BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Setothosea asigna
Setothosea asigna ini merupakan salah satu jenis ulat api terpenting pada kelapa sawit. Larvarnya berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di punggungnya, panjang 30-36 mm dan lebarnya 14 mm. telur diletakkan berderet 3-4 baris pada permukaan bawah daun. Seekor larva mampu memakan 300-500 cm² daun.Stadia larva lamanya 50 hari dan stadia kepompong 35-40 hari. Kepompong umunya berada sedikit di bawah permukaan tanah. Populasi kritis 5-10 ekor/pelepah. Pengendalian yang efektif biasanya dilakukan dengan penyemprotan insektisida hayati dan kimiawi (Susanto dkk, 2010).
Sistematika hama ulat Api (S. asigna). Adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea
Species : Setothosea asigna van Eecke
Sumber : pusat penelitian kelapa sawit, (2015).
2.2 Siklus Hidup Ulat Api S. asigna
Ulat api memiliki siklus hidup dengan melalui empat stadium yaitu: telur, larva (ulat), pupa (kepompong), imago (dewasa). Siklus hidup masing- masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup sekitar 96 hari. Selain itu siklus hidup hama ulat api juga tergantung pada lokasi, lingkungan, kemampuan berkembang biak dan aktif yang diperlukan dalam menyelesaikan siklus hidupnya.
Tabel 2.1 Siklus Hidup Ulat Api S. asigna
Stadia Lama(hari) Keterangan
Telur 6 Jumlah telur 300 butir
Larva 50 Terdiri dari 9 instar,konsumsi daun 400 cm²
Pupa 40 Habitat di tanah
Imago 7 Jantan lebih kecil dari betina
Jumlah 103 Tergantung pada lokasi dan lingkungan
Sumber: Early Wearning System (EWS)
2.2.1 Telur
Telur ulat api biasanya diletakkan di permukaan bawah daun secara berderet- deret. Warna kekuningan dengan bentuk bulat pipih.Dalam beberapa hari telur menetas. Setelah itu larva keluar dari telur, warna telur menjadi putih transparan. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 300-400butir. Telur menetas 4-8 hari setelah di letakkan (Susanto dkk, 2012).
Gambar 2.1. Telur ulat api (Setothosea asigna)
2.2.2 Larva
Larva berada dalam beberapa instar. Instar 1 (baru menetas) masih berkumpul di satu tempat dan belum aktif makan. Larva instar 2 dan seterusnya sudah tidak mengelompok lagi, aktif makan dan pada stadia ini sangat sesuai untuk dikendalikan secara kimiawi. Larva instar sudah tidak aktif makan dan tidak cocok lagi dikendalikan menggunakan insektisida kimiawi. Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh dibagian punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instanya, semakin tua umurnya akan menjadi gelap.
Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila instar ke-8 ukuranya sedikit lebih kecil. Menjelang ber pupa, ulat menjatuhkan diri ketanah. Stadia larva ini berlangsung selama 40-50,3 hari (Susanto dkk, 2012).
Gambar 2.2 Larva S. asigna (Sumber : Girsang, 2020)
2.2.3 Pupa
Pupa berada didalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna cokelat gelap, terdapat dibagian tanah yang relative gembur disekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan pupa betina masing-masing berukuran berlangsung selama ±39,7 hari (Susanto dkk, 2012).
Kokon dengan ukuran 16 x 13 mm untuk jantan dan 20 x 16,5 mm untuk betina. Masa kepompong ±40 hari. Waktu akan menetas menjadi kupu kupu dan kepompong berwarna coklat tua (Susanto dkk, 2010).
Gambar 2.3. Pupa ulat api (Setothosea asigna)
(Sumber :Girsang, 2020)
2.2.4 Imago
Imago hama ulat api berupa ngengat, ngengat termasuk serangga yang nocturnal, aktifitasnya terjadi pada malam hari.Baik ngengat jantan maupun betina memiliki sayap dan mampu terbang cukup jauh serta sangat tertarik dengan cahaya. Ukuran ngengat betina lebih besar dari pada ngengat jantan. Antena ngengat jantan seperti sisir sedangkan ngengat betina hanya memanjang (Susanto dkk, 2012).
Gambar 2.4. Imago S. asigna
2.3 Gejala Serangan
Ulat api S. asigna menyerang daun kelapa sawit terutama daun no 9-25 yaitu daun yang memang dalam keadaan aktif. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm daun kelapa sawit per hari. Tingkat populasi 5- 10 ulat perpelepah merupakan populasi kritis hama tersebut dilapangan dan harus segera di ambil tindak pengendalian (Lubis A.U, 2008).
Ulat api dapat menyerang pada semua umur kelapa sawit namun penyebaran akan lebih tinggi pada tanaman berumur diatas 8 tahun. Hal ini dikarenakan tajuk antara tanaman yang satu dengan yang lainnya bersinggungan (Susanto,dkk, 2010). Berdasarkan data GAPKI pada tahun 2016, produksi kelapa sawit turun sebesar tiga persen. Total produksi minyak sawit Indonesia pada 2016 sebanyak 34,5 juta ton yang terbagi dari crude palm oil (CPO) sebanyak 31,5 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sebanyak tiga juta ton. Sementara pada 2015, produksi CPO sebanyak 32,5 juta ton dan PKO sebanyak tiga juta ton,sehingga total produksi minyak sawit sebanyak 35,5 juta ton. Selanjutnya dijelaskan secara garis besar produksi minyak sawit pada 2016 masih relatif baik (Suryanto, 2016).
Kriteria tingkat serangan ulat api Setothosea asigna yaitu: Ringan : bila terdapat < 5 ekor ulat api per pelepah Sedang : bila terdapat 5-10 ekor ulat api per pelepah
Berat : bila terdapat > 10 ekor ulat api per pelepah (Sulistyo,2012).
2.4 Pengendalian Hama Ulat Api 2.4.1Dengan Cara Mengutip
Pengendalian ulat dengan cara mengutip dapat di lakukan pada tanaman muda umur 1 sampai dengan 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 Ha. Pengutipan ulat dapat di mulai apabila pada pemeriksaan global banyak ulat yang di temukan 3-5 ekor/ pelepah.
2.4.2 Pengendalian Secara kimiawi
Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan menggunakan isektisida legal dengan dosis sesuai dengan yang diajurkan. Alat semprot dapat menggunakan knapsack sprayer atau mistblower berdasarkan umur tanaman. Dosis yang digunakan adalah 400 gram ulat yang terinfeksi virus per hektar. Ulat bervirus diblender, disaring dan diperoleh larutan virus. Larutan virus murni tersebut kemudian dicampur dengan 200-250 liter air (sesuai dengan hasil kalibrasi setempat) untuk tiap hektar. Larutan siap disemprotkan mengunakkan mist blower atau knapsack sprayer (Susanto dkk, 2010).
Pemberantasan secara khemis dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif triazofos 242 g/l, karbaril 85% dan klorpirifos 200 g/l. Beberapa contoh insektisida tersebut adalah Hostation 25 ULV, Servin 85 ES atau Dursban. Konsentrasi yang dianjurkan yaitu 0,2-0,3% (Fauzi, dkk, 2012).
2.4.3 Dengan Cara Biologis
Pengendalian ulat api secara biologis dapat dilakukkan dengan menanam bunga Turnera sp. Pasalnya, bunga Turnera sp. Sebagai lokasi hidup kumbang yang dapat membunuh larva ulat api (Lubis dan Agus., 2011).
2.4.4 Dengan Cara Pengendalian Hayati
Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan parasit telur Trichogrammatidae, lalat Tachinidae, dan kepik Pentatomidae (Lubis dan Agus, 2011).
2.5 Bawang Putih (Allium sativum l.)
1. Sejarah Tumbuhan
Bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa oleh pedagang
pesisir atau daerah pantai. Seiring dengan berjalannya waktu kemudian masuk kedaerah pedalaman dan akhirnya bawang putih akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan buatanyang banyak kita temui di pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
2. Taksonomi Bawang Putih (Allium Sativum L.) Klasifikasi bawang putih, yaitu :
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledona
Bangsa : Liliales
Suku : Liliaceae
Marga : Allium
Jenis : Allium sativum (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
2.5.1.Morfologi Tanaman
Gambar 2.5 Bawang putih
Bawang putih (Allium sativumL.) adalah herba semusim berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang di daerah pegunungan yangcukup mendapat sinar matahari (Syamsiah dan Tajudin, 2003).Adapun morfologi dari tanaman bawang putih (Allium sativum L.) ialah sebagai berikut :
a. Daun
Berupa helai-helai seperti pita yang memanjang ke atas. Jumlah daun yang dimiliki oleh tiap tanamannya dapat mencapai 10 buah. Bentuk daun pipih rata, runcing di ujung atasnya dan agak melipat ke dalam (arah panjang/membulur).
b. Batang
Batangnya merupakan batang semu, panjang (bisa 30 cm) tersusun pelepah daun yang tipis, namun kuat.
c. Akar
Terletak di batang pokok atau di bagian dasar umbi ataupun pangkal umbi yang berbentuk cakram. Sistem perakarannya akar serabut, pendek, menghujam ke tanah, mudah goyang dengan air dan angin berlebihan.
d. Siung dan Umbi
Di dekat pusat pokok bagian bawah, tepatnya diantara daun muda dekat pusat batang pokok, terdapat tunas, dan dari tunas inilah umbi-umbi kecil yang disebut siung muncul. Hampir semua daun muda yang berada di dekat pusat batang pokok memiliki umbi. Hanya sebagian yang tidak memiliki umbi (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
2.5.2 Kandungan dan Manfaat Bawang Putih (Allium sativum L.)
Bawang putih (Allium sativum L ) juga bersifat antimikroba E.coli, Shigella sonnei, Staphylococcus aureus dan Aerobacter aerogenes. Manfaat lainya adalah dapat mengurangi jumlah bakteri aerob, E.coli dan mikroorganisme lainnya sehingga bahan makanan yang ditambahkan bawang putih akan lebih awet (Sutomo& Budi, 2012).