• Tidak ada hasil yang ditemukan

Al-Qur an dalam Pandangan Hermeneutika Nasr Hamd Abu Zayd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Al-Qur an dalam Pandangan Hermeneutika Nasr Hamd Abu Zayd"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: M. Tohir

Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam Bangkalan, Indonesia Email : mochtohir@gmail.com

Abtrak

Heremenutika Nas{r H{amd Abu> Zayd. mencoba mendekonstruksi

konsep ilmu Islam dan hukum-hukum dalam Islam. Dengan mengganti konsep penafsiran ulama-ulama yang sudah familiar dengan konsepnya. Pemahaman bahwa al-Qur’an baik dari segi lafad dan maknanya berasal dari wahyu Tuhan digantinya dengan pemahaman bahwa al-Qur’an adalah produk budaya yang tersusun dari teks manusiawi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu, al-Qur’an bukan hanya teks yang bersifat manusiawi biasa, bahkan dalam menafsirkannya harus mengkaji sosio historis masyarakat di mana ayat tersebut diturunkan. Abu Zaid berusaha merekontruksi pemahaman umat Islam dengan menganggap semua hukum-hukum yang sudah mapan harus dirubah..

Kata kunci: Nas{r H{amd Abu> Zayd, al-Qur’an, Hermeneutika Pendahuluan

al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi pemungkas zaman yaitu Nabi Muhammad SAW. melalui perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an

menjadi hudan bagi umat akhir zaman agar tidak terjerumus dalam kenikmatan

semata di dunia. Salah satu ayat al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia

merupakan ummatan wa>hidah, akibat pertumbuhan penduduk yang sangat laju

serta perkembangan masyarakat yang sangat pesat, maka timbullah perselisihan sehingga terdapat banyak perbedaan pendapat dalam mengatasi persoalan-persoalan baru. Maka Allah SWT. mengutus para nabi dengan membawa kitab Suci yang merupakan wahyu-Nya, agar dengan Kitab Suci tersebut mereka bisa menyelesaikan masalah-maslah mereka serta menemukan solusi terbaik untuk menjalankan kehidupan di dunia.

Al-Qur’an telah menyatu dengan umat muslim sehingga untuk memahami berbagai ayat yang terkandung di dalamnya, haruslah merujuk pada kitab-kitab

(2)

2 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

tafsir. Seiring berputarnya zaman, permasalahan yang timbul mulai berkembang hingga timbul sebuah permasalahan yang tidak pernah muncul sebelumnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebagian mufasir membutuhkan metode baru yaitu dengan menggunakan metode barat yang telah dikenal sebagai metode untuk memahami bibel( hermeneutik).

Sebelumnya, al-Qur’an ditafsirkan secara kaku dan monoton pada teks, seakan-akan tidak memberi gerak untuk memperluas pemahaman terhadap suatu penafsiran. Namun sejak adanya pembaharuan dalam pemikiran Islam, muncullah beberapa tokoh yang memutar pemikiran dengan menggunakan metode yang mereka temukan untuk memahami maksud yang terselubung dari sebuah ayat al-Qur’an. Salah satu tokoh tersebut adalah Nas{r H{amd Abu> Zayd.

Tokoh ini menyatakan dalam salah satu karangannya bahwa al-Qur’an adalah produk budaya yang ditulis menggunakan teks manusia sehingga menjadi sebuah fenomena sejarah Islam. Dari gagasan yang dipaparkannya, sangat menarik untuk dikaji lebih luas bagaimana metode Abu Zaid memahami wahyu Allah yang diakui sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW.

Biografi Nasr Hamid Abu Zaid dan Karya-Karyanya

1. Biografi Nasr Hamid

Salah satu tokoh hermeneutik Muslim yaitu Nasr Hamid Abu Zaid, ia lahir tahun 1943 yakni pada tanggal 10 juli di sebuah desa Qahafah provinsi al- Gharbiyah Mesir. Abu Zaid sewaktu kecil termasuk anak yang pendiam dan dia lahir ditengah-tengah keluarga agamis, sehingga sejak dia masih kecil ayahnya telah menerapkan ilmu tentang keagamaan kepadanya. Hal ini terbukti karena dia tumbuh menjadi sosok anak yang taat dan patuh terhadap orang tuanya. Serta pada usia 8 tahun, Abu Zaid telah mampu menghafalkan 30 juz. Bahkan tidak sekedar menghafalnya, tetapi ia juga memahami pesan-pesan (kandugan) ayat-ayat tersebut. Sehingga karena kehebatannya tersebut dia mendapat julukan “Syeikh”

(3)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 3

dari teman-teman sebayanya. Walaupun kata ini biasanya digunakan untuk para

imam masjid.1

Semenjak berumur 11 tahun Abu Zaid ikut serta menjadi bagian dari ikhwa>n al-Muslimi>n sebagaimana jejak ayahnya dulu yang juga menjadi bagian

dari anggota tersebut. Meskipun sebenarnya ikhwa>n al-Muslimi>n beranggotakan

orang-orang dewasa bukan untuk anak yang seusianya. Namun karena adanya minat yang begitu mendalam, Abu Zaid mengharuskan dirinya untuk bergabung

dengan ikhwa>n al-Muslimi>n. Akan tetapi perlu diketahui bahwa keinginannya

bukanlah sebatas karena naik daunnya ikhwa>n al-Muslimi>n pada saat itu, tetapi karena adanya ketertarikan terhadap tokoh Sayyid Qut}b yang tersohor lewat buku

yang berjudul al-Isla>m wa al-‘Adalah al-Ijtima’iyyah.2

Pada usia Abu Zaid yang ke 14 tahun(1957), yaitu ketika dia masih mengenyam pendidikan MI di Thanta. Abu Zaid harus merasakan kehilangan sosok ayah yang menjadi publik figur dalam hidupnya. Kemudian setelah lulus dari pendidikannya, dalam benak Abu Zaid terlintas sebuah keinginan untuk melanjutkan ke sekolah menengah umum. Hal ini karena ambisi untuk melanjutkan pendidikannya keperguruan tinggi sangat tinggi. Namun karena mengingat pesan ayahnya, agar melanjutkan pada sekolah tehnik. Sehingga mempermudahnya dalam mencari pekerjaan. Abu Zaid memutuskan lebih memilih apa yang dianjurkan ayahnya, apalagi mengingat ayahnya telah tiada.

Abu Zaid memulai pendidikannya di sekolah tehnik Thantha, dan lulus pada tahun 1960. Lalu melanjutkan kuliahnya di fakultas sastra Universitas Kairo, dengan mengambil jurusan Sastra Arab dan Bahasa. Sejak itulah kehebatan intelektual Abu Zaid mulai berkembang. Ia menjadi sosok mahasiswa agresif dan kritis sehingga ia mampu melahirkan pembacaan ulang terhadap studi al-Qur’an melalui pendekatan linguistiknya. Dan pada tahun 1972, gelar serjana telah diperolehnya, sekaligus diangkat menjadi asisten dosen. Kemudian pada tahun 1977, Abu Zaid telah menyelesaikan program magisternya. Dan pada tahun 1981, Abu Zaid mendapatkan gelar PhD. Selain itu, pada tahun 1976-1987 Abu Zaid

1 Kurdi dkk, Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: eLSAQ, 2010), 116 2Ibid., 117.

(4)

4 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

mengajarkan bahasa Arab kepada orang-orang asing. Lebih tepatnya yaitu kepada menteri pendidikan dan diplomat pusat. Bahkan karena kepiawaiannya, Abu Zaid

dijadikan professor tetap dibidang Studi Islam, yaitu tahun 1982.3 Abu Zaid juga

pernah menimba ilmu di Amerika. Disana Abu Zaid belajar hermeneutik dan filsafat. Menurutnya, hermeneutik merupakan suatu ilmu baru yang muncul dan

mengubah cara pandangnya.4

Abu Zaid juga dipandang sebagai tokoh kontroversial di Mesir. Sebab kritikannya terhadap sahabat Uthman bin Affan, yaitu mengenai penyatuan dialek yang bermacam-macam, yang dijadikan dalam satu bacaan saja. Abu Zaid memandang bahwa ketika dialek tersebut disatukan, maka menunjukkan adanya keterbatasan dalam bacaan al-Qur’an. Sebab hal inilah, pada tahun 1992 Abu Zaid ditolak sebagai professor karena dianggap menyeleweng dari dari ajaran-ajaran Islam, bahkan ia dianggap keluar dari Islam (murtad). Meskipun sebenarnya tidak segampang itu untuk menyatakan seseorang dikatakan murtad, akan tetapi hal ini masih menyeretnya berkelanjutan kepengadilan Kairo, yang mengharuskan Abu

Zaid bercerai dengan istrinya.5

Pada tahun 1995, ia mendapat kecaman dari berbagai pihak untuk dihukum mati. Akhirnya Abu Zaid dan istrinya memutuskan untuk keluar dari Mesir dan menetap di Belanda. Hal ini bukanlah akhir cerita kehidupan Abu Zaid, karena berkat keilmuan yang dimilikinya dalam studi al-Qur’an, dia menjadi sosok terhormat di Belanda. Serta memperoleh gelar professor dalam studi Islam dan bahasa arab dari Leiden University, yaitu Universitas di Amsterdam yang

sudah berdiri pada tahun 1575.6 Setelah itu, tepatnya pada tanggal 27 Desember

tahun 2000, Abu Zaid ditetapkan sebagai guru tetap di universitas Leiden.7 Selain

3 Fikri Hamdani, ”Nasr Hamid Abu Zaid dan Teori Interpretasinya”, UINSUKA Yogyakarta, 2. 4 Lailatu Rohmah, “Hermeneutika Al-Qur’an: Studi Atas Metode Penafsiran Nasr Hamid Abu

Zaid”, HIKMAH, Yogyakarta, Vol. XII, No. 2, 2016, 226.

5 Muhammad Nuryansah, “Aplikasi Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid Terhadap Hadith Nabi

(Studi Pada Hadith “Pemerintah memerangi Manusia Sampai Mereka Mengucapkan Tiada Tuhan Selain Allah)”, Vol 1 No.2, Semarang: Desember, 2016, 263.

6 Lailatu Rohmah, “Hermeneutika Al-Qur’an: Studi Atas Metode Penafsiran Nasr Hamid Abu

Zaid”... 228

7 Muhammad Nuryansah, Aplikasi Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid Terhadap Hadith Nabi

(Studi Pada Hadith “Pemerintah memerangi Manusia Sampai Mereka Mengucapkan Tiada Tuhan Selain Allah)... 263.

(5)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 5

itu tahun 2005, Abu Zaid juga memperoleh apresiasi berkat upaya yang

dilakukannya dalam menyuarakan kebebasan untuk berfikir.8

Nasr Hamid Abu Zaid wafat pada tanggal 5 Juli tahun 2010, penyebab Abu Zaid meninggal dunia diduga karena terjangkit oleh virus yang berbahaya, karena tim medis pada saat itu belum menemukan obat penawar virus tersebut. Abu Zaid menghembuskan nafas terakhirnya bertepatan setelah pulang ke Indonesia, maka timbullah praduga yang menyatakan bahwa virus tersebut diperoleh dari Negara Indonesia. Namun istrinya mengelak akan hal tersebut karena dia memiliki keyakinan bahwa suaminya memang sudah terjangkit virus

tersebut sebelum kepulangannya ke Isndonesia.9

2. Karya-Karya Nasr Hamid

Abu Zaid dalam kehidupannya memiliki banyak karya, baik tentang studi al-Qur’an ataupun tentang keIslaman. Namun, dari hasil karyanya tersebut banyak menuai kontroversi dikalangan para tokoh Muslim. Karena menurut mereka dalam karangan Abu Zaid terdapat pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari tuntunan syari’at. Salah satunya yaitu ketika Abu Zaid menyebutkan dalam

bukunya bahwa al-Qu’an tercipta dari sebuah budaya.10 Oleh sebab itu, untuk

mengetahui asumsinya, diperlukan untuk membaca karya-karya yang telah

dipublikasikannya. Diantara karya-karya Abu Zaid yaitu:11

a. Naqd al-Khit}ab al-Di>nn

b. Al-Imam al-Syafi’i> wa Ta’si>s al-Aidiulujiyyat al-Wasat}iyyat

c. Al-Ittijahad Aql fi> Tafsi>r (Dira>sah fi> Qadiyah Majaz ‘inda al-Mu’tazilah)

d. Isykaliyat al-Qira>ah wa Aliyah al-Ta’wi>l e. Mafhu>m al-Nash (Dira>sah fi> Ulum al-Qur’a>n)

f. Al-Tafki>r fi> Zaman al-Takfi>r (Dlid al-Jahl wa al-Zaif wa al-Khurafat)

8 Lailatu Rohmah, “Hermeneutika Al-Qur’an: Studi Atas Metode Penafsiran Nasr Hamid Abu

Zaid”…228

9 Sulistiya Ayu Aggraini, “Aplikasi Metode Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid Tentang

Poligami Dalam Surah an-Nisa’ Ayat 3”, Surabaya: 17 April 2018, 64.

10 Fikri Hamdani, Abu Hamid Nasr Zaid dan Interpretasinya... 1-2.

11 Lailatu Rohmah, “Hermeneutika Al-Qur’an: Studi Atas Metode Penafsiran Nasr Hamid Abu

(6)

6 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

g. Falsafah al-Ta’wi>l (Nadariyyat Ta’wi>l al-Qur’a>n ‘Inda ibn ‘Arabi)> h. Dawair al-Khauf (Qira>’ah fi> Khit}ab al-Mar’ah)

i. Al-Nash al-Sult}ah al-Haqi>qah (al-Fikr al-Dini> Baina Iradat al-Ma’rifat wa Iradat al-Haiminat).

Teks al-Qur’an Perspektif Nasr Hamid Abu Zaid

Dalam lintasan sejarah arab, teks merupakan bagian terpenting dari budaya arab. Apalagi jika memperhatikan perkembangan sastra dunia Islam. Salah satu budaya yang mengakar kuat adalah tradisi lisan, sehingga teks di proklamirkan sebagai faktor penting sebuah peradaban. Meski peradaban tidak terbentuk secara tunggal dari sebuah teks. Tapi dialektika yang dilakukan manusia dan realitas yang terjadi termasuk dalam bagian pembentuk sebuah peradaban.

Makna teks dalam bahasa arab klasik dikenal dengan istilah “al-nas{” yang

memiliki arti mengangkat. Sedangkan dalam lisa<n al-‘ara<b, teks memiliki arti

tampak dan tersingkap. Abu Zaid memaknai kata al-nas{ dengan baya<n. Abu Zaid

juga mengutip pendapat al-Zamakhsyari dalam memberikan makna kata al-nas{.

Kata al-nas{ digunakan untuk menunjukkan ayat yang sudah jelas dan tidak butuh

pada penta’wilan seperti ayat-ayat muhkam. Makna yang seperti ini, masih

digunakan sampai zaman kehidupan Ibnu Arabi. Karena tidak ada perubahan yang

signifikan dari masa-masa sebelumnya.12

Pengertian teks di era kontemporer merupakan serangkaian kata-kata yang tersusun serta mengandung makna umum yang berisi pesan-pesan yang akan disampaikan. Kata-kata yang disampaikan bisa menggunakan bermacam-macam bahasa. Oleh sebab itu, struktur kata yang tersususn sehingga menghadirkan pesan yang dimaksud merupakan bagian dari teks. Pandangan Abu Zaid ini menunjukkan bahwa bahasa adalah pokok inti dari penyampaian pesan dengan

sebuah teks.13

Al-Qur’an perspektif Abu Zaid merupakan wahyu Allah yang ditulis dengan bahasa manusia serta berkaitan erat dengan peradaban budaya arab, sehingga peradaban arab dikatakan sebagai peradaban teks. Dengan demikian,

12 Kurdi dkk, Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis,… 120. 13Ibid., 122.

(7)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 7

peradaban arab dibangun dan berdiri tegak karena dialektika antara manusia dan teks(al-Qur’an). Abu Zaid mensejajarkan teks al-Qur’an dengan teks bahasa

karena keduanya terbentuk dari budaya yang sama yaitu budaya manusia.14

Abu Zaid dalam bukunya “Mafhu<m al-Nas{”, tidak menjelaskan secara pasti pengertian dari teks, Abu Zaid hanya mengutip pengertian teks dari pendapat modern. Pengertian teks dapat dipahami dari pembahasan Abu Zaid tentang perbedaan antara teks(nas{) dan buku(mushaf). Teks tidak dapat dipahami secara

langsung, butuh penjelasan dan interpretasi pada suatu teks. Sebaliknya, mushaf

lebih mudah dipahami karena mushaf merupakan rangkaian karya estetik.15 Abu

Zaid melihat al-Qur’an sebagai teks primer, sedangkan hadis merupakan teks sekunder karena fungsi dari hadis menjelaskan kandungan al-Qur’an. Begitupula

hasil ijtihad dikategorikan sebagai teks sekunder.16

Al-Qur’an merupakan sifat-sifat dan tindakan tuhan yang teraktualisasi menjadi fenomena sejarah. Dari pemahaman ini, manusia sebagai pelaku sejarah harus mengaktualisasikan kembali tindakan tuhan dengan mematuhi peraturan

sejarah.17 Implikasi dari pemahaman al-Qur’an versi Abu Zaid adalah ketika

menghubungkan antara teks, sejarah dan budaya sehingga al-Qur’an layaknya teks kebahasaan pada umumnya.

Bukti bahwa al-Qur’an adalah teks dapat dilihat dari karakteristik yang

terdapat dalam al-Qur’an itu sendiri, hal ini berkaitan dengan tiga aspek berikut: 18

a. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad yang berupa pesan-pesan ajaran keagamaan yang tersusun dalam sebuah teks berbahasa arab dengan tujuan sebagai petunjuk bagi manusia.

b. Struktur al-Qur’an terdiri dari susunan ayat-ayat sehingga terbentuk sebuah kalimat dan terbagi berdasarkan bab(surat), hal ini biasa digunakan dalam teks-teks bahasa.

14 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhu>m al-Na>s, (Kairo: Al-Hai’ah al-Misriyyah al-‘Ammah li al-Kutub,

1990), 27.

15Ibid., 15.

16 Ahmad Fauzan, “Teks Al-Qur’an Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zayd”, Vol. 13, No. 1,

Maret 2015, UNIDA GONTOR, 66.

17Ibid.

18 M. Yazid Afandi, “Membongkar Sakralitas Teks (Mempertimbangkan Ulang Pemikiran Nasr

(8)

8 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

c. ayat-ayat al-Qur’an terdiri dari Ayat muhkamat dan ayat mutasyabiha<t,

Apabila terdapat penjelasan yang ambigu, ayat muhkamat berfungsi sebagai penyempurna ketidakjelasan dari ayat tersebut. Bahkan memahami dengan menta’wilnya merupakan sikap yang tidak bisa terpisahkan dari sebuah teks.

Selanjutnya, Abu Zaid menyatakan bahwa teks al-Qur’an yang bersifat literal(mantu<q) hanya pencipta teks yang mengetahuinya maksud utama dari teks tersebut. Namun dalam konsep memahaminya bersifat relatif dan bisa berubah sesuai dengan perspektif masing-masing pembaca teks. Teks al-Qur’an berubah

dari teks yang bersifat ilahiya<t menjadi teks yang manusiawi karena perubahan

dari wahyu menjadi sebuah penta’wilan seperti yang disampaikan Nabi

Muhammad sebagai mufassir pertama.19

Abu Zaid ketika menjelaskan pandangannya terhadap al-Qur’an adalah sebuah teks menghasilkan dua asumsi dasar; pertama, al-Qur’an adalah teks bahasa yang terbentuk dari unsur yang sama dengan teks-teks lain didalam budaya manusia. Kedua, saat ini umat Islam membutuhkan kebebasan yang bersifat mutlak untuk memahami teks-teks keagamaan agar sesuai dengan konteks masa kini, khususnya dalam memahami teks al-Qur’an yang diturunkan 14 abad yang

lalu.20 Dari asumsi ini, Abu Zaid telah menyatakan dengan jelas bahwa al-Qur’an

menjadi penyebab kemunduran umat Islam jika memahaminya tidak sesuai konteks kekinian.

Dua asumsi diatas membahayakan keyakinan-keyakinan umat Islam. Karena bagi umat Islam berpegang teguh terhadap wahyu Allah(al-Qur’an dan hadis) adalah perintah utama dari Allah. Selain itu, al-Qur’an memiliki keistimewaan tersendiri sehingga berbagai persoalan dalam hidup dapat diatasi dengan mencari solusi didalam al-Qur’an.

Kajian Abu Zaid terhadap teks al-Qur’an berangkat dari beberapa fakta yang dilihatnya di sekitar al-Qur’an diturunkan. Serta al-Qur’an berbahasa. Untuk

19 Lailatu Rohmah, “Hermeneutika Al-Qur’an: Studi Atas Metode Penafsiran Nasr Hamid Abu

Zaid”… 231.

20 Nasr Hamid Abu Zaid, Al-Qur’an Hermeneutik Dan Kekuasaan, Terj. Dede Iswadi dkk,

(9)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 9

memahami lebih mendalam mengenai teks perspektif Abu Zaid, perlu kiranya memahami pengertian bahasa al-Qur’an itu sendiri.

Bahasa al-Qur’an tersusun dari dua kata, pertama bahasa dan yang kedua al-Qur’an. Al-Ghalayani mendefinisikan bahasa sebagai kata yang digunakan

suatu kaum dalam menyampaikan hal yang dimaksudkan.21 Dari pengertian ini,

dapat dipahami bahasa merupakan ungkapan yang terdiri dari unsur kata yang memiliki makna dan memilki sasaran. Bahasa al-Qur’an merupakan kata yang memiliki makna dan sasaran yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan pemahaman ini, pembaca yang ingin memahami al-Qur’an diharuskan mempelajari bahasa al-Qur’an, mencari siapa yang menjadi sasaran dari sebuah teks sehingga tercapai tujuan memahami makna yang terkandung pada teks tersebut.

Ulama berbeda pendapat mengenai bahasa Qur’an, apakah bahasa al-Qur’an memiliki bahasa tersendiri atau bahasa arab adalah bahasa al-al-Qur’an. Untuk menjawab kebingungan ini, Nasaruddin Umar membagi perdebatan-perdebatan ulama menjadi tiga bagian. Pertama, Allah SWT. yang menciptakan bahasa al-Qur’an. Kedua,pengguna bahasa arab adalah Allah SWT. Ketiga, Yang menciptakan bahasa al-Qur’an dan yang menggunakan bahasa arab adalah Allah

SWT.22

Pertama, Sebagai pencipta bahasa yang digunakan al-Qur’an, memberi

pengertian bahwa seluruh lafad didalam al-Qur’an merupakan hasil kreasi Allah SWT. sehingga al-Qur’an yang menggunakan bahasa arab bukanlah bahasa arab biasa. Untuk mendukung pendapatnya, Nasaruddin Umar memberikan dalil surat T{a<ha< ayat 113, al-Ahqa<f ayat 12, Fus{s{ilat ayat 3, al-Shura< ayat 7 dan al-Zukhruf ayat 3. 1. T{a<ha< ayat 113

ََكِلَذَك َو

َ هاَنْل َزْنَأ

اًنآ ْر ق

اًّيِب َرَع

اَنْف َّرَص َو

َِهيِف

ََن ِم

َِديِع َوْلا

َْم هَّلَعَل

ََنو قَّتَي

َْوَأ

َ ثِدْح ي

َْم هَل

ا ًرْكِذ

Artinya:

21 Heri Khoiruddin dan Dede Hulaelah, “Historisitas Al-Qur’an; Studi Pemikiran Nasr Hamid

Abu Zaid Tentang Sebab Turunnya Al-Qur’an”, Sigma Mu Vol. 6 No. 2, September 2014, 9.

22 Nasaruddin Umar, “Menimbang Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir”, Jurnal Studi al-Qur’an,

(10)

10 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

Dan demikianlah telah kami turunkan al-Qur’an dengan berbahasa arab, dan telah kami jelaskan berulang-ulang di dalamnya(al-Qur’an) sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau agar al-Qur’an memberi pengajaran kepada mereka.23

2. Al-Ahqa<f ayat 12

َْن ِم َو

َ

َِهِلْبَق

َ

َ باَتِك

َ

ىَسو م

َ

اًماَمِإ

َ

ًَةَمْح َر َو

َ

اَذَه َو

َ

َ باَتِك

َ

َ قِ دَص م

َ

ًَناَسِل

اَ

اًّيِب َرَع

َ

ََرِذْن يِل

َ

ََنيِذَّلا

َ

او مَلَظ

َ

ى َرْش ب َو

َ

ََنيِنِسْح مْلِل

Artinya:

Dan sebelum al-Qur’an sudah ada kitab Nabi Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan al-Qur’an adalah kitab yang membenarkan dalam bahasa arab untuk memberi peringatan kepada orang yang dhalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.24

3. Fus{s{ilat ayat 3

َ باَتِك

َ

َْتَل ِ ص ف

َ

َ ه تاَيآ

َ

اًنآ ْر ق

َ

اًّيِب َرَع

َ

َ م ْوَقِل

َ

ََنو مَلْعَي

Artinya:

Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan, yakni bacaan dalam bahasa arab, untuk kaum yang mengetahui.25 4. Al-Shura< ayat 7

ََكِلَذَك َو

َ

اَنْيَح ْوَأ

َ

ََكْيَلِإ

َ

اًنآ ْر ق

َ

اًّيِب َرَع

َ

ََرِذْن تِل

َ

ََّم أ

َ

ى َر قْلا

َ

َْنَم َو

َ

اَهَل ْوَح

َ

ََرِذْن ت َو

َ

ََم ْوَي

َ

َِعْمَجْلا

َ

ََل

َ

ََبْي َر

َ

َِهيِف

َ

َ قي ِرَف

َ

يِف

َ

َِةَّنَجْلا

َ

َ قي ِرَف َو

َ

يِف

َ

َِريِعَّسلا

Artinya:

Dan demikianlah kami wahyukan al-Qur’an kepadamu dengan berbahasa arab, agar kamu memberi peringatan kepada penduduk Makkah dan penduduk negeri-negeri sekelilingnya serta memberi peringatan tentang hari berkumpul(kiamat) yang tidak diragukan adanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka sa’i>r.26

5. Al-Zukhruf ayat 3

إ

اَّن ِِ

َ

َ هاَنْلَعَج

َ

اًنآ ْر ق

َ

اًّيِب َرَع

َ

َْم كَّلَعَل

َ

ََنو لِقْعَت

Artinya:

23 Kementerian Agama Republik Indonesia, Qur’an Hafalan Dan Terjemahan, (Jakarta: Almahira,

cet. 3, 2017), 319.

24Ibid., 503. 25Ibid., 477.

(11)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 11 Sesungguhnya kami menjadikan al-Qur’an dalam berbahasa arab agar kamu memahami.27

Ayat-ayat diatas menjelaskan tentang bahasa al-Qur’an, bahwa al-Qur’an

diturunkan menggunakan bahasa arab(lisa<n al-‘Ara<b).28 Bahasa arab adalah

bahasa yang unik dan kaya dengan kosakata dan sinonim sehingga bahasa arab digunakan sebagai bahasa al-Qur’an. Hal tersebut memberi peluang besar bagi

pembaca untuk memahaminya secara luas.29

Kedua, sebagai pengguna bahasa arab, memberi petunjuk bahasa yang

digunakan adalah bahasa yang sudah ada dalam kehidupan manusia. Ulama ini menggunakan dalil surat Ibra<hi<m ayat 4 yang menyatakan bahwa bahasa kaumlah

yang digunakan ketika al-Qur’an diturunkan.30

اَم َو

َ

اَنْلَس ْرَأ

َ

َْن ِم

َ

َ لو س َر

َ

ََّلِإ

َ

َِناَسِلِب

َ

َِه ِم ْوَق

َ

ََنِ يَب يِل

َ

َْم هَل

َ

َ ل ِض يَف

َ

َ َّاللّ

َ

َْنَم

َ

َ ءاَشَي

َ

يِدْهَي َو

َ

َْنَم

َ

َ ءاَشَي

َ

ََو ه َو

َ

َ زي ِزَعْلا

َ

َ ميِكَحْلا

Artinya:

Dan kami tidak mengutus seorang Rasul, melainkan dengan bahasa kaumnya. Agar dia bisa memberi penjelasan kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, Dia yang maha perkasa lagi maha bijaksana.31

Dalil ini menunjukkan bahwa al-Qur’an tidak hanya diturunkan untuk kaum yang menggunakan bahasa arab tetapi al-Qur’an diturunkan untuk semua manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dan sebagai cerminan dari pikiran dan pandangan sebuah masyarakat. Sangat wajar jika al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa kaum dimana tempat al-Qur’an diturunkan.

Ketiga, sebagian ulama yang berpendapat bahwa Allah sebagai pencipta

dan pengguna bahasa al-Qur’an. Ketika berada pada kedua posisi ini, sebagian dari bahasa yang terdapat didalam al-Qur’an adalah hasil kreatifitas Allah dan

27Ibid., 489.

28 Nasaruddin Umar, “Menimbang Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir…36-37.

29 Heri Khoiruddin dan Dede Hulaelah, “Historisitas Al-Qur’an; Studi Pemikiran Nasr Hamid

Abu Zaid Tentang Sebab Turunnya Al-Qur’an”...11.

30 Nasaruddin Umar, “Menimbang Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir”...38-39. 31 Kementerian Agama Republik Indonesia, Qur’an Hafalan Dan Terjemahan…255.

(12)

12 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

sebagian yang lain merupakan bahasa yang sudah ada sebelum al-Qur’an

diturunkan serta sudah menjadi bagian budaya masyarakat itu.32

Dari perdebatan diatas, menimbulkan dampak yang sangat besar. Misalnya, ketika bahasa yang digunakan adalah bahasa kaumnya, untuk memahami al-Qur’an harus menelusuri makna-makna yang digunakan sesuai dengan peristiwa dan waktu al-Qur’an diturunkan.

Abu Zaid membangun argumentasinya dengan mengutip pendapat al-Zarkasyi; (1) Lafad dan makna yang terkandung didalam al-Qur’an murni dari Allah; (2) Allah menurunkan al-Qur’an hanya sebatas maknanya saja, kemudian Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan menggunakan bahasa arab; (3) Al-Qur’an disampaikan oleh Allah kepada malaikat Jibril secara makna, begitupula Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad secara makna, kemudian Nabi yang membahasakannya dengan menggunakan bahasa kaumnya

yaitu bahasa arab.33

Sebab nuzu<lnya al-Qur’an adalah suatu peristiwa yang menyebabkan satu

atau lebih diturunkannya ayat al-Qur’an dan sebab ini menjadi petunjuk untuk

memahami ayat-ayat al-Qur’an.34 Dari definisi ini, dapat dipahami tidak semua

ayat al-Qur’an memiliki sebab diturunkannya. Quraish Shihab mendefinisikan secara luas tentang sebab turunnya al-Qur’an, semua ayat al-Qur’an memiliki sebab mengapa ayat itu diturunkan. Hal tersebut bisa ditelusuri dari hadis-hadis dan melalui latar belakang diturunkannya ayat al-Qur’an.

Abu Zaid membagi menjadi enam pembahasan menegenai sebab turunnya al-Qur’an:

1. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap-tahap

Al-Qur’an diturunkan secara bertahap sebagai bentuk pemantapan hati dan menyesuaikan kondisi penerima pertama dengan mempertimbangkan kembali proses komunikasi antara wahyu dan penerima wahyu. Kondisi awal

32Ibid., 40-41.

33 Lalu Heri Afrizal, “Metodologi Tafsir Nasr Hamid Abu Zaid dan Dampaknya Terhadap

Pemikiran Islam”, IAIN Nurul Hakim Lombok, Jurnal TSAQAFAH, Vol. 12, No. 2, November 2016, 304.

34 Muhammad ‘Abdu al-Az{i<m al-Zarqani<, Mana<hil al-‘Irfa<n fi< ‘Ulu<m al-Qur’an, Jilid 1, (Beirut:

(13)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 13

ketika wahyu diturunkan sangat tidak mendukung, budaya arab yang berlaku ketika itu adalah sebuah tradisi bi al-lisa<n sehingga teks al-Qur’an yang sangat panjang akan sulit dihafal, tidak masuk akal jika ditururnkan sekaligus. Terlihat jelas bahwa kondisi Nabi Muhammad sebagai penerima pertama sama dengan masyarakat sebagai objek sasaran teks. Hal ini berbeda dengan pemahaman pada umumnya yang lebih mengedepankan kepentingan pribadi dari pada

kepentingan umum.35

Abu Zaid mengkritisi pemahaman yang memisahkan kedudukan Nabi Muhammad SAW. dari bagian masyarakat umum. Pendapat semacam ini ditolak secara tegas oleh Abu Zaid, karena bagaimanapun Nabi Muhammad sebagai penerima pertama merupakan bagian dari masyarakat pada saat itu. Teks al-Qur’an memberikan respon terhadap realita budaya yang berlaku ketika itu.36

2. Proses turunnya al-Qur’an

Dalam proses turunnya al-Qur’an berkaitan dengan hukum-hukum alam yang merupakan bagian dari tindakan tuhan serta proses ini tidak bisa lepas dari penggunaan ruang dan waktu. Sehingga realitas yang terjadi dengan proses turunnya al-Qur’an secara bertahap harus dipertimbangkan. Seperti yang telah termaktub dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 185;

َ رْهَش

َ

ََناَضَم َر

َ

يِذَّلا

َ

ََل ِزْن أ

َ

َِهيِف

َ

َ نآ ْر قْلا

َ

ىًد ه

َ

َ ِساَّنلِل

َ

َ تاَنِ يَب َو

َ

ََن ِم

َ

ىَد هْلا

َ

َِناَق ْر فْلا َو

َ

َْنَمَف

َ

ََدِهَش

َ

َ م كْنِم

َ

ََرْهَّشلا

َ

َ هْم صَيْلَف

َ

َْنَم َو

َ

ََناَك

َ

اًضي ِرَم

َ

َْوَأ

َ

ىَلَع

َ

ََفَس

َ ر

َ

َ ةَّدِعَف

َ

َْن ِم

َ

َ ماَّيَأ

َ

ََرَخ أ

َ

َ دي ِر ي

َ

َ َّاللّ

َ

َ م كِب

َ

ََرْس يْلا

َ

ََل َو

َ

َ دي ِر ي

َ

َ م كِب

َ

ََرْس عْلا

َ

او ل ِمْك تِل َو

َ

ََةَّدِعْلا

َ

او رِ بَك تِل َو

َ

َََّاللّ

َ

ىَلَع

َ

اَم

َ

َْم كاَدَه

َ

َْم كَّلَعَل َو

َ

ََنو ر كْشَت

Artinya:

Bulan ramadhan adalah bulan yang didalamnya diturunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk dan pembeda antara yang benar dan yang batil. Karena itu, barang siapa diantara kalian berada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (tidak berpuasa) maka wajib menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari-hari lainnya. Allah

35 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, (Yogyakarta:

LkiS, 2002), 116.

(14)

14 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaknya kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu dan agar kamu bersyukur.37

Dan surat al-Qadr ayat 1;

اَّنِإ

َ

َ هاَنْل َزْنَأ

َ

يِف

َ

َِةَلْيَل

َ

َِرْدَقْلا

Artinya:

Sesungguhnya kami menurunkan al-Qur’an pada malam lailatul qadar.38

Abu Zaid mengkaji surat al-Baqarah ayat 185 dan surat al-Qadr ayat 1 sebagai petunjuk proses turunnya al-Qur’an di bulan Ramadhan tepat pada lailatul qadar. Dari kedua ayat ini, timbul perbedaan pemahaman apakah al-Qur’an diturunkan secara keseluruhan atau secara bertahap. Abu Zaid memahami kata kata “menurunkan” dari dua ayat diatas sebagai permulaan diturunkannya ayat al-Qur’an tidak bertentangan dengan realita saat itu. Terdapat beberapa riwayat tentang turunnya al-Qur’an: (1) al-Qur’an

diturunkan sekaligus dari lauhil mahfuz{ pada malam lailatul qadar ke langit

dunia. Kemudian diturunkan ke dunia secara bertahap selama 20 sampai 25 tahun; (2) al-Qur’an diturunkan pada malam lailatul qadar selama 20 sampai 25 tahun ke langit dunia yang kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad

sepanjang tahun; (3) Allah menurunkan al-Qur’an tepat pada malam lailatul

qadar kemudian diturunkan ke dunia secara bertahap-tahap.39

Pendapat yang pertama merupakan pendapat yang paling terkenal dan banyak digunakan dalam memahami proses turunnya al-Qur’an. Bahkan pendapat ini dikuatkan dengan hadis shahih. Tetapi dari segi kata yang dugunakan pada ayat tersebut menggunakan bentuk lampau sehingga kata itu menjadi faktor banyaknya perdebatan tentang bagaimana proses al-Qur’an

37 Kementerian Agama Republik Indonesia, Qur’an Hafalan Dan Terjemahan…28. 38Ibid., 598.

(15)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 15

diturunkan serta cara yang digunakan dalam komunikasi penyampaian wahyu tersebut.40

3. Sebab khusus dan kata umum

Abu Zaid menyatakan pentingnya memahami al-Qur’an dengan meninjau sebab turunnya. Hal ini dilakukannya dengan membaca riwayat-riwayat serta mengamati fakta historis yang terjadi saat pembentukan teks. Pengetahuan ini memiliki tujuan memahami sebuah teks dan menghasilkan makna. Karena mengetahui sebab merupakan faktor memahami sebuah akibat. Selain itu, melakukan kajian atas sebab-sebab dan peristiwa suatu teks akan membantu mengetahui hikmah diturunkannya al-Qur’an yang berisi ajaran-ajaran agama. Dengan pemahaman seperti ini, bisa membantu ulama fiqh melakukan transformasi hukum dari sebab-sebab yang bersifat khusus mengaplikasikannya kepada peristiwa-peristiwa yang memiliki kesamaan saat ini. Pengaplikasian dari sebab khusus kepada peristiwa dan kondisi yang menyerupainya, harus berdasarkan tanda-tanda yang dimiliki struktur teks tersebut.41

Penerapan sebab khusus tidak menjadi stagnanitas terhadap peristiwa yang memiliki kesamaan. Sahabat Umar bin Khattab telah lebih dulu menerapkannya dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh dua hamba sahaya. Pada kasus ini, Umar tidak memotong tangan kedua hamba sahaya yang mencuri harta majikannya. Sebaliknya Abu Zaid menyalahkan majikannya bahkan mengancamnya memotong tangan sang majikan jika kedua hamba

sahayanya mencuri lagi.42

Sebagian ulama lebih memperhatikan keumuman kata dari pada kekhususan sebabnya. Pendapat ini ditentang oleh Abu Zaid, penerapan seperti itu akan sulit diterima dan bertentangan dengan diturunkannya

40Ibid., 120.

41 Heri Khoiruddin dan Dede Hulaelah, “Historisitas Al-Qur’an; Studi Pemikiran Nasr Hamid

Abu Zaid Tentang Sebab Turunnya Al-Qur’an”...15.

(16)

16 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

ketentuan halal haram, masalah makanan dan minuman secara bertahap.

Bahkan berakibat akan menghancurkan hukum tersebut.43

Berkenaan dengan pemahaman ini, Abu Zaid memberikan contoh

dalam kasus khamr, ayat-ayat tentang larangan meminum khamr diturunkan

secara bertahap. Sehingga dalam penetapan hukumnya berkaitan dengan bagaimana proses dialektika antara teks dan realita. Menurutnya ayat pertama menjawab pertanyaan yang mereka lontarkan kepada Nabi. Dalam ayat ini

dijelaskan bahwa meminum khamr dan bermain judi terdapat dosa besar.

Didalamnya terdapat manfaat dan mudharat. Namun antara keduanya lebih

dominan mudharatnya.44

Ayat yang kedua larangan meminum khamr ketika akan melaksanakan

sholat. Tahapan larangan ini sesuai dengan kondisi masyarkat yang sangat

kecanduan khamr. Tujuan larangan ini sebagai terapi alami menghilangkan

kecanduan yang dialami masyarakat arab saat itu.45

Abu Zaid memberikan kritik terhadap makna teks yang dipahami dengan melihat kekhususan sebab turunnya namun lafad yang digunakan dari bentuk umum. Hal ini bertentangan dengan realitas pembentukan teks dan bahasa yang digunakan. Allah sebagai produsen teks menurunkan teks dengan media-media yang memiliki aturan dan bersifat mandiri. Seperti melalui kebudayaan dan pemikir-pemikir yang konsen dalam bidang ini. Menurutnya, memfokuskan pembahasan pada satu makna dalam teks sangat berbahaya sehingga berimplikasi pada tataran teks yang akan menimbulkan kontradiksi

dalam memahaminya serta sangat sulit untuk dipecahkan.46

Sebab turun dari suatu teks sangat urgen dan merupakan dasar dalam proses interpretasi. Makna teks tidak terbatas dalam satu simbolis saja, bahkan bisa mengacu pada realita dan kebudayaannya. Penciptaan dan pembentukan teks tidak bisa mengabaikan peran penting bahasa dan realita. Kedua aspek ini sangat penting untuk menemukan makna teks.

43 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik Terhadap Ulumul Qur’an,...121-122. 44Ibid., 126-127.

45Ibid.

(17)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 17

4. Sebab Turun teks al-Qur’an

Upaya menentukan asba<b al-Nuzu>l, Abu Zaid mengkritik ulama yang

menurut Abu Zaid terjebak dalam masalah bagaimana memilih riwayat-riwayat yang berbeda dengan ukuran dan syarat-syarat yang sudah ditetapkan. Ulama ini berasumsi bahwa sebab turunnya al-Qur’an hanya bisa ditemukan dari riwayat-riwayat tanpa harus berijtihad. Menurut Abu Zaid, untuk menemukan sebab turunnya al-Qur’an harus melakukan ijtihad. Dalam hal ini juga harus

bersandar pada faktor internal dan eksternal yang membentuk teks.47

5. Ayat yang turun berulang-ulang

Riwayat yang menceritakan tentang sebab turunnya al-Qur’an memiliki tiga kriteria; (1) mengacu pada riwayat yang lebih shahih jika terdapat dua riwayat yang menjelaskan sebab turunnya secara berbeda. (2) apabila terdapat dua riwayat yang sama-sama shahih, maka yang dipilih adalah riwayat yang perawinya menyaksikan langsung peristiwa itu atau memepertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan sebab turunnya. (3) apabila terdapat dua riwayat yang sama-sama sulit untuk dipertimbangkan, maka solusi untuk memecahkannya dengan mengasumsikan sebab-sebab yang disebutkan dari ayat yang diketahui turun berulang-ulang. Dari hal ini, muncul pemahaman adanya beberapa ayat yang diturunkan berulang-ulang namun melalui satu

sebab saja.48

6. Beberapa ayat al-Qur’an diturunkan melalui satu sebab

Abu Zaid mengkritik pendapat tentang adanya satu riwayat yang digunakan sebagai sebab turunnya beberapa ayat sekaligus. Untuk mengatasi hal ini, Abu Zaid meneliti ayat-ayat manakah yang diturunkan lebih dulu daripada ayat yang lainnnya. Sehingga dalam satu permasalahan akan

ditemukan beberapa ayat sebagai solusinya.49

Untuk bisa mengatasi keterpasungan penafsiran dibutuhkan metode penafsiran yang berbeda. Tetapi metode yang dipaparkan Abu Zaid kemungkinan

47Ibid., 134. 48Ibid., 135. 49Ibid., 136.

(18)

18 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

besar sulit diterapkan dan diterima tanpa membahas terlebih dahulu konsep wahyu

yang dipahami Abu Zaid.50

Berdasarkan pemahamannya terhadap teks al-Qur’an, tidak akan lepas dari pemahamannya mengenai wahyu. Karena pemahaman terhadap wahyu mendukung hasil interpretasinya pada teks. Menurutnya, al-Qur’an dalam proses turunnya mengalami dua tahapan. Pertama, proses turunnya dari allah kepada

malaikat Jibril yang lebih dikenal dengan istilah proses vertikal. Kedua, ta’wi<l

yaitu proses penyampaian al-Qur’an oleh nabi Muhammad dengan

pemahamannya dengan menggunakan bahasa arab.

Tahapan tersebut menjelaskan bahwa Abu Zaid telah mengubah konsep

wahyu dari tanzi<l menjadi ta’wi<l. Artinya, al-Qur’an yang kita lihat sekarang

bukan al-Qur’an yang sebenarnya melainkan bentuk pemahaman Nabi Muhammad sebagai penerima wahyu. Bahkan dalam pengaplikasian hermeneutik,

yang menempati posisi pengarang al-Qur’an adalah Nabi Muhammad SAW.51

Menurutnya, hal ini disebabkan interaksi al-Qur’an dengan budaya tempat wahyu itu diturunkan serta bahasa yang digunakan adalah bahasa arab sesuai dengan bahasa yang digunakan penduduk arab pada masa itu. Karena bahasa

manusia tidak sama dengan bahasa tuhan.52

Pemikiran seperti ini menunjukkan keberanian mengembangkan intelektual dengan menerobos gerbang-gerbang kesakralan agama yang telah lama dianggap baku serta sudah sangat kental dalam budaya ilmu keagamaan. Bahkan harus menyelisihi pemahaman-pemahaman umat Islam.

Melihat pemahaman seperti ini, konsep dasar al-Qur’an sudah dirubahnya dari pemahaman yang sudah lama digeluti umat muslim menjadi pemahaman yang disesuaikan dengan zaman kekinian.

Konsep wahyu Abu Zaid mendapat kritikan tegas karena pernyataan yang disampaikannya bahwa al-Qur’an berasal dari Allah bertentangan dengan pemahamannya bahwa al-Qur’an produk budaya. Disatu sisi Abu Zaid berpegang teguh pada pendapatnya tentang al-Qur’an dari Allah. Namun Abu Zaid juga tidak

50 Ahmad Fauzan, “Teks Al-Qur’an Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zayd…,79.

51 Adian Husaini, Hermeneutika Dan Tafsir al_Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), 309. 52Ibid., 322.

(19)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 19

ingin melepas pehamannya bahwa al-Qur’an merupakan produk budaya. Tidak hanya pendapat ini yang mendapat pertentangan. Konsep wahyu Abu Zaid juga

bertentangan dengan konsep wahyu yang diyakini umat Islam melalui al-Qur’an.53

Konsep wahyu yang dipahami umat Islam berdasarkan surat al-Shu’ara<’ ayat 192-195;

َ هَّنِإ َو

َ لي ِزْنَتَل

َِ ب َر

ََني ِمَلاَعْلا

.

ََل َزَن

َِهِب

َ حو رلا

َ ني ِمَ ْلْا

.

ىَلَع

ََكِبْلَق

ََنو كَتِل

ََن ِم

ََني ِرِذْن مْلا

.

َ ناَسِلِب

َ يِب َرَع

َ نيِب م

.

Artinya: Dan sesungguhnya al-Qur’an benar-benar diturunkan oleh tuhan semesta

alam. Yang diturunkan melalui perantara ru<h al-A>mi>n (Jibril), Atas hatimu(Muhammad) agar engkau termasuk orang yang memberikan peringatan. Dengan menggunakan bahsa arab yang jelas.54

Dalam ayat ini dengan tegas Allah mengatakan al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan melalui media malaikat Jibril yang ditujukan kepada Nabi Muhammad. Selain tiu, Allah menegaskan juga tentang bahasa yang digunakan adalah bahasa arab, bukan karena Jibril yang membahasakannya atau Nabi Muhammad sendiri.

Konsep selanjutnya tentang pemahamannya mengenai marxisme. Ide-ide yang diterapkan dalam konsep ini melemahkan dasar agama. Karena agama merupakan candu terhadap umat manusia. Dalam konsep ini nilai-nilai agama, hukum serta moral selalu mengalami perubahan dalam tatanan sejarah, artinya nilai-nilai yang berlaku dalam agama bersifat relatifisme, tergantung waktu dan tempat yang mengitarinya.

Adapun pandangan yang dipaparkan Abu Zaid dalam hal ini yaitu teks harus sesuai dengan marxisme, dapat dipahami dari beberapa penjelasan berikut: a. Dalam analisis materialisme dialektis, nilai-nilai sosial yang ada pada

masyarakat pasti berkaitan dengan fakta-fakta sosial. Hal ini sesuai dengan ungkapan Abu Zaid mengenai al-Qur’an, bahwa al-Qur’an merupakan bagian dari produk budaya umat Islam, artinya al-Qur’an terbentuk dan tersusun dari

53 Lalu Heri Afrizal, “Metodologi Tafsir Nasr Hamid Abu Zaid dan Dampaknya Terhadap

Pemikiran Islam”...305-306.

(20)

20 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

fakta-fakta sosial ketika itu, serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya

berkaitan erat dengan budaya masyarakat arab.55

b. Pandangan yang kedua, realitas dan alam merupakan fondasi dasar dalam tatanan pikiran untuk memproduksi dan mengaplikasikan segala hal. Dalam proses ini perlu adanya hubungan dengan sistem ekonomi dan sosial. Demikian juga Abu Zaid, Abu Zaid menyatakan bahwa realitas merupakan hal yang paling dasar dalam memahami al-Qur’an sehingga realitas tidak boleh diabaikan. Jika realitas tidak diberlakukan dalam memahami sebuas teks al-Qur’an, kemungkinan besar al-Qur’an akan dipahami dengan kaku sehingga

pemahaman al-Qur’an tidak ada bedanya dengan mitos.56

Berdasarkan kesesuaian antara teks dan marxisme, terlihat jelas bahwa pemahaman Abu Zaid terhadap al-Qur’an menggunakan metode dialektika yang bersifat materialisme marxisme, sehingga dalam melihat beberapa wacana keagamaan seperti tentang wahyu, kenabian, syari’ah, aqidah serta hukum, menggunakan metodologi tersebut. Hal yang menarik dari marxisme adalah tentang ciri-ciri pemahamannya yang mengingkari wujud tuhan, wujud malaikat serta tidak percaya terhadap pengutusan para nabi, hari kebangkitan (kiamat), dan tidak percaya adanya surga dan neraka. Dari hal ini, menimbulkan kontradiksi

yang menimbulkan tuduhan murtad terhadap Abu Zaid.57

Abu Zaid dikenal sebagai tokoh yang ahli dalam memahami dan membedah nas-nas al-Qur’an melalui metodologi marxisme, hal ini terbukti dengan adanya kesaksian dari Mahmud Alim yang merupakan tokoh pemikir Marxisme Arab, namun Mahmud Ali memfokuskan kajiannya dibidang kritik arab.

Metode Penafsiran Nasr Hamid Abu Zaid Terhadap Al-Qur’an

Abu Zaid mencoba melakukan sebuah penelitian terhadap penafsiran al-Qur’an, Abu Zaid menawarkan metode interpretasi ilmiah sehingga teks-teks

55 Nur Zainatul Nadra Zainol dkk, “Konsep Tafsir al-Qur’an Menurut Nasr Hamid Abu Zaid”,

Universiti Tun Husain Malaysia, Islamiyyat, 10 September 2014, 41.

56 Ahmad Fauzan, “Teks Al-Qur’an Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zayd…,73. 57Ibid., 73-74.

(21)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 21

keagamaan akan nampak jelas bersifat ilmiah serta terbukti keobjektifannya, bukan mengatasnamakan agama, dengan kata lain dalam penafsiran dengan menggunakan metode yang ditawarkannya tidak akan ditemukan penafsiran yang mengandung unsure-unsur khurafat atau berbau mistik serta sangat jauh

terhegemoni idiologi-idiologi tertentu.58

Menurut pendapatnya, mayoritas penafsiran terhadap sebuah teks tidak menggunakan mekanisme penafsiran yang sebenarnya, tidak sejalan dengan sifat teks sehingga yang akan terlihat menonjol dari penafsiran tersebut adalah pemahaman ideologi orang yang menafsirkan teks. Untuk mengatasi hal itu, menafsirkan sebuah teks harus melalui pendekatan linguistik yaitu pembaca teks memiliki hak otoritas penuh dalam memahami teks tanpa menghadirkan peranan pencipta teks serta yang terpenting adalah lebih memperhatikan sosio historis dari

sebuah teks.59

Abu Zaid memproklamirkan beberapa pemahamannya terhadap teks. Dalam memahami sebuah teks, akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan realita teks. Karena keberadaan sebuah teks berdasarkan adanya realita. Dengan demikian tidak akan ditemui titik akhir dari kandungan teks al-Qur’an. Karena semakin dikaji akan semakin melahirkan pemahaman-pemahaman yang banyak terkandung dalam teks tersebut. Dalam hal ini, perspektif Abu Zaid al-Qur’an yang kita temui didunia hanyalah sebuah teks yang terbentuk dari sebuah

peradaban-peradaban pada masanya60.

Penafsiran al-Qur’an tidak bisa dilakukan hanya dengan melakukan analisis bahasa secara inheren. Teks al-Qur’an diturunkan kepada masyarakat yang memiliki budaya berbeda, keberadaan sebab turunnya menjadi bukti bahwa kondisi masyarakat saat Qur’an diturunkan mendapat respon dari teks al-Qur’an. Oleh karena itu, bagi Abu Zaid masalah konteks budaya makro yang berkembang saat itu merupakan hal penting yang tidak bisa dihindari dalam

58Umma Farida, Pemikiran dan Metode Tafsir al-Qur’an Kontemporer, (Idea Press: Yogyakarta,

2010), 101.

59Ibid.

(22)

22 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

penafsiran.61 Sehingga realita saat al-Qur’an diturunkan merupakan hal urgen bagi

mufassir.

Langkah-langkah yang dilakukan Abu Zaid ketika menafsirkan al-Qur’an

adalah sebagai berikut:62

1. Menganalisis struktur bahasa dari ayat-ayat al-Qur’an dan mencari fakta historis yang melingkupinya baik saba<b nuzu<l mikro dan saba<b nuzu<l makro. 2. Menentukan tingkatan-tingkatan makna yang terkandung pada teks. 3. Memahami teks dengan makna aslinya.

4. Mencari makna yang tersisip pada suatu ayat.

5. Makna historis dari ayat tersebut dikontekstualisasikan dengan mengacu makna terselubung ayat itu.

Contoh Penerapan Metode Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid

1. Poligami

َْنِإ َو

َْم تْف ِخ

ََّلَأ

او طِسْق ت

يِف

ىَماَتَيْلا

او حِكْناَف

اَم

ََباَط

َْم كَل

ََن ِم

َِءاَسِ نلا

ىَنْثَم

ََث َلَ ث َو

ََعاَب ر َو

َْنِإَف

َْم تْف ِخ

ََّلَأ

او لِدْعَت

ًَةَد ِحا َوَف

َْوَأ

اَم

َْتَكَلَم

َْم ك ناَمْيَأ

ََكِلَذ

ىَنْدَأ

ََّلَأ

او لو عَت

Abu Zaid menafsirkan ayat tentang poligami yaitu surat al-Nisa’: 3, dengan

menggunakan tiga langkah.63

a. Ditinjau dari segi teks itu sendiri, menurutnya teks al-Qur’an merupakan teks linguistic sedangkan bahasa dari sebuah teks adalah budaya yang dihasilkan dari interaksi sosial sehingga terbentuk kultur budaya. Menurut Abu Zaid, laki-laki menikah hingga empat isteri harus melihat dari budaya yang berlaku disebuah daerah tertentu. Karena jika mengacu pada saat sebelum Islam datang, lelaki bebas beristri berapapun tanpa harus mendapat izin dari isteri pertam. Sedangkan konteks saat ini, izin isteri wajib didahulukan oleh suami. Hal ini menurut Abu Zaid merupakan upaya pembebasan terhadap wanita, dari belenggu ketertindasan.

61 Fikri Hamdani, Abu Hamid Nasr Zaid dan Interpretasinya...8. 62Ibid.

63 Heri Khoiruddin dan Dede Hulaelah, “Historisitas Al-Qur’an; Studi Pemikiran Nasr Hamid

(23)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 23

b. Teks al-Qur’an harus sesuai secara konteks dengan keseluruhan al-Qur’an. Artinya, bolehnya melakukan poligami bukan berarti bebas terhadap siapa saja, melainkan perlu digarisbawahi hukum boleh melakukan polgami dikhususkan bagi suami yang bisa menjamin keadilan dalam berumah tangga. Sedangkan berlaku adil terhadap beberapa isteri mustahil terpenuhi oleh suami. Seperti yang telah Allah jelaskan dalam surat al-Nisa’: 129;

َْنَل َو

او عيِطَتْسَت

َْنَأ

او لِدْعَت

ََنْيَب

َِءاَسِ نلا

َْوَل َو

َْم تْص َرَح

ََلََف

او لي ِمَت

ََّل ك

َِلْيَمْلا

اَهو رَذَتَف

َِةَقَّلَع مْلاَك

َْنِإ َو

او حِلْص ت

او قَّتَت َو

ََّنِإَف

َََّاللّ

ََناَك

ا ًرو فَغ

اًمي ِح َر

c. Langkah terakhir yang dilakukan Abu Zaid adalah memberikan pemikiran baru bahwa adanya pembolehan untuk berpoligami bukan berarti diskriminasi terhadap wanita, melainkan pembolehan tersebut sebagai pembatasan dari poligami yang berlaku sebelum Islam datang.

2. Hak Waris QS. Al-Nisa’: 7-11

َِلاَج ِ رلِل

َ بي ِصَن

اَّمِم

ََك َرَت

َِناَدِلا َوْلا

ََنو ب َرْقَ ْلْا َو

َِءاَسِ نلِل َو

َ بي ِصَن

اَّمِم

ََك َرَت

َِناَدِلا َوْلا

ََنو ب َرْقَ ْلْا َو

اَّمِم

ََّلَق

َ هْن ِم

َْوَأ

ََر ثَك

اًبي ِصَن

اًضو رْفَم

)

7

(

اَذِإ َو

ََرَضَح

ََةَمْسِقْلا

و لو أ

ىَب ْر قْلا

ىَماَتَيْلا َو

َ نيِكاَسَمْلا َو

َْم هو ق ز ْراَف

َ هْن ِم

او لو ق َو

َْم هَل

ًَل ْوَق

اًفو رْعَم

)

8

(

ََشْخَيْل َو

ََنيِذَّلا

َْوَل

او ك َرَت

َْن ِم

َْمِهِفْلَخ

ًَةَّي ِ ر ذ

َِض

اًفاَع

او فاَخ

َْمِهْيَلَع

او قَّتَيْلَف

َََّاللّ

او لو قَيْل َو

ًَل ْوَق

اًديِدَس

)

9

(

ََّنِإ

ََنيِذَّلا

ََنو ل كْأَي

ََلا َوْمَأ

ىَماَتَيْلا

اًمْل ظ

اَمَّنِإ

ََنو ل كْأَي

يِف

َْمِهِنو ط ب

ا ًراَن

ََن ْوَلْصَيَس َو

ا ًريِعَس

)

01

(

َ م كي ِصو ي

َ َّاللّ

يِف

َْم كِد َل ْوَأ

ََّذلِل

َِرَك

َ لْث ِم

َِ ظَح

َِنْيَيَثْن ْلْا

َْنِإَف

ََّن ك

ًَءاَسِن

ََق ْوَف

َِنْيَتَنْثا

ََّن هَلَف

اَث ل ث

اَم

ََك َرَت

َْنِإ َو

َْتَناَك

ًَةَد ِحا َو

اَهَلَف

َ فْصِ نلا

َِهْي َوَبَ ِلْ َو

َِ ل كِل

َ د ِحا َو

اَم هْنِم

َ س د سلا

اَّمِم

ََك َرَت

َْنِإ

ََناَك

َ هَل

َ دَل َو

َْنِإَف

َْمَل

َْن كَي

ََل

َ ه

َ دَل َو

َ هَث ِر َو َو

َ ها َوَبَأ

َِهِ م ِلَِف

َ ث ل ثلا

َْنِإَف

ََناَك

َ هَل

َ ة َوْخِإ

َِهِ م ِلَِف

َ س د سلا

َْن ِم

َِدْعَب

َ ةَّي ِص َو

ي ِصو ي

اَهِب

َْوَأ

َ نْيَد

َْم ك ؤاَبآ

َْم ك ؤاَنْبَأ َو

ََل

ََنو رْدَت

َْم ه يَأ

َ ب َرْقَأ

َْم كَل

اًعْفَن

ًَةَضي ِرَف

ََن ِم

ََِّاللّ

ََّنِإ

َََّاللّ

ََناَك

اًميِلَع

اًميِكَح

.

Merujuk pada ayat diatas, Abu Zaid mempertimbangkan dua hal dalam

memahaminya tentang hukum waris;64

(24)

24 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

a. Tujuan ayat al-Qur’an tentang pewarisan agar hubungan diantara sanak keluarga, anak-anak yatim, dan fakir miskin semakin erat. Dengan memberikan sebagian warisan kepada mereka, jika mereka datang saat pembagian warisan dilaksanakan.

b. Al-Qur’an memperhatikan lebih dari sekedar hubungan kemanusiaan, seperti yang telah dipahami oleh masyarakat pra Islam. Masyarakat pra Islam memposisikan wanita lebih rendah dari pada lelaki. Karena dilihat dari ketidakmampuan wanita dalam memanah, tidak bisa menunggang kuda dan hal-hal lain yang dilakukan lelaki namun tidak pada wanita. Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, konsep keadilan yang terdapat di dalam al-Qur’an lebih luas. Karena tujuan dari ayat diatas, agar tidak hanya orang-orang yang kaya saja yang memiliki kesempatan menerima harta warisan.

Kesimpulan

Nasr Hamid Abu Zaid mencoba mendekonstruksi konsep ilmu Islam dan hukum-hukum dalam Islam. Dengan mengganti konsep penafsiran ulama-ulama yang sudah familiar dengan konsepnya. Pemahaman bahwa al-Qur’an baik dari segi lafad dan maknanya berasal dari wahyu tuhan, digantinya dengan pemahaman bahwa al-Qur’an adalah produk budaya yang tersusun dari teks manusiawi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. selain itu, al-Qur’an bukan hanya teks yang bersifat manusiawi biasa, bahkan dalam menafsirkannya harus mengkaji sosio historis masyarakat dimana ayat tersebut diturunkan. Abu Zaid berusaha merekontruksi pemahaman umat Islam dengan menganggap semua hukum-hukum yang sudah mapan harus dirubah.

Pemikiran ini memiliki tujuan menjadikan syariat Islam sesuai dengan konteks saat ini. Pemahaman seperti ini tidak benar, karena kandungan ayat al-Qur’an tidak akan keluar hanya terbatas melalui khabar dan hukum-hukum. Jika makna yang terkandung pada ayat al-Qur’an bisa berubah-rubah, maka akan mengakibatkan ketidakbenaran dalam menyampaikan informasinya. Bahkan akan menimbulkan ketidakadilan jika hukum-hukumnya bisa berubah sesuai konteks waktu dan zaman.

(25)

al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019 25 Daftar Pustaka

Qur’an (al). 4: 59

Afandi, M. Yazid. 2005. Membongkar Sakralitas Teks (Mempertimbangkan Ulang Pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid). Jurnal An-Nur, Vol. 2. No 3, September.

Afrizal, Lalu Heri. 2016. Metodologi Tafsir Nasr Hamid Abu Zaid dan Dampaknya Terhadap Pemikiran Islam, Jurnal TSAQAFAH, Vol. 12, No. 2, November, IAIN Nurul Hakim Lombok.

Aggraini, Sulistiya Ayu. 2018. Aplikasi Metode Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid Tentang Poligami Dalam Surah an-Nisa’ Ayat 3. Surabaya, 17 April.

Farida, Umma. 2010. Pemikiran dan Metode Tafsir al-Qur’an Kontemporer.

Yogyakarta: Idea Press.

Fauzan, Ahmad. 2015. Teks Al-Qur’an Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zayd. Jurnal Unida Gontor. Vol. 13, No. 1, Maret.

Hamdani, Fikri. ___ Nasr Hamid Abu Zaid dan Teori Interpretasinya. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijogo.

Heri Khoiruddin dan Dede Hulaelah. 2014. Historisitas Al-Qur’an; Studi Pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid Tentang Sebab Turunnya Al-Qur’an. Jurnal Sigma Mu Vol. 6 No. 2, September.

Husaini, Adian. 2007. Hermeneutika Dan Tafsir al_Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press.

Kementerian Agama Republik Indonesia. 2017. Qur’an Hafalan Dan Terjemahan. Jakarta: Almahira, cet. 3.

Kurdi dkk, 2010. Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: eLSAQ. Nur Zainatul Nadra Zainol dkk. 2014. Konsep Tafsir al-Qur’an Menurut Nasr

Hamid Abu Zaid”. Jurnal Universiti Tun Husain Malaysia. Islamiyyat. 10 September.

Nuryansah, Muhammad. 2016. Aplikasi Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid Terhadap Hadith Nabi (Studi Pada Hadith Pemerintah memerangi Manusia Sampai Mereka Mengucapkan Tiada Tuhan Selain Allah). Vol 1 No.2, Semarang: Desember.

(26)

26 al-Thiqah Vol. 2, No. 1 April 2019

Rohmah, Lailatu. 2016. Hermeneutika Al-Qur’an: Studi Atas Metode Penafsiran Nasr Hamid Abu Zaid. Jurnal HIKMAH. Yogyakarta. Vol. XII, No. 2. Umar, Nasaruddin. 2006. Menimbang Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir”.

Jurnal Studi al-Qur’an, Vol. I. No. 1, Januari.

Zaid, Nasr Hamid Abu. 2003. Al-Qur’an Hermeneutik Dan Kekuasaan, Terj. Dede Iswadi dkk. Bandung: RQiS.

Zaid, Nasr Hamid Abu. 1990. Mafhu>m Na>s. Kairo: Al-Hai’ah Misriyyah al-‘Ammah li al-Kutub.

Zaid, Nasr Hamid Abu. 2002. Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, Yogyakarta: LkiS.

Zarqani<(al), Muhammad ‘Abdu Az{i<m. 1995. Mana<hil ‘Irfa<n fi< ‘Ulu<m al-Qur’an, Jilid 1. Beirut: Da<r al-Fikr.

Referensi

Dokumen terkait

Pencemaran Udara adalah kondisi udara yang tercemar de-ngan adanya bahan, zat-zat asing atau komponen lain di udara yang menyebabkan berubahnya tatanan udara oleh kegiatan

Cara pemotongan blok (sectioning) 1) Menyiapkan kaca objek bersih. 2) Kaca objek diberi albumin ditengahnya dan direkatkan. Setelah jaringan mengembang, jaringan diambil dengan

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat

(1) Sharing Topik TA : Di setiap awal semester, dosen Fakultas Informatika sekaligus sebagai calon dosen pembimbing akan mengumumkan tema riset yang dapat dijadikan topik

Garis presipitasi yang terbentuk pada media agar terjadi karena adanya keseimba- ngan antara jumlah antigen dan antibodi dalam kuning telur maupun serum.. Perbandingan

Persepsi masyarakat pengelola lahan terhadap lingkungan dan manfaat hutan Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi tentang manfaat keberadaan hutan di wilayah DAS