• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. masalah kependudukan. Berbagai program pembangunan digulirkan untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. masalah kependudukan. Berbagai program pembangunan digulirkan untuk"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang tidak luput dari masalah kependudukan. Berbagai program pembangunan digulirkan untuk mengatasi masalah kependudukan, antara lain program Kelurga Berencana (KB). Program KB ini sudah lama dicanangkan oleh pemerintah. Dalam pidato kenegaraan Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan sidang DPR, bahwa perlu ada perhatian serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan, moral Pancasila, (BKKBN, 1996: 18). Tujuan program KB adalah untuk mengatur angka kelahiran dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Perhatian pemerintah dalam mewujudkan sebuah keluarga bahagia dan sejahtera dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga tertuang dalam peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994. Dalam peraturan ini, khususnya pada Bab III pasal 8 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan Program KB bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Selanjutnya, kembali ditegaskan pada pasal 9 ayat (1) bahwa penyelenggaraan program KB dilaksanakan dalam upaya peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

(2)

2

Berdasarkan data Sensus Penduduk pada tahun 2000 terungkap bahwa angka kelahiran total atau Total Fertility Rate (TFR) telah turun dari 5,96 per wanita usia subur (WUS) Pada tahun 1971 menjadi 3,93 per WUS pada tahun 1980. Pada tahun 1990 turun menjadi 2,30 per WUS dan menjadi 1,89 per WUS tahun 2000. Walaupun, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) setelah tahun 2007 terjadi peningkatan angka kelahiran atau TFR menjadi 2,21 (BKKBN, 2008:21).

Peningkatan TFR tersebut diikuti pula dengan penurunan prevalensi pemakaian kontrasepsi provinsi KB aktif yang cukup dratis tahun 2007. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) telah terjadi penurunan dari 68,1 persen pada tahun 1997 menjadi 61,2 persen pada tahun 2002-2003 dan naik lagi menjadi 69,4 persen tahun 2007. Pada periode yang sama proporsi unmet need di Provinsi Bali naik dari 5,8 persen menjadi 6,9 persen dan turun menjadi 5,8 persen (BKKBN, 2008:1). Peningkatan angka kelahiran di Provinsi Bali secara keseluruhan disebabkan oleh turunnya angka prevalensi pemakaian kontrasepsi serta belum terdengar persepsi yang sama oleh program KB terhadap masyarakat Bali.

Sesuai dengan ICPD 1994 disebutkan bahwa program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian. Selain itu juga menyelenggarakan pelayanan bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan; meningkatkan mutu nasihat, komunikasi, edukasi, dan informasi, konseling dan

(3)

3

pelayanan KB, dan meningkatkan pemberian air susu ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006:5).

Pada era otonomi daerah, program KB menjadi tugas pemerintah daerah dalam menyosialisasikan kepada masyarakatnya sesuai dengan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 juga ditegaskan bahwa seluruh pemerintah daerah wajib melaksanakan program KB di wilayahnya, serta memberikan pelayanan kontrasepsi secara gratis bagi seluruh penduduk miskin. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan pembangunan keluarga bahagia dan sejahtera.

Dalam Sudibyo, dkk (2009: 6) bahwa arah kebijakan pembangunan kependudukan di Provinsi Bali mencakup 3 aspek yaitu: (1) penataan persebaran dan mobilitas penduduk antar kota/kabupaten serta antar desa dan kota secara lebih seimbang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Melalui pemerataan pembangunan ekonomi dan wilayah serta pembukaan kawasan-kawasan industry terpadu (bidang pertanian dan kerajinan) akan lebih banyak menampung lapangan kerja, (2) pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk melalui peningkatan pelayanan KB yang bermutu, efektif, merata dan terjangkau serta pemberdayaan keluarga menuju terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas, (3) menata dan menyelenggarakan sistem administrasi kependudukan secara menyeluruh.

Kebijakan itu ditindaklanjuti oleh beberapa kebijakan lainnya seperti (1) kesepakatan Gubernur Bali dengan Bupati/Walikota se-Bali Nomor 153 tahun 2003 dengan pelaksanaan tata tertib administrasi kependudukan di Provinsi Bali.

(4)

4

(2) instruksi Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2005 tentang pengawasan dan peningkatan tata tertib administrasi kependudukan di Bali. (3) Instruksi Gubernur Bali Nomor 3 Tahun 2005 tentang pengelolaan informasi administrasi kependudukan Provinsi Bali (Kabag Hukum Prov Bali, 2011; Sudibyo, dkk. 2009: 6). Selanjutnya mengenai arah dan kebijakan program KB adalah selaras dengan visi BKKBN yang baru yaitu “seluruh keluarga ikut KB”. Untuk mewujudkan visinya, BKKBN telah merumuskan 5 strategi dasar yang meliputi: (a) menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB, (b) menata kembali pengelolaan program KB, (c) memperkuat SDM operasional program KB, (d) meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan KB, dan (e) meningkatkan pembiayaan program KB.

Dalam buku Informasi Pelayanan Kontrasepsi disebutkan bahwa penduduk dan keluarga merupakan mitra bagi pembangunan berkelanjutan serta merupakan bagian integral dari pembangunan sosial, budaya, dan ekonomi (BKKBN, 1999: 1). Kesemuanya ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan seluruh penduduk, keluarga, dan masyarakat. Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat.

Meskipun dikatakan bahwa tujuan akhir dari program KB adalah terwujudknya keluarga kecil namun kondisi masyarakat Tionghoa di Desa Sidakarya memberikan gambaran yang lain. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan diketahui bahwa pada 3 dusun yang diobservasi, terdapat 38 KK etnis Tionghoa. Setiap KK rata-rata memiliki anak lebih dari 3 orang, kecuali KK yang belum lama berumah tangga. Berbeda dengan etnis Bali, Jawa, Sumatra, dan Ambon yang rata-rata hanya

(5)

5

memiliki anak dua orang dan paling banyak tiga orang. Artinya, dalam satu rumah tangga pada Etnis Tionghoa terdapat paling sedikit 6 orang yang merupakan keluarga inti (Arsip KK Kepala Dusun Tengah, Kepala Dusun Graha Shanti, dan Kepala Dusun Graha Kerti, April 2011). Padahal anjuran pemerintah dalam program KB bahwa setiap keluarga maksimal hanya terdiri dari dua orang anak. Misalnya warga Dusun Graha Kerti atas nama: Chandra, seorang Tionghoa memiliki anggota keluarga 9 orang. Teddy memiliki anggota keluarga 7 orang, dan Tong Song memiliki anggota keluarga 8 orang. Hal tersebut menunjukkan program KB di Desa Sidakarya dapat dikategorikan kurang berhasil padahal dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan program tersebut sudah cukup banyak.

Masalah peningkatan jumlah penduduk etnis Tionghoa tersebut diduga disebabkan oleh beberapa faktor seperti: minimnya informasi tentang KB dan filsafat hidup (konsep budaya) orang Tionghoa pada umumnya. Menurut Confucius (Watra, 2008) bahwa persoalan manusia tidak terlepas dari alam. Jalan yang mengatur alam adalah jalan yang sama yang harus diikuti oleh manusia, jika mereka ingin sejahtera. Alam lebih dapat dipercaya dibandingkan kebudayaan manusia. Alam sebagai konteks kebudayaan.

Berdasarkan pendapat Konfusius tersebut, tersirat bahwa etnis Tionghoa memiliki filsafat kehidupan yang bergantung pada alam. Mereka tidak percaya pada program KB yang dicanangkan oleh pemerintah. Kebahagiaan mereka terletak pada konteks alam, dimana pada kelahiran anak dalam setiap keluarga merupakan kodrat yang alamiah dan sebuah rezeki bagi keluarga mereka. Oleh sebab itu, angka kelahiran dalam keluarga etnis Tionghoa tidak perlu diatur dengan menggunakan program KB.

(6)

6

Diduga minimnya pengetahuan KB pada etnis Tionghoa di Desa Sidakarya merupakan penyebab meningkatnya angka kelahiran di Bali. Etnis Tionghoa yang berdomisili di Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan pada umumnya memiliki sumber pencaharian sebagai nelayan. Kuantitas pertemuan mereka dengan para penyuluh program KB sangat rendah, kerena pada siang hari bahkan sampai berhari-hari mereka berada di tengah lautan. Kondisi yang demikian, membuat mereka tidak mengetahui betapa pentingnya program KB ini untuk diterapkan dalam keluarga mereka.

Kemungkinan lain, etnis Tionghoa maupun etnis yang lainnya yang tidak ikut program KB karena alasan ingin mempertahankan keturunan dalam keluarga. Anak-anak merupakan pewaris tradisi yang ada dalam keluarganya. Bagi etnis Tionghoa, anak adalah harta bagi seorang wanita. “Kesuksesan” seorang wanita ditentukan oleh jumlah anak, terutama anak laki-laki yang ia lahirkannya. (Pandangan tradisional Cina dalam Kebijakan De.html). Apalagi dalam sebuah keluarga yang belum memiliki anak laki-laki, maka keluarga tersebut berusaha untuk melahirkan anak sebanyak-banyaknya untuk memperoleh keturunan anak laki-laki. Sebaliknya, bagi keluarga yang belum memperoleh anak perempuan juga berusaha dengan tidak menggunakan KB agar memiliki anak perempuan. Filosofis atau pemahaman seperti ini sudah menjadi bagian dari kehidupan keluarga-keluarga yang ada pada etnis Tionghoa secara khusus, dan pada umumnya di seluruh Indonesia. Atas beberapa alasan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang sikap etnis Tionghoa terhadap program KB.

(7)

7 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana bentuk resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa terhadap program KB di Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan?

2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan adanya resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa terhadap program KB di Desa Sidakarya kecamatan Denpasar Selatan?

3) Bagaimana dampak dan makna resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa di Desa Sidakarya kecamatan Denpasar Selatan dalam program KB?

1.3 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan penelitian disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan penelitian ini ada dua macam yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa terhadap program KB di Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar.

(8)

8 1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui bentuk resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa terhadap program KB di Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar

2) Untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan adanya resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa terhadap program KB di Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar

3) Untuk menginterprestasikan dampak dan makna resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa di Desa Sidakarya Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang resistensi pasangan usia subur etnis Tionghoa terhadap program KB diharapkan bermanfaat secara akademis dan praktis.

1.4.1 Manfaat Akademis

1) Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menambah khasanah pengetahuan bagi pengembangan keilmuan terkait program KB.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah refleksi tentang peserta KB aktif, kesertaan KB pria dan unment neet didaerah perkotaan.

(9)

9 1.4.2 Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai untuk memperbaiki strategi oprasional dalam upaya untuk meningkatkan pencapaian peserta KB aktif terutama didaerah perkotaan kepada pemerintah kota Denpasar pada khususnya dan BKKBN Provinsi Bali pada umumnya.

2) Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan untuk memperbaiki pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) serta konseling KB bagi etnis Tionghoa dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadarannya, sehingga partisipasinya dalam program KB meningkat.

3) Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan untuk memperbaiki pelayanan kontrasepsi bagi semua penduduk termasuk para etnis Tionghoa yang dikategorikan miskin dalam upaya untuk meningkatkan kesertaan ber-KB bagi etnis Tionghoa.

4) Hasil penelitian dapat dijadikan bahan masukan untuk memperbaiki operasional program KB di tingkat desa/ kelurahan dan dusun/ Sidakarya khususnya diwilayah yang ditempati banyak etnis Tionghoa dalam upaya mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di perkotaan.

Referensi

Dokumen terkait

Morfologi daun bagian tingkat tengah di lokasi dekat pos polisi permukaan bagian bawah daun, permukaan mulut stomata tidak banyak lekukan, sel penjaga strukturnya

3. Pendaftar login melalui Dasbor Peserta dengan mengisikan No. Pendaftaran dan Password yang tertera pada Surat Tanda Bukti Pendaftaran untuk melakukan konfirmasi pembayaran

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis pengaruh beberapa faktor terhadap produktivitas kerja karyawan (Studi pada: LPK Istibank di Surakarta). Dengan variabel

Disolusi suatu tablet adalah jumlah atau persen zat aktif dari suatu sediaan padat yang larut pada suatu waktu tertentu dalam kondisi baku misal pada suhu,

Dari kata-kata Imam Syâfi’î tersebut, jelas bahwa hukum fatwa yang tidak didasarkan pada Khabar lazim atau qiyâs terhadap Khabar lazim tersebut, maka hukum atau fatwanya

Ongkos pesan tetap untuk setiap kali pemesanan dan ongkos simpan sebanding dengan jumlah barang yang disimpan dan harga barang/unit serta lama waktu penyimpanan 5. Tidak

kandungan logam Pb, Cu, Cd dan Zn jauh melewati ambang batas nilai ERL maupun ERM yang berarti bahwa logam Pb, Cu, Cd dan Zn di perairan sekitar area industri galangan kapal

Menurut (Murhadi, Analisis Laporan Keuangan, 2013, hal. 72), inflasi merupakan kondisi dimana jumlah barang yang beredar lebih sedikit dari jumlah permintaan