• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Lingkungan Kerja Non Fisik, dan Tipe Kepribadian Terhadap Stress Kerja Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Lingkungan Kerja Non Fisik, dan Tipe Kepribadian Terhadap Stress Kerja Karyawan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Lingkungan Kerja Non Fisik,

dan Tipe Kepribadian Terhadap Stress Kerja Karyawan

(Studi pada Salah Satu Perusahaan Rokok Swasta yang Berada di

Kabupaten Kudus)

Oleh: Aditya Pratama NIM : 212011019

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS

: EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI

: MANAGEMENT

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

1 PENDAHULUAN

Industri rokok merupakan salah satu industri padat karya yangmembutuhkan banyak tenaga kerja untuk memproduksi rokok baik dengan menggunakan mesin maupun secara manual dengan tangan.Tenaga kerja yang bekerja untuk memproduksi rokok secara manual, masuk pada bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan). Karyawan pada bidang produksi bagian SKT pada salah satu perusahaan rokok swasta yang berada di Kabupaten Kudus, setiap lima harinya memproduksi rokok kisaran 1.872.000 batang rokok kretek tangan. Terkadang jika persediaan di gudang hampir habis atau permintaan pasar sedang tinggi, karyawan akan diminta lembur lima jam kerja pada hari Sabtu. Dalam kondisi tersebut kemungkinan yang terjadi justru karyawan akan mengalami stress kerja jika perusahaan tidak mempunyai program kerja yang baik maupun tidak mampu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk meminimalkan stress kerja karyawan, karena lingkungan kerja merupakan tempat yang bersinggungan secara langsung dengan para karyawan selama melakukan kegiatan produksi.

Dasar dari stress kerja adalah keadaan dimana karyawan tidak mampu mengatasi keterbatasan yang dimilikinya dan kemudian karyawan tersebut diselimuti rasa frustasi, gelisah dalam menghadapi masalah yang ada dan rasa tidak nyaman dalam bekerja (Wijono, 2006). Hal tersebut juga disampaikan oleh Handoko (2009:200) bahwa stress kerja adalah kondisi dimana seorang karyawan mengalami ketegangan yang dapat mempengaruhi emosi, kondisi dan juga proses berpikir seorang karyawan. Menurut Wijono (2006) stress kerja dibedakan menjadi dua jenis (eustress dan distress). Dari dua jenis stress kerja yang dikemukakan oleh Wijono diatas,maka penelitian ini berfokus pada stress kerja dengan jenis distress atau stress kerja yang negatif. Jenis Distress yang dikemukakan oleh Wijono (2006) adalah perasaaan negatif yang tengah dirasakan individu seseorang yang nantinya akan berakibat dengan kinerja individu tersebut mengalami penurunan. Ketika seseorang mengalami distress, orang tersebut akan bereaksi berlebihan, bingung, dan tidak dapat bekerja dengan performa maksimal (Tejasurya, 2012).

(8)

2

Salah satu penyebab dari stress kerja adalah rasa tidak nyaman yang dialami karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan kenyamanan dalam bekerja berasal dari lingkungan kerja dalam perusahaan. Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan Luthans (2002: 400) bahwa salah satu timbulnya stress kerja karyawan adalah lingkungan kerja karyawan yang diciptakan sendiri oleh perusahaan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan kerja kerja adalah keadaan disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi para pekerja dalam menjalankan segala aktifitas pekerjaan yang sedang dan akan dilakukan, Mondy & Noe (2005). Nitiseminto (2000:183) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.Kemudian Sedarmayanti (2001) mengimbuhkan bahwa lingkungan kerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu lingkungan kerja fisik dan non fisik.

Robbins (2008) mengatakan bahwa stress bisa dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor organisasi, faktor lingkungan dan faktor individu. Faktor individu tersebut terdapat tipe kepribadian yang memang sering dihubungkan dengan stress kerja karyawan, tipe kepribadian tersebut terbagi menjadi dua, yaitu tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B, (Handoko, 2009). Kemudian Sutanto dan Djohan (2006) mengimbuhkan bahwa tipe kepribadian yang paling rentan bersinggungan dengan stress kerja adalah tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B. Tingkatan stress antar individu juga berbeda-beda, pendapat ini sejalan oleh pendapat Polinggapo (2013), tingkatan stress kerja pada tiap individu berbeda-beda, karena hal itu dipengaruhi oleh tipe kepribadian.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, Tejasurya (2012) mengatakan bahwa desain organisasi dan lingkungan sosial tidak berpengaruh terhadap stress kerja, sedangkan tipe kepribadian berpengaruh terhadap stress kerja karyawan di PT. Damatex. Kemudian saran penelitian selanjutnya oleh, Tejasurya (2012) untuk meneliti tentang faktor desain organisasi, faktor lingkungan, dan faktor kepribadian individu yang berpengaruh lebih besar terhadap stress kerja karyawan.Mengingat rata-rata tingkat pendidikan karyawan pada bagian SKT rendah, maka desain organisasi dikeluarkan dari variabel penelitian, kemudian

(9)

3

dari banyak faktor-faktor lingkungan, peneliti lebih memilih lingkungan kerja.karena karyawan bersingungan langsung dengan tempat kerja baik fisik maupun non fisik selama melakukan kegiatan produksi. Hal ini diperkuat dengan saran penelitian dari Pratiwi dan Wahyuningtyas (2015) untuk meneliti pengaruh lingkungan kerja fisik dan non fisik dan menambah variabel lain yang berpengaruh terhadap stress kerja karyawan.

Persoalan Penelitian

Adapun persoalan penelitiannya adalah, “Apakah terdapat pengaruh lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik dan tipe kepribadian terhadap stress kerja karyawan bidang produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada salah satu perusahaan rokok swasta yang berada di Kabupaten Kudus?”

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis tentang pengaruh lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik dan tipe kepribadian terhadap stress kerja karyawan bidang produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada salah satu perusahaan rokok swasta yang berada di Kabupaten Kudus.

(10)

4 LANDASAN TEORI

Stress Kerja

Stress adalah suatu kondisi dinamik yang di dalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Robbins, 2003:577). Ketidakmampuan seorang individu untuk melawan keterbatasan yang diselimuti rasa frustasi, gelisah dalam meghadapi masalah, dan ketidaknyamanan dalam bekerja merupakan dasar stres kerja (Wijono, 2006). Handoko (2009:200) mengungkapkan bahwa stress kerja adalah kondisi yang dimana seorang karyawan mengalami ketegangan yang mempengaruhi emosi, kondisi dan juga proses berpikir seorang karyawan. Keadaan seperti itu dapat mengancam kemampuan seseorang untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya. Kirkcaldy, dkk (2000) menuturkan bahwa stres akan muncul apabila seorang karyawan merasa selalu dituntut dan tuntutan tersebut dirasakan terlalu membebani atau melebihi kapasitas karyawan.

Menurut Wijono (2006) stress dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tipe

Eustress dan tipe Distress. Eustress menurut Wijono (2006) adalah perasaan

senang individu karena pekerjaannya mendapat penghargaan, pujian.Eustress adalah stress kerja yang bersifat membangun, jika tubuh mampu menggunakan stress tersebut untuk meningkatkan performa, maka jenis stress ini disebut dengan stress positif ( Tejasurya, 2002).

Distress menurut Wijono (2006) adalah perasaaan negatif yang dirasakan individu yang mengakibatkan kinerjanya menurun. Distress merupakan stress kerja yang bersifat negatif dan merusak, stress ini mempunyai dampak merusak fisik dan psikis seseorang (Tejasurya, 2002).

(11)

5

Gejala dari stress kerja menurut Robbin (2008), dapat dikelompokan menjadi 3 kategori. Kategori tersebut adalah:

1. Gejala Fisiologis : Stress berdampak kepada gangguan metabolisme tubuh, meningkatkan laju detak jantung individu, menimbulkan sesak nafas, mengakibatkan sakit kepala, dan juga bisa menyebabkan serangan jantung. 2. Gejala Psikologis : Stress ini berkaitan dengan pekerjaan yang dapat mengakibatkan rasa cepat bosan, kurang konsentrasi, semangat menurun, gairah berkurang, sering menunda-nunda pekerjaan, cepat marah, mudah mengantuk, mudah lelah, sering merasa tegang dalam bekerja.

3. Gejala Perilaku : Stress ini mencakup perubahan dalam kebiasaan hidup. Misalnya, sering gelisah, merokok berlebihan, mengkonsumsi minuman alkohol dan obat obatan terlarang, nafsu makan berlebih dan gangguan tidur seseorang.

Menurut penulis, dampak dari stress kerja diatas mempengaruhi kondisi manusia secara negatif. Dimana stress tersebut akan berpengaruh terhadap aktifitas dan pekerjaan seseorang, sehingga mengalami tekanan yang diakibatkan oleh stress tersebut.

Lingkungan Kerja

Berdasarkan pernyataan Sedarmayanti (2001), bahwa secara garis besar, lingkungan kerja terbagi menjadi 2, yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Menurut Khotimah (2010) Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pekerja sewaktu menjalankan aktifitas tugas yang dibebankan. Pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Yunanda (2013) Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dia emban atau yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan keaadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, aman dan tentram bagi karyawan dan karyawan akan memiliki kesan betah dalam melakukan pekerjaannya (Supardi 2003:37).

(12)

6 Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik, yang terdapat di sekitar tempat kerja karyawan, yang dapat mempengaruhi karyawan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung (Sedarmayanti 2001:21). Indikator variabel lingkungan kerja fisik menurut Sedarmayanti (2001) ada fasilitas kerja, perlengkapan kerja, keamanan kerja dan kondisi ruang kerja. Menurut Khotimah (2010) menyebutkan bahwa Lingkungan fisik merupakan keadaan ruangan beserta perlengkapan yang mendukung. Bangunan tempat kerja dapat dikategorikan sebagai lingkungan kerja karyawan secara fisik dengan mengingat bahwa setiap hari kerja karyawan yang bersangkutan memang berada dalam lingkup bangunan tempat bekerja (Susilo, 2012). Untuk kondisi lingkungan kerja perkantoran secara fisik menurut Gie (2000) dapat dilihat dalam beberapa aspek yaitu aspek pencahayaan, aspek pewarnaan, tingkat kelembababan udara dan aspek kebisingan suara. Pencahayaan yang kurang dan berlebihan dalam dunia kerja akan mengganggu kinerja karyawan, penataan lampu dan jendela haruslah sesuai. Aspek pewarnaan ruang kantor juga harus diatur sedemikian rupa agar para pekerja yang ada diruang kantor kerjanya bisa tetap fresh pemikirannya jika dibantu dengan pewarnaan ruang kantor yang tepat. Begitu juga tingkat kelembaban udara dan kebisingan. Hindarkan sejauh mungkin para pekerja dengan dua hal tersebut agar tidak mengganggu kesehatan dan pekerja bisa tetap berkonsentrasi. Perusahaan juga harus menjaga lingkungan kerjanya agar tetap bersih dan sehat. Hal tersebut menghindarkan karyawan akan kuman penyakit dan stress dari karyawan.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, diatur mengenai persyaratan lingkungan kerja untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan di perkantoran dan industri antara lain:

1. Suhu dan kelembaban. Lingkungan kerja harus memiliki suhu berkisar 18-28°C dan kelembaban 40%-60%.

2. Debu. Kandungan debu maksimal di dalam udara lingkungan kerja dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah 0,15 mg/m3 debu total.

(13)

7

3. Pertukaran udara. Pertukaran udara minimal 0,283 m3/menit per orang dengan laju ventilasi 0,15-0,25 m/detik.

4. Pencahayaan. Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 100 lux. 5. Kebisingan. Tingkat kebisingan di ruang kerja maksimal 85 dBA.

Lingkungan Kerja Non Fisik

Sedarmayanti (2001:21) berpendapat bahwa lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik atasan maupun dengan sesama rekan kerja ataupun dengan bawahan. Lalu Sedarmayanti (2001) juga menyimpulkan bahwa indikator lingkungan kerja non fisik adalah hubungan secara horizontal dengan teman karyawan dan hubungan secara vertikal dengan atasan. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Nitisemito (2000) menyatakan bahwa perusahaan hendaknya dapat menciptakan kondisi kerja yang mendukung kerja sama antara atasan dan bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Lingkungan kerja psikologis sangat mempengaruhi keadaan karyawan dalam bekerja, dimana lingkungan kerja psikologis yang buruk akan menyebabkan timbulnya kelelahan, ketegangan emosi, serta motivasi yang rendah (Khotimah, 2010). Menurut Susilo (2012) jenjang karir karyawan dalam sebuah perusahaan juga termasuk dalam kategori lingkungan kerja non fisik perusahaan.

Tipe Kepribadian

Menurut Setiawan (2005) Kepribadian adalah inti dari pikiran dan perasaan didalam diri seseorang yang memberitahu bagaimana ia membawa diri. Kepribadian adalah proses dalam setiap hati dan pikiran seseorang yang menentukan bagaimana ia merasa, berpikir dan berperilaku (Hartman, 2004). Kemudian Robin (2001) mengimbuhkan bahwa tidak ada ciri kepribadian yang sifatnya umum untuk suatu negara atau untuk suku bangsa.

Tipe Kepribadian A dan B

Ahli jantung Friedman dan Rosenman membedakan tipe kepribadian menjadi dua, yaitu tipe kepribadian A dan Tipe Kepribadian B (Robbins,

(14)

8

2003:101). Kemudian Robbins (2003) mengimbuhkan bahwa Karakteristik Tipe A, adalah mudah panik, selalu berhati- hati, suka tantangan, selalu ingin menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, lebih memperhatikan kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan dari pada kualitasnya, ambisius, mengerjakan dua hal dalam sekaligus (polyphasic), jujur dan suka berterus terang, dalam pengambilan keputusan, Tipe A menggunakan pengalaman masa lalu, dari pada mempertimbangkan alternatif lainnya, yang menurutnya akan memakan waktu. Kemudian Wijono (2006) mengimbuhkan pendapatnya bahwa ada tiga ciri tipe kepribadian A yaitu individu yang memiliki perilaku tipe bersaing, merasa dikejar oleh waktu, mudahnya timbul rasa kemarahan.

Dari ciri kepribadian Tipe A yang sudah disebutkan, Kepribadian tipe B berkebalikan dengan kepribadian tipe A. Ciri tipe keribadian B menurut Robbins (2003) individu tidak pernah merasa tertekan karena tidak suka dengan persaingan , lebih banyak waktu untuk bersantai, tidak ambisius, tidak perfeksionis, hanya mengerjakan satu hal saja (monophasic) merasa tidak perlu mendiskusikan keberhasilan yang sudah dicapainya. Kepribadian tipe B adalah individu yang kurang kompetitif, kurang setia dalam bekerja, lebih santai dalam bekerja, individu tipe B dinilai memiliki kecepatan konstan dalam bekerja (Barney & Griffin: 2001: 696).

Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik, Lingkungan Kerja Non Fisik, Tipe Kepribadian Terhadap Stress Kerja Karyawan

Dari penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, yang dihasilkan olehSusilo (2012) menyimpulkan bahwa lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara simultan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stress kerja, karyawan di PT. Indo Bali. Lingkungan kerja fisik secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap stress kerja pada karyawan non produksi PT.IndoBali lalu lingkungan non fisik secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stress kerja.Dewa dan Utama (2014), menyebutkan bahwa lingkungan kerja secara simultan secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat stres kerja pegawai pada PD. Pasar Kota Singaraja Unit Pasar Anyar Bali. Noordiasah (2013) menyebutkan, lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non

(15)

9

fisik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kerja. Besarnya kontribusi atau pengaruh lingkungan kerja fisik dan non fisik terhadap stres kerja perawat di Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang sebesar 35,3 %. Pratiwi dan Wahyuningtyas (2015) menyimpulkan bahwa lingkungan kerja fisik berpengaruh signifikan terhadap stres kerja karyawan pabrik Cold Rolling Mill PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.

Penelitian Wijono (2006) menyebutkan bahwa tipe kepribadian A berpengaruh terhadap stress kerja manajer madya. Stress kerja tersebut muncul karena sifat alami tipe kepribadian A. Sutanto dan Djohan (2006) mengungkapkan bahwa tipe kepribadian berpengaruh positif terhadap tingkat stress kerja karyawan PT. Internasional Deta Alfa Mandiri. Tejasurya (2012) mengatakan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap tingkat stress kerja karyawan di PT. Damatex. Penelitian Giu (2013) mengungkapkan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap stress kerja pegawai diklat keagamaan manado. Dilihat dari penjabaran diatas, maka hipotesis ketiga yang ingin diteliti adalah :

H1 : Terdapat pengaruh lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik dan tipe kepribadian terhadap stress kerja karyawan.

Model Penelitian atau Kerangka Konseptual

Gambar 1. Model Penelitian

Stress kerja (distress) Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik Lingkungan kerja non fisik

(16)

10 METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Studi kuantitatif pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kausalitas dengan menggunakan cara mengambil sampel karyawan produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada salah satu perusahaan rokok swasta yang berada di Kabupaten Kudus.

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini, populasi yang dimaksudkan oleh peneliti adalah seluruh karyawan bagian produksi bidang SKT (Sigaret Kretek Tangan).Sampel menurut Nareswari (2013) adalah bagian dari populasi dalam suatu obyek penelitian dan sampel ini diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian.Besarnya sampel yang diambil untuk analisis, berdasarkan rumus slovin adalah sebagai berikut:

N n = ___________ 1 + N e² Dimana: n : Ukuran sampel N : Ukuran populasi

e2 : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditoleransi

Dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran 5%, maka denganmenggunakan rumus di atas diperoleh sampel sebesar :

142

n = ______________ 1 + 142 (0.05)2

(17)

11

Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Convenience

Sampling. Sampel konvenien merupakan pemilihan sampel dari kriteria yang

ditentukan sendiri oleh peneliti (Sugiyono, 2011). Kriteria sampling dalam penelitian ini adalah :

1. Karyawan dari salah satu perusahaan rokok swasta yang berada di Kabupaten Kudus.

2. Karyawan tersebut dari bagian produksi SKT ( Sigaret Kretek Tangan). Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui kuesioner dan wawancara, sedangkan data sekunder berupa data yang langsung didapatkan dari pihak perusahaan. Adapun responden dalam penelitian ini adalah karyawan bidang produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan). Kuesioner dibagikan ke 104 responden atau yang lebih tepatnya 104 karyawan bidang produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) yang dijadikan sebagai sampel, sehingga data yang diperoleh benar-benar didapat langsung dari responden.

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas yaitu Lingkungan Kerja Fisik (X1), Lingkungan Kerja Non Fisik (X2) dan Tipe Kepribadian (X3), Variabel terikatnya adalah stress kerja karyawan (Y).

Perumusan Hipotesis Statistik

Persamaan : Y = a + bX1 + bX2 +bX3 + e

Y = Variabel dependen yaitu stress kerja karyawan. a = Koefisien prediktor

X1 = Variabel independen yaitu lingkungan kerja fisik. X2 = Variabel independen yaitu lingkungan kerja non fisik X3 = Variabel independen yaitu tipe kepribadian

(18)

12 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diambil dengan cara membuat kuesioner sebanyak 104 buah dan kemudian dibagikan dan diisi oleh karyawan bidang produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan). Ada empat bagian kuesioner yang masing-masing harus diisi oleh responden :

1. Kuesioner tentang Lingkungan Kerja Fisik

Kuesioner ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan seputar lingkungan kerja fisik perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk menggali informasi bagaimana persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja fisik diruang produksi rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan).

2. Kuesioner tentang Lingkungan Kerja Non Fisik

Kuesioner ini berisi tentang pertanyaan-pertanyaan seputar lingkungan kerja non fisik perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk menggali informasi bagaimana persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja non fisik diruang produksi rokok SKT (Sigaret Kretek Tangan). 3. Kuesioner Tipe Kepribadian.

Kuesioner ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menggali informasi tentang tipe kepribadian karyawan. Mereka tergolong dalam tipe kepribadian A atau tipe kepribadian B.

4. Kuesioner tentang stress kerja karyawan

Kuesioner ini berisi tentang pernyataan-pernyataan tentang stress, yang di gunakan peneliti untuk mengukur tingkat stress kerja karyawan produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan).

Teknik Analisis

Untuk mempermudah analisa data, teknik analisis yang digunakan bisa dilakukan dengan teknik analisa regresi berganda (Multiple regresional analysis) dengan menggunakan software SPSS yang memudahkan peneliti mengolah data yang sudah didapat dari data primer dan data sekunder.

(19)

13

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis adalah:

Uji Validitas Kuesioner

Uji Validitas Kuesioner dilakukan untuk mengetahui sejauh mana instrument yang digunakan sudah memadahi untuk melihat apa yang seharusnya diukur dengan cara meminta penilaian para ahli yang berkompeten dengan masalah yang diteliti. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung (untuk setiap butir pertanyaan dapat dilihat pada kolom corrected

item-total correlations), Jika r hitung > r table (0,3), dan bernilai positif, maka

pernyataan (indikator) tersebut dikatakan valid (Ghozali, 2005). Uji Reliabilitas Kuesioner

Uji Reliabilitas data dilakukan untuk megukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dalam sebuah variabel. Suatu kuosioner dapat dikatakan reliable jika jawaban para responden terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil jika diulang beberapa kali. Instrumen dapat dikatakan reliable jika memiliki

Cronbach Alpha> 0,60 (Ghozali,2005).

Uji Asumsi Klasik -Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data.Pada analisis statistik parametric, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut harus terdistribusi secara normal. Maksud data terdistribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal (Ghozali, 2005). Pengujian ini menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov.

-Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas ini bertujuan untuk menunjukkan adanya korelasi antara variabel bebas dalam persamaan regresi yang menyebabkan standar error menjadi tinggi dan sensitif terhadap perubahan data sehingga koefisien regresi menjadi kurang teliti. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas, dapat dilihat dari Value Inflation Factor (VIF). Apabila VIF>10 terjadi multikolinieritas, sebaliknya jika VIF<10 tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2005).

(20)

14 -Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel pengganggu dengan variabel bebas (Ghozali, 2005). Untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas pada model regresi yang dihasilkan, akan digunakan uji Rank Spearman Correlation.

Uji Regresi Linier Berganda

Regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel independen dengan variabel dependen.Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan.Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio (Sugiono, 2011).

(21)

15 HASIL PENELITIAN

Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk memperoleh data, sehingga ada dua syarat penting yang harus dipenuhi pada sebuah kuesioner yaitu validitas dan reliabilitas kuesioner, supaya dapat digunakan untuk analisis data lebih lanjut. Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan pada semua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik, tipe kepribadian dan stress kerja karyawan.

Uji Validitas Kuesioner dilakukan untuk mengetahui sejauh mana instrumen yang digunakan sudah memadahi untuk melihat apa yang seharusnya diukur dengan cara meminta penilaian para ahli yang berkompeten dengan masalah yang diteliti. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung (untuk setiap butir pertanyaan dapat dilihat pada kolom (corrected item-total correlations), Jika r hitung > r table (0,3), dan bernilai positif, maka pernyataan (indikator) tersebut dikatakan valid (Ghozali, 2005).

Uji Reliabilitas data dilakukan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dalam sebuah variabel. Suatu kuesioner dapat dikatakan reliabel jika jawaban para responden terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil jika diulang beberapa kali. Instrumen dapat dikatakan reliable jika memiliki

Cronbach Alpha> 0,60 (Ghozali,2005).

Data diambil sebanyak 30 angket yang sudah disebarkan pada karyawan bidang produksi (SKT) yang berisi pernyataan tentang lingkungan fisik, lingkungan non fisik perusahaan, tipe kepribadian dan stress kerja. Berikut adalah hasil dari uji kualitas data yang meliputi uji validitas dan uji reabilitas :

(22)

16

Tabel 1. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Lingkungan Kerja Fisik Nilai Validitas

Item- Total Coerrelation

Reliabilitas Crobanch Alpha Pernyataan 1 0,397 0,793 Pernyataan 2 0,534 Pernyataan 3 0,595 Pernyataan 4 0,203 Pernyataan 5 0,339 Pernyataan 6 0,474 Pernyataan 7 0,533 Pernyataan 8 0,387 Pernyataan 9 - 0,167 Pernyataan 10 0,588 Pernyataan 11 0,160 Pernyataan 12 0,599 Pernyataan 13 0,764 Pernyataan 14 0,662 Pernyataan 15 0,551 Pernyataan 16 0,596 Pernyataan 17 0,179

Lingkungan Kerja Non Fisik Nilai Validitas

Item- Total Coerrelation

Reliabilitas Crobanch Alpha Pernyataan 1 0,269 0,786 Pernyataan 2 0,698 Pernyataan 3 0,535 Pernyataan 4 0,523 Pernyataan 5 0,595 Pernyataan 6 0,608 Pernyataan 7 0,668 Pernyataan 8 -0,317 Pernyataan 9 0,413 Pernyataan 10 0,698 Pernyataan 11 0,539 Pernyataan 12 0,579 Pernyataan 13 0,163

(23)

17

Tipe Kepribadian Item- Total CoerrelationNilai Validitas Crobanch AlphaReliabilitas

Pernyataan 1 0,014 0,644 Pernyataan 2 0,636 Pernyataan 3 0,355 Pernyataan 4 0,654 Pernyataan 5 0,564 Pernyataan 6 -0,214 Pernyataan 7 0,580 Pernyataan 8 0,104 Pernyataan 9 0,119 Pernyataan 10 0,623 Pernyataan 11 -0,230 Pernyataan 12 -0,103 Pernyataan 13 0,417 Pernyataan 14 0,185

Stress Kerja Karyawan Nilai Validitas

Item- Total Coerrelation

Reliabilitas Crobanch Alpha Pernyataan 1 0,130 0,906 Pernyataan 2 0,444 Pernyataan 3 0,480 Pernyataan 4 0,541 Pernyataan 5 0,544 Pernyataan 6 0,458 Pernyataan 7 0,372 Pernyataan 8 0,471 Pernyataan 9 0,504 Pernyataan 10 0,153 Pernyataan 11 0,688 Pernyataan 12 0,453 Pernyataan 13 0,707 Pernyataan 14 0,582 Pernyataan 15 0,648 Pernyataan 16 0,654 Pernyataan 17 0,539 Pernyataan 18 0,750 Pernyataan 19 0,625 Pernyataan 20 0,798 Pernyataan 21 0,741

Sumber : Data Olahan, 2016

Hasil uji validitas dari variabel lingkungan kerja fisik menunjukkan ada beberapa nilai Item- Total Correlation indikator yang kurang dari 0,3 yang artinya nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa beberapa pernyataan dari indikator-indikator tersebut tidak valid (pernyataan nomor 4, 9, 11 dan 17), dan dari pernyataan yang tidak valid tersebut diputuskan untuk dikeluarkan dari pengujian

(24)

18

selanjutnya sehingga pernyataannya tinggal 13 buah. Hasil dari uji reabilitas berdasarkan dari nilai Cronbach Alpha menunjukkan bahwa masing masing indikator dari lingkungan kerja fisik dapat dikatakan reliabel karena nilainya sebesar 0,793 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, maka indikator yang memenuhi syarat dari variabel lingkungan kerja fisik dapat digunakan dalam tahap pengolahan data selanjutnya.

Hasil uji validitas dari variabel lingkungan kerja non fisik menunjukkan ada beberapa nilai Item- Total Correlation dari tiap indikator yang kurang dari 0,3 yang berarti nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beberapa pernyataan dari indikator-indikator tersebut tidak valid (pernyataan nomor 1, 8 dan 17 dan dari beberapa indikator yang tidak valid tersebut diputuskan untuk dikeluarkan dari pengujian selanjutnya sehingga pernyataan dari variabel lingkungan kerja non fisik tinggal 10 buah. Hasil dari uji reabilitas data berdasarkan dari nilai Cronbach

Alpha menunjukkan bahwa masing masing indikator dari lingkungan kerja non

fisik dapat dikatakan reliabel kerena nilainya sebesar 0,786 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, maka semua indikator dari lingkungan kerja fisik dapat digunakan dalam tahap pengolahan data selanjutnya.

Hasil uji validitas dari variabel tipe kepribadian menunjukkan ada beberapa nilai Item- Total Correlation dari tiap indikator yang kurang dari 0,3 yang berarti nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beberapa pernyataan dari indikator-indikator tersebut tidak valid (pernyataan nomor 1, 6, 8, 9, 11, 12 dan 14), dan dari beberapa indikator yang tidak valid tersebut diputuskan untuk dikeluarkan dari pengujian selanjutnya sehingga pernyataan dari variabel tipe kepribadian tinggal 7 buah. Hasil dari uji reabilitas data berdasarkan dari nilai Cronbach

Alpha menunjukkan bahwa masing masing indikator dari tipe kepribadian dapat

dikatakan reliabel kerena nilainya sebesar 0,644 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, maka semua indikator dari variabel tipe kepribadian dapat digunakan dalam tahap pengolahan data selanjutnya.

Hasil uji validitas dari variabel stress kerja menunjukkan dua dari nilai

Item- Total Correlation indikatornya yang kurang dari 0,3 yang berarti 2 dari 21

(25)

19

nomor 1 dan 10), dan dari dua pernyataan yang tidak valid tersebut diputuskan untuk dikeluarkan dari pengujian selanjutnya sehingga pernyataan dari variabel stress kerja tinggal 19 buah. Hasil dari uji reabilitas data berdasarkan dari nilai

Cronbach Alpha menunjukkan bahwa masing masing indikator dari tipe

kepribadian dapat dikatakan reliabel kerena nilainya sebesar 0,906 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, maka semua indikator dari variabel tipe kepribadian dapat digunakan dalam tahap pengolahan data selanjutnya.

Gambaran Umum Responden

Responden pada penelitian ini adalah karyawan bidang produksi pada bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada salah satu perusahaan rokok swasta yang letaknya berada di Kabupaten Kudus. Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi :

Tabel 2. Gambaran Umum Responden

Karateristik Rincian Jumlah (orang) Presentase Jenis Kelamin Pria

Wanita 0 104 0% 100% Usia < 25 25 - 35 35 - 45 45 - 55 55 < 1 36 42 28 25 0,96% 34,62% 40,38% 26,92% 24,04% Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah SD SMP SMA/SMK 27 55 12 10 25,96% 52,88% 11,54% 9,62% Status Menikah Belum Menikah 104 0 100% 0%

Sumber : Data Olahan, 2016

Data demografi responden diatas menunjukan bahwa jenis kelamin karyawan bidang produksi pada bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada salah satu perusahaan rokok swasta yang terletak di Kabupaten Kudus ini semuanya berjenis kelamin wanita. Itu disebabkan karena tenaga kerja wanita dinilai lebih cekatan dan teliti dalam mengolah setiap batang rokoknya. Responden dengan

(26)

20

usia < 25 tahun sebanyak 1 orang ( 0,96 %), 25-35 tahun sebanyak 36 orang (34,62 %), sebanyak 35-45 tahun sebanyak 42 orang (40,38%), usia 45-55 tahun sebanyak 28 orang (26,92 %) dan 55 tahun keatas sebanyak 25 orang ( 24,04 %). Dengan demikian mayoritas responden pada kisaran usia 35-45 tahun (40,38%) dan mayoritas tingkat pendidikan responden yang tertinggi ada pada tingkat SD sebanyak 55 orang (52,88%).

Hasil Regresi Linier Berganda

Teknik analisis data menggunakan teknik analisis regresi linier berganda untuk menguji pengaruh dari tiap variabel independent terhadap variabel

dependent. Agar penggunaan analisis regresi ini tidak bias, maka diperlukan uji

asumsi klasik terlebih dahulu agar tidak terjadi pelanggaran terhadap asumsi tersebut. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas dan Uji heterokedastisitas.

Uji Normalitas

Uji Normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Pada analisis statistik parametric, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tersebut harus terdistribusi secara normal. Maksud data terdistribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal (Ghozali, 2005). Pengujian ini menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov.

Berdasarkan output yang telah dihasilkan nilai Asymp.Sig. (2-tailed) Kolmogorov Smirnov yaitu 0,200 lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa lolos dalam kategori uji normalitas yang menggunakan uji kolmogorov smirnov. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas ini bertujuan untuk menunjukkan adanya korelasi antara variabel bebas dalam persamaan regresi yang menyebabkan standar error menjadi tinggi dan sensitif terhadap perubahan data sehingga koefisien regresi menjadi kurang teliti.Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas, dapat dilihat

(27)

21

dari Value Inflation Factor (VIF).Apabila VIF>10 terjadi multikolinieritas, sebaliknya jika VIF<10 tidak terjadi multikolinieritas (Ghozali, 2005).

Tabel 3.Uji Muiltikolinieritas

Variabel VIF Keterangan

Lingkungan Kerja Fisik 1.066 Bebas Multikolinieritas Lingkungan Kerja Non Fisik 1.053 Bebas Multikolinieritas

Tipe Kepribadian 1.016 Bebas Multikolinieritas

Sumber : Data Olahan,2016

Berdasarkan output yang telah dihasilkan nilai VIF dari variabel lingkungan kerja fisik bernilai 1.066 yang berarti VIF<10 ini berarti tidak terjadi multikolonieritas, nilai VIF dari variabel lingkungan kerja non fisik bernilai 1.053 yang berarti VIF < 10 hal tersebut berarti tidak terjadi multikolinieritas, begitu juga dengan nilai VIF dari variabel tipe kepribadian menghasilkan nilai 1.016 yang berarti VIF < 10 ini juga berarti tidak terjadi multikolinieritas. Dari nilai-nilai tersebut dapat dikatakan bahwa Uji Multikolinieritas terpenuhi.

Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel pengganggu dengan variabel bebas (Ghozali, 2005). Untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas pada model regresi yang dihasilkan, akan digunakan uji Rank Spearman Correlation.

Tabel 4. Hasil Uji Heterokedastisitas

Variabel Sig. Keterangan

Lingkungan Kerja Fisik 0, 134 Homokedastisitas

Lingkungan Kerja Non Fisik 0,785 Homokedastisitas

Tipe Kepribadian 0,997 Homokedastisitas

(28)

22

Dari output yang dihasilkan dapat diketahui bahwa nilai signifikansi dari variabel independen yaitu lingkungan kerja fisik 0,134 kemudian lingkungan kerja non fisik 0,785 dan tipe kepribadian 0,997 dan itu berarti lebih dari 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

Analisis Regresi Linier Berganda

Untuk membuktikan hipotesis pertama dalam penelitian ini, maka data yang diperoleh dianalisis dengan metode regresi linier berganda.Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperoleh nilai – nilai seperti tabel berikut.

Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Variabel Koef.

Regresi t hitung Tingkat Sig.

Constant 33.853 2.722 0.000

Lingkungan Kerja Fisik -0,461 -2.570 0.012

Lingkungan Kerja Non Fisik 0,519 2.067 0.041 Tipe Kepribadian 1.438 13.554 0.000 R R square Adjusted R square F hitung Sig. F Alpha (α) N 0,806 0,650 0,640 61.940 0.000 0,05 104

Sumber : Data Olahan, 2016

Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan hubungan linear antara dua variabel atau lebih, korelasi tidak membedakan antara variabel dependen dengan variabel independen. Koefisien korelasi menunjukkan kekuatan hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel akan tinggi pula. Sebaliknya jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan tidak searah. Dari

(29)

23

data diatas, dapat dilihat bahwa lingkungan kerja fisik mempunyai nilai koefisien negatif atau tidak searah dengan variabel Y, lingkungan kerja non fisik mempunyai nilai koefisien positif atau searah dengan variabel Y dan tipe kepribadian juga mempunyai nilai koefisien positif atau searah dengan variabel Y. Menurut Sarwono (2006), kriteria untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan antar variabel – variabel sebagai berikut:

1. 0 : tidak ada korelasi antar dua variabel 2. 0 – 0,25 : korelasi sangat lemah

3. 0,25 – 0,5 : korelasi cukup 4. 0,5 – 0,75 : korelasi kuat 5. 0,75 – 0,99 : korelasi sangat kuat

6. 1 : korelasi sempurna

Dari tabel diatas, terlihat bahwa R (koefisien korelasi) sebesar 0,806, hal ini berarti pengaruh antara semua variabel X terhadap variabel Y sangat kuat.

Nilai Adjusted R square sebesar 0,640 (64%) berarti bahwa 64% variasi variabel stress kerja dipengaruhi oleh variabel lingkungan kerja fisik , lingkungan kerja non fisik dan tipe kepribadian, sedangkan sisanya (36%) dipengaruhi oleh variabel lain.

Berdasarkan pengujian koefisien regresi, maka formulasi persamaan regresi dapat disusun sebagai berikut :

Y1 = 33,853 – 0, 461 X1 + 0, 519 X2 + 1,438 X3

Persamaan regresi tersebut memperlihatkan koefisien regresi dari lingkungan kerja fisik (X1), lingkungan kerja non fisik (X2), dan tipe kepribadian (X3) bertanda positif kecuali lingkungan kerja fisik yang bertanda negatif.

Selanjutnya diuji secara parsial dengan uji t. Keputusan penerimaan atau penolakan hipotesis adalah dengan melihat taraf level of significant a = 0,05, yaitu jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 maka ada pengaruh parsial variabel bebas terhadap variabel terikat dan berlaku ketentuan sebaliknya. Berdasarkan data pada tabel 5.dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Nilai t hitung variabel lingkungan kerja fisik sebesar -2.570 dengan nilai signifikansi sebesar 0,012. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka

(30)

24

dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja fisik (X1) secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stress kerja (Y).

2. Nilai t hitung pada variabel lingkungan kerja fisik menunjukkan skor 2,067 dengan nilai signifikansi sebesar 0,041. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja non fisik (X2) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja (Y). 3. Nilai t hitung dari variabel tipe kepribadian menunjukka skor 13,554

dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tipe kepribadian (X3) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja (Y).

Selanjutnya jika di uji secara simultan dengan uji f. Uji simultan (uji F) digunakan untuk menguji variabel secara berasama-sama yaitu antara variabel bebas terhadap variabel terikat dalam model regresi linier berganda. Pengujian uji simultan (uji F) dilakukan dengan menggunakan hipotesisi sebagai berikut : Ho = 0, Artinya tidak ada pengaruh signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Ha ≠ 0, Artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Uji hipotesis F dilakukan dengan cara membandingkan sig F dan Level of

significant (α) dengan nilai α = 0,05 sehingga akan dapat diketahui diterima atau

tidaknya suatu hipotesis, apabila:

1) Jika sig F < Level of significant (α): H0 ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat. 2) Jika sig F > Level of significant (α): H0 diterima dan Ha ditolak, hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Hasil dari perhitungan uji simultan (uji F) dapat dilihat pada tabel 5.yang menunjukan bahwa nilai signifikansi (sig). Hasil penelitian sebesar 0,000 sedangkan α (alpha) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,05 sehingga signifikansi (sig) 0,000 < 0,05 yang berarti bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa secara simultan (bersama-sama) variabel lingkungan kerja fisik (X1), lingkungan kerja non fisik (X2) dan variabel tipe

(31)

25

kepribadian(X3) berpengaruh secara signifikan terhadap stress kerja karyawan (Y).

Lingkungan Kerja Fisik

Untuk mengukur penilaian responden akan lingkungan kerja fisiknya, maka diukur dengan menggunakan kuesioner yang telah disebar. Untuk menentukan interval kelasnya, maka digunakan rumus sentosa (2012) untuk menentukan skala likert kategori dari rata-rata jawaban responden.

Rumus :

Interval Kelas = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah Jumlah Kelas

Keterangan :

Nilai tertinggi disini adalah nilai jawaban tertinggi dalam kuesioner, yaitu 5. Sedangkan nilai terendah adalah 1.

Maka dari itu diperoleh : Interval Kelas = 5 – 1 = 0,8

5

Berikut adalah tabel tingkat kepuasan responden akan lingkungan kerja fisik yang ada dalam ruang produksi rokok bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan).

Tabel 6. Hasil Penilaian Karyawan akan Lingkungan Kerja Fisik.

Sumber : Data Olahan, 2016

Dari data diatas dapat dikatakan bahwa responden menilai lingkungan kerja fisik ditempat kerjanya tergolong baik. Hal itu bisa ditunjukan dengan 61 karyawan (58,65%) menilai bahwa lingkungan kerja fisik ditempat mereka bekerja sudah baik, sedangkan 38 karyawan (36,54%) lainnya menilai bahwa Interval Kelas Penilaian Jumlah Persentase

4,20 – 5,00 Sangat Baik 38 36,54% 3,40 – 4,19 Baik 61 58,65% 2,60 – 3,39 Sedang 5 4,81% 1,80 – 2,59 Buruk - - 1,00 – 1,80 Sangat Buruk - - Total 104 100%

(32)

26

lingkungan kerja fisiknya sangat baik dan 5 orang karyawan (4,81%) lainnya menilai bahwa lingkungan mereka sedang-sedang saja atau cukup baik.

Tabel 7.Hasil Penilaian Karyawan akan Lingkungan Kerja Fisik Berdasarkan Tipe Kepribadian

Sumber : Data Olahan, 2016

Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari tipe kepribadian A, mayoritas karyawan produksi bagian SKT mengatakan bahwa lingkungan kerja fisiknya sudah baik. Hal itu dapat dilihat dengan 29 karyawan (27,88%) dari 46 karyawan (44,23%) yang bertipe kepribadian A mengatakan bahwa lingkungan kerja fisik mereka sudah baik.

Sedangkan karyawan yang bertipe kepribadian B, mayoritas karyawan produksi bagian SKT mengatakan bahwa lingkungan kerja fisiknya juga sudah baik. Hal itu dapat dilihat dengan 32 karyawan (30,77%) dari 58 karyawan (55,77%) yang bertipe kepribadian B mengatakan bahwa lingkungan kerja fisik mereka sudah baik.

Dari penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas dari karyawan bertipe kepribadian A dan B menilai bahwa lingkungan kerja fisik ditempat mereka melakukan kegiatan produksi sudah dipenuhi perusahaan dengan baik, terbukti dengan mayoritas karyawan bertipe kepribadian A sejumlah 29 karyawan (27,88%) menilainya sudah baik dan mayoritas karyawan yang bertipe kepribadian B sejumlah 32 karyawan (30,77%) menilai bahwa lingkungan kerja fisik sudah baik.

Sangat Buruk (%) Buruk (%) Sedang (%) Baik (%) Sangat Baik (%) Jumlah (%) Tipe Kepribadian A - - 2 (1,92%) 29 (27,88%) 15 (14,42%) 46 (44,23%) Tipe Kepribadian B - - 3 (2,88%) 32 (30,77%) 23 (22,12%) 58 (55,77%) Total 104 (100%)

(33)

27 Lingkungan Kerja Non Fisik

Untuk mengukur penilaian responden akan lingkungan kerja non fisiknya, maka diukur dengan menggunakan kuesioner yang telah disebar. Untuk menentukan interval kelasnya, maka digunakan rumus sentosa (2012) untuk menentukan skala likert kategori dari rata-rata jawaban responden.

Rumus :

Interval Kelas = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah Jumlah Kelas

Keterangan :

Nilai tertinggi disini adalah nilai jawaban tertinggi dalam kuesioner, yaitu 5. Sedangkan nilai terendah adalah 1.

Maka dari itu diperoleh : Interval Kelas = 5 – 1 = 0,8

5

Berikut adalah tabel tingkat kepuasan responden akan lingkungan kerja non fisik

Tabel 8. Hasil Penilaian Karyawan akan Lingkungan Kerja Non Fisik.

S

umber : Data Olahan, 2016

Dari data diatas dapat dikatakan bahwa responden menilai lingkungan kerja non fisik ditempat kerjanya tergolong baik. Hal itu bisa ditunjukan dengan 57 karyawan (54,81%) menilai bahwa lingkungan kerja non fisik ditempat kerja mereka sudah baik, sedangkan 46 karyawan (45,23%) lainnya menilai bahwa lingkungan kerja fisiknya sangat baik.

Interval Kelas Penilaian Jumlah Presentase

4,20 – 5,00 Sangat Baik 46 44,23% 3,40 – 4,19 Baik 57 54,81% 2,60 – 3,39 Sedang 1 0,96% 1,80 – 2,59 Buruk - - 1,00 – 1,80 Sangat Buruk - - Total 104 100%

(34)

28

Tabel 9. Hasil Penilaian Karyawan akan Lingkungan Kerja Non Fisik Berdasarkan Tipe Kepribadian

Sumber : Data Olahan, 2016

Dari data diatas dapat dilihat bahwa dari tipe kepribadian A, mayoritas karyawan produksi bagian SKT mengatakan bahwa lingkungan kerja non fisiknya sudah baik. Hal itu dapat dilihat dengan 25 karyawan (24,04%) dari 46 karyawan (44,23%) yang bertipe kepribadian A mengatakan bahwa lingkungan kerja non fisik mereka sudah baik.

Sedangkan karyawan yang bertipe kepribadian B, mayoritas karyawan produksi bagian SKT mengatakan bahwa lingkungan kerja non fisiknya juga sudah baik. Hal itu dapat dilihat dengan 33 karyawan (31,73%) dari 58 karyawan (55,77%) yang bertipe kepribadian B mengatakan bahwa lingkungan kerja non fisik mereka sudah baik.

Dari penjabaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas dari karyawan bertipe kepribadian A dan B menilai bahwa lingkungan kerja non fisik ditempat mereka melakukan kegiatan produksi sudah dipenuhi perusahaan dengan baik, terbukti dengan mayoritas karyawan bertipe kepribadian A sejumlah 25 karyawan (24,04%) menilainya sudah baik dan mayoritas karyawan yang bertipe kepribadian B sejumlah 33 karyawan (31,73%) juga menilai bahwa lingkungan kerja non fisik mereka juga sudah baik.

Sangat Buruk (%) Buruk (%) Sedang (%) Baik (%) Sangat Baik (%) Jumlah (%) Tipe Kepribadian A - - 1 (0,96%) 25 (24,04%) 20 (19,23%) 46 (44,23%) Tipe Kepribadian B - - - 33 (31,73%) 25 (24,04%) 58 (55,77%) Total 104 (100%)

(35)

29

Tipe Kepribadian Karyawan

Untuk mengetahui tipe kepribadian pada setiap karyawan, maka diukur dengan menggunakan kuesioner yang telah disebar. Responden mempunyai kepribadian tipe A jika skor rata-rata jawaban responden lebih besar dari 2,5. Sebaliknya, jika responden mempunyai tipe kepribadian B jika skor rata-rata jawaban responden lebih kecil dari 2,5. Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka didapatkan data tipe kepribadian sebagai berikut :

Tabel 10. Tabel Tipe Kepribadian Karyawan

Tipe Kepribadian Frekuensi Persentase (%)

Tipe Kepribadian A 46 44,23%

Tipe Kepribadian B 58 55,77%

Jumlah Responden 104 100%

Sumber : Data Olahan, 2016

Dari tabel diatas, diperoleh data bahwa karyawan dengan tipe kepribadian A berjumlah 46 orang (44,23%), sedangkan karyawan dengan tipe kepribadian B lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan berkepribadian B, yaitu sebanyak 58 orang (55,77%).

Perbedaan Tingkat Stress Kerja Antar Karyawan

Untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat stress kerja antar karyawan, maka digunakan rumus sentosa (2012) untuk menentukan skala likert kategori dari rata-rata jawaban responden.

Interval Kelas = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah Jumlah Kelas

Keterangan :

Nilai tertinggi disini adalah nilai jawaban tertinggi dalam kuesioner, yaitu 5. Sedangkan nilai terendah adalah 1.

Maka dari itu diperoleh : Interval Kelas = 5 – 1 = 0,8

(36)

30

Tabel 11. Kategori Penilaian Tingkat Stress Kerja Karyawan

Sumber : Data Olahan 2016

Tabel 12.Penilaian Tingkat Stress Kerja Karyawan berdasarkan Tipe Kepribadian Karyawan.

Sumber : Data Olahan, 2016

Dari tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa dari 104 responden, diperoleh tingkat stress kerja yang tergolong sangat tinggi ada 6 orang (5,77%) dari golongan tipe kepribadian A. Tingkat stress kerja yang tergolong tinggi total ada 41 orang (39,42%) yang terdiri dari 40 orang dari tipe kepribadian A dan hanya ada 1 orang dari tipe kepribadian B. Sedangkan dari golongan tingkat stress sedang berjumlah 14 orang (13,46%) yang semuanya bertipe kepribadian B. Untuk golongan tingkat stress kerja rendah ada terdapat 40 orang (38,46%) semuanya terdapat pada karyawan yang bertipe kepribadian B. Kemudian untuk golongan yang terakhir, yaitu golongan tingkat stress kerja dengan penilaian sangat rendah ada terdapat 3 orang karyawan (2,88%) yang semuanya dari karyawan yang bertipe kepribadian B.

Interval Kelas Penilaian Jumlah Persentase

4,20 – 5,00 Sangat Tinggi 6 5,77% 3,40 – 4,19 Tinggi 41 39,42% 2,60 – 3,39 Sedang 14 13,46% 1,80 – 2,59 Rendah 40 38,46% 1,00 – 1,80 Sangat Rendah 3 2,88% Total 104 100% Sangat Rendah (%) Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Sangat Tinggi (%) Jumlah (%) Tipe Kepribadian A - - - 40 (38,46%) 6 (5,77%) 46 (44,23%) Tipe Kepribadian B 3 (2,88%) 40 (38,46%) 14 (13,46) 1 (0,96%) - 58 (55,77%) Total 104 (100%)

(37)

31 Pembahasan

Hipotesis dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik dan tipe kepribadian terhadap stress kerja karyawan pada salah satu perusahaan rokok swasta yang terdapat di Kabupaten Kudus. Dari data hasil uji statistik pada tabel 5.diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, yaitu variabel lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik dan tipe kepribadian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap stress kerja karyawan pada salah satu perusahaan rokok swasta yang terdapat di Kabupaten Kudus. Penelitian ini didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya, Susilo (2012) menyimpulkan bahwa lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara signifikan berpengaruh terhadap stress kerja, karyawan di PT. Indo Bali. Dewa dan Utama (2014), menyebutkan bahwa lingkungan kerja secara simultan secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat stres kerja pegawai pada PD. Pasar Kota Singaraja Unit Pasar Anyar Bali. Noordiasah (2013) menyebutkan, lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja. Tejasurya (2012) mengatakan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap tingkat stress kerja karyawan di PT. Damatex. Giu (2013) mengungkapkan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap stress kerja pegawai diklat keagamaan Manado.

Hasil dalam penelitian ini, lingkungan kerja fisik perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap stress kerja karyawan pada bidang produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada perusahaan ini. Lingkungan kerja fisik mempunyai nilai koefisien regresi -0,461 berarti jika lingkungan kerja fisik perusahaan tergolong baik di mata karyawan, maka akan menurunkan stress kerja karyawan sebesar 0,461. Lingkungan kerja fisik perusahaan bagian Produksi SKT dinilai karyawan sudah baik, hal ini bisa dilihat pada tabel 6. Dengan demikian, lingkungan kerja fisik dapat dikatakan bukan merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya stress kerja karyawan karena penilaian karyawan terhadap lingkungan kerja fisik perusahaan di bagian SKT sudah dinilai baik oleh karyawan, baik itu karyawan bertipe kepribadian A maupun karyawan bertipe kepribadian B.

(38)

32

Lingkungan kerja non fisik dalam penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap stress kerja karyawan pada bidang produksi bagian SKT pada perusahaan ini. Nilai koefisien regresinya menunjukkan angka 0,519 , berarti jika lingkungan kerja non fisik bagian SKT naik satu satuan, maka akan meningkatkan stress kerja karyawan pada bagian SKT sebesar 0,519. Lingkungan kerja non fisik pada bagian SKT pada tabel 8.dan pada tabel 9. sudah dinilai baik oleh karyawannya, baik karyawan bertipe kepribadian A maupun yang mempunyai kepribadian B. Lingkungan kerja non fisik bisa menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya stress kerja karyawan dibagian SKT ini, dikarenakan oleh pimpinan terlalu memperhatikan kondisi karyawannya, baik kondisi kesehatan para karyawan maupun kondisi kesejahteraan para karyawannya. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata nilai dari indikator lingkungan kerja non fisik, nilai rata-rata tertinggi berada pada kedua indikator tersebut. Pada saat karyawan merasa diperhatikan oleh atasannya dengan baik, kemudian dengan kondisi para karyawan diperusahaan ini yang rata-rata mempunyai pendidikan yang rendah, maka perhatian atasan atas kondisi kesehatan kondisi kesejahteraan dan atasan memperhatikan para karyawannya pada saat bekerja menjadikan perhatian-perhatian tersebut menjadi beban untuk mereka. Hal-hal tersebut menjadikan para karyawan tersebut takut mengecewakan atasan jika melakukan kesalahan maupun tidak seperti kondisi yang diinginkan oleh atasan. Rasa cemas, rasa takut dan kegelisahan para karyawannya dalam bekerja dapat dijadikan alasan atas meningkatnya stress kerja karyawan karena rata-rata jawaban rasa cemas dalam bekerja, rasa takut dan gelisah dalam bekerja para karyawan bagian SKT mempunyai rata-rata jawaban tertinggi dari indikator-indikator stress lainnya. Wijono (2006) juga mengungkapkan bahwa stress muncul karena benturan yang dirasakan individu, benturan tersebut dikarenakan oleh rasa tertekan, rasa terbeban dari individu yang bersumber dari lingkungan kerja karyawan. Nitisemito (2000) juga berpendapat stress kerja dapat muncul salah satunya karena perasaan tertekan atau rasa terkekang yang timbul dari dalam diri seorang karyawan. Perasaaan tersebut muncul karena berasal dari lingkungan kerjasekitar yang dirasakan para karyawan.Secara logis, alasan diatas bisa dijadikan alasan untuk lingkungan kerja non fisik pada bagian SKT diperusahaan

(39)

33

ini mempengaruhi naiknya nilai tingkat stress kerja karyawan pada bagian SKT diperusahaan ini.

Karyawan dibagian SKT terbagi dalam dua jenis tipe kepribadian, yaitu tipe kepribadian A dan B. Dapat dilihat dari tabel 11 dan 12, menunjukkan bahwa tipe kepribadian A memiliki kecenderungan yang paling besar untuk mengalami tingkat stres yang tinggi (100% dari responden bertipe kepribadian A mengalami tingkat stres tinggi), sedangkan tipe B masih memiliki kecenderungan untuk mengalami tingkat stres yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat alami dari orang-orang bertipe kepribadian A di mana orang-orang tersebut memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami stres, karena mereka dalam melakukan pekerjaan selalu ingin sempurna, ambisius, emosional, ingin melakukan pekerjaan lebih dari satu pekerjaan sekaligus dan lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitasnya. Sementara tipe kepribadian B mempunyai tingkat stress yang cenderung rendah karena disebabkan oleh sifat alami dari orang-orang bertipe kepribadian B dimana orang-orang tersebut memiliki kecenderungan lebih santai dalam bekerja, pekerjaan yang diselesaikan tidak harus sempurna, tidak ambisius dalam melakukan pekerjaan dan lebih mengutamakan kuantitasnya dari pada kualitas produksi. Dapat disimpulkan bahwa tipe kepribadian merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya tingkat stress kerja karyawan. Hal tersebut bisa dilihat dari nilai koefisien regresi dari tipe kepribadian yang paling besar (1,438) dari dua variabel bebas lainnya yaitu variabel lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Dalam penelitian ini, tipe kepribadian A mempunyai andil yang besar terhadap tingginya tingkat stress kerja karyawan. Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tejasurya (2012) mengatakan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap tingkat stress kerja karyawan di PT. Damatex. Dari penelitian tersebut mengungkapkan Tipe kepribadian A lebih mempunyai tingkat stress kerja yang lebih tinggi. Kemudian penelitian Wijono (2006) menyebutkan bahwa tipe kepribadian A berpengaruh terhadap stress kerja manajer madya. Stress kerja tersebut muncul karena sifat alami tipe kepribadian A. Penelitian Giu (2013) mengungkapkan bahwa tipe kepribadian berpengaruh terhadap stress kerja pegawai diklat keagamaan Manado. Karyawan bertipe kepribadian A juga mempunyai tingkat stress kerja yang lebih

(40)

34

tinggi. Sutanto dan Djohan (2006) mengungkapkan bahwa tipe kepribadian berpengaruh positif terhadap tingkat stress kerja karyawan PT. Internasional Deta Alfa Mandiri dimana tipe kepribadian A lebih dominan dalam kategori stress kerja yang tergolong tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini bahwa lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik dan tipe kepribadian berpengaruh secara signifikan terhadap stress kerja karyawan bidang produksi bagian SKT (Sigaret Kretek Tangan) pada salah satu perusahaan rokok swasta yang berada di Kabupaten Kudus. Karyawan yang memiliki kepribadian tipe A mempunyai pengaruh terhadap tingginya tingkat stress kerja. Karyawan yang memiliki tipe kepribadian A memiliki tingkat stress kerja tinggi berjumlah 40 orang karyawan dan 6 orang karyawan tipe kepribadian A memiliki tingkat stress sangat tinggi. Sedangkan karyawan yang memiliki kepribadian tipe B memiliki tingkat stress kerja rendah 40 orang, sedang 14 orang, sangat rendah 3 orang dan tinggi 1 orang. Hal tersebut dikarenakan oleh sifat alami orang-orang yang bertipe kepribadian A yang cenderung untuk rentan mengalami stres, karena mereka dalam melakukan pekerjaan selalu ingin sempurna, ambisius, emosional, ingin melakukan pekerjaan lebih dari satu pekerjaan sekaligus dan lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitasnya.

Implikasi Teoritis

Penelitian tentang pengaruh lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik, dan tipe kepribadian terhadap stress kerja karyawan pada salah satu perusahaan rokok swasta yang berada di Kabupaten Kudus, menambah penelitian tentang variabel-variabel yang berpengaruh terhadap stress kerja karyawan.

Hasil dari penelitian ini sejalan dengan Susilo (2012), Dewa dan Utama (2014), Noordiansah (2013)yang menyimpulkan bahwa lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik secara signifikan berpengaruh terhadap stress kerja,

(41)

35

karyawan. Tejasurya (2012), Giu (2013), Sutanto dan Djohan (2006) yang mengatakan bahwa tipe kepribadian berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat stress kerja karyawan. Tipe kepribadian yang berpengaruh positif terhadap tingkat stress kerja karyawan dimana tipe kepribadian A lebih dominan dalam kategori stress kerja yang tergolong tinggi.

Implikasi Terapan

Implikasi terapan dari hasil penelitian ini sebagai masukan bagi perusahaan adalah :

1. Lingkungan kerja fisik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stress kerja. Maka perusahaan harus tetap menjaga lingkungan kerja fisiknya untuk tetap menjaga para karyawan produksi bagian SKT dari stress kerja.

2. Lingkungan kerja non fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja. Maka pimpinan produksi bagian SKT harus memberikan pengertian kepada karyawannya untuk tidak usah merasa takut bersalah dan takut mengecewakan jika pimpinan terlalu memperhatikan kondisi para karyawannya, untuk menghindarkan karyawan produksi bidang SKT terhindar dari stress kerja.

3. Tipe kepribadian berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja. Karyawan yang mempunyai kepribadian A diketahui rentan terhadap stress, maka pimpinan harus mengenal dan mengayomi karyawan yang mempunyai kepribadian tipe A tersebut untuk setidaknya menjauhkan dari stress kerja yang tergolong tinggi yang mereka alami.

Keterbatasan Penelitian

1. Responden mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Saat peneliti menjelaskan isi kuesioner banyak yang tidak bisa baca tulis dan tidak bisa berinteraksi dengan bahasa Indonesia.

2. Penelitian ini menggunakan kuesioner sehingga data yang dikumpulkan hanya menggambarkan pendapat karyawan tentang lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik, tipe kepribadian dan stress kerja mereka sehingga

(42)

36

peneliti tidak bisa mengontrol jawaban semua responden memang benar-benar yang mereka rasakan atau tidak.

3. Pengisian kuesioner dilakukan dirumah karyawan masing-masing karena perusahaan tidak mau terganggu kegiatan produksinya. Oleh karena itu, peneliti tidak bisa mengawasi atau memberikan arahan jikalau ada pernyataan yang mereka kurang mengerti.

Saran Untuk Penelitian Mendatang :

1. Meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi variabel eustress pada karyawan produksi perusahaan rokok.

2. Meneliti pengaruh lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja non fisik terhadap

eustress pada karyawan produksi perusahaan rokok.

2. Mencoba menganalisis pengaruh yang sama dengan variabel-variabel yang sama, tetapi dengan reponden pada bagian yang berbeda, misalnya dibagian non produksi.

(43)

37 Daftar Pustaka

Barney, Jay B and Ricky W. Griffin, 2001.The Management of Organization:

Strategy, Structure, and Behavior. Boston: Houghton Mifflin

Company.

Dewa, I Made Bagus Indra dan Utama, I Wayan Murdiartha.(2014). Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Terhadap Stress Kerja Pegawai pada PD. Pasar Kota Singaraja Unit Pasar Anyar Bali. http://ojs.unud.ac.id/index.php/Manajemen/article/view/6364

Furchan, Arief. 2007. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Gie, The Liang. 2000. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta :Liberty Giu, A Rachman. 2013. Pengaruh Desain Organisasi dan Tipe Kepribadian

Terhadap Stress Kerja Pegawai Balai Diklat Keagamaan Manado http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/2077

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

Handoko, T. Hani. 2009. Manajemen Personalia & Sumberdaya Manusia

Cetakan ke-15,Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Hartman, T. (2004).The Color Code (Kode Warna). Cetakan pertama.Batam: Interaksara.

Khotimah, K (2010) Hubungan Antara Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis dengan Burnout pada Perwat RSU Budi Rahayu Pekalongan.http://eprints.undip.ac.id/11123/

Kirkcaldy, B. D., Levine, R., & Shephard, R.J. (2000).The impact of

workinghours on physical & psychologicalhealth of German Managers. European Review of Applied Psycology, Vol 50 (4),

443-449

Luthans, Fred. 2002. Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill.

Mondy, R. Wayne and Robert M Noe III. 2005. Human Resources Management

(44)

38

Nareswari, A.A Diah. (2013). Teknik Pengambilan Sample (Sampling).http://www.academia.edu/6635482/TEKNIK_PENGAMBI LAN_SAMPEL_docx_punyaku

Nitisemito, Alex. 2000. Manajemen Personalia. Jakarta: Gahlia Indonesia.

Noordiansah, P. (2013) Pegaruh Lingkungan Kerja terhadap Stress Kerja Perawat Studi pada Rumah Sakit Muhammadiyah Jombang.

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/644

Polinggapo , S. W. (2013). Perbedaan Tingkat Stress Pada Remaja Berdasarkan Tipe Kepribadian Somatotype Sheldon.

http://jurnal-online.um.ac.id/article/do/detail-article/1/40/674

Pratiwi dan wahyunintyas (2015) Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Stress Kerja Karyawan Studi pada PT. Krakatau Steel (PERSERO) TBK. Divisi CRM.

https://repository.telkomuniversity.ac.id/pustaka/100298/pengaruh lingkungan-kerja-fisik-terhadap-stres-kerja-karyawan-studi-pada-pt-krakatau-steel-persero-tbk-divisi-crm-.html

Robbins, Stephen P. 2001. Organizational Behavior. 9th Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Robbins, Stephen. P. 2003.Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall. Robbins, Stephen. P dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta :

Salemba Empat.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sedarmayanti.2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.Mandarmaju, Bandung.

Setiawan, Y. (2005) Cinta dan Tipe Kepribadian. http: // yaminsetiawan.com/jurnal/jurnal01

Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Supardi. 2003. Kinerja Karyawan. Ghalia Jakarta

Susanto, Eddy M dan Djohan, Liliana. (2006). Pengaruh Persepsi akan Dimensi Desain Organisasi dan Tipe Kepribadian Terhadap Tingkat Stres Karyawan PT. Internasional Deta Alfa Mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengembangkan media pembelajaran berbantuan komputer pada materi fertilisasi manusia yang sesuai dengan kaidah penelitian dan

Dari data yang ditemukan saat menggunakan pembelajaran daring guru harus menyiapkan media yang tepat yaitu dengan penunggunaan aplikasi zoom, google meet, whatsapp , dan youtobe

Dari wawancara yang penulis lakukan dengan Panitia Pendaftaran Siswa Baru tahun ajaran 2020/2021 di SMP Plus Islam Al-Wasathiyah Bekasi diperoleh keterangan bawa

Berdasarkan Telaah terhadap manggala, kolofon dan edisi kitab Tadzkir al-Ghabi terlihat bahwa upaya mensyarah yang dilakukan Syekh Burhanuddin untuk‘memiliki’ kitab al-Hikam

Hal ini berarti nilai oksigen terlarut pada perairan Pulau Tegal sangat baik untuk mendukung keadaan budidaya ikan kerapu bebek karena ikan kerapu dapat hidup

Dengan merubah orientasi ruang ditambah dengan perletakan ventilasi yang baik diharapkan aliran udara menuju ruang lebih merata, kelembaban ruang terjaga, mendapatkan

Prinsip dari sebuah filter aktif adalah membangkitkan arus atau tegangan yang sesuai dengan bentuk sinyal harmonisa pada sistem tetapi berbeda fase 180 o sehingga

menggunakan sifat-sifat operasi transformasi diferensial berdimensi dua yang terdapat pada tabel 2.1 dan definisi differential transform method pada persamaan 2.14, maka