15
LANDASAN TEORI
2.1 Variabel Penelitian
Pada perancangan ini, topik yang di ambil adalah sustainable dimana desain akan lebih fokus terhadap penerapan balkon pada bangunan apartemen. Penerapan balkon ini bertujuan untuk menghalangi radiasi panas matahari masuk ke dalam ruangan dan memasukan pencahayaan alami sebanyak mungkin. Untuk itu dapat disusun suatu variabel yaitu
•Variabel independen : Radiasi panas matahari dan pencahayaan alami •Variable dependen : Desain balkon dan efisiensi energi
•Variabel kontrol : Suhu di dalam ruangan.
2.2 Definisi
Pada penelitian kali ini terdapat beberapa definisi atau pengertian yang akan menjadi acuan dalam perancangan apartemen.
2.2.1 Definisi Perancangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia III 815, Perancangan adalah mengatur atau menata sesuatu dengan keinginan. Beda halnya dengan Departemen Pendidikan Nasional 927 yang mengatakan perancangan sebagai proses, cara, dan perbuatan merancang.
2.2.2 Definisi Apartemen
Menurut buku Apartments:Their Design and Development, (1967 : 6), apartemen didefinisikaan sebagai
“....the apartment is the background for a series of emotional experience. It should be a relaxing haven from the tensions of earning a living, from noise and worry and strain. It should provide beauty, convinience, security, and privacy for the family living in it.”, yang berarti apartemen adalah dasar atau sarana untuk serangkaian pengalaman emosi. Apartemen harus menjadi tempat dimana penghuni dapat merasakan relaks setelah aktivitas bekerja, serta bebas dari kebisingan, kecemasan, dan tekanan.
Menurut Pasal 1 UURS no. 20 tahun 2011, apartemen atau rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Apartemen berdasarkan ketinggian bangunannya menurut buku Apartments:Their Design and Development (1967 : 44 - 47) adalah, • Apartemen Low-rise
Apartemen ini memiliki ketinggian antara 2 – 4 lantai. Apartemen ini dapat dibagi lagi menjadi beberapa tipe yaitu :
- Ketinggian bangunan mencapai 2 - 3 lantai
- Tiap unit hunian memiliki teras dan balkon tersendiri
- Umumnya terletak di daerah pinggiran kota dengan kepadatan yang rendah (maksimal 30 keluarga per hektar)
- Memiliki banyak ruang terbuka hijau dan tempat parkir yang dekat dengan bangunan
- Antara bangunan satu dengan bangunan lain terdapat ruang terbuka pemisah yang cukup luas
o Row house, townhouse atau maisonette, memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Ketinggian bangunan mencapai 1 - 2 lantai
- Antara bangunan satu dengan lainnya saling berdempetan atau bahkan saling berbagi tembok pembatas yang sama
- Ruang terbuka yang ada hanya berupa halaman depan dan halaman belakang yang sempit pada setiap massa bangunannya - Umumnya dibangun pada daerah dengan kepadatan sedang
(antara 35-50 unit per hektar) • Apartemen Mid-rise
Apartemen ini memiliki ketinggian mencapai 4 - 8 lantai. • Apartemen High-rise
Apartemen tipe ini memiliki ketinggian diatas 8 lantai. Tipe apartemen ini pada umumnya merupakan apartemen untuk golongan menengah keatas karena biasanya dibangun di daerah yang memiliki keterbatasan lahan dan harga lahannya mahal serta biaya konstruksi bangunannya cukup mahal. Apartemen ini biasanya berlokasi di
tengah kota dan cukup dekat ke pusat bisnis. Pada dasarnya para pembeli/penyewa apartemen ini bertujuan untuk mendapatkan pemandangan lingkungan sekitar tanpa terhalang bangunan lain.
Ada 3 macam apartemen berdasarkan golongan ekonomi penghuninya menurut buku Apartments:Their Design and Development (1968 : 42-43) yaitu:
• Apartemen golongan bawah • Apartemen golongan menengah • Apartemen mewah
Perbedaan dari ketiga jenis apartemen ini hanya terletak pada ukuran ruang pada tiap unit hunian serta fasilitas yang disediakan oleh apartemen tersebut. Semakin besar ukuran unit dan semakin banyak fasilitas yang tersedia, semakin mahal harga per unit apartemen tersebut.
Menurut Akmal (2007), klasifikasi pada apartemen berdasarkan tipe unitnya ada empat, yaitu:
• Studio
Unit apartemen yang hanya memiliki satu ruang dan bersifat multifungsi, yaitu sebagai ruang duduk, kamar tidur dan dapur yang semula terbuka tanpa partisi. Satu-satunya ruang yang terpisah biasanya hanya kamar mandi. Apartemen tipe studio memiliki luasan yang relatif kecil. Tipe ini biasanya dihuni oleh satu orang atau pasangan tanpa anak. Luas minimal 20-35 m2.
• Apartemen 1, 2, 3 Kamar / Apartemen Keluarga
Pembagian ruang apartemen ini mirip rumah biasa yaitu memiliki kamar tidur terpisah serta ruang duduk, ruang makan, dapur yang
terbuka dalam satu ruang atau terpisah. Luas apartemen ini sangat beragam tergantung ruang yang dimiliki serta jumlah kamarnya. Luas minimal untuk satu kamar tidur adalah 25 m2, 2 kamar tidur 30 m2, 3 kamar tidur 85 m2, dan 4 kamar tidur 140 m2.
• Loft
Loft adalah bangunan bekas gudang atau pabrik yang kemudian dialihfungsikan menjadi apartemen. Caranya adalah dengan menyekat-nyekat bangunan besar ini menjadi beberapa hunian. Keunikan apartemen adalah biasanya memiliki ruang yang tinggi, mezzanine atau dua lantai dalam satu unit. Bentuk bangunannya pun cenderung berpenampilan industrial. Beberapa pengembang kini menggunakan istilah loft untuk apartemen dengan mezzanine atau dua lantai tetapi dalam bangunan yang baru, bukan bekas pabrik. Sesungguhnya ini salah kaprah karena kekhasan loft justru pada konsep bangunan bekas pabrik dan gudangnya.
• Penthouse
Unit hunian ini berada dilantai paling atas sebuah bangunan apartemen dan memiliki luasan yang lebih besar daripada unit-unit di bawahnya. Bahkan kadang-kadang satu lantai hanya ada satu atau dua unit saja. Selain lebih mewah, penthouse juga sangat privat karena memiliki lift khusus untuk penghuninya. Luas minimumnya 300 m2.
2.2.3 Pengertian Balkon
Dalam tabloid Hunianku (2011) menyatakan bahwa pengertian balkon adalah sebangsa langkan atau serambi atas, atau disebut juga
sebagai teras pada lantai atas untuk bangunan bertingkat, selain itu juga bisa berarti tempat duduk yang letaknya di tingkat atas, biasanya terdapat di samping kiri dan kanan maupun belakang yang menghadap ke panggung sebuah gedung kesenian atau gedung opera atau bioskop.
Menurut Rasantika M. Seta (2009), balkon pada bangunan memiliki 8 fungsi yaitu:
1. Balkon sebagai perluasan ruang, dikarenakan letaknya berada tepat di samping ruang dalam.
2. Balkon memperlebar pandangan, dikarenakan balkon memiliki jendela pandang yang lebih luas sehingga dapat menjadi tempat yang tepat untuk menikmati pemandangan di sekitar.
3. Balkon sebagai penegas level lantai
4. Balkon sebagai elemen percantikan, dengan adanya balkon, tampilan fasad dapat menjadi lebih menarik.
5. Balkon menambah tinggi nilai desain sebuah bangunan dan organisasi ruangnya.
6. Balkon menjadi ungkapan selera pemilik atau penghuninya.
7. Balkon mereduksi dampak iklim, berfungsi untuk melindungi ruang di bawahnya dari radiasi panas matahari.
8. Balkon sebagai penanda atau pembeda rumah dari rumah lainnya.
2.2.4 Pengertian Sustainable
Laporan dari KTT Dunia (2005) menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.
Menurut Brundtland Report dari PBB, (1987) Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.
Dalam World Commission on Environment and Development, Our Common Future, pp. 4, Oxford University Press, New York (1987), membahas bahwa sustainable adalah, Sustainable development is development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generation to meet their own needs, yang berarti pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
2.2.5 Pengertian Hemat Energi
Energi untuk pembangunan berkelanjutan bisa dicapai dengan menyediakan akses universal dalam mendapatkan berbagai macam sumber energi yang efektif dan hemat biaya, serta dapat digunakan untuk kebutuhan maupun keinginan yang berbeda di berbagai negara dan wilayah. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah penggunaan energi yang paling besar haruslah melalui sumber energi yang dapat diperbaharui, peningkatan dalam efisiensi penggunaan energi, serta lebih memilih penggunaan teknologi yang hemat energi. Kebijakan yang berkaitan dengan energi untuk pembangunan berkelanjutan ini bertujuan untuk
menjawab berbagai macam permasalahan yang muncul pada perkembangan ekonomi dan sosial serta memfasilitasi managemen yang bertanggung jawab atas sumber daya lingkungan. (Commision on Sustainable Development. 2002).
Menurut Hawkes Dean (2002), Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau produktivitas penghuninya.
Office of Technology Assesment (OTA) tentang Building Energy Efficiency (1992) menyatakan bahwa penggunaan energi pada bangunan di masa yang akan datang akan dikemudikan oleh perubahan teknologi. Penggunaan energi juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, perubahan jumlah anggota keluarga, perubahan gaya hidup, dan pola migrasi/perpindahan penduduk.
Satwiko (2005) memaparkan bahwa perancangan ventilasi, pencahayaan, dan akustika adalah salah satu cara mengusahakan agar bangunan-bangunan kita tidak saja indah, namun juga sehat dan nyaman.
2.2.6 Pengertian Iklim Tropis dan Radiasi Matahari
Indonesia merupakan negara beriklim tropis basah dikarenakan berada di sekitar garis ekuator. Menurut Lippsmeier dalam bukunya yang berjudul Bangunan Tropis (1997 : 1) menyatakan ciri-ciri daerah tropis basah yaitu:
• Radiasi matahari relatif tinggi 1500-2500 kwh/m2/tahun. (Jakarta ± 1800 kwh/m2/tahun)
• Curah Hujan (dan tidak merata sepanjang tahun) sekitar 2000-3000 mm/tahun, Jakarta ± 2000 mm/tahun atau ± 160 mm/bulan
• Suhu udara relatif tinggi 23° C – 33 °C dengan perbedaan suhu harian, bulanan, dan tahunan relatif kecil ≤ 10 °C
• Kelembapan udara tinggi (Jakarta 60-95%) • Kecepatan angin relatif rendah (Jakarta 5m/s)
Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2013), matahari tepat berada di equator pada tanggal 23 Maret dan 22 September. Sekitar April-September matahari berada di utara ekuator, dan pada Oktober-Maret matahari berada di selatan ekuator. Pada akhir bulan Juni sampai awal bulan Juli, matahari berada di titik balik utara, dimana kemiringannya dapat mencapai 23,5° ke arah utara. Pada akhir bulan Desember sampai awal bulan Januari, matahari berada di titik balik selatan, dimana kemiringannya dapat mencapai 23,5° ke arah selatan. Sehingga pada waktu-waktu tertentu, Indonesia akan menerima radiasi matahari dari arah utara dan juga selatan.
Menurut Asyari D. Yunus (2010), radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnet atau paket-paket energi (photon) yang dapat merambat sampai jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan medium. Sehingga kesimpulannya radiasi matahari adalah proses perpindahan sinar atau panas matahari melalui gelombang elektromagnet atau paket-paket energi (photon) yang
dapat merambat sampai yang sangat jarak jauh tanpa memerlukan interaksi dengan medium.
Menurut Voogt (2002), Urban heat island menyebabkan suhu di area perkotaaan menjadi lebih tinggi dari pada di sekitarnya. Hal ini dikarenakan tingginya gas rumah kaca serta lahan terbangun dimana radiasi panas matahari terjebak di dalamnya yang menyebabkan temperatur di area tersebut meningkat.
2.3 Teori dan Kaitannya dengan Permasalahan
Menurut Mohammad Arif Kamal dalam A Study on Shading of Buildings as A Preventive Measure for Passive Cooling and Energy Conservation in Buildings (2010) menyatakan bahwa bangunan mengkonsumsi banyak energi untuk penggunaan teknologi demi menciptakan kenyamanan thermal di dalam ruangan. Dengan semakin langkanya sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan mahalnya penggunaan teknologi energi non konvensional menyebabkan perlunya kesadaran akan desain bangunan hemat energi. Gedung dapat mendinginkan suhu ruang secara pasif di dalamnya dengan berbagai macam pendekatan desain, salah satunya penggunaan bagian dari bangunan sebagai shading. Penggunaan shading dapat berfungsi sebagai penghalang sinar matahari secara langsung sehingga radiasi panasnya dapat diminimalisir dan suhu dalam ruangan menjadi turun. Dengan adanya pemanfaatan bagian bangunan sebagai shading ini, energi yang digunakan pun dapat menjadi lebih efisien. Dalam studinya, penelitian ini membahas tentang berbagai macam teknik penggunaan bagian dari bangunan sebagai shading yang dapat digunakan sehingga dapat mendinginkan suhu ruang di dalamnya secara pasif.
Dalam penelitian ini juga, dengan pemanfaatan shading secara efisien, beban penggunaan teknologi pendingin ruangan dapat dikurangi sampai sekitar 7%. Hal ini juga dinyatakan oleh Irfandi dalam Pengaruh Iklim dalam Perancangan Arsitektur (2012), yaitu perancangan suatu bangunan haruslah mengikuti dan mempertimbangkan kondisi iklim di sekitar untuk menciptakan kenyamanan, kenikmatan, dan keselamatan penghuni di dalamnya. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pencegahan, perlindungan, dan penyesuaian desain gedung terhadap kondisi iklim di sekitar.
Di Jakarta banyak sekali bangunan, khususnya apartemen yang tidak di desain dengan pertimbangan iklim, salah satunya radiasi matahari. Padahal radiasi matahari di wilayah tropis khususnya di Jakarta sangatlah tinggi. Radiasi matahari berlebihan yang masuk ke dalam ruang dapat menaikan suhu di dalamnya. Penggunaan teknologi pendingin ruangan pun dilakukan sehingga konsumsi energi menjadi meningkat. untuk itu diperlukan suatu desain pada bangunan yang dapat menahan radiasi matahari. Salah satu desain yang dapat digunakan adalah penggunaan bagian dari bangunan sebagai shading.
Dalam konteks penggunaan bagian dari bangunan sebagai shading, penelitian Gon Kim, Wonwoo Kim, dan Jeong Tai Kim dalam Role of Healthy Light to Embody Healthy Buildings (2009) menyatakan bahwa balkon dapat menjadi suatu solusi desain yang baik dalam menghalangi masuknya radiasi matahari secara langsung. Selain dapat digunakan sebagai penghubung ruang dalam dan luar, balkon bisa menjadi desain shading yang baik dan multi fungsi. Tetapi di Korea, banyak penghuni yang ingin memperluas ruang dalam dengan memotong atau menghilangkan luasan balkonnya, sehingga sinar matahari masuk ke dalam ruangan tanpa penghalang. Akibatnya selain
penggunaan energi untuk pendingin ruangan semakin meningkat, juga mengurangi kenyamanan visual yang dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan para penghuni.
Kebanyakan apartemen di Jakarta juga tidak memiliki penghalang radiasi matahari pada tiap bukaannya, sehingga panas dari matahari secara langsung masuk ke dalam ruangan yang mengakibatkan naiknya suhu atau temperatur di dalamnya. Dalam konteks ini, tampaknya desain balkon dapat menjadi solusi yang baik, karena selain dapat digunakan sebagai penghalang radiasi matahari, juga memiliki fungsi yang lebih banyak dan lebih baik dari pada kanopi biasa.
Seperti yang diketahui, panas matahari yang di terima ruangan bisa secara langsung maupun tidak langsung. Untuk panas secara tidak langsung disebabkan karena adanya efek rumah kaca, bertambah banyaknya lahan yang terbangun, dan semakin sedikitnya lahan hijau, sehingga muncullah efek heat island. Menurut P. Shahmohamadi, A. I. Che-Ani, A. Ramly, K. N. A. Maulud, dan M. F. I. Mohd-Nor dalam studi Reducing Urban Heat Island Effects: A Systematic Review to Achieve Energy Consumption Balance (2010) menyatakan bahwa dengan munculnya efek heat island memberikan dampak terhadap penggunaan energi pada bangunan. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan desain yang dapat meminimalisir efek heat island pada bangunan agar tercipta efisiensi energi.
Dalam hal ini, perancangan balkon pada apartemen perlu mendapat perhatian khusus, karena balkon sebagai penghalang radiasi akan terkena panas matahari secara langsung. Untuk itu diperlukan pertimbangan desain terhadap balkon yang dapat menghalangi radiasi matahari tetapi tidak menyimpan panas di dalamnya, karena panas tersebut bisa merambat ke dalam ruangan.
Salah satu solusi penanganan tersebut dapat menggunakan green roof pada balkon. Penerapan green roof ternyata mampu mereduksi efek heat island. Menurut S.N.Wijerathne dan R.U.Halwatura dalam The Impact of Green Roofs on Urban Heat Island Effect (2011) menyatakan bahwa efek heat island sebagian besar disebabkan karena adanya penyimpanan panas matahari di dalam material-material buatan manusia pada bangunan. Area area hijau di daerah perkotaan sebagian besar sudah ditutupi oleh beton. Dalam menanggapi permasalahan tersebut, ternyata green roof memiliki peranan yang penting sebagai solusi berkelanjutan dalam meminimalisir efek heat island. Dengan diminimalisirnya efek heat island, maka suhu di sekitarnya pun menjadi turun. Dalam penelitiannya, suhu udara di sekitar green roof turun sebesar 1,5° C. Dengan adanya penurunan suhu, maka beban energi yang dikeluarkan untuk pendingin ruangan dapat diminimalisir.
Maka untuk dapat meminimalisir efek heat island di Jakarta, perlu adanya pertimbangan desain terhadap balkon, mengingat balkon sebagai penghalang radiasi matahari, akan terkena panas matahari secara langsung dan terus menerus. Penerapan green roof pada balkon dapat menjadi salah satu solusi dalam meminimalisir efek heat island.
2.4 Kerangka Berpikir
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Sumber: Hasil olahan pribadi (2013) Pemilihan Topik
Sustainable Housing
Latar Belakang
Perancangan Apartemen dengan Penerapan Balkon Terhadap Radiasi Matahari di Jakarta Barat
Masalah/Isu Pokok
Perancangan Balkon yang dapat menghalangi panas matahari sehingga suhu ruangan menjadi turun
Desain balkon yang dapat menghalangi radiasi panas matahari secara maksimal Desain balkon yang dapat meminimalisir efek heat island
Analisa Permasalahan Analisa Permasalahan Studi mengenai desain balkon dan radiasi matahari Studi mengenai desain balkon dan efek heat island Analisa data meng-gunakan ecotect Analisa data meng-gunakan ecotect Hasil dan Bahasan
Skematik Desain
Perancangan Pengumpulan data
mengenai balkon sebagai sun shading
Pengumpulan data mengenai efek heat island
2.5 Hipotesis
Dalam menjawab permasalahan-permasalahan desain, maka dapat disusun sebuah hipotesis sementara sebagai gambaran perancangan kedepannya. Desain balkon akan berada di setiap unit apartemen. Bentuk balkon memanjang disesuaikan dengan lebar unit apartemen dikarenakan penyesuaian dengan pergerakan matahari sehingga tetap terlindungi dari radiasi panasnya. Pada permukaan balkon ditambahkan green roof untuk meredam panas yang diterimanya, sehingga panas tidak tersimpan dan merambat ke dalam ruangan. Dengan teknik seperti ini, maka suhu ruangan diharapkan dapat turun sehingga beban listrik untuk pendingin ruangan dapat diminimalisir.
2.6 Studi Banding
Dalam penelitian fungsi balkon terhadap gedung, diperlukan studi banding untuk mengetahui apakah benar dengan adanya balkon dapat mengurangi suhu dalam ruang. Untuk studi banding ini, diperlukan ruang-ruang dimana salah satunya memiliki balkon sedangkan yang lain tidak. Selain itu ruang-ruang tersebut harus berada di gedung dan ketinggian lantai yang sama, sehingga perbandingan hasil pengukuran suhu di dalamnya menjadi valid.
2.6.1.Lokasi Studi Banding dan Cara Pengukuran Suhu Ruangan
Gambar 2.2. Apartemen Puri Garden
Sumber: Dokumentasi pribadi (2013)
Dalam studi banding ini, penelitian dilakukan di Apartemen Puri Garden yang berlokasi di Jl. Raya Kembangan, Puri Indah, Jakarta Barat. Penelitian dilakukan dalam unit apartemen di ketinggian lantai 14 atau lantai 17 sesuai dengan penamaan perlantai. dengan view menghadap ke arah barat daya.
Gambar 2.3. Lokasi unit studi banding
Sumber: Dokumentasi pribadi (2013)
Pada ruang bersama unit apartemen ini terdapat balkon sebagai penghalang radiasi matahari, tetapi di ruang kamarnya tidak ada penghalang sama sekali. Pengukuran akan dilakukan di 2 hari yang berbeda dan pada perkiraan waktu dimana suhu mencapai titik terpanas. Dikarenakan view menghadap barat daya, maka suhu terpanas diperkirakan terjadi pada waktu 13.00-15.00 WIB.
2.6.2.Hasil Pengukuran Temperatur Ruang
Gambar 2.4. Denah dan potongan unit studi banding
Sumber: Dokumentasi pribadi (2013)
Pengukuran dilakukan di empat titik yang berbeda, yaitu di balkon sebagai area luar, kamar tidur, ruang bersama, dan dapur serta ruang makan. Titik pengukuran pada kedua kamarnya dianggap sama karena area bukaan pada kedua kamar tersebut sama-sama tidak memiliki penghalang. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan suhu yang terjadi antara kamar yang tidak memiliki penghalang dan ruang bersama yang dilindungi oleh balkon.
Gambar 2.5. Area dalam unit studi banding
Tabel 2.1. Hasil pengukuran temperatur ruang dalam unit studi banding
Waktu Suhu Suhu Suhu Suhu Dapur Selisih Suhu R.
02-04-13 (WIB) R. Luar (°C) R. Kamar (°C) R. Bersama (°C) & R. Makan (°C)
Kamar & R. Bersama (°C)
13.00 34,8-35 33,4-33,6 32,4-32,6 31,9-32,1 1
15.00 34,9-35,1 33,6-33,8 32,4-32,6 32,0-32,2 1,2
Waktu Suhu Suhu Suhu Suhu Dapur Selisih Suhu R.
04-04-13 (WIB) R. Luar (°C) R. Kamar (°C) R. Bersama (°C) & R. Makan (°C)
Kamar & R. Bersama (°C)
13.00 34,6-34,8 33,5-33,7 32,6-32,8 31,4-31,6 0,9
15.00 34,7-34,9 33,5-33,7 32,5-32,7 31,4-31,6 1
Sumber: Dokumentasi pribadi (2013)
Berdasarkan hasil dari pengukuran di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya balkon, area ruang bersama menjadi lebih dingin sebesar 0,9-1,2 °C dibandingkan dengan ruangan kamar. Hal ini dikarenakan balkon dapat berfungsi sebagai penghalang radiasi panas matahari secara langsung, sehingga ruangan yang terlindungi menjadi lebih dingin
2.6.3.Studi Pengaruh Balkon Terhadap Suhu Dalam Ruang
Untuk memperkuat hasil studi banding ini, maka dilakukan proses studi lebih lanjut menggunakan software Ecotect dengan membuat simulasi bentuk ruang berdasarkan data survey Apartemen Puri Garden. Studi dilakukan dengan pengukuran temperatur pada simulasi ruang kamar tanpa penghalang dan ruang bersama yang dilindungi balkon, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2.2. Hasil pengukuran temperatur ruang dalam unit studi banding
HOURLY TEMPERATURES - Wednesday 4th April (94)
Zone: K. Tidur Utama Zone: R. Bersama
Avg. Temperature: 26.8 C (Ground 27.2 C) Avg. Temperature: 26.8 C (Ground 27.2 C) Total Surface Area: 44.400 m2 (501.7% flr area).
Total Surface Area: 22.120 m2 (322.4% flr area).
Total Exposed Area: 26.700 m2 (301.7% flr area).
Total Exposed Area: 15.260 m2 (222.4% flr area).
Total North Window: 0.000 m2 (0.0% flr area).
Total North Window: 0.000 m2 (0.0% flr area).
Total Window Area: 2.241 m2 (25.3% flr area).
Total Window Area: 4.346 m2 (63.4% flr area).
Total Conductance (AU): 47 W/°K Total Conductance (AU): 54 W/°K Total Admittance (AY): 166 W/°K Total Admittance (AY): 139 W/°K Response Factor: 3.33 Response Factor: 2.47
HOUR OUTSIDE INSIDE TEMP.DIF INSIDE TEMP.DIF INSIDE
(C) (C) (C) (C) (C) DIF. (C) 0 25 27,6 2,6 26,7 1,7 -0,9 1 24,4 27,5 3,1 26,6 2,2 -0,9 2 24,1 27,5 3,4 26,5 2,4 -1 3 23,8 27,4 3,6 26,4 2,6 -1 4 23,6 27,3 3,7 26,3 2,7 -1 5 23,6 27,2 3,6 26,2 2,6 -1 6 24 27,3 3,3 26,4 2,4 -0,9 7 25,4 27,7 2,3 27 1,6 -0,7 8 26,4 28,2 1,8 27,7 1,3 -0,5 9 27,5 28,5 1 28,3 0,8 -0,2 10 28,4 28,8 0,4 28,7 0,3 -0,1 11 28,5 29,1 0,6 28,5 0 -0,6 12 29,3 29,7 0,4 29,3 0 -0,4 13 29,7 30 0,3 29,6 -0,1 -0,4 14 29,7 30 0,3 29,6 -0,1 -0,4 15 28,9 29,2 0,3 28,8 -0,1 -0,4 16 28,3 29 0,7 27,9 -0,4 -1,1 17 27,7 28,9 1,2 27,9 0,2 -1 18 27,3 28,7 1,4 27,8 0,5 -0,9 19 26,9 28,3 1,4 27,6 0,7 -0,7 20 26,5 28 1,5 27,3 0,8 -0,7 21 26,1 27,9 1,8 27,1 1 -0,8 22 25,7 27,8 2,1 27 1,3 -0,8 23 25,3 27,7 2,4 26,9 1,6 -0,8
Gambar 2.6. Grafik pengukuran temperatur ruang dalam unit studi banding
Sumber: Hasil olahan pribadi (2013)
Pada tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perbandingan suhu paling signifikan terjadi pada jam 16.00 WIB, yaitu dengan suhu ruang bersama lebih dingin sekitar 1,1°C dibandingkan dengan ruang kamar. Hal ini diakibatkan ketiadaannya penghalang radiasi matahari langsung pada bukaan di kamar.
Gambar 2.7. Arah radiasi matahari pada jam 16.00 WIB
Sumber: Hasil olahan pribadi (2013)
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada jam 16.00 WIB, ruang kamar yang tidak memiliki penghalang menerima radiasi matahari secara langsung, tetapi sebagian dari radiasi matahari yang menuju ruang bersama dihalangi oleh balkon. Balkon berfungsi sebagai penghalang radiasi matahari secara langsung, sehingga temperatur pada ruang
Temperature
bersama menjadi lebih rendah. Dengan adanya studi ini, dapat disimpulkan bahwa balkon terbukti mampu menurunkan temperatur dalam ruang.
Pengaruh balkon terhadap suhu dalam ruang juga dibuktikan dengan adanya penelitian dari Sandra Loekita pada Analisis Konservasi Energi Melalui Selubung Bangunan (2006), yang mendapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 2.3. Studi banding beban pendingin eksternal pada gedung
No Foto Bangunan
Data Gedung Beban Max
Pendingin Eksternal (TR) BP. Eksternal / Luas Lantai (TR/m2) 1 Menara Global
Jl.Gatot Subroto kav 27-28, Jakarta Selatan.
Jumlah lantai: 2 basement + 25 lantai
Luas Bangunan : 39.142,40 m². Luas Lantai yang dikondisikan : 22.032,96 m².
401,28 0,01821
2
Wisma Dharmala Manulife Jl.Pegangsaan Timur 1A Cikini, Jakarta Pusat
Jumlah lantai : 2 basement + 9 lantai
Luas Bangunan : 18.545,94 m². Luas Lantai yang dikondisikan :11.591,87 m².
197,43 0,01703
3
Wisma Dharmala Sakti Jl.Jend.Sudirman kav.32, Jakarta Pusat
Jumlah lantai : 1 basement + 22 lantai
Luas Bangunan : 59.838,65m². Luas Lantai yang dikondisikan : 28.937,13 m².
443,56 0,01533
4
Wisma SMR
Jl.Yos Sudarso kav.89, Jakarta Utara
Jumlah lantai : 1 basement + 13 lantai
Luas Bangunan : 17.677,43m². Luas Lantai yang dikondisikan : 11903,29 m².
221,36 0,01860
Sumber: Analisis Konservasi Energi Melalui Selubung Bangunan (2006)
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa bangunan yang memanfaatkan balkon secara maksimal adalah gedung Wisma Dharmala
Sakti. Beban pendingin eksternal per m2 pada gedung Wisma Dharmala merupakan yang paling kecil diantara 4 gedung yang diteliti, sehingga terbukti bahwa balkon dapat menurunkan suhu dalam ruang.
2.6.4.Studi Efek Heat Island pada Balkon
Selain suhu di dalam ruang, suhu di luar ruang juga harus diperhatikan, terutama di area balkon. Hal ini dikarenakan area balkon sebagai penghalang radiasi matahari langsung, terkena panas matahari secara terus menerus sehingga temperatur pada balkon akan menjadi tinggi. Hal ini dapat menyebabkan adanya heat island effect pada bangunan, yaitu tersimpannya panas matahari pada material bangunan buatan manusia, sehingga walaupun hari sudah menjelang sore atau malam, balkon akan tetap terasa panas.
Gambar 2.8. Balkon unit studi banding
Sumber: Dokumentasi pribadi (2013)
Pada obyek studi banding, dapat diketahui bahwa suhu pada balkon dapat mencapai 34,6-35,1 °C dengan material lantai pada balkon adalah keramik. Untuk mereduksi penyerapan radiasi matahari pada balkon, diperlukan material berbeda yang dapat meminimalisir efek heat island.
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa green roof dapat menjadi salah satu solusi untuk meminimalisir efek heat island. Untuk itu, studi suhu pada balkon diukur dengan membuat simulasi unit apartemen berdasarkan data studi banding menggunakan software Ecotect. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan suhu pada balkon yang lantainya menggunakan material keramik dengan yang menggunakan material green roof sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 2.4. Hasil pengukuran temperatur material keramik dan green roof HOURLY TEMPERATURES - Wednesday 4th April (94)
Zone: balkon
Avg. Temperature: 26.8 C (Ground 27.2 C) Total Surface Area: 4.655 m2 (100.0% flr area). Total Exposed Area: 4.655 m2 (100.0% flr area). Total North Window: 0.000 m2 (0.0% flr area). Total Window Area: 0.000 m2 (0.0% flr area). Total Conductance (AU): 13 W/°K
Total Admittance (AY): 51 W/°K Response Factor: 3.76
HOUR OUTSIDE BALCONY TEMP.DIF BALCONY TEMP.DIF TEMP.DIF
(C) CERAMIC(C) (C) GREEN ROOF(C) (C) CERAMIC - GREEN ROOF(C) 0 25 28,8 3,8 28,6 3,6 -0,2 1 24,4 28,7 4,3 28,6 4,2 -0,1 2 24,1 28,7 4,6 28,5 4,4 -0,2 3 23,8 28,6 4,8 28,4 4,6 -0,2 4 23,6 28,5 4,9 28,3 4,7 -0,2 5 23,6 28,5 4,9 28,2 4,6 -0,3 6 24 28,4 4,4 28,2 4,2 -0,2 7 25,4 28,3 2,9 28,1 2,7 -0,2 8 26,4 28,3 1,9 28,1 1,7 -0,2 9 27,5 28,3 0,8 28,1 0,6 -0,2 10 28,4 28,3 -0,1 28,1 -0,3 -0,2 11 28,5 28,3 -0,2 28,4 -0,1 0,1 12 29,3 28,6 -0,7 28,7 -0,6 0,1
HOUR OUTSIDE BALCONY TEMP.DIF BALCONY TEMP.DIF TEMP.DIF (C) CERAMIC(C) (C) GREEN ROOF(C) (C) CERAMIC - GREEN ROOF(C) 13 29,7 28,9 -0,8 29 -0,7 0,1 14 29,7 29,2 -0,5 29,2 -0,5 0 15 28,9 29,5 0,6 29,2 0,3 -0,3 16 28,3 29,4 1,1 29,4 1,1 0 17 27,7 29,7 2 29,5 1,8 -0,2 18 27,3 29,7 2,4 29,4 2,1 -0,3 19 26,9 29,6 2,7 29,1 2,2 -0,5 20 26,5 29,3 2,8 29 2,5 -0,3 21 26,1 29,1 3 28,9 2,8 -0,2 22 25,7 29 3,3 28,8 3,1 -0,2 23 25,3 28,9 3,6 28,7 3,4 -0,2
Sumber: Hasil olahan pribadi (2013)
Gambar 2.9. Grafik pengukuran temperatur material keramik dan green roof
Sumber: Hasil olahan pribadi (2013)
Pada hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa balkon yang ditambahkan green roof bersuhu hampir sama dengan balkon bermaterial keramik. Tetapi ketika sore tiba, suhu balkon green roof turun lebih cepat daripada balkon keramik. Puncak perbedaan suhu terjadi pada jam 19.00 WIB, dimana suhu pada green roof lebih dingin sekitar 0,5 °C. Hal ini terjadi dikarenakan radiasi panas yang mengenai balkon keramik tersimpan di dalam materialnya, sehingga walaupun malam hari sudah
Temperature
tiba, balkon tetap terasa panas. Dengan adanya hasil ini, terbukti bahwa pemasangan green roof pada balkon dapat meminimalisir efek heat island.