• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hulondalo Social Review Volume 1 Issue 1, Mei 2019 P-ISSN:, E-ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hulondalo Social Review Volume 1 Issue 1, Mei 2019 P-ISSN:, E-ISSN:"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Hulondalo Social Review

Volume 1 Issue 1, Mei 2019 P-ISSN: , E-ISSN:

1

Networking Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Kantor Pertanahan di

Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Telly Muriany

ARTICLE INFO ABSTRACT

Kata Kunci:

Networking Menganalisis networking aktor pemerintah, pihak Penelitian ini bertujuan untuk: (1)

swasta dan masyarakat; dalam dalam pelayanan pertanahan di Kota Masohi.

Unit analisis adalah (1) Kantor Pertanahan Kota Masohi (aktor pemerintah); (2) Pejabat Pembuat Akta Tanah (pihak swasta); dan (3)

Masyarakat Kota Masohi. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif, jenis

fenomenologis, dan analisis model interaktif Miles dan Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Networking antaraktor pada Kantor Pertanahan dan

Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai mitra kerja bersifat intermittent coordination; dan networking Kantor Pertanahan dengan masyarakat bersifat

sociotechnical.

Copyright © 2019 SOREV. All rights reserved.

1. Pendahuluan

Demokrasi telah mengubah secara fundamental tujuan dan metode pemerintahan. Karakteristik pemerintah menjadi makin kurang hirarkikal, lebih desentralisasi, dan meningkatnya keinginan untuk menyerahkan peran dominasi aktor publik kepada sektor swasta (Frederickson et al, 2012:219). Penyelesaian masalah-masalah publik dan pencapaian benefit komunitas diharapkan melalui kerjasama antarsektor yaitu bisnis, non profit, relawan, media, komunitas, dan pemerintah (Bryson et al, 2006:44).

Secara tradisional, kata “publik” dalam adminisitrasi publik berarti pemerintah (government). Namun perubahan paradigma administrasi publik menjadikan definisi “publik” mencakup berbagai institusi dan organisasi yang secara tradisional berada di luar pemerintah bekerjasama dalam autoritas

(2)

2

pembuatan dan pelaksanaan kebijakan. Perubahan ini mencerminkan konsep

governance menjadi sebuah ide dasar dan penjelasan umum studi administrasi

publik (Frederickson et al, 2012:219).

Menurut Rakhmat (2009:31-33), institusi dari governance meliputi tiga aktor yaitu: state (pemerintah), private sector (pihak swasta), dan society (masyarakat). Perkembangan paradigma governance menekankan hubungan antar-aktor secara sinergis, antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat,

sebagai bentuk partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan.

Seiring dengan perkembangan konsep governance, ICT menjadi sentral kehidupan di negara-negara modern. Kehadiran internet menarik minat besar kepemerintahan untuk mengubah kekuasaan, demokrasi, pengawasan, dan kebebasan (Henman, 2010:xi). Aplikasi ICT kemudian melahirkan terminologi baru yaitu electronic government (e-government). Istilah

“e-government” tidak membatasi sistem elektronik ini digunakan untuk

kepentingan pemerintah saja, tapi media elektronik yang digunakan untuk melayani seluruh domain publik (governance).

Latif Al-Hakim (2007:x) melihat e-government sebagai pemanfaatan ICT untuk mentransformasi pemerintah menjadi lebih mudah diakses

(accessible), efektif (effective) dan akuntabel (accountabel). Transformasi ini

mengkombinasi perubahan organisasi dengan keterampilan baru peningkatan pelayanan publik, partisipasi demokratik, dan pembuatan kebijakan publik.

E-government memiliki potensi untuk mengubah hubungan antara pemerintah

dengan publik. Dampak e-government tergantung bukan hanya pada teknologi, tapi sumberdaya organisasi dan visi strategik.

Di Indonesia, salah satu instansi pemerintah yang melaksanakan

e-government adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Peraturan Pemerintah

RI Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pasal 35 menjelaskan bahwa: “secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan elektronik dan mikrofilm” (ayat 5). Keputusan Presiden RI Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan menugaskan BPN membangun Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan meliputi: “penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan government, commerce dan

e-payment” (pasal 1b poin 2).

2. Pembahasan

1. Analisis Networking Antar-Aktor

Networking merupakan pola interaksi yang strategis dan interdependen antara aktor pemerintah (Kantor Pertanahan), pihak swasta (PPAT), dan masyarakat (warga) dalam sistem pelayanan pertanahan yang bersifat multiorganisasi. Aktor-aktor (actors) merupakan kombinasi simbolis dari berbagai hal, identitas, hubungan, dan jaringan dari tiga institusi tersebut yang bekerja sama secara mutual dalam menangani kompleksitas masalah pertanahan di Kota Masohi yang tidak dapat ditangani oleh organisasi tunggal (Ritzer, 2005). Networking pelayanan pertanahan di Kota Masohi melibatkan tiga aktor yaitu Kantor Pertanahan (state), PPAT (private sector) dan

(3)

3

masyarakat (society). Networking Kantor Pertanahanan dan PPAT dijalin melalui hubungan kemitraan dengan tugas dan kewenangan yang berbeda namun kedua aktor dapat bekerjasama secara profesional dalam sistem pelayanan pertanahan di Kota Masohi. Sedangkan networking Kantor Pertanahan dengan masyarakat dibangun melalui program LARASITA dan POKMASDARTIBNAH. Program ini bersifat kemitraan sekaligus pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan di Kota Masohi

Networking Kantor Pertanahan dan PPAT merupakan interaksi

horizontal antar kedua aktor dalam pelayanan pertanahan di Kota Masohi.

Networking Kantor Pertanahan dan PPAT dapat berjalan secara sinergis,

karena aktor pemerintah dan pihak swasta melaksanakan tugas dan kewenangan secara profesional yang disertai kemampuan menjalin hubungan kerja dengan aktor lain. Sebagai aktor pemerintah, tugas dan kewenangan

Kantor Pertanahan Kota Masohi adalah “instansi vertikal dari Badan

Pertanahan Nasional yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Maluku.

Sedangkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) “bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu” (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI, No. 1 tahun 2006). PPAT mempunyai tugas yang penting dan strategis yaitu membuat akta peralihan hak atas tanah di Kota Masohi. Tanpa bukti berupa akta PPAT, Kepala Kantor Pertanahan tidak dapat mendaftar perbuatan hukum yang bersangkutan. Akta yang dibuat PPAT sebagai pejabat umum merupakan akta otentik. PPAT sebagai pejabat yang bertugas dalam pendaftaran tanah yang dimaksud adalah: (1) Notaris (profesi PPAT yang diangkat oleh Menteri/Kepala BPN); (2) Camat (penunjukan sebagai PPAT sementara); dan (3) Kepala Kantor Pertanahan (penunjukan sebagai PPAT khusus). Dalam penelitian ini PPAT yang dimaksud adalah Profesi PPAT yang diangkat oleh Menteri/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ditempatkan dalam wilayah kerja (formasi) Kota Masohi.

Networking pertanahan di Kota Masohi menempatkan PPAT sebagai

mitra Kantor Pertanahan yang membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas bidang tanah yang dilakukan

Melalui analisis networking diketahui bahwa interaksi Kantor Pertanahan dan PPAT tidak berada dalam hubungan single setting (hanya satu pola hubungan

interorganizational), namun dapat dipahami dengan multiple setting (beragam

hubungan intergorganizational). Dengan hubungan multiple setting, berarti hubungan Kantor Pertanahan dan PPAT akan lebih inovatif (Mandel and Stellman, 2003) dalam mengetasi masalah pertanahan di Kota Masohi.

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa program LARASITA dan POKMASDARTIBNAH merupakan social network yang menghubungkan Kantor Pertanahan dan simpul-simpul masyarakat di Kota Masohi seperti halnya hubungan bagian-bagian tubuh seseorang. Network analysis mengungkap bagaimana properti struktural mempengaruhi perilaku Kantor Pertanahan dan

(4)

4

masyarakat melampaui aturan normatif dimana social networking lebih memiliki atribut personal dan hubungan interpersonal. Dipelajari bagaimana pola-pola ikatan ini di dalam network memberikan peluang siginifikan dan batasan-batasan karena hal tersebut mempengaruhi akses dari orang-orang (masyarakat) dan institusi (Kantor Pertanahan) untuk mendapatkan resources seperti informasi, kekayaan, dan kekuasaan. Dengan demikian, analisis jaringan memandang networking Kantor Pertanahan dan masyarakat sebagai sebuah jaringan dari keterikatan hubungan (dependency relationship) yang dihasilkan dari perbedaan penguasaan sumberdaya pada simpul dan alokasi struktur sumberdaya yang terikat pada aktor state dan society.

Artinya, networking Kantor Pertanahan dan masyarakat tidak hanya mengandalkan struktur resmi seperti POKMASDARTIBNAH, tapi juga bagaimana komposisi, content dan konfigurasi dari POKMASDARTIBNAH dapat berperan dalam pemberdayaan masyarakat Kota Masohi di bidang pertanahan.

Selanjutnya digunakan Actor Network Theory (ANT) untuk menganalis

networking Kantor Pertanahan dan masyarakat kota Masohi. Ritzer (2005:1-3)

mengatakan bahwa ANT yang juga dikenal sebagai Enrolment Theory, muncul pada pertengahan 1980-an. ANT merupakan sebuah frame konsptual untuk mengeksplorasi proses sosiotekhnikal kolektif, yang memiliki perhatian khusus pada ilmu pengetahuan dan aktivitas sosial. ANT menunjukkan bahwa kerja ilmu pengetahuan tidak secara fundamental berbeda dari aktivitas sosial lainnya. ANT menekankan proses rekayasa heterogen dimana unsur-unsur sosial, teknikal, konseptual, dan tekstual dikelola dan ditransformasikan bersama-bersama. Memperhatikan secara serius dari agency nonhumans (mesin-mesin, animals, teks, dan hibrid diantara mereka), ANT dipahami sebagai penggabungan heterogen tekstual, konseptual, sosial, dan aktor teknis.

Networking Kantor Pertanahan (state) dan masyarakat (society) melalui

LARASITA dan POKMASDARTIBNAH bersifat sosiotekhnikal yang tidak hanya melibatkan aspek SDM (human), namun juga perangkat teknis (non human) seperti teknologi dan budaya yang ada di dalam masyarakat.

Dalam jaringan antar aktor, akan muncul "Kehendak Aktor" (volitional actor) yang disebut aktan (actant). Aktan adalah semua agen secara kolektif atau individu, yang dapat mengait atau memisahkan dengan agen lainnya. Aktan masuk ke dalam jaringan, yang berputar di dalam batasan mereka, nama mereka, dan menyediakan mereka dengan substansi, tindakan, niat, dan subjektivitas. Networking Kantor Pertanahan dan masyarakat merupakan upaya untuk memotong perbedaan antara lembaga dan struktur dari kedua aktor. Berdasarkan pembahasan di atas, networking Kantor Pertanahan (state), PPAT (private sector) dan masyarakat (society) merupakan interaksi yang kompleks, non-chierarchical dan bersifat intercomittent coordination. Aktor-aktor terikat dalam struktur jaringan dengan hubungan terbatas sesuai tugas, kewenangan, dan koordinasi temporer. Pola networking antar aktor dalam pelayanan pertanahan berbeda dengan karakter model of modenizing

governance dari Newman (2001).

(5)

5

Responsibilitas berasal dari kata response yang berarti tannggapan. Jika seseorang bertanya dan orang yang ditanya dapat memberikan tanggapan dengan cepat dan tepat, maka orang yang ditanya tersebut disebut responsif (responsive).

Responsif dengan demikian membutuhkan kemampuan beraksi dengan tata cara yang proposional dan dalam waktu yang segera. Sekalipun demikian, tidak semua yang segera itu baik. Ada juga reaksi yang cepat tetapi tidak terkontrol dan dengan cara yang tidak proposional, yang lazim disebut dengan impulsi (impulse atau impulsion).

Sifat dari impulsi ini disebut impulsif (impulsive). Responsif bermakna positif, sementara impulsif bermakna negatif. Responsibilitas merupakan pemaknaan umum tentang tanggung jawab. Ia bisa berarti tanggung jawab secara moral dan bukan moral. Pemaknaan yang lebih khusus adalah liabilitas. Istilah “liabilitas” sering kali dialih bahasakan menjadi “tanggung gugat” yaitu tanggung jawab secara hukum. Kata-kata dalam bahasa hukum, seperti corporate liability, liability based on fault, atau strict liability. Semua kata liability tersebut mengacu pada pertanggung jawaban dari aspek hukum.

Sementara itu Pengertian responsibilitas menurut kamus

administrasi adalah keharusan seseorang untuk melaksanakan secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Selain itu pertanggung jawaban mengandung makna bahwa meskipun seseorang mempunyai kebebasan dalam melaksankan sesuatu tugas yang diberikan kepadanya, namun ia tidak dapat membebaskan diri dari hasil atu akibat kebebasan perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakan secara apa yang diwajibkannya.

Menurut Azheri(2012: 86), responsibilitas adalah hal yang dipertanggung jawabkan atas suatu kewajiban dan termasuk putusan, keahlian, kemampuan, dan kecakapan. Kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang ditimbulkan.

Karakter merupakan suatu yang mencerminkan nilai dari suatu perbuatan. Setiap perbuatan terdapat alternatif penilaian yaitu tahu tanggung jawab dan tidak tahu tanggung jawab. Kata tanggung jawab dalam makna responsibilitas dilihat secara filosofis terdapat 3 unsur antara lain:

1. Kesadaran

(awareness)

Artinya tahu, kenal, mengerti, dapat memperhitungkan arti, guna sampai kepada soal akibat perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi, dengan kata lain seseorang baru dapat diminta pertanggung jawaban bila yang bersangkutan sadar tentang apa yng dilakukannya.

2. Kecintaan/kesukaan (affection)

Artinya suka, menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan, dan

(6)

6

apabila tidak ada kesadaran berarti rasa cinta tidak akan muncul. Jadi, cinta timbul atas dasar kesadaran dan atas dasar kesadaran inilah lahirnya tanggung jawab.

3. Keberanian (bravery)

Adalah suatu rasa yang didorong keikhlasan, tidak ragu-ragu dan tidak takut atas segala rintangan. Suatu keberanian mesti disertai dengan

perhitungan, pertimbangan dan kewaspadaan atas segala

kemungkinan. Dengan demikian itu timbul atas dasar tanggung jawab. Sedangkan menurut Pinto (Azheri 2012:89), menyatakan responsibilitas ditunjukan pada indikator penentu atas lahirnya suatu tanggung jawab, yaitu suatu standar yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam suatu kewajiban yang hrus ditaati. Jadi, perinsip tanggung jawab dalam arti responsibilitas lebih menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib dilakukan secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko yang didasarkan atas moral tersebut. Dalam makna responsibilitas, jika tanggung jawab itu belum ada pengaturannya secara eksplisit dalam suatu norma hukum. Penekanan prinsip responsibilitas yaitu didasarkan ketaatan pada aturan hukum yang berlaku dan melakukan kegiatan secara bertanggung jawab kepada

stakeholder dengan tidak melakukan tindakan tindakan-tindakan yang

merugikan stakeholders. Penerapan prinsip ini harus dengan kesadran dimana tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya wewenag,menghindar penyalahgunaan kekuasaan, bertindak secara profesional dan menjunjung etika.

PARAMETER RESPONSIBILITAS

Adapun parameter responsibilitas yang dipakai dalam penelitian ini menurut Jabra dan Dwivedi (Widodo, 2001) meliputi:

1. Pemahaman akan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak disengaja.Tanggung

jawab juga merupakan suatu wujud kesadaran terhadap kewajiban

agar kiranya dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Pemahaman akan tanggung jawab sangatlah penting bagi para birokrasi publik untuk melaksankan tugasnya dalam melayani masyarakat.

2. Pemberian wewenang sesuai tanggung jawab

Pemberian wewenang yang sama besar dengan tanggung jawabnya adalah salah satu hal terpenting bagi birokrasi publik untuk melayani masyarakat. Adanya pemberian wewenang yang sesuai dengan tanggung jawab yang diemban, diharapkan mampu menumbuhkan rasa kesadaran untuk mengambil suatu keputusan yang paling tepat. 3. Adanya evaluasi kinerja

Evaluasi kinerja merupakan suatu metode dan proses penilaian dari pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi

(7)

7

kinerja merupakan cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja.Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan dan juga untuk mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan atau penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan tercapai.

4. Tindakan-tindakan yang akurat, adil, dan tepat waktu

Tindakan akurat, adil, dan tepat waktu dalam proses pemenuhan tanggung jawab yang diemban merupakan hal penting lain yang harus dilakukan oleh birokrasi publik, maksudnya adalah dalam proses melayani masyarkat, harus mampu memberikan tindakan akurat sesuai kebutuhan masyarakat, adil dalam memberikan pelayanan tanpa memandang status sosial seseorang, dan tepat waktu tanpa menunda pekerjaan atau pelayanan yang diberikan sehingga pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang ada.

5. Komitmen dari pimpinan

Komitmen pimpinan dalam suatu instansi pemerintah menjadi kunci menciptakan layanan publik yang berkualitas. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Komitmen dalam organisasi mencakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugasnya.

PEREMPUAN DIKANCAH POLITIK

Kesadaran politik perempuan berdasarkan sejarah Indonesia telah tumbuh sejak Kongres Perempuan pertama di Yogyakarta 1928. Kesadaran politik dalam bentuk partisipasi nyata dan penggunaan hak-hak politik perempuan tercermin pula pada Pemilu 1955 di mana mereka memiliki hak memilih dan dipilih. Pengakuan yang sama hak- hak perempuan dengan laki-laki dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia telah diakui secara tegas. Pengakuan tersebut ditetapkan melalui berbagai instrumen hukum dan dengan meratifikasi berbagai konvensi yang menjamin hak-hak politik mereka. Salah satu bentuk diskriminasi adalah pemenuhan dan penghormatan hak asasi perempuan yang merupakan bagian dari HAM. Berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan telah memperburuk kondisi kehidupan perempuan, dan lebih jauh lagi menghambat kemajuan individu serta membatasi kebebasan perempuan.

(8)

8

Solusi negara-negara di dunia untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

Against Women atau CEDAW) yang merekomendasikan agar semua pemerintah

di dunia memberikan kuota tertentu sebagai upaya khusus yang bersifat sementara untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam jabatan-jabatan appointif (berdasarkan penunjukan atau pengangkatan) maupun elektif (berdasarkan hasil pemilihan) pada tingkat pemerintahan lokal dan nasional.

Untuk mengaplikasikan rasa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dengan tujuan untuk memajukan Indonesia, memang seharusnya tidak ada batasan bagi siapapun warga negara untuk berkontribusi. Siapapun yang mau dan mampu memberikan solusi terbaik atas permasalahan bangsa, dapat berkontribusi aktif. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Tantangan bagi negara, yakni memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Karena latar belakang dari diskriminasi, terhadap perempuan berasal dari persoalan yang timbul dalam masyarakat sendiri yang menyebabkan eksternalitas negatif berupa ketimpangan pemberian hak pada perempuan yang sulit diselesaikan tanpa adanya intervensi pemerintah. Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak politik perempuan, telah membuat keputusan politik untuk memberikan keterwakilan perempuan sebesar 30% di lembaga legislatif.

Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan suara terbanyak sebagai calon terpilih untuk menjunjung tinggi suara rakyat. Tentunya keputusan ini merupakan wahana yang tepat untuk menunjukkan eksistensi wanita dalam kancah politik dan menunjukkan upaya pemerintah dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan

Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women dan

turut serta dalam menanggulangi diskriminasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan dan terus berupaya melakukan perbaikan untuk dapat dengan penuh memenuhi hak warga negara yang sesuai dengan amanat Undang-Undang. Maka dari itu dalam mengupayakan kesetaraan gender, khususnya dalam dunia politik dan pengambilan keputusan, perlu adanya upaya yang sinergis dan berkesinambungan, dengan melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi pelaku politik khususnya partai politik, organisasi

kemasyarakatan dan pemerintah melalui instansi terkait dalam

penyelenggaraan pendidikan politik yang lebih meluas dan terencana bagi perempuan.

PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN

Sebelum membahas tentang partisipasi politik perempuan, terlebih dahulu perlu didefinisikan istilah partisipasi, partisipasi politik, dan partisipasi politik perempuan, serta keterwakilan mereka diparlemen.

Partisipasi secara bahasa diartikan sebagai pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Partisipasi sangat penting bagi pembangunan diri dan kemandirian warga negara. Melalui partisipasi, individu menjadi warga publik,

(9)

9

dan mampu membedakan persoalan pribadi dengan persoalan masyarakat. Tanpa partisipasi, hampir semua orang akan dikuasai oleh kepentingan pribadi dan pemuasan kebutuhan pribadi mereka yang berkuasa.

Partisipasi politik, menurut McClosky (1972:52), adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui hal mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan umum. Miriam Budiardjo (1998) mendefinisikan partisipasi politik sebagai pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik melalui pemilu terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalurkan, atau sekurang-kurangnya diperhatikan.

Berdasarkan pengertian partisipasi politik di atas, maka bisa diketahui bahwa partisipasi politik perempuan bisa berbentuk konvensional dan bias juga non-konvensional. Hanya memang kemudian partisipasi perempuan ini dipengaruhi oleh peluang resmi, apakah perempuan diberikan kesempatan untuk berada di wilayah politik tersebut, sumber daya sosial yang berarti apakah mereka memiliki kemampuan untuk terjun ke wilayah tersebut dan motivasi personal atau kemauan dari perempuan untuk terlibat aktif di dalamnya. Menurut Milbart Partisipasi politik perempuan berdasarkan pengkategorian terdiri atas:

(1) apatis yaitu tidak aktif, dan menarik diri dari proses politik; (2) spectator yaitu pernah memilih dalam pemilihan umum; (3) gladiator yaitu terlibat dalam proses politik; dan

(4) pengeritik yaitu dalam bentuk partisipasi tidak konvensional.

Sedangkan menurut Olsen partisipasi politik termasuk di dalamnya perempuan yaitu:

1) pemimpin politik 2) aktivis politik; 3) komunikator; 4) warga negara biasa 5) marginal; dan 6) orang yang terisolasi

Melihat tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah, mengikuti pembagian Paige (1971), partisipasi politik perempuan bisa dibagi ke dalam empat tipe, yaitu:

(1) Aktif yaitu apabila seseorang memiliki kesadaran politik, dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi;

(2) Apatis (pasif-tertekan), yaitu apabila kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah;

(3) Militan radikal yaitu apabila kesadaran politik tinggi, kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah;

(4) Pasif yaitu apabila kesadaran politik rendah, dan kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi.

(10)

10

Dalam menjalankan partisipasinya perempuan mendapatkan banyak kendala. Menurut Lycette(1994:42) terdapat paling sedikit empat kendala bagi perempuan dalam berpartisipasi di bidang politik, yaitu disebabkan karena:

(1) Perempuan menjalankan dua peran sekaligus, yaitu peran reproduktif dan peran produktif, di dalam maupun di luar rumah;

(2) Perempuan relatif memiliki pendidikan yang rendah dibanding dengan laki-laki karena perbedaan kesempatan yang diperoleh;

(3) Adanya hambatan budaya yang terkait dengan pembagian kerja secara seksual dan pola interaksi perempuan dengan laki-laki yang membatasi gerak perempuan;

(4) Adanya hambatan legal bagi perempuan, seperti larangan kepemilikan tanah, larangan berpartisipasi dalam pendidikan atau program Keluarga Berencana tanpa persetujuan dari suami atau ayahnya

Menurut hasil penelitian tentang partisipasi politik perempuan di negara-negara berkembang, ada kecenderungan rendah dibandingkan laki-laki. Pasalnya, mereka lebih banyak terlibat dalam urusan rumah tangga atau domestik. Memang diakui bahwa ada beberapa keterbatasan bagi perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik. Tiga di antaranya yang menonjol yaitu, Pertama aspek supply and demand

Supply berkaitan dengan faktor-faktor prinsipal yang menentukan kemampuan politik perempuan. Demand merupakan faktor institusional dan politis yang berkaitan dengan masalah rekruitmen politik bagi perempuan. Antara supply dan demand ini tidak saling bergantung karena perempuan bisa saja mengantisipasi kesulitan-kesulitan praktis dalam mengombinasikan peran-peran domestiknya dengan jabatan-jabatan politik.

Kedua, keterbatasan kemampuan perempuan dalam dunia politik erat kaitannya dengan masalah sosialisasi politik. Sosialisasi politik cenderung menggiring perempuan untuk mendapatkan status tertentu tanpa usahanya sendiri (ascribe status). Githesen and Prestage mengatakan bahwa masalah yang dihadapi perempuan dalam dunia politik mencakup ketegangan antara ascribe status dan achieved status yang merupakan akibat proses sosialisasi politik.

Ketiga, faktor yang bersifat situasional yang meliputi masalah yang bersifat keibuan. Tanggung jawab pada anak-anak di rumah, tampaknya merupakan rintangan paling serius bagi perempuan untuk membuka akses dalam meraih jabatan- jabatan politis dan pemerintahan. Selain itu, masalah krusial lain adalah perempuan bekerja tidak memiliki banyak waktu yang tersisa, sehingga ada ketidakmungkinan menerima jabatan politik tertentu. Keadaan itu menyebabkan bentuk partisipasi politik perempuan menjadi

noninstitusional. Di antara bentuk partisipasi nyata perempuan adalah dengan melihat keterwakilan mereka di panggung politik dan lembaga politik formal. Secara realitas, ternyata di Indonesia jumlah perwakilan perempuan masih sangat rendah dibandingkan laki-laki. Dalam lembaga legislative, keterwakilan perempuan amat kecil, tidak seimbang dengan jumlah mereka.

(11)

11

Realitas sosial yang menggambarkan kecenderungan minimumnya partisipasi politik perempuan dan rendahnya keterwakilan mereka dalam legislatif tentu dipengaruhi oleh banyak factor. Salah satu faktor yang disinyalir amat kuat pengaruhnya adalah budaya politik.

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK

Diisyaratkan adanya alokasi minimum sebesar 30% kepada perempuan untuk duduk di lembaga legislatif. Tuntutan UU berupa affirmative action yang memberi akses pada perempuan duduk di parlemen melalui pelaksanaan kuota minimum 30% tidak bisa dilepaskan dari strategi komunikasi

Strategi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, WJS Poerwadarminta (1986) adalah siasat perang atau juga bisa dikatakan akal atau tipu muslihat untuk mencapai sesuatu. Sedangkan menurut M. Dahlan (1995:964) strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

Definisi strategi yang memperlihatkan hubungan strategi dengan komunikasi politik dikemukakan oleh Effendy (1993:300). Menurutnya, strategi dapat diartikan sebagai suatu seni pendistribusian dan penggunaan alat-alat (bisnis) untuk memenuhi hasil akhir sebuah kebijakan. Selain itu, strategi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan dan seni dalam menghadapi dan mengkoordinasikan sumber daya-sumber daya untuk mencapai tujuan.

Keberhasilan suatu kegiatan komunikasi banyak ditentukan oleh strategi komunikasinya. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.

Strategi komunikasi dalam kaitan dengan partisipasi perempuan dan keterwakilan mereka di lembaga legislatif bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu strategi komunikasi politik perempuan dan strategi komunikasi politik partai politik.

Strategi komunikasi perempuan dilakukan melalui counter komunikasi politik. Counter komunikasi politik ini tentu saja bukan hanya dilakukan oleh politisi perempuan tapi juga harus melibatkan politisi laki-laki. Upaya counter komunikasi politik yang pertama yang perlu dilakukan oleh perempuan adalah dengan pengarusutamaan gender (gender mainstream ). Dengan pemahaman perspektif gender dan sensitif gender di kalangan pengambil kebijakan seperti badan eksekutif dan lembaga legislatif juga terus dikembangkan, sehingga berbagai kebijakan dan instrumen hukum yang berbasis kepentingan perempuan mulai terwujud.

Pengarusutamaan gender merupakan strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Menurutnya, pengarusutamaan gender bertujuan untuk memastikan apakah perempuan dan laki-laki memeroleh

(12)

12

akses kepada, berpartisipasi dalam, mempunyai kotrol atas, dan memeroleh manfaat yang sama dari pembangunan.

Counter komunikasi politik yang kedua yaitu dengan mendorong affirmative action, sehingga amanat UU pemilu tentang keterwakilan perempuan minimal 30% itu direalisasikan dengan sebaik-baiknya. Berbagai kegiatan bisa dilakukan oleh kaum perempuan, yaitu dengan mengadakan seminar, lokakarya, kajian ilmiah tentang affirmative action.

Counter komunikasi politik yang ketiga yaitu dengan melakukan pendidikan politik kepada perempuan. Upaya paling awal agar perempuan siap berkompetisi di dunia publik tentu saja dengan mencerdaskan kaum perempuan, sehingga mereka memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar tentang politik yang selanjutnya mereka bisa aktif sejajar dengan kaum laki-laki di dunia politik. Di antara cara melakukan pendidikan politik dari kalangan perempuan adalah dengan mendirikan organisasi- organisasi khusus perempuan. Melalui organisasi ini kemudian perempuan diberi kesempatan untuk berkompetisi dengan sesama perempuan lagi. Berbagai posisi strategis bisa diduduki oleh kalangan perempuan sehingga mereka terampil dan ahli dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan posisi strategis manapun.

Pendidikan politik perempuan melalui organisasi mendorong mereka untuk semakin aktif ikut serta di dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya publik. Perempuan bisa tampil lebih terbuka dan mampu menyuarakan aspirasinya berkaitan dengan berbagai isu sosial kemasyarakatan. Hambatan- hambatan psikologis dieliminasi sedemikian rupa, sehingga aktivis-aktivis muda perempuan bermunculan. Dari sini kemudian muncul harapan untuk bertambahnya aktivis politik perempuan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Namun, pendidikan politik tidak cukup dari organisasi keperempuanan saja, dibutuhkan pula kegiatan-kegiatan khusus yang sifatnya insidentil untuk menambah wawasan dan keahlian kaum perempuan, misalnya melalui kegiatan-kegiatan ilmiah. Seminar, diskusi, simposium, atau pelatihan kepemimpinan adalah kegiatan-kegiatan berguna yang dapat menjadi counter komunikasi politik.

Dengan kegiatan-kegiatan tersebut perempuan akan memiliki kemampuan untuk memiliki wawasan berpolitik yang lebih luas dan lebih baik. Mereka akan terasah dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan siap terjun karena memiliki kemampuan yang tidak kalah dibandingkan kaum laki-laki. Pendidikan politik juga bisa dilakukan melalui civic education, atau pendidikan kewarganegaraan, yang berisi tentang pendidikan hak-hak politik perempuan, dan hak-hak sipil mereka yang selama ini terabaikan. Ini dilakukan melalui penyuluhan, seminar, atau forum-forum ilmiah lainnya yang menyebarluaskan nilai-nilai egaliter, dan kemandirian dalam kehidupan social pada institusi formal maupun nonformal yang kemudian mendorong perempuan untuk tampil percaya diri di panggung politik.

(13)

13

Partai politik menyelenggarakan 4 (empat) fungsi, yaitu: komunikasi politik, sosialiasai politik,rekruitmen politik, dan pengatur konflik. Keempat fungsi ini menjadi barometer fungsional bagi partai politik di masyarakat. Berkenaan dengan itu, sosialisasi UU pemilu yang mensyaratkan keterwakilan perempuan 30% di lembaga legislative akan diukur sejauhmana strategi komunikasi politik partai politik dalam mensosialisasikan UU tersebut. Partai politik tersebut harus memiliki komitmen yang kuat untuk memperjuangkan aspirasi kaum perempuan, sekaligus kepentingan masyarakat secara umum. Di sinilah kemudian partai politik harus membuat strategi komunikasi politik dalam menjembatani partisipasi politik perempuan. Strategi komunikasi yang bisa dibangun oleh partai politik adalah dengan menggunakan strategi pesan dan strategi media (Firmanzaah: 2007: 59).

Strategi pesan adalah pengemasan pesan politik untuk mengarahkan pemaknaan masyarakat terhadapnya. Pesan politik harus mampu membuka dan mengungkapkan tentang masalah yang sedang dihadapi masyarakat. Pesan tersebut juga tidak hanya merupakan wacana, tetapi juga mengandung cara memecahkan. Ini berarti masalah keterwakilan perempuan 30% di lembaga legislative perlu dikemas oleh partai politik menjadi pesan yang menarik berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga masyarakat memerhatikan dengan baik. Adapun partai politik membangun strategi komunikasi politik berupa kaderisasi, pemberdayaan perempuan dan bauran marketing.Strategi pesan dilakukan partai politik melalui kaderisasi. Artinya, pesan-pesan politik banyak berisi ajakan agar perempuan semakin aktif dalam dunia politik seperti menjadi anggota partai.

Strategi yang dilakukan partai adalah dengan menggunakan strategi media , yaitu melalui sosialisasi perempuan dalam berbagai media termasuk dalam kepengurusan struktural. Perempuan akan mampu tampil di dunia poitik bila diberi kesempatan untuk menduduki posisi strategis dan kemudian juga diketahui oleh umum.

Sedangkan strategi komunikasi politik partai berkaitan dengan marketing politik yaitu

marketing mix (bauran marketing) yang terdiri dari : Product (produk), Promotion (promosi), Price (harga),dan Place (penempatan).

Product yang dilakukan oleh partai politiknya adalah dengan mempersiapkan politisi perempuan yang berkualitas dan dikenal di masyarakat untuk dijadikan caleg. Karakterisik personal dari politis perempuan ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk pengaruh dari patron-client seperti keluarga atau suami. Semua factor tersebut menjadi nilai tambah bagi politisi perempuan untuk berkiprah dalam dunia politik. Sedangkan Promosi (promotion) dilakukan dengan cara mengaktifkan para politisi perempuan dalam berbagai kegiatan. Di masyarakat, caleg

perempuan juga dipublikasikan secara gencar melalui kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti diaktifkan dalam kegiatan keagamaan, majelis taklim, atau kegiatan ibu-ibu. Price (harga) yang berarti persiapan daya dukung ekonomi untuk meloloskan politisi perempuan menjadi anggota legislatif.

(14)

14

Kebutuhan dana yang besar biasanya harus ada untuk melakukan aktivitas politik terutama kampanye dan proses penentuan internal caleg di parpol. Dengan dukungan dana partisipasi politik dan keterwakilan perempuan dilegislatif semakin didorong. Adapun Penempatan(place), artinya penempatan arti politisi perempuansebagai caleg dengan ditempatkan pada posisi yang strategis, yaitu diurutan nomor jadi di bagian paling pertama atau kedua.

Sedangkan strategi komunikasi politik partai politik dilakukan melalui media. Strategi ini

dilakukan dengan pemilihan media yang sesuai untuk menyampaikan pesan-pesan politik. Media tidak selamanya sebagai saluran yang menggambarkan perempuan secara negatif. Media juga mampu mengangkat posisi perempuan sederajat dengan laki-laki bila digunakan sebagai media strategi komunikasi. Penyampaian pesan politik melalui media sangat tepat menggunakan teori difusi inovasi. Everet M. Rogers (Effendy,1993: 284) mendefinisikan difusi inovasi sebagai proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial. Difusi melakukan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Dengan difusi inovasi ini, media mengangkat isu pengarusutamaan gender (gender mainstream) termasuk di dalamnya partisipasi perempuan dalam politik berupa keterwakilan secara proporsional.

4. Kesimpulan

1. Analisis Networking Antar-Aktor

Kantor Pertanahan (state) dan PPAT (private sector) merupakan mitra kerja dalam proses pendaftaran tanah. Kantor Pertanahan bertugas melaksanakan pendaftaran tanah, sedangkan PPAT membuat akta autentik sebagai dasar pendaftaran tanah. Hubungan aktor pemerintah dan swasta

bersifat intermittent coordination. Sedangkan hubungan Kantor

Pertanahan (state) dengan masyarakat (society) bersifat sosiotekhnikal melalui: Pelayanan umum (loket); Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA), dan Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Pertanahan (POKMASDARTIBNAH).

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hakim, L. 2007. Global E-Government: Theory, Applications and

Benchmarking. Idea Group Inc., USA.

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, (online), (http://www.bpn.go.id, diakses tahun 2013 - 2014).

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar, (online),

(http://makassarkota.bps.go.id/index.php?hal=subject&id=3, diakses tahun 2013).

(15)

15

Bryson, J. M., Barbara C Crosby, and Melissa Middleton Stone. 2006. The

Design and Implementation of Cross-Sector Collaborations: Propositions from the Literarure. Public Administration Review, December 2006,

Special Issue.

Creswell, J. W. 2007. Qualitative Research Inquiry & Research Design:

Choosing Among Five Approaches. Sage Publications, California.

Creswell, J. W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantiatif, dan

Mixed (terjemahan). Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Frederickson, H.G. and Kevin B. Smith. 2003. The Public Administration Theory

Primer. Westview Press, USA.

Frederickson, H.G, Kevin B.Smith, Christopher W.Larimer and Michael J.Licari. 2012. The Public Administration Theory Primer. Second Edition. Westview Press, USA.

Henman, P. 2010. Governing Electronically: E-Government and the

Reconfiguration of Public Administration, Policy and Power. Palgrave

Macmillan, UK.

Miles, M. B. and A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku

Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Penerbit UI Press, Jakarta.

Rakhmat. 2009. Teori Administrasi dan Manajemen Publik. Pustaka Arif, Jakarta.

Rhodes, R.A.W. 1996. The Governance: Governing Without Government. Political Studies Association, XLIV: 652-667. Published by Blackwell Publishers, USA.

Sangkala. 2012. Dimensi-Dimensi Manajemen Publik. Penerbit Ombak, Yogyakarta.

Peraturan:

Keputusan Presiden RI Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di

Referensi

Dokumen terkait

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Muretta (2004) dengan melihat 4 (empat) sumber yang berpengaruhi self efficacy dengan melibatkan 162 responden dan

KESIMPULAN DAN SARAN Persepsi mahasiswa tentang metode pengajaran dosen pada mahasiswa keperawatan semester VIII Program A Universitas Udayana tahun 2014 terbanyak

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Moyudan Sleman, diperoleh beberapa alasan yang berkaitan dengan rendahnya penggunaan alat kontrasepsi

Peranan pemerintah dalam pembangunan daerah yaitu dengan menyediakan infrastruktur (tidak hanya dalam bentuk fisik), memperluas bebrbagai aktivitas dan kegiatan

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan sehbungan dengan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM)

Jurnal Konseling Andi Matappa Volume 4 Nomor 1 Februari 2020 Hal 28 34 p ISSN 2549 1857; e ISSN 2549 4279 (Diterima Oktober 2019; direvisi Desember 2019; dipublikasikan Februari 2020)

Ketiga, metode pembelajaran dijalankan dengan mengedepankan pendayagunaan potensi sumberdaya manusia, pelayanan pendidikan, keterbukaan akses, kearifan lokal dan

Mulia Boga Raya yang dikenal dengan produksi keju Prochiz telah mem- buka lowongan untuk posisi Manager Engineering dengan parameter-parameter yang dipertimbangkan antara lain: