• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kestabilan Linear dan Simulasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kestabilan Linear dan

Simulasi

Pada Bab ini kita akan membahas mengenai ketidakstabilan dari lapisan konden-sat. Analisis kestabilan linier kita gunakan untuk melihat kondisi serta parameter-parameter apa saja yang membuat sistem menjadi tidak stabil. Kondisi ketidaksta-bilan terjadi, ditandai pada saat growth rate(ω) bernilai positif. Untuk selanjutnya karena kita mempunyai dua buah persamaan maka nilai growth rate(ω) yang di-cari tidak lain adalah nilai eigen dari matriks yang dibentuk sebagai hasil analisis kestabilan linear terhadap persamaan-persamaan tersebut.

Pada bagian simulasi kita akan melihat perubahan yang dihasilkan terhadap ketidak-stabilan sistem jika salah satu parameter kita ubah dan yang lainnya kita tetapkan.

4.1

Analisis Kestabilan Linear

Analisis kestabilan linear mempunyai peranan yang paling penting dalam melihat kestabilan dari ketebalan lapisan kondensat berdasarkan model matematika yang telah dibangun. Melalui metode ini kita bisa melihat apakah ketebalan dari lapisan kondensat (h) akan terus ’membesar’ (growing) sehingga membuatnya tidak stabil atau justru sebaliknya, terus ’mengecil’ (decaying) membuatnya stabil. Semua itu

(2)

bergantung pada suatu parameter yang kita definisikan sebagai growth rate[6]. Lapisan Kondensat Insoluble Surfactant h(x,t) = h +h’o X,U Z ,W Dinding Pipa G(x,t)= Go+G

ho=1

t

w wind Stress

Gambar 4.1: Kondisi Perturbasi pada koordinat Cartesius

Kita definisikan bahwa nilai ketebalan dari lapisan kondensat di permukaan

h(x, t) merupakan nilai konstan dari ketebalan awal h0 (dalam hal ini kita berikan

nilai 1) di tambah dengan nilai pertubasinya (h′

). begitu juga sama halnya dengan kondisi untuk nilai konsentrasi surfaktan, sehingga diperoleh:

h(x, t) = 1 + h′, Γ(x, t) = 1 + Γ′. (4.1.1)

Didefinisikan juga nilai perturbasinya sebagai fungsi dari bilangan gelombang k yang dirumuskan dalam bentuk :

(h′, Γ′) = (H(t)e(ikx), Γ(t)e(ikx))). (4.1.2)

Dengan H(t) dan Γ(t) di definisikan sebagai:

H(t) = H0eωt, Γ(t) = Γ0eωt. (4.1.3)

dimana H0 dan Γ0 menyatakan amplitudo awal dari masing-masing variable

(3)

diatas pada model ketebalan lapisan kondensat(3.3.8), dalam orde 1 akan didapat persamaan: ˙ H(t)e(ikx) = −σk 4 3µ H(t)e (ikx)+ M k2 2µ(1 − β)Γ(t)e (ikx)+ ik µτwH(t)e (ikx). (4.1.4)

Dari hasil diatas bisa dilihat bahwa suku imaginer terdapat pada bagian parameter(τ ) (wind stress) sehingga bisa disimpulkan bahwa efek dari wind stress hanya mem-berikan efek osilasi pada permukaan lapisan kondensat.

Kemudian dengan proses yang sama kita lakukan terhadap persamaaan konsentrasi surfaktan Persamaan (3.3.10), maka diperoleh:

˙ Γ(t)e(ikx) = −σk 4 2µ H(t)e (ikx)+ M k2 2µ(1 − β)Γ(t)e (ikx). (4.1.5)

sehingga dengan mengambil bagian yang real dari kedua hasil tersebut, maka dalam bentuk persamaan matriks bisa kita tulis sebagai:

  ˙ H(t) ˙ Γ(t)  =   −σk4 3µ M k2 2µ(1−β) −σk4 2µ M k2 2µ(1−β)     h′ Γ′  . (4.1.6)

dimanaH(t) dan ˙˙ Γ(t) menyatakan nilai turunan perturbasi terhadap waktu.

Nilai growth rate (ω) menentukan kestabilan dari lapisan kondensat, bila nilainya positif maka akan membuat lapisan kondensat menjadi tidak stabil, sebaliknya jika nilainya negatif maka akan membuatnya menjadi stabil. Untuk selanjutnya mu-dah dibuktikan bahwa nilai growth rate merupakan nilai eigen dari matriks diatas, sehingga di dapat : (ω1, ω2) = ( k4( M 2(1−β) + k2 σ0 3 ) 2 4µ2 − k6M σ 0 4µ2(1 − β)) 1 2 ±( k4( M 2(1−β)+ k2 σ0 3 ) 2µ ) (4.1.7)

Jika salah satu saja nilai eigennya bernilai positif maka hal tersebut akan menye-babkan ketidakstabilan sistem.

(4)

4.2

Simulasi dan Pembahasan

4.2.1

Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan merupakan salah satu besaran dalam cairan dimana per-mukaan bebas pada cairan berperilaku seperti lapisan yang meregang dengan ke-cenderungan untuk menutupi dan menempati wilayah permukaan yang minimum. Selain itu, tegangan permukaan dapat pula didefinisikan sebagai sekumpulan energi yang harus dikeluarkan untuk melebarkan permukaan persatuan wilayah [9].

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 -0.020 -0.015 -0.010 -0.005 0.000 0.005 Wave Number@kD Growth rate HΩ L Σ=0.1 Σ=0.5 Σ=1 Σ=5 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 -0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03 Wave Number@kD Growth rate HΩ L Σ=0.1 Σ=0.5 Σ=1 Σ=5

Gambar 4.2: growth rate pada saat µ=3, M =0.3, β=0.1, dengan nilai tegangan permukaan (σ) yang berbeda

Gambar 4.2 mendeskripsikan tentang pengaruh dari besarnya tegangan per-mukaan terhadap kestabilan lapisan kondensat. Pada simulasi ini diberikan 4 harga tegangan permukaan yang berbeda, dengan parameter lainnya tetap. Bisa dilihat bahwa semakin besar nilai tegangan permukaan, maka nilai dari growth rate akan menjadi semakin bernilai negatif. Sehingga bisa disimpulkan bahwa semakin besar tegangan permukaan akan membuat lapisan kondensat menjadi semakin lebih stabil.

(5)

4.2.2

Viskositas

Viskositas merupakan ukuran daya hambat aliran fluida, yang juga dapat dinyatakan sebagai keengganan fluida untuk mengalir [2]. Semakin besar nilai viskositas dari suatu fluida, maka semakin sulit fluida tersebut mengalir. Gambar 4.3 di bawah merupakan deskripsi hubungan antara bilangan gelombang terhadap growth rate dengan nilai viskositas yang berubah-rubah dan 3 parameter lainnya konstan.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 Wave Number@kD Growth rate HΩ L Μ=1 Μ=3 Μ=30 Μ=300 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 Wave Number@kD Growth rate HΩ L Μ=1 Μ=3 Μ=30 Μ=300

Gambar 4.3: growth rate pada saat σ=0.5, M =0.3, β=0.1, dengan nilai viskoitas (µ) yang berbeda

Hasil simulasi diatas memberikan kesimpulan bahwa semakin kecil nilai viskosi-tas dari lapisan kondensat maka semakin besar juga kemungkinan lapisan terse-but menjadi tidak stabil. Hal ini bisa kita lihat pada Gambar 4.3 diatas. Saat viskositasnya(µ) bernilai 1, nilai growth ratenya jauh bernilai positif jika diban-dingkan dengan nilai viskositas lainnya yang lebih besar. Dengan memperhitungkan kondisi fisisnya, secara logis kesimpulan ini memang cukup benar, karena semakin kecil viskositasnya maka semakin mudah kondensat bergerak sehingga semakin mu-dah juga untuk tidak stabil.

(6)

4.2.3

Efek Konsentrasi Surfaktan

Terdapat dua buah parameter yang mewakili efek surfakatan terhadap ketidaksta-bilan dari lapisan kondensat, yaitu Marangoni Number(M ) dan fraksi konsentrasi surfaktan di permukaan (β). Pertama akan dibahas terlebih dahulu untuk para-meter Marangoni Number. Dalam keadaan tak berdimensi Marangoni Number dirumuskan sebagai berikut [1] :

M = EΓ0

σ0

. (4.2.1)

dimana E menyatakan elastisitas dari permukaan, Γ0 menyatakan besarnya

konsen-trasi surfaktan dan σ0 menyatakan tegangan permukaan. Dari Persamaan (4.2.1) di

atas didapatkan informasi bahwa konsentrasi surfaktan berpengaruh terhadap nilai marangoni number. Hasil simulasi yang dideskripsikan pada Gambar 4.4 di bawah, memberikan kesimpulan bahwa semakin besar nilai Marangoni Number maka lapisan kondensat akan menjadi semakin tidak stabil.

Hal ini dapat dilihat dari nilai growth rate yang semakin positif jika nilai marangoni numbernya dinaikkan, dan sebaliknya jika Marangoni Numbernya sangat kecil maka growth ratenya akan cendrung bernilai negatif,seperti yang terlihat pada grafik di M =0.01, dan sebagai akibatnya lapisan kondensat akan menjadi stabil.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 -0.015 -0.010 -0.005 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 Wave Number@kD Growth rate HΩ L M=0.01 M=0.1 M=0.3 M=1 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 -0.01 0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 Wave Number@kD Growth rate HΩ L M=0.01 M=0.1 M=0.3 M=1

Gambar 4.4: growth rate pada saat µ=3, σ=0.5, β=0.1, dengan nilai Marangoni Number (M ) yang berbeda

(7)

Parameter yang kedua yang memiliki kaitannya dengan efek surfaktan yaitu fraksi konsentrasi surfaktan di permukaan (β). Nilai fraksi ini menggambarkan proporsi antara besarnya konsentrasi surfaktan di permukaan dengan konsentrasi jenuhnya. Parameter ini memiliki kecenderungan untuk membuat sistem menjadi tidak stabil jika nilainya semakin membesar. Hal ini bisa pada hasil simulasi yang diilustrasikan pada Gambar 4.5 di bawah ini:

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 Wave Number@kD Growth rate HΩ L Β=0.01 Β=0.1 Β=0.2 Β=0.5 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.000 0.005 0.010 0.015 0.020 Wave Number@kD Growth rate HΩ L Β=0.01 Β=0.1 Β=0.2 Β=0.5

Gambar 4.5: growth rate pada saat µ=3, M =0.3, σ=0.5, dengan fraksi konsentrasi surfaktan di permukaan (β) yang berbeda

Grafik yang berwarna hijau pada Gambar 4.5 menyatakan kondisi pada saat per-bandingan konsentrasi surfaktan di permukaan dengan konsentrasi jenuhnya masih kecil (β = 0.01) atau bisa dikatakan jumlah konsentrasi di permukaan baru 1 persen dari kondisi jenuhnya, sedangkan yang berwarna kuning (β = 0.1) menyatakan jum-lah konsentrasi di permukaan sudah mencapai 10 persen dari kondisi jenuhnya di-mana nilai kedua growth ratenya lebih positif jika dibandingkan pada saat (β = 0.01) sehingga lapisan kondensat pada kondisi tersebut akan menjadi lebih tidak stabil. Kemudian seperti yang dideskripsikan pada Gambar 4.5, lapisan kondensat akan menjadi lebih tidak stabil lagi, bila nilai paramater β dinaikkan, seperti pada saat β = 0.2 (merah) atau β = 0.5 (biru) karena masing-masing kedua nilai growth ratenya menjadi lebih positif dari dua kondisi sebelumnya.

(8)

0 20 40 60 80 100 0 5. ´ 10-6 0.00001 0.000015 0.00002 0.000025 ViskositasHΜL Critical Marangoni Number @cr M D

Gambar 4.6: Nilai kritis dari Marangoni Number (Mcr)sebagai fungsi dari viskositas

(µ), pada saat k = 0.1, σ = 0.5 dan β = 0.1

Untuk semua sistem yang terjadi kita bisa mencari nilai dari Marangoni Number yang menjadi tolak ukur kapan membuat kondisi sistem menjadi stabil atau tidak stabil. Kita definisikan nilai-nilai tersebut sebagai nilai kritis dari Marangoni

Num-ber (Mcr). Kita simulasikan hubungan antara besarnya viskositas dengan nilai kritis

Marangoni Number yaitu pada saat nilai growth ratenya sama dengan nol, dengan k = 0.1, σ = 0.5 dan β = 0.1 bernilai konstan. Hasil simulasinya bisa dilihat pada Gambar 4.6.

Hal ini menarik sekali karena jika kita ambil nilai Marangoni Number diatas grafik tersebut dengan nilai viskositas serta parameter lainnya sama maka kondisi tersebut akan menyebabkan keadaan menjadi tidak stabil dan berlaku keadaan sebaliknya, jika nilai yang diambil di bawah grafik, maka hal tersebut akan membuatnya stabil. Dari hasil simulasi ini, kita bisa mendapatkan berapa nilai minimum konsentrasi sur-faktan yang diwakili oleh variabel Marangoni Number sedemikian sehingga lapisan kondensat akan menjadi tidak stabil.

(9)

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.000 0.002 0.004 0.006 0.008 0.010 Tegangan PermukaanHΣL Critical Marangoni Number @Mcr D

Gambar 4.7: Nilai kritis dari Marangoni Number (Mcr)sebagai fungsi dari tegangan

permukaan (σ), pada saat k = 0.1 dan µ=3 dengan nilai fraksi konsentrasi surfaktan di permukaan (β) yang berubah-ubah. Warna biru menyatakan β = 0.1, merah β = 0.3, kuning β = 0.5, dan hijau β = 0.9.

Selain dengan parameter kekentalan dari lapisan kondensat kita juga bisa men-dapatkan hubungan nilai kritis dari Marangoni Number yang bergantung pada nilai tegangan permukaan dari lapisan kondensat. Kita simulasikan hubungan tersebut, pada saat pada saat k = 0.1 dan µ=3, dengan nilai fraksi konsentrasi surfaktan di permukaan (β) yang berubah-ubah, yang hasilnya bisa kita lihat pada Gambar 4.7. Jika kita ambil nilai Marangoni Number diatas grafik tersebut dengan nilai tegangan permukaan serta parameter lainnya sama maka kondisi tersebut akan menyebabkan keadaan menjadi tidak stabil dan berlaku keadaan sebaliknya, jika nilai yang di-ambil di bawah grafik, maka hal tersebut akan membuatnya stabil. selain itu bisa kita lihat bahwa seiring fraksi dari konsentrasinya bertambah maka nilai marangoni number yang di perlukan semakin kecil untuk nilai tegangan permukaan yang sama.

(10)

0 5 10 15 20 25 30 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Tegangan PermukaanHΣL Critical Fraksi konsentrasi surfaktan cr L

Gambar 4.8: Nilai kritis dari fraksi konsentrasi surfaktan di permukaan (βcr) sebagai

fungsi dari tegangan permukaan,pada saat k = 0.1 dan µ=3 dengan nilai Marangoni Number (M ) yang berubah-ubah. Warna biru menyatakan M = 0.01, merah M = 0.03, kuning M = 0.07, dan hijau pada saat M = 0.1.

Gambar 4.8 menggambarkan kondisi nilai kritis untuk parameter fraksi

konsen-trasi surfaktan di permukaan, yang di notasikan sebagai (βcr). Kita simulasikan

hubungan antara besarnya tegangan permukaan dengan nilai (βcr) pada saat pada

saat k = 0.1 dan µ=3, dengan nilai Marangoni yang berubah-rubah. Kita bisa lihat bahwa nilai kritis dari fraksi konsentrasi surfaktan di permukaan akan terus mem-besar seiring bertambahnya nilai tegangan permukaan.

Hal tersebut cukup logis karena jumlah konsentrasi surfaktan yang diperlukan untuk membuat lapisan kondensat menjadi tidak stabil akan semakin banyak untuk menu-runkan tegangan permukaan. Selain itu bisa dilihat, bahwa seiring nilai Marangoni Number nya bertambah maka nilai kritis dari fraksi konsentrasi surfaktan di

(11)

per-mukaan pun menjadi berkurang dengan nilai tegangan perper-mukaan yang sama. Hal ini memungkinkan, karena semakin besarnya konsentrasi surfaktan yang diwakili oleh parameter Marangoni Number tersebut akan membutuhkan nilai β yang lebih kecil dalam membuat kondisinya menjadi tidak stabil.

Gambar

Gambar 4.1: Kondisi Perturbasi pada koordinat Cartesius
Gambar 4.2: growth rate pada saat µ=3, M =0.3, β=0.1, dengan nilai tegangan permukaan (σ) yang berbeda
Gambar 4.3: growth rate pada saat σ=0.5, M =0.3, β=0.1, dengan nilai viskoitas (µ) yang berbeda
Gambar 4.4: growth rate pada saat µ=3, σ=0.5, β=0.1, dengan nilai Marangoni Number (M ) yang berbeda
+5

Referensi

Dokumen terkait

Nasution di kota Medan yang dikarenakan adanya perbedaan pohon lalu lintas dan jumlah pohon pada kedua jalan tersebut.. Untuk mengetahui kadar

Perangkat lunak berupa paket ajar berbentuk aplikasi pembelajaran matematika SMP berbasis android yang dihasilkan, dapat menjadikan salah satu solusi untuk

Awal mula kejadian pada tanggal 12 Juni 2016 Pukul 22.00 WIB, atau setidak-tidaknya pada bulan Juni 2016, bahwa pada waktu dan tempat tersebut diatas berawal ketika saksi ANGWAR

Wade (2007) terdapat beberapa aspek dari pengelolaan marah, yaitu:.. 1) Mengenali emosi marah, emosi marah merupakan kemampuan untuk mengendalikan perasaan marah sewaktu

Pada tahap pelaksanaan hal-hal yang telah dilakukan yaitu kegiatan dijalankan sebagai berikut, memberikan penyuluhan tentang sejarah usaha persususan di Indonesia, potensi

Titik berat bidang gabungan Mempersiapka n tugas dan mendiskusikan nya dalam kelompok Menyelesai kan permasalah an titik berat dan mendiskusi kannya Kemampuan dalam

Tujuan pendidikan dan pelatihan manajemen pendidikan dan pelatihan pengolahan bawang merah berbasis masyarakat di desa jatibarang kiduladalah untuk menyelesaikan permasalahan yang