• Tidak ada hasil yang ditemukan

Signifikansi Literasi Informasi (Information Literacy) Dalam Dunia Pendidikan Di Era Global

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Signifikansi Literasi Informasi (Information Literacy) Dalam Dunia Pendidikan Di Era Global"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

SIGNIFIKANSI LITERASI INFORMASI (INFORMATION LITERACY)

DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL Oleh : Aris Nurohman

STAIN Purwokerto, email: arisnurohman@gmail.com Abstract

The globalization era has imperceptible impacts on all sectors, one of which is education. The rapid changes in the era lead to a significant increase in the environmental community, which are driven by transculturation and the development of information and communication technology and the booming of information and knowledge. As a result, the world of education has gone in such a dynamic way as the era of globalization. The development of knowledge, experiences, innovations and a variety of things related to the globalization of education make up what is called the information resources. The information literacy has been needed by the education community, so that education will be able to compete on a global level. The information literacy will be proper in complying with the development. This is the actual demand for the academic community. Moreover, the information literacy will meet the demands of development faster. This is actually a request for the academic community.

Kata Kunci: The information literacy, globalization of education

A. PENDAHULUAN

Literasi informasi diartikan sebagai keberaksaraan informasi. Dua kata yang merupakan terjemahan dari istilah asing information literacy ini kemudian juga diterjemahkan menjadi kemelekan informasi. Istilah literasi informasi atau kemelekan informasi sebenarnya sudah lama digunakan hanya saja lebih dekat dan dikenal terutama pada kelompok bidang informasi dan perpustakaan (Lihat Pendit, 2008, 119). Secara istilah, keberaksaraan informasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenal kebutuhan informasi untuk memecahkan masalah, mengembangkan gagasan, mengajukan pertanyaan penting, menggunakan berbagai strategi

(2)

pengumpulan informasi, menetapkan informasi yang cocok, relevan dan otentik (BSN, 2009.2).

Definisi lain menyebutkan³ WR EH LQIRUmation literate, a person must be able to recognice when information is needed and have the ability to locate, evaluate and use effectively the needed information (American Library Association /ALA)´ Ada pula yang mendefinisikan: ³ Information literacy is knowing when and why you need information, where to find it and how to evaluate, use and communicate it in an ethical manner (www.cilip.org,uk). Sederhananya, bahwa setiap orang diharapkan memiliki kemampuan menemukan informasi secara tepat guna. Dimulai dari kemampuan mengenali apa kebutuhan informasinya, mencari dimana informasi itu, mengevaluasi isi informasi yang benar-benar dibutuhkan, dan kemudian menggunakan dan mengkomunikasikannya secara efektif.

Dalam lingkup bidang perpustakaan dan informasi khususnya, literacy informasi atau keberaksaraan informasi ini terkait dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara besar informasi yang tersedia di internet (Pendit, 2008, 119). Meskipun tidak secara mutlak bahwa informasi itu pasti berada atau dapat ditemukan hanya di internet. Banyak sumber-sumber lain yang berisi informasi penting seperti perpustakaan, lembaga arsip, direktori, bibliografi, almanak, indeks, surat kabar majalah dan lainnya, yang dapat dimanfaatkan dalam rangka tujuan keberaksaraan informasi, namun internet memang telah benar-benar mewakili hampir keseluruhan informasi yang telah membooming. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang literasi informasi sangat identik dengan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi.

Sejalan dengan itu, era global terasakan dampaknya disegala bidang, salah satunya pendidikan. Dengan perubahan yang cepat, pertambahan yang signifikan dalam lingkungan masyarakat sebagai akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta informasi pengetahuan yang membludak, maka dinamisasi dunia pendidikan telah berjalan sejauh era globalisasinya. Perkembangan pengetahuan, pengalaman, inovasi dan berbagai hal yang terkait dengan globalisasi pendidikan ini adalah sumber daya informasi yang luar biasa.

(3)

Mengutip Joner Hasugian (2008: 36), bahwa sumber daya informasi menjadi faktor penting dalam dunia perguruan tinggi. dalam arti luas sebenarnya, sumber daya informasi merupakan faktor penting dalam dunia pendidikan, terutama di era sekarang ini. Dimana kemajuan di segala bidang, terciptanya peradaban modern, mampu bersaing dalam pasar dunia, dan sebagainya, adalah buah karya manusia yang berpengetahuan. Manusia sebagai aktornya memiliki kecakapan untuk berbuat atau melakukan sesuatu sesuai dengan kebutuhan dan kemanfaatan yang besar sejalan dengan tuntutan zaman.

Namun, membludaknya informasi pengetahuan ternyata belum tentu memberikan jaminan kepada setiap orang untuk cepat beradaptasi dengannya. Hal ini terkait dengan bagaimana informasi itu dapat diakses atau tidak. Oleh karena itu, literasi informasi menjadi sangat penting dan menjadi kebutuhan, kaitannya dengan kemampuan mengenali kebutuhan informasi, mencari sumber-sumber informasi, menelaah, menyaring, sampai dengan mengevaluasi konten informasi.

Perpustakaan, baik perpustakaan dalam anti nyata berupa gedung dan falisitasnya yang lengkap maupun perpustakan dalam arti digital, serta pusat-pusat informasi publik yang berbasis teknologi informasi dan komputer diciptakan dan didirikan hampir di semua lembaga pendidikan di Indonesia dengan tujuan utama agar masyarakatnya menjadi melek informasi sebagai tahapan dari program reading literacy. Sudah seharusnya ada upaya dan langkah konkrit pemaksimalan ketergunaanya dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti gerakan melek informasi, pelatihan-pelatihan tentang pemanfaatkan, mengakses berbagai sumber informasi dan sebagainya. Sebab bagaimanapun juga di era sekarang ini teknologi informasi menjadi suatu kebutuhan yang urgen terutama dalam menghadapi perkembangan jaman yang menuntut informasi serba cepat tepat akurat. Bahkan informasi digunakan juga dalam mengambil keputusan yaitu dengan menggunakan teknik seperti kegiatan penelitian, ekonometrik, analisis sitiran dan sistem pemrograman, perencanaan dan pembiayaan. Di dunia pendidikan dengan memanfaatkan sistem informasi diasumsikan dapat meningkatkan kinerjanya ( Lihat moch Idhochi Anwar, 2009, 1).

(4)

Fakta membuktikan, berdasarkan perangkingan sampai 100 universitas terbaik Asia tahun 2010, Indonesia baru mewakili 2 universitas besar yaitu Universitas Indonesia dengan menempati peringkat rangking 50 dan UGM yang peringkat 85. Sedangkan di tahun 2013, Indonesia malah semakin terpuruk karena hanya mewakili 1 universitas yaitu UI dengan peringkatnya juga menurun menjadi peringkat 64 se-Asia.

Coba kita bandingkan dengan negara terdekat yaitu Malaysia. Di tahun 2010 dari 100 besar Asia, Malaysia mampu mewakilkan 5 universitasnya bahkan lebih unggul dari rangkin Universitas Indonesia, yaitu Universitas Malaya peringkat 42, Universitas Kebangsaan Malaysia peringkat 58, Universitas Sains Malaysia peringkat 69, Universitas Putra Malysia peringkat 77 dan Universitas Teknologi Malaysia peringkat 82 (Witdarmono, 2010). Pada tahun 2013, Universitas Malaysia justru semakin naik peringkatnya menjadi peringkat 33 yang diwakili oleh Universitas Malaya, peringkat 57 oleh Universitas Kebangsaan Malaysia, peringkat 61 oleh Universitas Sains Malaysia, peringkat 68 oleh Universitas Teknologi Malaysia dan peringkat 71 oleh Universitas Putra Malaysia (QS University Rangking, 2013).

Lima universitas Malaysia sebagai universitas terbaik di ASIA, lebih banyak dibandingkan universitas di Indonesia jelas menunjukan keunggulan kualitas yang lebih unggul di bandingkan negara kita. Meski perangkinganannya menggunakan berbagai parameter, namun setidaknya hal itu bukanlah suatu kebetulan. Negara Malaysia dengan program pemerintahnya sejak tahun 1996 sudah mencanangkan program sampai tahun 2020 bahwa warganya sudah harus melek informasi, sehingga pemerintahnya pun memberikan fasilitas sarana lengkap dan pekerja yang bermodal pengetahuan. Bahkan salah satu prinsip dasar yang tertera dalam The Malaysian Smart School Conceptual Blueprint adalah para siswa dapatbelajar memproses dan memanipulasi informasi dan mereka dilatih untuk berpikir kritis. Lembaga pendidikan di Malaysia dilengkapi dengan resource center yang terintegrasi dengan kurikulum pendidikannya (http//:bit.lipi.go.id).

Dengan pengalaman ini, maka jelas terlihat bahwa pendidikan di era globalisasi sekarang ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya

(5)

manusia pendidikan yang melek informasi. Melek informasi menjadi pilar kemajuan dunia pendidikan melalui peningkatan kualitas pendidikan yang akan menelorkan agen-agen perubahan (agent of change) yang berkualitas, sebab dijalankan menggunakan sistem pendidikan yang berkualitas, pengajar yang berkualitas, dan sumber-sumber pengajaran yang berkualitas. Belajar dari ini pula maka tulisan ini mencoba mengupas signifikansi literasi dalam dunia pendidikan khususnya di era globalisasi sekarang ini.

B. TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL

Globalisasi diartikan sebagai kesemarakan kehidupan manusia yang ditandai dengan perkembangan yang pesat, cepat dan mendunia. Masyarakat dunia dalam era sekarang ini telah masuk dalam era global. Suka atau tidak suka globalisasi ini memaksa manusia untuk bisa mengikutinya, sebab arus globalisasi merupakan arus yang tidak bisa ditolak (irreversible). Dalam dunia pendidikan, arus globalisasi telah menyeret beberapa perubahan.

Menurut Surakhmad (1999) sebagaimana dikutip oleh Azzyumadri Azra (2012: 54-55), bahwa terjadi peralihan paradigma dalam dunia pendidikan diantaranya:

1) Peralihan dari pendidikan yang mengutamakan nilai kehidupan budaya feodal aristokrasi ke pendidikan yang menggalakan kehidupan nilai budaya demokrasi;

2) Peralihan pendidikan yang memihak kepada kepentingan penguasa dan kekuasaan kepada pendidikan yang mengutamakan kepentingan kerakyatan;

3) Peralihan pengelolaan pendidikan yang terpusat (sentralistik) kepada pengelolaan yang berbasis kekuatan masyarakat;

4) Peralihan sikap kependidikan yang mengutamakan keseragaman ke sikap pendidikan yang menghargai keberagaman;

5) Peralihan manajemen pendidikan yang memupuk ketergantungan masyarakat kepada pola manajemen pendidikan yang mengutamakan kemandirian;

6) Peralihan dari pendidikan yang mengondisi masyarakat takluk kepada gaya pemerintahan melalui kebijakan penguasa ke pendidikan yang

(6)

menyadarkan masyarakat tentang pentingnya peraturan dan kepastian hukum;

7) Peralohan dari metodologi pendidikan yang mengutamakan pengawetan dan konformisme nilai usang yang disakralkan kepada metodologi pendidikan yang merintis pengembangan ilmu dan pemanfaatan teknologi;

8) Peralihan dari pandangan kependidikan yang lebih bersifat pelaksanaan kewajiban ke pandangan yang mendidik dan menyadarkan warga negara mengenai HAM;

9) Peralihan dari orientasi pendidikan yang mengutamakan pelestarian dan keseimbangan dari sudut kepentingan politik ke orientasi pelestarian pendidikan yang mengutamakan perubahan, pertumbuhan dan kemajuan; 10)Peralihan dari sikap kependidikan yang konformitif, memasung dan punitif ke sikap pendidikan yang memotivatif, merangsang dan menghargai kreatifitas serta inovasi;

11)Peralihan dari pandangan pendidikan yang tertutup ke pendidikan yang merangsang kerjasama, terbuka, dan fleksibel;

12)Peralihan dari program kurikuler yang statis, skolastik, tradisional ke program kurikuler yang dinamis, riil dan kontekstual.

Kerangka perubahan akibat globalisasi dalam dunia pendidikan sebagaimana dipaparkan di atas memperlihatkan kompleksitas perubahan dan pergeseran paradigma pendidikan. Sudah seharusnya hal tersebut membawa pengaruh yang positif untuk pendidikan nasional di negara ini, sehingga dunia pendidikan kita bisa memiliki daya saing dan mampu berkompetisi dengan pendidikan diluar negeri.

Persoalannya, fenomena yang ada seringkali memperlihatkan indikasi yang bertolak belakang. Penyelenggaraan pendidikan dianggap kurang bisa beradaptasi dengan perubahan dan perkembangan jaman. Realitanya memang demikian. Perguruan tinggi kita masih jauh dibawah peringkat dalam kelas dunia bahkan asia (peringkat 309 sedunia yang diwakili oleh UI). Kondisi semacam ini jelas memerlukan upaya konkrit, sistematis dan terarah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

(7)

Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah dengan merekonstruksi lembaga pendidikan melalui komponen-komponennya. Sebagaimana mengutip Husaini Usman (2008), dalam Iskandar Agung (2009: 294-295), bahwa lembaga pendidikan melalui pendekatan sistem yang merupakan satu-kesatuan yang terdiri dari sub-sistem atau komponen-komponen saling berhubungan satu sama lain secara integratif dan sinergis untuk mencapai tujuan dan hasil yang efektif dan efisien. Komponen tersebut diantaranya adalah konteks, input, proses, output dan outcame.

Konteks antara lain terdiri dari landasan hukum, kebijakan dan lainnya. Input terdiri dari raw input (karakteristik siswa, kemampuan siswa dan lain-lain), instrumental input (manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana, fasilitas pendukung belajar, anggaran dan sebagainya), environmental input (lingkungan masyarakat, sekolah dan keluarga. Proses terdiri dari manajemen belajar-mengajar (perencanaan, persiapan sampai evaluasi pengajaran). Output meliputi prestasi akademis dan nonakademis. Outcame antara lain meliputi kesempatan tamatan untuk melanjutkan studi, bekerja dan mengembangkan diri.

Dalam pada itu ada beberapa komponen yang dipaparkan di atas harus dijadikan fokus mendesain pendidikan nasional agar mampu berkompetisi dalam era global. Beberapa diantaranya penulis uraikan alasannya:

1. Siswa

Mohd Sharif Mohd Saad staf pengajar Fakultas Manajemen Informasi (MARA) di Malaysia pernah menuturkan bahwa literasi informasi menjadi pendorong utama terciptanya personal empowerment dan student freedom to learn. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemahaman tentang literasi informasi ini disampaikan kepada siswa didik semenjak dini. Sebab literasi informasi ini adalah sebuah modal yang sangat berharga agar pembelajaran kepada siswa akan tercapai dengan optimal. Bukan hanya itu, literasi informasi juga merupakan bekal bagi semua orang untuk mengikuti pembelajaran seumur hidup.

2. Kurikulum

Kurikulum dalam pendidikan di era global harus memiliki kekuatan kelimuan baik secara teori maupun praktik (Fitri Oviyanti, 2013:284).

(8)

Hal ini diberlakukan agar output dari pendidikan adalah mampu mencetak intelektual-intelektual yang menguasai pengetahuan secara konsep sekaligus praktisi yang memiliki karya secara nyata. Tuntutan semacam ini yang dibutuhkan dalam dunia global sekarang ini. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang disesuaikan dengan tuntutan jaman dan tentunya terintegrasi dengan sumber-sumber infromasi yang sudah up to date.

3. Media dan Sarana-prasarana

Media Pembelajaran menjadi salah satu faktor penting dalam pendidikan di era sekarang ini, sebab dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pembelajaran sekarang sudah semakin praktis. Memangkas berbagai kendala di era sebelumnya. Dengan teknologi, pembelajaran lebih padat dan berisi. Bahkan juga akan memperkaya wawasan pengetahuan dan terjadi sistem pembelajaran yang tidak berbatas waktu dan tempat. Pendidikan era modern sudah beralih dari semula berbasis modul dan penuturan menjadi berbasis ICT, berbasis research. Dalam hal ini guru diperankan sebagai manager pembelajaran, mediator, klarifikator, dan evaluator.

Demikian dengan sarana dan prasarana. Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka sarana dan prasarana pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan yang terbaru. Meski hal ini tidak mutlak sepenuhnya menjadi tanggung-jawab lembaga pendidikan, namun bagaimanapun juga sarana dan prasarana yang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat membantu peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan secara efektif dan efisien. Sebagian memang bisa dibebankan kepada siswa untuk bisa survive informasi dan pengetahuan melalui belajar mandiri. Maka pengarahan dan bimbingan ke arah belajar mandiri berbasis ICT ini perlu diberikan, terutama cara bagaimana mengakses infromasi yang dibutuhkan, memilih informasi serta menggunakan informasi tersebut baik di rumah maupun di sekolah.

(9)

4. Kompetensi tenaga pengajar

Salah satu peran tenaga pengajar adalah sebagai mediator pengetahuan. Sudah selayaknya, mereka memiliki kompetensi yang memadai agar dalam memediasi pengetahuan yang mendunia ini mampu mencapai hasil yang memuaskan sehingga mampu bersaing dalam kancah global nantinya. Terutama karena tantangan globalisasi ini berdampak pada persaingan karya dan kerja yang sangat ketat. Oleh karena itu tenaga pengajar dituntut menguasai pembelajaran yang sejalan dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi.

5. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran menjadi faktor pemicu keberhasilan pembelajaran yang efektif dan efisien. Dengan pesatnya perkembangan di segala bidang tentunya menuntut sistem pembelajaran yang tepat agar siswa secara efektif dan efisien pula mendapatkan pengetahuan yang mengglobal. Hal ini menjadi alasan perlunya pembenahan proses pembelajaran. Pembelajaran di era global harus lebih menekankan penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, aktif dan konstruktivis karena dianggap mampu membentuk karakter pembelajar pada diri peserta didik serta bisa memicu motivasi dan kreatifitas (Fitri Oviyanti, 2013: 285).

6. Prestasi dan Alumni

Pada mulanya prestasi diukur dengan kecerdasan intelektual siswa. Namun kecerdasan intelektual saja kini dianggap hanya menyumbangkan sebagian kecil dari prestasi dibandingkan dengan kecerdasan emosional. Artinya, mengandalkan IQ tinggi tidak menjadi jaminan kalau tidak dibarengi dengan kemauan dan kemampuan secara emosional mengembangkan diri melalui pemanfaatan pengetahuan yang sudah meningkat. Pemanfaatan informasi dan sumber-sumber informasi akan menjadi pintu gerbang memasuki gudang informasi dan pengetahuan yang bisa mengantarkan seseorang menjadi sukses dan berhasil. Sekali lagi, bahwa teknologi menjadi sangat berperan menjadi media menuju sukses seseorang. Adapun kemampuan literasi menjadi

(10)

cara dan strategi yang efektif dalam memanfaatkan teknologi dan informasi tersebut.

C. MENUMBUHKAN KEPEKAAN INFORMASI

Menumbuhkan kesadaran perlunya literasi informasi bukanlah sesuatu yang mudah. Harus mencari akar masalah dengan cara memahami peluang ± peluang yang mendukung serta kendala ±kendala yang menghambatnya. Tidak serta merta satu tujuan ingin tercapai maka program dibuat tanpa mempertimbangkan langkah-langkah yang strategis serta efektif. Termasuk dalam pemberaksaraan informasi bagi kalangan akademisi. Tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik adalah tiga komponen utama yang akan menentukan kualitas pendidikan nantinya. Ukuran kualitas bisa dilihat dari sisi manajemen pengelolaan, pelayanan, karya ilmiah, prestasi, sampai pada output dan outcame.

Pada ketiga komponen tadi, terdapat hubungan antara kebiasaan atau karakter mereka dengan keberaksaraan informasi. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan tentang pemetaan kondisi minat baca masyarakat yang dilakukan oleh Depdiknas bersama Perpusnas RI tahun 1997, menghasilkan catatan bahwa salah satu sebab rendahnya minat baca adalah dominannya budaya tutur. Sisi lain budaya tutur adalah rendahnya minat menulis, mendokumentasikan tulisan/ ide/ gagasan baik tercetak maupun elektronik, serta menyimpan untuk kemudian didistribusikan/ di share. Muara paling kelihatan dari efek negatif budaya tutur adalah lebih tertariknya menjadi seorang pendengar ketimbang seorang pembaca. Lebih memilih menjadi penikmat karya pengetahuan ketimbang menciptakan pengetahuan baru. Padahal mendengar memiliki keterbatasan sumber, media serta kemampuan individunya. Dengan demikian budaya tutur jelas akan melemahkan kepekaan kebutuhan akan informasi.

Belum lagi fakta ltentang kualitas penelitian yang menyebutkan bahwa hasil-hasil penelitian para peneliti Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara lain. Dari sini dapat ditarik sebuah pertanyaan, mengapa demikian? Dan tentunya telah diulas tentang alasannya yaitu karena rendahnya budaya literasi informasi.

(11)

Demikian pula di era globalisasi sekarang ini, hampir semua lini kehidupan organisasi maupun individu sudah berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Manajerial sistem kependidikan semuanya sudah berbasis ICT. Sebagai contoh pengembangan sistem manajemen berbasis ICT untuk layanan akademik, layanan kepegawaian, layanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pendidikan. Kemafhuman tentang nilai penting dan signifikansinya bagi dunia pendidikan sekarang ini sudah diakui. Dengan demikian, sudah selayaknya juga nilai penting dari kepekaan akan informasi juga disadari. Hal ini akan menumbuhkan pula nilai pentingnya literasi informasi bagi dunia pendidikan di era sekarang ini.

D. TEKNOLOGI INFORMASI DALAM LITERASI INFORMASI

THNQRORJL LQIRUPDVL GLGHILQLVLNDQ VHEDJDL ³aplikasi komputer dan teknologi lain untuk keperluan pengadaan, penataan, simpan, temu balik dan penyebaran informasi ³(American Library Association, 1983 sebagaimana dikutip oleh Taufik Asmiyanto, M.Si). Dalam pengertian lain TI adalah perpaduan antara komputer (perangkat keras dan perangkat lunak), komunikasi data serta media penyimpanan dan metode untuk mempresentasikan data dalam rangka untuk memperoleh, mengolah, menyimpan serta menyampaikan informasi (McLeod, 1993).

Sekarang ini sudah dirasakan betapa teknologi informasi telah banyak membantu dunia pendidikan. Bahkan bisa dikatakan pendidikan tanpa teknologi informasi ibarat mobil tanpa mesin. Demikian halnya teknologi informasi ini menjadi faktor utama dalam rangka menuju masyarakat melek informasi. Dengan teknologi informasi, para pengelola informasi dapat mengumpulkan, menganalisis, menyimpan, mengemas, menyebarkan dan memperbarui informasi. Bagi pencari informasi, maka informasi dapat dengan mudah ditelusur, disortir (dipilih), digunakan, disimpan, akhirnya menghasilkan sebuah informasi baru. Siklus semacam ini terus berjalan dengan ketergantungan yang tinggi kepada teknologi informasi. Begitu kompleknya fungsi teknologi untuk literasi informasi, maka sebagian orang lebih sering mengidentikan antara melek informasi dan teknologi informasi. Melek informasi berarti juga melek teknologi informasi.

(12)

Globalisasi yang ditandai dengan kemajuan penting dalam teknologi informasi dan komunikasi semacam itu mendorong pula perubahan dalam dunia pendidikan terutama proses pembelajaran. Pengajar sudah tidak menjadi satu-satunya sumber dalam pembelajaran, sebab dengan teknologi, sekarang ini sangat memungkinkan siswa mengakses beragam sumber belajar dan mempelajarinya sendiri. Selain menjadi semakin simpel dan praktisnya peran tenaga pengajar dihadapan para siswa, paradigma semacam ini semakin menguatkan gagasan tentang pentingnya literasi informasi. Bagaimanapun juga banjir informasi dan perkembangan perangkat lunak dan keras telah menambah khazanah peradaban yang luar biasa. Pemanfaatan secar maksimal dalam dunia pendidikan akan sangat membantu perubahan dan peralihan peradaban pendidikan kita ke arah dunia pendidikan yang modern, mengglobal dan kompetitif dalam pasar dunia.

E. MANFAAT LITERASI INFORMASI

Menurut Boyer (1997), memberdayakan peran informasi merupakan tujuan penting dari pendidikan. Ia menyatakan bahwa informasi merupakan sumber yang sangat berharga. Pendidikan harus dapat memberdayakan semua orang untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan.

Di dunia pendidikan, dimana penelitian adalah salah satu tugas utama yang harus dijalankan, maka pengetahuan dan hasil penelitian sebelumnya menjadi kebutuhan dalam rujukan. Seorang peneliti akan mencurahkan segenap daya upaya untuk mengeksplor informasi yang terkait dengan proyek penelitiannya. Seberapa banyak dan luas pengetahuan itu diperoleh tergantung dari kemampuan mereka mencari, menelusur, menemukan, mengevaluasi informasi dari berjuta-juta sumber dan ragamnya. Dari apa yang diperolehnya (informasi tentang suatu pengetahuan) akan menghasilkan satu pengetahuan baru. Kualitas satu pengetahuan baru yang dihasilkan tergantung dari kualitas pengetahuan sebelumnya yang diperoleh melalui literasi informasinya. Dari sini dapat dipahami bahwa pengetahuan tentang literasi informasi ini bukan hal yang sepele.

(13)

Mengutip hasil konklusi yang dibuat oleh Tim dari California State University (2001), bahwa kompetensi literasi informasi bermanfaat bagi kalangan perguruan tinggi karena:

1. Menyediakan metode yang teruji untuk memandu sivitas akademika terutama dosen dan mahasiswa kepada sumber informasi yang terus berkembang.

2. Mendukung usaha nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. (hal ini sjalan dengan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional pasal 40).

3. Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi perkuliahan. 4. Meningkatkan pembelajaran seumur hidup. Dengan memastikan bahwa

setiap indivisu memiliki kemampuan intelektual dalam berpikir secarakritis yang ditunjang dengan kompetensi informasi yang dimilikinya, maka individu dapat melakukan pembelajaran seumur hidup secara mandiri.

Sekarang ini kita menyadari bahwa disetiap lini kehidupan secara otomatis menghasilkan informasi. Semakin hari informasi tersebut akan semakin dirasakan perkembangan dan pertambahannya. Akibatnya akan memaksa setiap pengelola informasi untuk mengelola jutaan informasi tersebut menajdi sebuah arsip atau dokumen yang tertata, aman, cepat ditemukan, mudah diakses yang bukan sekedar berbasis kertas (paper based), namun juga berbasis digital (electronic based). Pengelolaan informasi semacam ini tentu membutuhkan sarana penelusuran yang praktis, cepat dan tepat, meski ibarat satu subyek dalam jutaan subyek, informasi tersebut harus ditemukan. Dari sinilah peran pengetahuan tentang literasi informasi sebagai jawaban atas permasalahan itu.

F. STRATEGI AGAR MELEK INFORMASI ( INFORMATION

LITERATE)

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa yang dimaksud literasi informasi adalah kemampuan memahami kebutuhan informasi, mencari dan menentukan informasi yang dibutuhkan, mmbangun atau menyusun informasi yang baru secara etis dan menyajikan kepada orang lain secara

(14)

tepat. Seseorang yang sudah menguasai pola tersebut disebut dengan information literate atau seseorang yang mampu menguasai dirinya dalam memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkannya. Seseorang dikatakan information literate berarti telah menunjukan dirinya pada orang lain bahwa dia telah mampu mengembangkan diri baik ketrampilan, pendidikan, maupun kinerjanya yang lebih baik. Tanpa sadar maka kemampuan ini membekalinya dalam rangka pembelajaran sepanjang hayat (long life education).

Belajar adalah kunci utamanya. belajar tidak akan sempurna kalau tidak memiliki kemampuan literasi informasi, sebab informasi terus berjalan dan berkembang dari waktu ke waktu. Globalisasi informasi dan kemajuan zaman menyebabkan jeda waktu antara pengetahuan baru yang (up to date) dan pengetahuan lama (out of date) sekarang sudah sangat dekat dan cepat sekali. Setiap orang perlu lebih responsif dan adaptabel terhadap perubahan dan perkembangan terutama kelompok masyarakat pendidikan. Beberapa ciri yang bisa dikatakan sebagai manusia yang mudah beradaptasi dan responsif terhadap perkembangan informasi untuk menjadi manusia yang melek informasi perlu memahami langkah sebagai berikut:

x Determine the extent of information needed (Menentukan tingkat

informasi yang dibutuhkan);

x Access the needed information effectively and efficiently (Akses

informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien);

x Evaluate information and its sources critically (Mengevaluasi

informasi dan sumbernya kritis);

x ,QFRUSRUDWH VHOHFWHG LQIRUPDWLRQ LQWR RQH¶V NQRZOHGJH EDVH

(Memasukkan informasi yang dipilih ke dalam basis pengetahuan seseorang)

x Use information effectively to accomplish a specific purpose

(Gunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu);

x Understand the economic, legal, and social issues surrounding the

use of information, and access and use information ethically and legally (Memahami dari sisi ekonomi, hukum, dan sosial isu seputar penggunaan informasi, dan akses dan menggunakan informasi secara etis dan legal) ( American Library Association dalam www.ala.org).

(15)

Selanjutnya ada beberapa model penguasaan literasi informasi. Yang paling terkenal adalah model the big6 dan model empowering8.

1. Model The Big6

The Big6 adalah model literasi informasi yang dikembangkan oleh Michael B. Eisenberg dan Robert E. Berkowitz pada tahun 1987 (Gunawan, 2008). Menurut model ini literasi informasi terdiri dari enam keterampilan dan dua belas langkah, dimana setiap keterampilan terdiri dari dua langkah. Adapun keenam keterampilan tersebut adalah seperti berikut:

6 Keterampilan 12 Langkah

1. Perumusan masalah yang diperlukan 1.1. Merumuskan masalah 1.2. Mengidentifikasi yang 2. Strategi pencarian informasi 2.1. Menentukan sumber

2.2. Memilih sumber terbaik 3. Lokasi dan akses 3.1. Mengalokasi sumber secara

intelektual dan fisik 3.2. Menemukan informasi di

dalam sumber-sumber tersebut

4. Pemanfaatan informasi 4.1. Membaca, mendengar, meraba dsb

4.2. Mengekstraksi informasi yang relevan

5. Sintesis 5.1. Mengorganisasikan

informasi dari pelagai sumber

5.2. Mempresentasikan informasi tersebut

6. Evaluasi 6.1. Mengevaluasi hasil

(efektivitas) 6.2. Mengevaluasi proses

(16)

Berikut contoh implementasi untuk melakukan 6 langkah di atas. Misalnya kepada beberapa orang mahasiswa jurusan V\DUL¶DK diberi tugas untuk menelusur informasi tentang hukum transplantasi anggota tubuh. Sesuai model literasi The Big6 tahapan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Perumusan Masalah

Setelah mendapat tugas seperti disebut di atas, maka langkah berikutnya adalah:

a) Memahami masalah tugas secara keseluruhan dengan cara Brainstorming dengan kelompok untuk memastikan bentuk, isi, kebutuhan untuk menyelesaikan tugas. Cara ini digunakan untuk menggali, mempertajam, dan mengembangkan gagasan dan penemuan masalah. Brainstorming dapat dilakukan melalui visualisasi pemikiran kita dan mengajukan pertanyaan. Gunakan

pertanyaan 5W1H (what, when, who, why, where, dan how) untuk memperjelas area topik tugas dan memperjelas tugas.

b) Clustering dapat digunakan untuk membuat hubungan dari bagian-bagian topik sehingga tampak relasinya dengan menggunakan bagan dan garis, atau menggunakan gambar sketsa.

c) Freewriting adalah menulis bebas tentang apa saja yang berkaitan dengan topik atau tugas. Gunakan freewriting untuk menyatakan atau menggambarkan proyek secara tulisan. Hasil dari proses di atas adalah pernyataan atau penjabaran dari tugas yang menjadi rumusan masalah. Rumusan masalah diperoleh setelah diidentifikasi melalui berbagai cara.

Langkah 2: Strategi Pencarian Informasi

Setelah mampu menyatakan dan menjabarkan masalah dalam tugas, langkah berikutnya adalah menentukan kebutuhan untuk menjawab masalah. Untuk itu diperlukan strategi pencarian informasi untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas/ proyek tersebut. Ada dua langkah penting yang perlu dilakukan yaitu menentukan sumber dan memilih sumber terbaik. Untuk itu perlu

(17)

dipahami bahwa tersedia beragam sumber informasi yang dapat digunakan, baik lokasi maupun bentuk informasinya. Sumber informasi disini dapat disajikan berupa gambar, citra, foto, teks, diagram, audio, audio-video, hasil wawancara, laporan, email, spasial dan sebagainya. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa sumber informasi dapat terbagi dalam tiga jenis yaitu:

a. Sumber informasi primer: informasi yang diperoleh dari asal informasi tanpa interpretasi, evaluasi dan perubahan dari pihak ke dua. Contoh: hasil wawancara, hasil survey, penemuan, kumpulan data mentah, artikel jurnal, surat-surat, karya seni.

b. Sumber information sekunder: hasil tulisan tentang suatu kejadian, penemuan dan lainnya seperti: buku teks, ensiklopedia, komentari, artikel majalah,dsb.

c. Sumber informasi tertier: kumpulan informasi yang digunakan untuk menelusuri suatu sumber informasi, biasanya berisi deskripsi dari sumber informasi. Contoh: abstrak, index, bibliografi, direktori, petunjuk dari suatu literatur.Untuk masing-masing sumber informasi tersebut, ada yang tersedia dalam format cetak maupun format elektronik. Misalnya artikel jurnal ada yang tersedia dalam bentuk elektronik dalam elektronik database dan jurnal tercetak yang diletakkan di perpustakaan. Buku teks dapat berupa buku tercetak atau e-book (electronic book). Buku elektronik banyak tersedia graris di internet dan dapat dicari menggunakan mesin pencari atau search engine.

Berbekal pemahaman terhadap tugas yang diperoleh, sehingga kita dapat menentukan sumber informasi yang digunakan untuk menyelesaikan tugas tersebut, sehingga dapat diperinci kebutuhan misalnya:

(a) kebutuhan isi: apa informasi yang akan disajikan, untuk siapa, sedalam/sejauh mana isi, visualisasi, teks, pembagian sub topik, alur isi (dan seterusnya);

(18)

(c) kebutuhan format: tercetak atau elektronik. Setelah itu, tentukan jenis dan format sumber informasi apa yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas/proyek.

Langkah 3: Lokasi dan Akses Informasi

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini yaitu mengalokasi sumber secara intelektual dan fisik dan bagaimana menemukan informasi di dalam sumber-sumber tersebut. Untuk melakukan hal ini perlu diketahui alat-alat pencarian sumber informasi. Alat pencarian sumber informasi adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan sumber informasi. Contoh: alat lokasi menggunakan OPAC (Online Public Access Catalog) dari Perpustakaan tertentu, misal katalog online Perpustakaan USU pada www.library.usu.ac.id. Search engine, directory, meta search, Internet Google, Yahoo, Altavista, Google Directory, Google Image, dan mungkin spasial atau lokasi dari sejumlah Electronic Database yang diakses online seperti PROQUEST, EBSCO, dan sebagainya.

Dalam menggunakan alat pencarian di atas hal yang perlu diperhatikan adalah:

(a) Query berupa istilah atau kata-kata penting yang mewakili sumber informasi. Query biasanya berupa istilah atau kata atau suatu frase. Hindari menggunakan kata yang berupa stop words seperti: dan, oleh, karena, yang, mana, kapan, saya, dia, kamu, dengan, which, that, why, before, will, is, am, are, dan sebagainya.

(b) Bahasa query, gunakan bahasa quey yang tepat dengan alatnya. Bahasa Inggris akan menghasilkan pencarian (recall) yang lebih banyak pada search engine jika dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indoensia. Akan tetapi untuk katalog perpustakaan lokal cukup dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dapat digunakan pada search engine, misalnya Google, untuk mendapatkan informasi dalam Bahasa Indonesia. Untuk hal ini, dapat digunakan Google versi Bahasa Indonesia (http://www.google.co.id/).

(c) Penggunaan Operator Boolean untuk membangun Query. Pada semua alat pencarian di atas, operator Boolean dapat digunakan untuk

(19)

merangkai dua atau lebih kata/istilah penelusuan guna membantu mendapatkan sumber informasi yang tepat dengan kebutuhan. Operator yang digunakan dalam pencarian adalah AND, OR, dan NOT. Operator AND untuk menggabungkan dua atau lebih istilah yang digunakan dalam query. Operator OR untuk mencari semua sumber informasi yang mengandung salah satu kata kunci atau keduanya. Operator NOT untuk mendapatkan sumber informasi tanpa istilah yang disebut kemudian. Penggunaan operator biasanya disesuaikan dengan peraturan pada search engine. Masing-masing search engine menggunakan simbol tertentu untuk mewakili ketiga operator tersebut. Beberapa search engine memiliki standar yang berbeda. Ada search engine yang langsung menggunakan operator AND untuk semua kata kunci yang dimasukkan oleh pengguna, kecuali pengguna menggunakan operator lain. Search engine menggunakan operator OR untuk standar pencarian, kecuali pengguna menentukan lain. Langkah 4: Pemanfaatan Informasi

Dengan tersedianya sumber informasi yang mendukung penyelesaian masalah, langkah berikutnya adalah memanfaatkan informasi. Tahapan yang akan dilakukan dalam hal ini adalah membaca atau mendengar informasi yang ditemukan dan mengekstraksi informasi yang relevan. Hal ini berarti menentukan bagian informasi yang akan digunakan, memilah-milah data yang akan dipakai untuk memahami konsep perpustakaan digital seperti yang disebut dalam masalah, dan melakukan evaluasi sumber informasi yang diperoleh.

Langkah 5: Sintesis

Ada dua tahapan kegiatan yang perlu dilakukan dalam langkah sintesis ini yaitu mengorganisasikan informasi dari pelbagai sumber dan mempresentasikan informasi tersebut. Langkah sintesis adalah kegiatan membandingkan, mengelola, menyusun, dan menggabungkan informasi yang diperoleh untuk dapat membangun suatu produk informasi. Informasi - informasi yang diperoleh dari sumber informasi berhak cipta seperti buku, periodikal, citra digital dan data mentah harus diberi

(20)

pengakuan dengan mematuhi ketentuan atau cara mengutip suatu informasi. Informasi yang diperoleh dari hasil pencarian dapat digunakan untuk menghasilkan suatu karya yang baru. Karya baru tersebut tentunya menjadi produk informasi yang baru. Produk informasi yang dibangun berdasarkan informasi yang didapat dari sumber informasi lain atau produk informasi lain, milik orang lain yang harus diakui dengan mencantumkannya dalam kutipan dan/atau dalam bibliografi karya baru tersebut. Pengakuan terhadap karya orang lain yang informasinya memberi kontribusi atau dasar pada produk informasi yang dibangun sangat penting dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi karya tulis.

Pada proses sintesis ini, informasi-informasi yang dikumpulkan dipadukan, dianalisis dan kemudian dibentuk menjadi produk informasi yang baru. Produk informasi baru yang telah selesai dibangun, atau karya baru yang dihasilkan, selanjutnya dipresentasikan. Presentasi adalah menyajikan produk informasi baru kepada pembaca atau audiens yang dituju. Berbagai cara untuk menyajikan produk informasi misalnya melalui publikasi tercetak: buku, artikel jurnal, proceeding, laporan, brosur dan sebagainya; melalui publikasi online/elektronik pada website atau mailing list dan sebagainya. Masing-masing cara menyajikan atau mempresentasikan tentu memiliki kode etik dan aturannya.

Langkah 6: Evaluasi

Makna evaluasi dalam langkah ini adalah mengevaluasi hasil penemuan dan pemanfaatan informasi dengan maksud untuk mengetahui apakah informasi yang diperoleh berdaya guna atau tidak (efektivitas). Evaluasi juga bermakna untuk menilai seluruh proses yang dilakukan dalam rangka pemecahan masalah dan proses pencarian informasi. Maksud dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah seluruh proses telah berlangsung sesuai dengan yang diharapkan (efisiensi) atau belum untuk selanjutnya dapat diperbaiki.

(21)

2. Model Literasi Empowring 8

Model literasi empowering 8 menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang berupa resource-based learning yaitu suatu kemampuan untuk belajar berdasarkan sumber datanya. Model literasi ini dihasilkan dari dua workshop yaitu di Kolombo tahun 2004 dan di Patiala-India tahun 2005. Menurut model ini, literasi informasi terdiri dari kemampuan untuk:

1) Mengindentifikasi topik/subyek, sasaran audiens, format yang relevan, jenis-jenis sumber

2) Mengeksplorasi sumber dan informasi yang sesuai dengan topik

3) Menyeleksi dan merekam informasi yang relevan dan mengumpulkan kutipan-kutipan yang sesuai

4) Mengorganisasi, mengevaluasi, dan menyusun informasi menurut susunan yang logis, membedakan antara fakta dan pendapat dan menggunakan alat bantu visual untuk membandingkan dan

mengkontraskan informasi

5) Menciptakan informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri, mengedit dan membuat daftar pustaka ataupun menghasilkan karya baru

6) Mempresentasi, menyebarkan atau menyampaikan informasi yang dihasilkan 7) Menilai output, berdasarkan masukan dari orang lain

8) Menerapkan masukan, penilaian, pengalaman yang diperoleh untuk kegiatan yang akan datang; dan menggunakan pengetahuan baru yang diperoleh untuk pelbagai situasi.

Perbedaan antara The Big6 dan Empowring 8 terletak pada kemampuan kelima yaitu, sintesis pada The Big6 menjadi organisasi, penciptaan dan presentasi pada Empowring8. Selanjutnya kemampuan ke 8 yaitu penerapan tidak terdapat pada The big6.

G. STANDAR KOMPETENSI LITERASI INFORMASI

Association of College and Reaserch Libraries (ACRL) dalam satu pertemuan di San Antonio Texas yang diselengarakan oleh American Library Association (ALA) tahun 2000 telah memuat standar ukuran information literacy. Standar kompetensi ini sebelumnya disusun sebagai

(22)

pedoman bagi perguruan tinggi pada umumnya, sehingga ada fokus sasaran yaitu kebutuhan civitas akademik (terutama dosen dan mahasiswa). Dalam kesimpulannya menyebutkan ada 5 standar dan 20 performance, sebagaimana berikut:

(1) Menentukan sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan a. Mendefinisikan kebutuhan informasi.

b. Mengidentifikasi beragam jenis dan format dari sumber- sumber formasi yang potensial.

c. Mempertimbangkan biaya dan manfaat dari pencarian informasi yang dibutuhkan.

d. Mengevaluasi kembali sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan.

(2) Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien

a. Menyeleksi metode pencarian atau sistem temu kembali informasi yang paling tepat untuk mencari informasi yang dibutuhkan.

b. Membangun dan menerapkan strategi penelusuran yang efektif. c. Menemukan kembali informasi secara on-line atau secara

pribadi menggunakan beragam metode. d. Mengubah strategi penelusuran jika perlu.

e. Mengutip, mencatat, dan mengolah informasi dan sumber-sumbernya.

(3) Mengevaluasi informasi dan sumber- sumbernya secara kritis

a. Meringkas ide utama yang dapat dikutip dari informasi yang terkumpul.

b. Mengeluarkan dan menggunakan kriteria awal untuk mengevalusi informasi dan sumber-sumbernya.

c. Mengumpulkan ide-ide utama untuk membangun konsep baru. Membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu untuk menentukan nilai tambahnya, kontradiksi, atau karakteristik unik lainnya dari informasi.

(23)

d. Menentukan apakah pengetahuan baru memiliki dampak terhadap sistem nilai seseorang dan menentukan cara untuk menyatukan perbedaan-perbedaan.

e. Membuktikan kebenaran dari pemahaman dan interpretasi informasi melalui diskusi dengan individu lain, para ahli, dan/atau praktisi. f. Menentukan apakah query (pertanyaan) awal perlu direvisi

(4) Menggunakan informasi untuk menyelesaikan tujuan tertentu

a. Menggunakan informasi baru dan yang terdahulu untuk perencanaan dan penciptaan hasil yang istimewa atau performa. b. Merevisi proses pengembangan untuk hasil atau performa.

c. Mengkomunikasikan hasil atau performa secara efektif kepada orang lain.

(5) Memahami aspek ekonomi, hukum, dan sosial yang berkaitan dengan penggunaan informasi

a. Memahami isu-isu ekonomi, hukum dan aspek sosial ekonomi seputar informasi dan teknologi informasi.

b. Mengikuti peraturan/hukum serta kebijakan institusi dan etika yang berhubungan dengan akses dan penggunaan sumber-sumber informasi.

c. Menghargai penggunaan sumber-sumber informasi dalam mengkomunikasikan produk atau performa.

H. PENUTUP

Era globalisasi menuntut dunia pendidikan untuk bisa berakselerasi mengikuti tuntutan jaman. Kurikulum, tenaga pengajar, proses pengajaran, media, sarana dan prasarana pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Salah satu yang memberikan indikasi ke arah ini adalah dengan banjirnya informasi dan pertumbuhan media yang terus menunjukan dinamisasi dan inovasi tanpa henti dan bervariasi, mulai dari kontentnya, kemasannya, ruang lingkupnya serta pola dan cara aksesnya. Bagaimanapun juga efek dari information booming adalah manusia yang melek terhadapnya. Manusia yang melek informasi akan lebih cepat mengkuti perkembangan dan

(24)

tuntutan yang ada. Inilah tuntutan sebenarnya bagi kalangan masyarakat akademisi.

Literasi informasi bagi dalam dunia pendidikan sangat diperlukan, agar nantinya pendidikan nasional kita mampu bersaing pada level global. Untuk itu, sudah saatnya instansi pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi memperhatikan kepentingan ini. Meski membutuhkan modal yang tidak sedikit, namun jika diawali dengan semangat untuk mau melakukan perubahan maka apapun akan bisa dilakukan. Meski perubahan itu sendiri pada sifatnya akan menciptakan resiko, ketidakpastian serta biaya baik biaya ekonomis maupun psikologis. Agar komitmen perubahan bisa ditumbuhkan, perlu dilahirkan visi bersama (shared vision) tentang bagaimana memperbaiki situasi dan tujuan bersama (shared aim) menuju masa depan (Uyung Sulaksana, 2004,157).

Ketersediaan sarana teknologi informasi (internet) serta perpustakaan yang tentunya sudah ada di tiap institusi pendidikan harus terus dikembangkan dan benar-benar dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan sumber daya yang ada (teknologi dan sumber informasi) untuk pendidikan akan lebih efektif, efisien dan optimal apabila dibekali dengan penguasaan literasi informasi. Dengan menguasai literasi informasi maka akan menumbuhkan jiwa kritis, kreatif, inovatif, meningkatkan kinerja serta kesiapannya dalam bersaing di era globalisasi. Tidak ada kata terlambat atau tidak bisa bagi civitas akademik agar bisa melek informasi. Melek informasi menjadi salah satu modal kemajuan suatu negara melalui jalur pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar. (2009). Sekolah Sebagai Organisasi Pembelajar (Learning Organization): Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan , Volume 15 Nomor 2 Tahun 2009. Hlm. 281-312.

Anwar, Moh. Idhochi, Prod. Dr. (2009). Pengembangan Sistem Informasi Di perguruan Tinggi. Jakarta: Rajawali Pres.

Association of College and Research Libraries. Information Literacy Competency Standards for Higher Education 2000. Chicago :

(25)

Association of College and Research Libraries. http://www.ala.org. diakses 1 November 2005.

Azra, Azyumadri. (2012). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Millenium III. Jakarta: Kencana.

Boyer, Ernest L. (1997). New Technologies and the Public Interest. Selected Speeches 1979-1995. Princeton, N.J.: Carnegie Foundation for the Advancement of Teaching. pp. 137-142.

Badan Standardisasi Nasional. (2000). Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jakarta: BSN-SNI-2009.

Oviyanti, Fitri. (2013). Tantangan Pengembangan Pendidikan Keguruan di Era Global. Jurnal Nadwa. Volume 7, Nomor 2, Oktober 2013. Hlm. 273-290.

Joner Hasugian. (2008). Urgensi Literasi Informasi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi. Jurnal Pustaha Studi Perpustakaan dan Informasi. Vol. 4 No. 2 Desember 2008.

Pendit, Putu Laxman. (2008). Perpustakaan Digital dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karya Karsa Mandiri.

Asmiyanto, Taufik. (2008). Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan. Paper presentasi Kuliah. Jakarta: FIB UI.

Solaksana, Uyung. (2004). Manajemen Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Widartmono, H. Literasi Memenangi Kehidupan. Harian Kompas Selasa, 23 November 2010.

Tim Administrasi. (2009). Literasi Informasi Kunci Kemajuan Yang Terbuang. Dalam www.bit.lipi.go.id. diakses tanggal 2 Juli 2014. ________________. QS World University Rankings 2013. Dalam

www.topuniversities.com. Di akses tanggal 2 Juli 2014.

________________. Definition of literacy informacy. www.cilip.org,uk. Diakses tanggal 10 Juli 2013.

Referensi

Dokumen terkait

(2001) melaporkan bahwa dengan menggunakan uji serum netralisasi, 17% P. vampyrus di Malaysia positif terhadap virus Nipah. Oleh karena itu, apabila di Indonesia dapat

Sastrohadiwiryo ( dalam Sinambela, 2018) menyatakan bahwa:“ Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi kepada para tenaga kerja yang telah

Berdasarkan hasil observasi dan analisis data, diperoleh informasi tentang keterlaksanaan pembelajaran membaca teks pendek dengan menggunakan media gambar adalah

Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis peserta didik dalam pembelajaran IPA setelah menggunakan Subject Specific Pedagogy (SSP) dengan Model Problem Based Learning

Perkembangan teknologi informasi sangat mempengaruhi dunia pendidikan. Hal ini terlihat dari penggunaan teknologi dalam bidang pendidikan dan ditetapkannya kurikulum

Kestabilan bahan kimia.Stabil dalam keadaan penyimpanan dan pengendalian yang disyorkan (lihat seksyen 7).Keadaan yang perlu dielakkan.Jauhkan dari agen pengoksidaan, bahan alkali

Pengukuran dan analisis dari pergerakan atau langkah kerja dalam suatu proses produksi dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut di sebut dengan time and

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama simpan maksimal pada perlakuan kedap udara adalah 10 hari dengan persentase hidup planlet 96,3%, persentase daun gugur 1%,