalaman 40 meter (n=4), sedangkan pada arah horisontal penyebaran alterasi – mineralisasi mengikuti arah dugaan vein yang mengisi jalur – jalur kekar (rekahan) batuan yang sesuai dengan arah sebaran singkapan geologi permukaan yang secara umum berarah Barat Laut (NW) – Tenggara (SE).

(12)

2. Berdasarkan data anomali resistivitas, daerah telitian terususn atas batuan yang telah teralterasi kuat sebagian besar teralterasi propilitik dan argilik yang dicirikan dengan nilai resistivitas < 100 Ohm.m, zona batuan intrusi andesit dan diorit serta zona alterasi silisifikasi dicirikan dengan nilai resistivitas > 200 Ohm.m.

3. Penentuan zona potensi mineralisasi menggunakan data anomali

chargeabilitas (IP) efektif dalam memberikan respon yang positif terhadap anomali yang disebabkan oleh mineralisasi, daerah telitian zona potensi mineralisasi dicirikan dengan nilai chargeabilitas > 100 M.sec.

4. Pendekatan model geologi bawah permukaan dilakukan dengan menggunakan

data anomali resistivitas dan chargeabilitas (IP) dikorelasikan dengan data geologi permukaan, didapatkan model geologi yang sesuasi dengan kondisi geologi daerah telitian.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen., R.W. van. 1949. The Geology of Indonesia. General Geology of

Indonesian and Adjacent Archipelago. The Huge : Government Printing

Office.

Djoko Santoso, (2002), Pengantar Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung. Dobrin, Milton B., Savit, Carl H. 1988. Induced Polarization In Introduction to

Geophysical Prospecting, 4thEdition, pp 837-842. United States of America

: McGraw-Hill Company

Edward, L.S., 1977. Induced Polarization, In Introduction of Minning Geophysics, Vol.I. Lecture Notes, Develop Rangon Ars and Sciences University.

Koesoemadinata., R.P. 2000. Geologi Eksplorasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung

Lindgren, W.W., 1933. Mineral deposits. John Wiley & Sons, New York.

Loke, M.H., 2004. Tutorial : 2-D and 3-D Electrical Imaging Surveys. www.geoelectrical.com

Lowrie, William. 2007. Fundamentals of Geophysics Second Edition. Cambridge University Press.

Martodjojo., S. 1984. Evolusi Cekungan Bogor, Jawa Barat. Desertasi Doktor. Jurusan Geologi ITB (Tidak diterbitkan).

Paranis, D. S. 1997. Principles of Applied Geophysics Fifth Edition. Chapman & Hall.

Pulunggono., A., dan Martodjojo., S. 1994. Perubahan Tektonik Paleogen-Neogen

Merupakan Peristiwa Tektonik Terpenting di Jawa. Proceeding Geologi dan Geotektonik Palau Jawa Sejak Akhir Mezoik Hingga Kuater. Teknik Geologi

UGM. Yogyakarta.

Sukamto, RAB, 1975. Peta Geologi Lembar Jampang dan Balekambang, Jawa. Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan Republik Indonesia. Cetakan Kedua Edisi 1990.

Tim Eksplorasi Geologi UPN. 2011. Laporan Eksplorasi Geologi Daerah Mekar

Jaya, Cidolog, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta (Tidak diterbitkan).

Telford, W. M. & Geldart, L. P. & Sherift, R. E. 1990. Applied Geophysics Second

Edition. Cambridge University Press.

White, N.C., & Hedenquist, J.W., 1995. Epithermal gold deposits : Styles,

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian
Gambar 2.  Peta Geologi daerah telitian
Gambar 3. Peta lintasan Pengukuran
Gambar 4. Penampang 2D Resistivitas
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perhitungan statistik dari unsur logam dalam conto tanah, menunjukkan adanya anomali Au terutama menempati bagian timur yang berhubungan dengan mineralisasi